Tentang Perempuan Bekerja, Patriarki, Dan Value Perempuan
https://www.instagram.com/p/CxdATMIRPEg/
Malam itu, aku tertegun membaca feed instagram dari @kalis.mardiasih. Feed ini begitu banyak dikomentari oleh beberapa teman-temanku. Bahkan diolah konten microblog kembali oleh mbak @annisast.
Sebuah topik pembicaraan pun kembali mencuat hari itu, “Kenapa perempuan itu berbeda?”
“Kenapa masa produktif perempuan hanya terbatas dari umur dan statusnya saja?”
Terakhir, sebenarnya perlukah perempuan bekerja? atau hanya sekedar berdaya apa adanya? Apa iya, kesetaraan gender merupakan suatu keharusan pada era sekarang?
Bagaimana semuanya bisa selaras mengingat law of polarity. Adanya kodrat mutlak. Dimana letak dominan feminine dan maskuline energy pun sebenarnya bukanlah hal yang bisa kita anggap remeh untuk keutuhan rumah tangga.
Perlahan, aku merangkum diskusi malam itu dengan suami di blogpost ini.
FlashBack Barbie: Perempuan Bisa Menjadi Apapun yang Ia Inginkan, Oh Really?
Background pink pada konten itu jadi mengingatkanku pada film barbie yang seminggu lalu aku tonton. Sebenarnya, aku belum selesai menontonnya. Tapi sampai sekarang aku tidak meneruskan dan tidak penasaran dengan endingnya. Bagaimana tidak? Scara aku membaca reviewnya dimana-mana. Dan aku seakan bisa menebak apa yang terjadi setelah Ken menyerang dunia barbie. Begini, begitu.. Yea..
Inti dari film barbie yang aku tangkap adalah perempuan bisa menjadi apapun. Seperti dunia barbie yang kita sukai dahulu. Perempuan tak perlu takut menjadi sempurna. Tak perlu takut dipandang sinis karena telah menjadi Alpha Women. Bahwa hidup itu seimbang. Bahwa perempuan dan lelaki itu setara. Bahwa patriarki itu menyebalkan.
Yes. Mari sangat setuju dengan kalimat terakhir.
Tapi serius, issue tentang perempuan. Film Barbie. Kenyataan yang dihadapi di dunia. Pandangan dunia kerja pada perempuan. Ada yang perlu diperbaiki disini. Mari bicara tentang patriarki.
Patriarki yang menyebalkan dimata aku adalah tentang hal ini
Kalau boleh jujur, sebenarnya aku hidup pada lingkungan yang ‘lumayan’ patriarki. Tapi rule mode hidupku adalah seorang Alpha Women. Thats my mom. Seorang perempuan yang bisa menghasilkan uang, berdaya sepenuhnya, diakui di strata sosial, memiliki pesona dan selalu bilang pada anaknya..
“Perempuan itu harus bisa menghasilkan uang. Karena kita tak tau apa yang akan terjadi.. Bla bla..”
“Inilah pentingnya perempuan berduit, karena biaya hidup semakin tinggi.. Bla bla..”
“Makanya perempuan itu harus berpenghasilan, karena banyak laki-laki tidak tahu diri bla bla..”
Kata-kata demikian termindset dan berputar layaknya kaset rusak. Membuat program inti dalam kepalaku bahwa misi hidupku yang terpenting adalah ‘mandiri finansial’. Siapa sangka aku terjebak pada skema hidup yang diluar rencana. Nikah Muda-langsung hamil-tidak bekerja dalam kurun waktu yang lama.
Dan kurasa aku tidak akan begitu paham dampak buruk patriarki jika aku tidak mengalami post partum deppression. Pada titik itu, Aku akhirnya sadar kenapa mamaku sering bilang padaku tentang pentingnya menjadi perempuan yang berpenghasilan. Ternyata ada dunia yang baru saja aku ketahui. Bahwa dulu patriarki sudah ada sejak kecil, namun saat beranjak dewasa patriarki mulai memunculkan dampaknya.
Patriarki yang sangat aku benci adalah sebuah pemahaman bahwa jadi Ibu yang sempurna itu kewajiban. Yang bisa mengasuh anak, menghemat uang, membersihkan dan merapikan rumah, selalu memasak, selalu waspada kalau-kalau ada tamu yang datang dan mengkritik hidupmu dan celah ketidak-sempurnaanmu, selalu memperhatikan celah kurangnya pelayananmu pada suami.. Pada anak.
No. Dunia itu bukan dunia di mata mertua. Ipar atau apapun. Percayalah mereka juga korban.
Saat aku memiliki anak, aku baru sadar bahwa dunia itu bernama patriarki. Budaya patriarki. Yang menurun dan menurun atas nama, “Ujar urang bahari”
Membuat perempuan yang dirancang untuk menjadi Alpha women sepertiku menjadi terguncang. Bingung apa prioritas yang sebenarnya. Guncangan demikianlah yang membuatku sempat terpuruk, tidak bersemangat lagi, kehilangan diri sendiri, lupa potensi diri karena terlalu fokus menjadi sempurna dan melayani.
Thats patriarki. Dunia yang menginjak perempuan atas nama kesempurnaan dan penilaian pada material semata.
Setelah lelah menjadi sempurna dan lelah dalam melayani keluarga sedemikian. Tahukah kalian apa yang dilakukan lingkungan patriarki lagi padaku?
Mereka menginjakku atas nama karena tidak berpenghasilan. Atas nama terlihat tak keren karena tidak bekerja. Saat itu, aku yang sudah susah payah menerima status IRT.. kembali mempertanyakan pada diri sendiri..
“Selain sempurna pada suami dan anak, selain sempurna pada memasak, membersihkan dan merapikan rumah, haruskan aku juga bekerja dan menghasilkan uang?”
Bagiku: Berdaya Dulu, Money Will Follow
Dunia selalu memiliki titik balik. Patriarki adalah titik balik hidupku.
Kalian yang baru saja mengecap hidup berumah tangga. Ingatlah pesanku ini. Seburuk apapun lingkunganmu, hal yang perlu kau perbaiki dalam rumah tangga hanyalah 2 hal.
Kamu dan pasanganmu.
Cukupilah menangis. Kesal pada setiap pendapat dunia patriarki terhadap dirimu. Yang perlu kamu bangun adalah dirimu dan pasanganmu.
“Bagaimana jika pasangan saya seperti Ken? Ingin mendominasi. Ingin memimpin dan tak suka dicela?”
Say.. Alhamdulillah.
Itu artinya pasanganmu memiliki karakter leadership. Punya karakter koleris. Punya energi maskulin yang dominan yang bisa membawa bahtera rumah tanggamu kearah yang lebih baik. Syukuri dulu, bahwa kita memiliki pasangan yang berkarakter kuat. Energi maskulin yang dominan pada seorang laki-laki itu sangat amat dibutuhkan.
Aku percaya, bahwa keindahan karakter perempuan bukan dinilai dari fisiknya, apa-apa yang ia raih, seberapa bagus rumah atau seberapa tinggi level skillnya. Indahnya karakter perempuan adalah ketika ia berdaya. Ia senang mengerjakan apa yang ia senangi. Meskipun itu tak terlihat wujud nyata nilainya.
Apakah kalian mengerti apa maksudku?
Simak sebentar mikroblog yang pernah aku tulis diinstagramku.
https://www.instagram.com/p/CYDlbGWpovE/
Dulu.. Banyak yang mempertanyakan tentang status IRT yang aku miliki. Tak mandiri finansial katanya, tak ini.. Tak itu..
Tapi ketika keluargaku dimampiri oleh kesuksesan dalam hal material. Mereka mengabaikan peranku disana. Dibalik kesuksesan seorang suami, ada perempuan yang mulai mencoba berdaya disana. Perempuan yang selalu mendukung apapun yang dilakukan oleh suaminya. Mendukung mimpinya lewat keberdayaan dirinya.
Yang dilihat orang: Istrinya tidak bekerja, suaminya sukses. Beruntung sekali istrinya. Patriarki mengabaikan peran wanita yang mendukung secara non material di dalam keluarga.
Yang tidak dilihat orang: Istri sempat depresi – berusaha sempurna – mengumpulkan kembali serpihan diri – berdaya kembali – membuat suami bersemangat – istri senang -suami senang – anak senang – money will follow
Pentingnya Perempuan Memiliki Feminine Energy yang Dominan
Apakah kalian tau tentang konsep Law of Polarity. Tentang Kebalikan yang seimbang didunia ini.
Pertama mendengarnya, adalah saat aku memfollow akun instagram @tresnany. Meski memang aku tidak join pada kelas belajarnya bahkan jujur membeli ebooknya pun belum. Tapi dari konten-kontennya yang berbau tentang maskuline-feminine energy.. Aku akhirnya paham dan bersyukur.
Langkah yang aku ambil selama ini sudah benar.
Lahir dari seorang Alpha Women, yang menjejali prinsip bahwa perempuan harus mandiri finansial namun ternyata nasib membawaku pada hal yang 180 derajat berbeda. Kupikir awalnya, aku tersesat. Tidak bermakna, tidak berharga.
Ternyata ada hikmah dibalik itu semua. Andai saja aku sekarang menjadi Alpha Women, membiarkan energi maskulinku dominan_seperti halnya mamaku dalam keluarga.. Mungkin saja suamiku tidak akan sesukses sekarang. Mungkin cerita keluarga kami akan berbeda 180 derajat pula.
Aku membayangkan andai sekarang aku mengikuti jejak mama. Bukan hal yang tak mungkin aku bisa memandang remeh pada nafkah yang diberikan suamiku. Membiayai segala pengeluaran keluarga tanpa permintaan tolong didalamnya. Melakukan apa-apa sendiri hingga merasa suamiku tak berperan apapun. Masa laluku_bisa membentuk aku yang demikian jika saja Allah tidak mengubah jalan hidupku.
Flash back dan merenungi jalan hidupku 10 tahun belakangan. Aku bersyukur bisa meredam energy maskulinku yang tumbuh selama 20 tahun. Thats why banyak lelaki yang tak suka saat aku terlihat pintar di sekolah dan mencela mereka. Aku sedikit mendominasi. Belakangan, aku mengakui hal itu. Beruntung Allah meredam energi itu lewat pernikahan. 10 tahun lamanya, Allah memupuk energy fiminineku untuk bisa tumbuh dengan baik. Lewat Depresi-Penolakan, berkenalan dengan patriarki, menghadapi pilihan berdaya di rumah atau bekerja diluar dengan harga material yang tentu berbeda.
Ku tatap nanar sekelilingku. Mereka yang mengambil langkah berbeda. Merasa sukses namun sebenarnya energi maskulinnya telah dominan dan mengambil alih keseimbangan rumah tangga. Mereka menyebut diri sendiri sebagai Alpha Women. Tapi tahukah bahwa seorang Alpha Man tak pernah benar-benar suka dengan Alpha Women.
Jika kalian menikahi seorang Alpha Man sepertiku, percayalah bahwa memiliki feminine energy yang dominan adalah pilihan terbaik untuk kesuksesan dan keutuhan rumah tangga.
Karena Perempuan Bukan Tentang Umur, Bukan Tentang Penampilan Menarik, Perempuan Lebih Dari Itu
Membaca kembali konten yang sempat trend kemarin. Aku baru ingat loh bahwa aku pernah menulis konten serupa. Yang mungkin sedikit memercikkan jawabannya untuk konten di awal blog ini. Jujur, kontenku itu juga terinspirasi dari komentar seseorang dan 2 drakor yang pernah aku tonton.
https://www.instagram.com/p/CsFWxoFv-wP/
Dalam konten itu, aku menuliskan sebuah kesimpulan ‘tersirat’ bahwa sebenarnya.. Perempuan punya peluang lebih dari sekedar bekerja saat mereka ON. Bagaimana mengaktifkan tombol ON? Berdaya. Berdaya.
Tak melulu tentang uang, carilah sesuatu hal menyenangkan untuk dikerjakan.
Bagaimana jika butuh uang dan hal yang menyenangkan tak menghasilkan uang?
Percayalah. I’ve been there kok.
Banyak jurus yang bisa kita coba terus dan terus saat ekonomi menghimpit. Mulai dari jurus menghemat pengeluaran, mencoba frugal living, menekan gaya hidup, fokus pada kebutuhan urgent dan apa yang kita sukai. Dan terpenting lagi, bangun kerja sama terbaik dengan suami. Plus yang tak kalah penting. Berdoa.
Terkadang, Allah tak langsung mengabulkan doa kita begitu saja. Allah akan menjawab doa kita dengan cara yang indah. Contoh yang aku dapatkan adalah saat aku menemukan komunitas penghubung hobiku. Dalam hal lain, Allah juga pertemukan aku dengan circle yang senasib agar law of relativity dalam hidupku bisa terkoneksi. Allah juga menggangkat semangatku lewat beberapa pencapaian yang yah.. jujur tidak terlihat juga ‘materialnya’. Dan terakhir, Allah juga berbicara lewat anak-anakku. Allah salurkan tabung-tabung bahagia lewat suka duka mengasuh mereka. Dari sekian banyak hal yang aku lalui dalam hidupku. Allah uji lagi hatiku lewat ekonomi, lewat pasangan, lewat keluarga. Itu cobaan tersulit yang aku alami. Tapi ketika itu terlewati, semua indah pada waktunya.
Kalau diperhatikan, sekarang umurku memang semakin menua. 33 tahun. Bagi yang lain, itu masih sebuah kesempatan untuk melamar PNS. Tapi di umur ini, pekerjaan datang sendiri kepadaku. Dari hal-hal receh yang bersifat non-material itu.
Kalau diperhatikan, sekarang aku mungkin tak semenarik para perempuan yang umurnya belasan dan 20an.. Tapi jujur, aku sangat bersyukur di titik umurku ini.. Justru rasa percaya diri baru saja muncul. Dulu, saat umurku belasan dan 20an.. Aku minder sekali. Apalagi sejak belajar hijrah memakai kerudung. Duh, jujur kepercayaan diri itu sempat amblas. Karena sampai sekarang pun, aku lebih menyukai diriku yang tampil non kerudung. Tapi peduli apa? Menarik atau tidak.. Sejauh percaya diri ada, itu sudah luar biasa.
Setiap hari aku menyempatkan diri workout. Aku juga take setiap video workout. Hal ini tak pernah aku publish publik di sosial media. Tapi aku senang melihat diriku yang berproses. Entah kenapa setiap melihat ulang video itu, aku merasa lebih percaya diri, lebih segar, lebih bahagia.
Diumur yang semakin tua ini aku menyadari bahwa perempuan itu ternyata punya sisi luar biasa begini. Terlepas dari berapa umurnya, menarik atau tidak, kompeten atau tidak dll.
Dalam hidup ini, ada kalanya kita akan kehilangan 3 hal itu. Tua, jelek, dan mulai tidak kompeten. Lantas apa yang bisa membahagiakan kita saat kehilangan itu?
Tabung kenangan rasa, mindfulness pada kemanapun takdir membawa kita.
Itu sulit. Penuh tangis. Sungguh.
Tapi perempuan.. Juga punya kemampuan luar biasa.