Belajar membangkitkan semangat menulis dari Ahmad Fuadi-Penulis Novel Negeri 5 Menara

Belajar membangkitkan semangat menulis dari Ahmad Fuadi-Penulis Novel Negeri 5 Menara

Halo content writer shezahome? Masih hidup? 😅

Ya, sepertinya bulan ini aku termasuk jarang menulis ya. Berapa tulisan yang aku terbitkan bulan ini? Mana konsisten yang dulu sempat aku bangun? Kemana semangat menggebu-gebu itu pergi?

Apakah aku sudah menjadi pemalas?

Bukan, bukan malas. Lebih tepatnya aku mulai merasa pesimis. Semangat yang dulu ada itu tiba-tiba mulai menurun kualitasnya. Aku juga tidak tau persis apa alasannya. Padahal Domain Authority dari blog shezahome.com sudah meningkat menjadi 22 yang artinya blog aku sudah ‘lumayan’ diperhatikan oleh google.

Tapi seberapa bermanfaatkah tulisanku?

Ya, kata-kata itu muncul begitu saja. Menulis bagiku sekarang adalah terapi yang menyenangkan. Tapi terapi itu tidak berjalan baik jika tidak bisa berguna bagi siapapun. Memang, kebanyakan pengguna internet adalah pasif. Ketika mereka selesai membaca content maka mereka hanya akan ‘closed’ tanpa meninggalkan jejak ataupun ucapan terima kasih.

Mungkin saja itu karma. Sebelum mendalami dunia blog aku juga begitu. Silent Reader. Jadi anggap saja impas. Haha..

Berbicara mengenai traffic. Maka traffic blogku sudah ‘lumayan’ dibanding bulan pertama ngeblog. Terlebih sekarang aku juga punya komunitas dalam menunjang aktivitas ngeblog. Tapi jujur saja, aku butuh alasan lebih.. lebih.. dan lebih lagi supaya bisa tetap konsisten dalam membuat tulisan. Bagaimana cara memperbaiki mood ku yang tidak stabil sehingga blogku pun menjadi terkesan labil.

Itulah alasanku menghadiri ‘Meet and Greet’ penulis Ahmad Fuadi, yang diadakan di Aula Perpustakaan Daerah di Banjarmasin. Ya, siapa yang tidak kenal dengan Ahmad Fuadi? Penulis Novel ‘Negeri 5 Menara’? Aku bahkan terpikat saat pertama kali membaca bukunya.

Apah? Tidak pernah membaca Negeri 5 Menara? Tenggelamkan!

Hahaha.. 😂

***

Sebenarnya saat pertama kali aku menyelesaikan membaca buku Negeri 5 Menara aku tidak mendapat pembelajaran nyata. Aku terpikat, tapi aku iri. Ya, seperti biasa aku hanya bisa bilang “Ya iya dong dia bisa nulis buku keren soalnya ini buku tentang ‘dirinya sendiri’ dengan pengalaman hebatnya”

Lah, aku? Dimana pengalaman hebatku? Apa yang harus aku tulis? Aku kan tidak punya pengalaman hebat? Tidak pernah travelling? Tidak pernah belajar dipesantren? Tidak pernah merantau sejak kecil? Duniaku kotak, mataku hanya belajar pada kertas dan otakku hanya bisa berimajinasi.

Karena itulah sewaktu kecil aku sangat ‘malas’ membaca buku dengan pengalaman ‘nyata’. Aku iri. Aku lebih suka membaca buku imajinasi. Aku suka penulis yang terinspirasi dari buku dan suka mengkhayal. Ya, seseorang seperti JK. Rowling, Rick Riordan, dan Stephanie Meyer serta para pencipta karakter anime. Mereka mungkin lebih masuk akal dijadikan penulis idola untuk orang sepertiku.

Namun, sejak menjadi Ibu Rumah Tangga aku mulai merubah pandangan hidupku. Aku mulai tak suka mengkhayal berlebihan. Sejak menikahi introvert nyata, aku lebih suka membaca buku yang realitas. Sehingga genre novel yang kubaca mulai berubah. Ya.. Ya.. Aku suka Tere Liye dan Ahmad Fuadi. Aku juga mulai suka dengan gaya penulisan klasik oleh Lucy M. Mortgomery.

Karena itu, kenapa tidak belajar menjadi salah satu dari mereka?

***

Sebenarnya, ini bukan pertama kali aku bertemu dengan Ahmad Fuadi. Ini kedua kalinya.

Pertama kali bertemu dengan Ahmad Fuadi adalah saat aku diundang untuk menonton ‘Negeri 5 Menara’ oleh Bank Indonesia. Ya, saat itu aku masih menjadi mahasiswi magang. Aku menonton Negeri 5 Menara secara gratis saat itu. Dan saat selesai menontonnya, penulis novelnya kemudian hadir didepan bioskop sambil bergantian bersalaman dengan kami.

Tapi apa peduliku saat itu? Jujur saja saat melihat Ahmad Fuadi pertama kali dan menonton filmnya aku hanya bisa membatin, “sepertinya orangnya narsis” hahaha..

***

Namun semua pendapatku tentangnya luntur seketika ketika aku bertemu langsung dengannya untuk yang kedua kali dan mendengarnya berbicara.

Aku memang sengaja mengambil tempat duduk ‘lumayan didepan’ walau sadar diri bahwa aku mungkin satu-satunya Ibu Rumah Tangga yang absen dari kegiatan hariannya saat itu untuk menghadiri moment ini. Aku cukup sadar bahwa aku dikelilingi oleh puluhan mahasiswa berbaju almameter dan para dosennya.  Tapi, peduli amat? Ini undangan untuk umum kan? Lagian aku kesana ‘menyamar’ kok. 😆 #bukan pakai daster ya..

Terbukti penyamaranku cukup berhasil kok saat ada yang bertanya, “Mahasiswi mana?” dan aku menjawab singkat “alumnus kok udah” 😂😂

Okeh, kok jadi aku yang narsis? Ehm, bukannya kamu barusan bilang Ahmad Fuadi itu yang narsis?

Ya, ternyata Ahmad Fuadi itu Penulis Narsis yang beralasan.

Jika dia tidak narsis mana mungkin dia bisa menulis buku negeri 5 menara?

Jika dia tidak narsis, siapa yang tidak akan iri mengikuti jejaknya berkeliling dunia hanya karena dia hoby membaca dan menulis?

Jika dia tidak hoby pamer, siapa yang tau tentangnya?

Maka ketahuilah, narsis itu anugerah.

Orang narsis, kita terinspirasi dari narsisnya. Itulah narsis yang benar.

Terlebih seperti Ahmad Fuadi. Selama 1 jam disana terbukti para penonton ternganga lebar melihat foto-fotonya berkeliling dunia. Bagaimana bisa??

Konsisten macam apa yang dia miliki? Pikirku.. Mungkin dia konsisten karena cerita hidupnya memang sangat banyak yang seru dan menantang. Ah.. Seharusnya aku memang tak cocok mendengarnya berbicara, nanti aku minder. Seharusnya aku menanti Tere Liye saja yang datang. *Loh

Sebenarnya aku tidak tertarik mendengar cerita Ahmad Fuadi yang sudah jelas merupakan kisah dari Alif, tokoh utama novel Negeri 5 Menara. Tapi seperti yang kuduga, dia pasti menceritakan itu. Dan aku bosan. Lalu seakan bisa membaca kebosananku beliau berkata..

“Saya heran, kenapa buku Novel ‘Negeri Lima Menara’ menjadi bacaan wajib di beberapa sekolah dan univeritas di luar negeri. Salah satunya di sekolah Xin Min Singapura dan Lote Secondary School di New South Wales Australia. Juga jadi bagian dari mata kuliah di Universitas California Berkeley”

Dan Dosen dari Universitas California Berkeley menjawab, “The Land of 5 Tower is the story about Human Being

Human being.. Itulah rahasia kenapa orang suka sekali dengan buku negeri 5 menara. Ia menceritakan tentang kisah perjalanan manusia. Nyata dan sangat indah. Tiba-tiba aku mulai merasakan dejavu saat membaca buku itu. Ya, harus diakui buku itu luar biasa. Aku hanya iri karena tak bisa berusaha mewujudkan semangat dari man jadda wajada dari buku itu.. 

“Buku adalah Karpet Terbang” Katanya..

“… Jika kalian pernah memimpikan karpet terbang dari film disney Aladin maka bangunlah mimpi itu dari membuat buku, maka buku akan membawamu kemana saja”

Aku langsung merinding. Benar. Ahmad Fuadi dapat berkeliling dunia karena buku. Dia menulis buku dan buku telah menerbangkannya kesegala penjuru dunia. Dia memiliki ‘Karpet terbang’ karena usahanya yang sungguh-sungguh. Man Jadda Wajada.. 

“Buku.. Lebih Tajam dibanding peluru”

“.. Peluru hanya bisa menembus kulit dan daging. Tapi buku dapat membangun gagasan pemikiran seseorang. Buku dapat mempengaruhi seseorang. Satu peluru buku pada satu orang mungkin akan berdampak pada seratus, bahkan seribu

“Buku.. Adalah Keabadian yang dapat kita ukir didunia. Maka, selagi hidup cobalah berusaha menulis walau hanya satu buku saja” 

Aku merinding. Benar. Semua yang dia katakan benar. Satu buku. Satu buku untuk menciptakan sejarah.

Tapi bagaimana? Sulitkah membuat satu buku saja?

“… Saya menyelesaikan buku Negeri 5 Menara dalam waktu satu tahun. Saat itu saya bekerja dan pulang dari bekerja saya menyempatkan diri untuk menulis satu halaman sehari.. Satu tahun menjadi 365 halaman”

“… Kemudian edit, edit, edit dan dalam waktu 2 tahun akhirnya buku Negeri 5 menara berhasil dicetak”

Dan kalian tentu tahu kalimat berikutnya yang bla bla bla.. *bikin iri banget. Okeh, pokoknya bisa cari informasi di google lah ya untuk perjalanan Ahmad Fuadi. 😂

***

Saat sesi tanya-jawab, banyak sekali peserta yang bertanya. Dari Dosen hingga mahasiswanya. Namun banyak juga yang tidak terlalu memperhatikannya. Kupikir sepertinya menghadiri Meet & Greet Ahmad Fuadi ini merupakan kewajiban bagi mereka. Hihi..

Sebenarnya aku juga ingin bertanya tapi karena pertanyaanku mirip dengan penanya pertama kurasa niatku lebih baik kuurungkan. Daripada aku ditanya “mahasiswi mana?” dan aku hanya menjawab “ibu rumah tangga (yang haus ilmu)” 😂

Salah satu pertanyaan yang kuingat adalah “Bagaimana kita dapat konsisten menulis satu halaman perhari sementara kita tidak punya pengalaman ‘nyata’ seperti anda..”

Saat itu beliau langsung menjelaskan..

“Saat saya menulis saya melakukan 5 hal”

Pertama, “Saya masuk kedalam diri dan bertanya kenapa saya menulis? Apa sebenarnya tujuan dari tulisan saya”

Kedua, “Saya memutuskan untuk menulis APA”

Ketiga, “Saya melakukan Riset dari APA yang ingin saya tulis”

Keempat, “LAKUKAN SEGERA, atau ide itu akan hilang begitu saja”

Kelima, “Tulis saja. Tulis segala yang ingin ditulis. Tiap penulis punya gayanya sendiri. Maka, jadilah diri sendiri. Saat anda menikmati proses menulis dan tidak terbebani maka itulah cara bagaimana anda menulis”

Akhir kata, aku benar-benar mendapat pelajaran berharga dari ‘Meet and Greet with Ahmad Fuadi’. Jika suatu saat aku bisa bertemu lagi semoga saja aku dapat kesempatan untuk bertanya.

Sebenarnya aku pulang sebelum acaranya diakhiri. Maklum, emak-emak.. Harus jemput anak sekolah. Hiks..

Tanda tangan pun tak dapat.. 😭

Tapi aku sudah mendapatkan sebagian dari semangat Ahmad Fuadi. Aku akhirnya mengerti kenapa ia bisa terus konsisten menulis. Bukan, ini lebih dari tentang Man Jadda wajada. Ini juga tentang Man Shabara Zhafira. Dan Ini juga tentang menjadi diri sendiri. 😊

Disclaimer: kutipan kata-kata dari Ahmad Fuadi mungkin terdapat sedikit kesalahan. Karena metode dokumentasi penulis hanyalah catatan kecil saja. Harap dimaklumi. 😅

Komentar disini yuk
4 Shares

Komentari dong sista

Your email address will not be published.

IBX598B146B8E64A