Browsed by
Month: April 2017

Satu Solusi Jitu untuk MENGAKHIRI masa Tantrum Anakku

Satu Solusi Jitu untuk MENGAKHIRI masa Tantrum Anakku

Halooow? Hari gini siapa Ibu-ibu yang stress luar biasa punya anak tantrum angkat tangan🙋

Eh, itu sih derita kaliaaan.. Aku udah lewaaaat.. Hahaha.. *peace.. Becanda😂

Iya, sekarang Farisha udah umur 4 tahun dan sudah ga tantrum lagi. Usia tantrum Farisha sekitar menjelang 2 tahun hingga 6 bulan terakhir. Aku punya cerita yang cukup panjang tentang masa tantrum anakku sehingga akhirnya aku menemukan satu solusi jitu. Tapi terlebih dulu, kuharap kalian tidak bosan membaca cerita sebelum ditemukannya solusi jitu itu. *catatan ini cukup panjang

Sebenarnya apa sih tantrum itu? Wajar ga sih? dan kenapa sih anak bisa tantrum? Terakhir yang paling penting, Gimana sih mengatasi Tantrum yang bijak dan benar?

Pernah punya anak ngambek, suka nangis berlebihan kalau apa yang dia inginkan tak tercapai, suka menghentak-hentakkan kakinya tanda tak setuju? Nah inilah disebut dengan temper tantrum. Tantrum adalah Letupan Emosi yang tidak terkendali. *sejenis siklus PMS mungkin bagi anak kali ya.. Haha😂

Umumnya Tantrum terjadi pada anak anak usia 15 bulan hingga 4 tahun. Tantrum adalah Sikap yang ditunjukan berupa perasaan tidak senang pada sesuatu atau lingkungannya. Ketika umur dibawah 3 tahun tantrum diekspresikan dengan menangis, memukul, menjerit, menendang hingga membentur bentur kepalanya ke tembok(ini parah banget ya). Pada usia tiga sampai empat tahun biasanya dengan ekspresi kemarahan yang diungkapkan dengan membanting, merengek, mengkritik bahkan sampai menghentak-hentakan kaki. Pada usia 5 tahun ke atas dengan mengkritik diri sendiri, memukul bahkan yang lebih parah merusak benda benda yang ada disekitarnya.

Beruntunglah Aku, Tantrum pada anakku diatasi sedini mungkin sehingga tidak mencapai level kronis seperti pada kalimat terakhir. 

Masa tantrum merupakan masa yang wajar dimana anak mulai menginginkan perhatian dari orang tuanya. Aku percaya Tantrum adalah ekspresi anak untuk sekedar membuat kita perduli padanya. Namun, dia yang masih kecil tentu tidak tau persis bagaimana cara membuat kita peduli, karena itu ia memulai dengan tangisan, jeritan, hentakan kaki dan rengekan hingga pukulan. 

Sejak kecil, Aku, Kakak dan Adik kembarku tak pernah mengalami tantrum yang serius. Hal ini berkaitan dengan faktor genetik hingga faktor lingkungan juga tentunya. Mama pernah berkata padaku bahwa diantara keempat anaknya akulah yang paling sering ‘merajuk’ dan menangis jika keinginanku tak tercapai. Aku tak ambil pusing tentang alasannya. Sudah jelas kan, Akulah yang paling melankolis diantara saudaraku terlebih lagi Aku ini Perempuan, satu-satunya. 

Kakakku, Sejak kecil sudah mengekspresikan tantrum dengan cara yang cukup cerdas. Mama bahkan sudah puluhan atau hampir seratus kali menceritakannya hingga aku hapal. Kakakku tak pernah menangis kencang, menjerit, apalagi sampai memukul-mukulkan kepalanya. Mama berkata, “Wanda dulu pernah diajak kesupermarket, kami lewat di tumpukan coklat. Wanda cuma diam melihatnya. Ketika sudah satu putaran dia bilang, ‘Ma, Coklat itu enak ya (wanda diam sebentar, merasa tak ditanggapi dia berkata lagi) ulun suka makan coklat tuh, coklat itu enak, lezat’, Mama tentu saja kasihan melihat caranya meminta dan langsung membelikannya”

Hal ini tentu berbeda jauh denganku, sebagai anak perempuan ‘kecil’ ditengah-tengah kakak yang selalu mengalah dan Ibu serta Ayah yang tentu saja kupikir lebih menyayangiku, Aku lebih senang mengekspresikan keinginanku dengan blak-blakan, dibumbui dengan rasa iri dan tangisan. Saat itu yang ada dipikiranku adalah ‘harus aku yang diutamakan’. Aku spesial kan, aku anak terkecil dan perempuan yang lemah. 

Tentu saja, Mama tidak mengabulkan begitu saja keinginanku walau aku adalah anak perempuan kecil yang lucu. Mamaku adalah pendidik yang luar biasa. Mama tak pernah menerapkan Pola Asuh Permisif kepada semua anaknya. Mama adalah Pendidik yang Demokratis. 

Satu-satunya solusi kecil untuk tantrumku adalah Mengenal Simpati. Sejak kecil, aku sudah sering mendengar cerita mama tentang masa lalu mama. Aku tak tau persis apa maksudnya. Yang jelas cerita itu membuatku kasihan dengan mamaku. Kasihan yang berkelanjutan. 

Mama adalah anak korban broken home. Sejak kecil sudah tak dipelihara oleh orang tua kandung. Hidup mama sejak kecil tak pernah tersentuh langsung oleh kebahagiaan memiliki Ayah dan Ibu yang mengabulkan semua permintaan. Sebaliknya, Mama harus bertahan dengan sakitnya hidup dengan keluarga lain. Bertahan agar tetap diterima dengan membantu mengerjakan semua pekerjaan rumah mereka. 

“Mama boleh sekolah, asalkan sudah menyapu dan mengepel seluruh rumah. Boleh sekolah, asalkan mau sambil berjualan. Boleh sekolah, asalkan tak meminta uang jajan”

Kisah-kisah hidup mama secara tidak langsung telah membuatku merasa bersyukur. Aku memang tak terlalu memahami kisahnya ketika umurku hampir 2 tahun hingga 4 tahun. Mama menceritakan itu semua kepada kakakku yang berumur diatasku. Aku hanya termangu-mangu tak mengerti ceritanya. 

Kesuksesan mendidik Kakakku dalam tantrum membuat kakakku juga sukses membimbingku untuk mengatasi tantrumku. Anak kedua adalah peniru dari anak pertama. Jika anak pertama sukses, anak kedua akan menirunya, tak mau kalah dengan kakaknya. Hukum itulah yang kupegang teguh, hingga sekarang. Aku harus berhasil dengan anak pertamaku. 

Ketika Farisha tantrum untuk pertama kalinya aku tentu saja merasa serba salah. Disatu sisi, dia adalah anakku satu-satunya dengan wajah yang teramat lucu. Aku ingin sekali wajah lucu itu selalu terlihat menyenangkan, menghiburku dengan berbagai kelucuannya. Mengabulkan segala keinginan tantrumnya adalah godaan besar bagi seorang Ibu muda sepertiku. 

Awalnya, ketika aku mulai mengabulkannya segalanya terasa menyenangkan. Melihatnya tertawa dan riang kembali. Lama kelamaan Farisha mulai merengek lagi, meminta lagi dan lagi lagi lagi. Aku mulai merasa ada yang salah dengan semua ini. Waktuku habis karenanya. Hanya untuknya. Ini salah. 

Aku mencoba sedikit kemarahan padanya. Tantrum Farisha yang sangat membuatku kesal (hingga sekarang) adalah Picky Eater yang disertai dengan tangisan. Aku pernah menaruhnya diluar rumah ketika tak mau makan sementara air susuku sudah mulai menyusut. Aku bilang dengan kasar kepadanya “Sudah, ga usah makan aja.. Biarin Kurus, Cacingan!” 

Kau tau apa yang terjadi dimalam harinya? Dia langsung gagap. Anakku termasuk lancar dalam berbicara. Malam itu, dia tak bisa berbicara lancar seperti biasa. Sampai berapa lama? 3 bulan. Aku benar-benar jera membentaknya. 

Farisha diam dan mengurangi tantrumnya sejak itu. Dia jera. Aku sering memeluknya untuk meekspresikan permintaan maafku. Aku mulai mengerti bahwa lidah Farisha berbeda denganku dan keluargaku dulu. Dia lebih mirip dengan Ayahnya. Dia pemilih dan penuh cita rasa. Aku memakluminya, Aku rasa ‘cita rasa’ adalah bakatnya sejak kecil. 

Fase selanjutnya, dia mulai meniru ‘kemarahanku’. Dia sering menghentak-hentakan kakinya dan merajuk dalam bermain dengan temannya. Ingin segalanya hanya tentang dia, milik dia dan untuk dia. 

Awalnya aku hanya mendiamkannya menunjukkan kepadanya bahwa caranya meminta salah. Jika tak berhasil, sesekali aku mengalihkan perhatiannya. Hasilnya tentu berhasil. Namun, ini tak bertahan lama. Masih saja ada yang kurang. 

Tantrum itu seperti alergi yang muncul jika ada pemicunya. Apa yang harus aku lakukan untuk mempengaruhi otak kecilnya ini? Agar dia mau mengerti tanpa harus mengalihkan perhatiannya, sok merajuk padanya, menunjukkan sang emak adalah pemimpin dirumah hingga Jurus terakhirku membandingkannya dengan anak yang berperilaku lebih pintar. Semua solusi itu tak pernah bertahan lama. Tidak pernah. Hanya sekedar obat sementara yang hilang lalu kambuh lagi ketika pemicu alergi menyerang. Aku perlu benar-benar mengakhirinya. 

Aku belum pernah membaca Teori Parenting tentang tantrum? Percayalah aku sudah membacanya. Cara mengatasinya dengan berbagai bentuknya. Pada akhirnya teori hanyalah sekedar teori yang kemudian pengalamanlah yang mengajarkan kita segalanya. Hanya kita yang tau persis tentang anak kita. Penanganan terakhir pada sesi tantrum adalah tentang cara kita belajar dari pengalaman. (Sementara cara lainnya sebelum penangananku ini bisa anda cari sendiri di google😅) 

Kemudian aku teringat tentang cerita-cerita sedih Ibuku. Aku sadar ada satu hal yang belum aku coba. Aku belum mengajarinya tentang rasa kasihan. Ya, kasihan yang membuahkan rasa Simpati dan Empati. 

Pertama kali aku mengajarkan rasa kasihan tentu saja dengan menceritakan tentang penderitaan orang lain. Karena jelas masa kecilku sungguh bahagia, tak seperti mamaku. Serial TV disore hari (entahlah aku lupa nama programnya) adalah yang menyentuh ingatanku untuk mengajarkan kasihan padanya. 

“Lihat, anak itu harus mengais-ngais sampah, mencari barang bekas, sisa makanan untuk dimakan” Kataku. 

“Mamanya dimana? Mamanya tidak memasak? ”

“Mamanya Sakit, Ayahnya meninggal. Tidak ada yang nyari duit. Anak-anaknya akhirnya yang mencari duit, kasiankan?” 

(Farisha terdiam, mencari pembelaan) 

“Nininya gimana?”

“Nininya meninggal juga sudah, Dia tidak punya apa-apa, Ayah tidak ada, uang tidak ada, makanan tidak ada.. Makan nasi saja sudah membuatnya senang, apalagi mainan, mana punya..  ”

“Farisha aja punya Mama, Abah, Mainan Farisha Banyak nah, Allah sayang kan lawan Farisha” 

“Berarti Farisha disuruh Allah supaya mau berbagi dengan Anak-anak yang tidak punya uang,  karena Farisha punya semuanya”

“Nanti kalo Farisha mau berbagi dia mau lah bekawan sama Farisha?”

“Mau dong sayang.. ”

Itulah awal Aku mengenalkannya pada rasa simpati. Aku akhirnya menyadari bahwa jurus ini adalah yang terampuh untuk meracuni otaknya dengan kebaikan. 
Moment kedua aku mengajarinya simpati adalah ketika kami berjalan-jalan di mall. Dia merajuk minta belikan barbie. Dia protes, sudah lama dia tak beli mainan. Aku mengajaknya menjauh. Berbisik padanya. 

“Farisha tau, mall ini punya siapa? ”

“Ga tau” 

“Farisha tau, mall ini punya orang kaya, orang yang sudah punya semuanya, punya mobil, rumah besar, mainan banyak, Farisha mau uang Farisha buat memberi orang yang sudah kaya?”

“Jadi, duit Farisha buat orang yang ga punya duit aja ya?” Farisha bertanya bingung

“Anak-anak semalam di TV kasian kan? Dia ga punya Ayah, mamanya sakit..ga punya rumah”

“Kasian sih.. Tapi Farisha mau mainan”

“Berarti Farisha beli mainan sama orang-orang yang ga kaya aja, jangan di mall, ini punya orang kaya yang beli juga orang-orang kaya, Farisha ini orang kaya bukan? 

“Kaya sih, tapi sedikit ajaa”

Aku tersenyum melihatnya, dia mau kubujuk untuk beralih dari Barbie itu. Untung saja pertanyaannya tak memanjang seperti “terus, kenapa mama jalan-jalan di mall buat belanja?” jawabannya tentu saja ’emakmu cuci mata bulanan sayang, alasan nyari diskon padahal bosan dirumah’ wkwkwkwk

Aku Berbisik Pada Farisha “Nanti besok mama ajak ke penjual mainan yang ga punya duit dan sangat butuh duit”  

Besoknya aku mengajak Farisha ke SD yang kebetulan dekat dengan rumah neneknya dibanjarmasin. Disana ada penjual mainan yang berpenampilan rusuh. Dan, skenario sedih itu aku mulai. 

“Farisha liat lah Paman yang itu, liat, Bajunya jelek, kulitnya hitam badannya kurus. Coba tebak, dia punya duit ga?”

“Sepertinya ga punya ma, dia orang miskin kah? ”

“Orang miskin sayang, duitnya sedikit, yang membeli sedikit, jualannya murah, padahal rumahnya jelek, anaknya makan ga pake lauk, istrinya ga kerja, kasian ga?” 

(Farisha terdiam) “Kasian ma, kena beli mainan disini aja lah?” 

“Iya, disini aja.. Jangan di mall, di mall itu yang jualan sudah kaya, mainannya mahal, kalau mainannya mahal duit siapa yang cepat habis? ”

“Duit mama”

“Kasian ga mama? Kasian ga abah yang nyarikan duit? 

“Kasian.. Ma.. ” 

Baiklah.. Pelajaran Simpati sudah menular ke rasa empatinya. Emejing sejauh ini. 😊

Pelajaran simpati dan empati akhirnya membuat Farisha mengerti tentang sifat terpuji lainnya, yaitu berbagi. Suatu malam dia pernah bertanya padaku. 

” Ma, kalo Farisha sudah punya duit banyak berarti duitnya buat siapa? ”

” Buat siapa? Farisha tebak sendiri pang”

“Buat anak-anak yang ga punya Ayah, Paman jualan mainan yang miskin, itu aja kah? ”

“Anak yang ga punya Ayah tu namanya Anak Yatim Sayang, Orang-orang miskin itu banyak, bukan cuma paman bejual mainan aja” 

“Siapa lagi?”

“Anak Yatim, Ibu yang ditinggal suaminya, Anak Miskin, Paman miskin yang bejualan, Orang-orang yang cacat ga bisa kerja, banyak lagi”

“Ooo.. Gitu, Nanti farisha kasih supaya senang”

Setidaknya pelajaran empati berlangsung baik untuk orang-orang yang perlu dikasihani walau itu belum termasuk ‘teman sepermainan’ 😅

Hasil dari pelajaran empati sungguh menakjubkan. Ketika suatu hari aku berkunjung ke rumah Mamaku Farisha termangu melihat rumah seberang Mama yang terlihat jelek dan bertanya 

“Nene, orang diseberang rumah nene itu orang miskin kah? Kenapa rumahnya jelek? ”

Aku cekikikan mendengarnya. 

Cerita lain adalah ketika Aku dan Farisha menghadiri majelis di Mesjid Raya Sabilal Muhtadin. Ditengah Ceramah ada beberapa Ibu lewat didepan kami sambil membawa kotak sumbangan. Awalnya Farisha bingung dan bertanya

“Ibunya tu ga punya duit ya ma? Kasiannya”

(aku sempat malu-malu melirik kearah ibu tersebut karena Farisha bertanya dengan Suara yang cukup nyaring) 

“Farisha, mesjid ini bagus kah ga? Bagus kan? Farisha tiap minggu kesini, yang membersihkan mesjid siapa? yang bikin air mancur dimuka siapa? Farisha beri uang sedikit untuk membantu supaya mesjidnya bagus”

Farisha ber ‘Oooo’ dan menatap Ibu-ibu itu hingga hilang dari pandangan. 

Cerita lain ketika kami pulang dari memarkir kendaraan. Dia bertanya lagi ketika aku memberi uang kepada petugas parkir. 

“Ma, orang itu ga punya duit juga ya? ”

” Itu paman parkir namanya sayang, dia menjaga kendaraan mama disini supaya ga hilang, jadi diberii duit”

Otak Farisha sampai sekarang masih mengidentifikasi tentang orang-orang yang pantas diberi. Dari melihat kesusahan orang disekelilingnya secara otomatis dia sudah mengerti tentang rasa syukur yang harus dirasakannya setiap hari dengan berterima kasih. Berterima kasih lah yang membuatnya mengerti tentang arti dari sholat yang sudah rutin dilakukannya walau hanya setiap maghrib. 

Pelajaran menanamkan Rasa Simpati dan Empati telah menghapus total tantrumnya dirumah. Memang butuh proses dan waktu yang cukup lama untuk menanamkannya. Percayalah, Letupan-letupan emosi itu hilang seketika ketika dia mengenal rasa kasihan. Dari simpati, dia sudah mulai suka membantuku, membereskan mainan sendiri hingga merapikan tempat tidurnya. Ya, Aku mengajarinya untuk Kasihan padaku. Itu yang utama. 

*Ditulis oleh Ibu yang tak sempurna dan belajar dari kehidupan sebelumnya serta sangat mencintai keluarganya.. 

Yuk, Bikin Ayam Betutu Khas Bali

Yuk, Bikin Ayam Betutu Khas Bali

Kali ini mau Share resep makanan khas Bali. Namanya Ayam Betutu. Eh, emang aku orang Bali? Baru dari Bali? Enggak cuma mau sok Explorer aja. Biar dirumah aja kerjaan tapi  harus tetap berpura-pura berjelajah, kepasar misalnya..Hihihi.. 

Cita-citaku yang lain yang tidak pernah kesampaian adalah menjadi pemandu wisata kuliner. Jadi maklum saja ya jika aku terlalu lebay dalam foto-foto makanan. Karena foto makanan itu adalah salah satu sumber kebahagiaan. Trus, kalo ada yang ngences2 liat foto-foto ku Sekali-sekali bisa berkunjung kerumah loh, kita masak bareng😄. Ato kalo merasa malas kerumahku buka aja Blog ini. 😁

Ceritanya dimulai dari menjadi silent followers aktif ibu ibu yang doyan masak di Ig. Salah satunya IG Xander Kitchen. Disana aku ada liat resep ayam betutu ini, jadi Ngiler deh pengen nyoba tapi bingung juga kira-kira enak ga ya? Soalnya kalo diliat dari bumbunya dengan air yang menurutku lumayan banyak bakal jadi eneg rasanya. 

Ternyata Andins Kitchen yang juga diam-diam selalu kulihat galeri IG nya juga merecook resep ini dan katanya enak pake banget. Aku liat dia pake Ayam Ras biasa, ya udah deh aku iseng recook juga. 

Pertama kali aku membuat Ayam Betutu ini aku bener bener copas nurutin resepnya. Pake ayam ras dan air sebanyak 500 ml untuk separuh resep. Aku udah punya firasat dengan tekstur Kuahnya. Ternyata firasat ku benar. 

Walau Ayamnya sudah kulumuri air jeruk nipis dan kuremas dengan garam tapi air kaldu dari ayam betutu yang kubuat ini agak kurang sreg dilidahku. Mungkin beda halnya jika aku menggunakan ayam kampung. Pasti langsung lezat. 

Sebagai anak dari orang tua yang dulunya berternak ayam aku tau lah ya bedanya daging ayam ras dan ayam kampung. Apalagi kaldunya, beda banget. Kaldu ayam ras/ayam pedaging lebih ‘beinguh’ aku kurang tau ya bahasa indonesianya apa😅. Beda dengan ayam kampung yang air kaldu nya gurih dan lezat. 

Jadi, untuk kedua kalinya bikin resepnya aku modifikasi sedikit cara membuat ayamnya. Berikut resepnya:

Ayam Betutu

Bahan:

1/2 ekor ayam Ras

250 ml air (resep asli 500ml)

Garam dan penyedap secukupnya 

Bumbu Halus:

2 cm kunyit

6 biji Lombok keriting (resep asli pake rawit 8 biji) 

4 butir kemiri

1 sdt terasa goreng

1 sdt ketumbar

1 sdt merica

Bumbu Iris:

12 siung bawang merah

4 siung bawang putih

8 biji Lombok rawit

2 cm Kencur

5 cm Jahe

2 cm Kunyit

3 cm laos

Bumbu lainnya:

2 Batang serai

4 lembar daun jeruk

Cara membuat:

Lumuri ayam dengan jeruk nipis dan garam, diamkan 15 menit. Goreng hingga setengah matang untuk menghilangkan bau khas ayam ras. (resep asli tidak digoreng) 

Ayam ras yang digoreng setengah matang

Sementara menggoreng, anda bisa menyiapkan bumbu halus dan bumbu iris. 

Tumis bumbu iris hingga harum dan layu.

Ga enak banget deh diliat wajahnya ya.. Ada item 2 bekas goreng ayam,hihi

Kemudian masukkan bumbu halus, serah dan Daun jeruk. Tumis hingga mendidih dan harum. Masukkan garam dan penyedap. Icip-icip hingga rasanya pas

Kemudian masukkan Ayam yang sudah digoreng tadi. Aduk-aduk sebentar, lalu masukkan air. Masak hingga bumbu reduce. 

Ayam Betutu ini memiliki cita rasa khas rempah Indonesia. Resep asli menggunakan banyak air. Sehingga hasil yang saya coba pertama kali seperti ini. 

Tetapi aku lebih suka dengan air yang sedikit seperti pada gambar sebelumnya. 

So.. Which u wanna try? 

Happy Cooking ya.. 😊

Mengenal Gejala dan Penyebab Baby Blues Syndrome & Post Partum Depression serta cara Mengatasinya

Mengenal Gejala dan Penyebab Baby Blues Syndrome & Post Partum Depression serta cara Mengatasinya

Setiap Ibu yang sudah memiliki anak tentu mengenal atau paling tidak pernah mendengar istilah Baby Blues Syndrom, Iya tidak? Nah, Apa itu?

Bukan, ini bukan diterjemahkan jadi ‘bayi biru sindrom’ seolah-olah itu tentang bayi yang mendadak biru karena pasca dilahirkan. Baby Blues Syndrome adalah salah satu jenis gangguan psikologis Ibu pasca melahirkan. 

“What? Habis melahirkan kok jadi gila bukannya seneng? Harusnya jadi Ibu tuh kudu senang trus ikhlas dengan pekerjaan menjadi Ibu, harusnya bersyukur dikasih anak melahirkan juga cesar, ga sakit. Dasar mungkin dia emang udah gila duluan kali..  😛” (sering nemu orang bicara gini? Udah, tabok aja.. Wkwkwk😂)  

Baby Blues Syndrome adalah gangguan psikologis dimana Ibu pasca melahirkan merasa sedih, cemas dan emosi berlebihan yang tidak normal dan tidak sewajarnya, parahnya kondisi ini dapat semakin meningkat. Baby Blues Syndrome dialami sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan khususnya bayi pertama. Biasanya terjadi pada 2 minggu pertama setelah melahirkan. Eits, bukan cuma dua minggu, jika kondisi ini tidak ditanggulangi maka akan semakin lama dan parah sehingga menjadi Post Partum Depression yaitu jenis gangguan psikologis yang berkelanjutan hingga lebih dari 2 minggu. 

Kenapa sih Ibu jadi Gila? Oh, bukan. Jangan sebut ini Ibu gila. Saya percaya setiap orang punya gangguan psikologis sekecil apapun itu. Bahkan narsis pun sebenarnya termasuk salah satu gangguan psikologi (itu loh, kamu kamu yang suka sekali selfie sampai berjam-jam biar bagus dan kecewa dapet like cuma satu, mungkin perlu konsultasi juga ke dokter😅) . Jadi jangan menyamaratakan Ibu yang terkena Baby Blues hingga Post Partum Depression dengan Ibu Gila seolah olah kerjaannya teriak-teriak ‘BUNUH.. BUNUH’. Bukan ya.. Bukaaaan..😂

Terus, gejala Baby Blues itu gimana sih? Berikut gejalanya:

1. Emosi sangat labil, mudah marah, gampang tersinggung dan sering hilang rasa sabarnya.

2. Sering merasa kurang percaya diri 

3. Sering mengalami rasa cemas, merasa bersalah hingga merasa tak pantas menjadi Ibu

4. Mengalami kesulitan istirahat atau susah tidur

5. Tidak memperdulikan bayi (ini gejala kronis yang mengarah ke Post Partum Depression) 

Perlu diketahui setiap gejala diatas itu pasti ada penyebabnya. Berikut ini adalah beberapa penyebab Baby Blues Syndrome :

1. Perubahan Hormon

Beberapa ahli percaya bahwa penyebab Baby Blues adalah hormon-hormon didalam tubuh Ibu mendadak mengalami perubahan-perubahan yang besar. Terjadi Penurunan secara drastis kadar hormon estrogen dan progesteron serta hormon lainnya yang di produksi oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan ibu sering mengalami rasa lelah, depresi dan penurunan mood.

Anda tau bagaimana rasa PMS? Nah, Ibu pasca melahirkan ini ibarat kena siklus PMS yang ditumpuk selama 9 bulan dan baru meledak. Gimana? PMS anda separah apa terus kalikan aja 9 (Iya, KALI SEMBILAN). Ngerti ga gimana? 

2. Terkejut dengan Kelelahan

Baby Blues biasanya terjadi pada anak pertama. Sang Ibu yang tadinya senang dengan kelahiran anaknya kemudian terkejut dengan aktivitas menyusui yang tiada hentinya, akibatnya waktu beristirahat terganggu padahal Ibu juga butuh Istirahat pasca melahirkan. 

Faktor Kelelahan rata-rata dialami oleh Ibu yang mengerjakan semuanya sendiri. Bahkan untuk urusan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah dan mencuci harus dilakukan oleh Ibu. Mungkin, bagi Ibu yang memiliki ART atau keluarga hingga suami super pengertian faktor ini tidak terlalu berpengaruh. 

3. Rasa Sakit pasca Melahirkan

Rasa sakit pasca melahirkan adalah salah satu faktor yang turut menyebabkan babyblues. Baik itu sakit pada jalan lahir atau sakit pada jahitan perut hingga sakit pada bagian payudara. 

Rasa sakit ini jika tak mendapat penanganan dan perhatian maka akan menyebabkan kondisi psikologis Ibu turut terganggu. 

4. Riwayat Psikologis Ibu

Ada beberapa orang didunia ini yang membawa sedikit ‘kelainan’ jiwa. Ada yang terbawa secara biologis. Ada pula yang disebabkan oleh trauma, inner child dan faktor riwayat hidup lainnya. 

Ada beberapa Ibu yang terkena penyakit kejiwaan serius. Sebut saja seperti schizophrenia (u can search it on Google) . Salah satu contoh Ibu yang mengalami ini adalah Andrea. Ibu yang membunuh keempat anaknya dibak mandi yang awalnya disebabkan oleh penyakit jiwa dan babyblues yang tidak ditangani sehingga menjadi semakin parah. Jenis yang satu ini bukan lagi termasuk Baby Blues Syndrome namun Sudah menjadi lebih parah dibanding Post Partum Depression. Mungkin ada yang tau nama yang lebih tepat? 

Lantas, Bagaimana mengatasi Baby Blues ini? Jawabannya hanya satu teman yaitu PENGERTIAN. Well, masih belum ngerti juga apa yang harus di mengerti? *Baiklah, tulisan ini sepertinya harus panjang*

Sebagai Ibu yang pernah mengalami Baby Blues Syndrome hingga Post Partum Depression, aku ingin berbagi pengalaman tentang cara mengatasi gangguan Psikologis ini. Cara-cara dibawah ini terbukti efektif (untuk aku loh ya):

1. Yakinkan Ibu menyukai pekerjaannya

Ibu tentu pernah mengalami Kejenuhan berada dirumah, Iya? Hal ini banyak dialami oleh seorang Ibu Rumah Tangga yang seharian memang dirumah saja. Kejenuhan terjadi karena ia tak sempat melakukan hal yang benar-benar disukainya. Betul, ini berkaitan dengan Me time atau hoby. 

Apa ada Ibu yang hoby mencuci, menyetrika, dan membersihkan serta merapikan seluruh rumah, jika ada ini langka sekali. Aku sendiri jelas tidak menyukai rutinitas ini, tapi aku pecinta kebersihan dan kerapian. Sudah jelas bagi para IRT tanpa ART yang menyukai kebersihan maka rutinitas ini wajib dilakukan. 

Apa ada Ibu yang hoby memasak? Ini mungkin banyak. Tapi, passion memasak adalah Jenis Passion yang membutuhkan waktu yang lama dalam prosesnya. Seringkali karena kesibukan seputar bayi dan kebersihan mengakibatkan terhambatnya aktivitas memasak. 

Bagi Ibu Introvert menemukan Passion didalam rumah tentu hal yang mudah. Hoby memasak, menulis, membaca hingga menonton TV sudah sangat menghibur. Tapi, bagaimana dengan Ibu yang Ekstrovert? Yang kebahagiaannya tersalur dengan banyaknya jalan-jalan dan silaturahim. Hal ini tentu tidaklah mudah. 

Hoby yang tersalur tentu akan membuat Ibu menyukai aktivitasnya dirumah. Perasaan ikhlas dalam mengerjakan pekerjaan rumah adalah perasaan yang timbul dari energi positif. Energi positif didapat dari tersalurnya Passion sang Ibu. Setuju? 

Maka, jangan biarkan Ibu tak sempat menyalurkan hobynya karena seluruh waktunya habis untuk pekerjaan rumah. Aku berbicara padamu hei para suami. 

2. Hindari berkomunikasi terlalu lama dengan orang-orang yang tidak menyenangkan

Hindari berkomunikasi terlalu lama dengan orang-orang yang suka menyindir dan sok perfeksionis. Ini hanya akan memperburuk kondisi psikologis Ibu yang terkena baby blues. 

Wah, Bagaimana? Aku tinggal sama mertua. Mertuaku bla bla bla.. 

Mertua sok perfeksionis? Iya.. 

Mertua suka menyindir? Iya.. 

Solusinya, beranikan membeli atau menyewa rumah. Ini mungkin memberatkan, tapi ini jauh lebih baik dibanding menahan kondisi psikologis yang seperti terus menerus dilempari batu. Percayalah mom, Aku tau Bagaimana rasanya. Aku sempat berdiam dirumah mertua beberapa bulan saat memiliki anak yang masih menyusu. Aku dan Suami pun juga merintis segalanya dari nol, tidak punya apa-apa. Kemudian Kami memberanikan diri mengkredit rumah demi terpeliharanya kesehatan psikologisku dan juga Rumah Tangga tentunya. 

Namun, biarpun memiliki Rumah sendiri dilingkungan pertengahan kota dimana para tetangga sibuk dengan urusan masing-masingpun tetap harus berhati-hati dengan berkomunikasi. Dimana? Betul, di media sosial. 

Media sosial dimana Ibu bisa mengeluarkan pendapatnya. Media sosial juga merupakan tempat belajar Parenting. Sering sekali kita menemui orang-orang sok perfeksionis dan terkadang suka menyindir orang yang tak sempurna sepertinya. Jika melihat orang seperti ini simple saja, blokir, delete, Unfollow. Selesai. 😊 

3. Berteman dengan orang yang mengerti keadaan kita

Aku termasuk salah satu Ibu yang tidak suka dengan ‘keributan’. Aku Ibu perkotaan yang jarang bersosialisasi langsung dengan masyarakat. Hanya sosial media seperti Bbm, WA, Fb, Instagram yang mengisi ruang sosialku. 

Sering aku ikut sebagai member Peduli ASI, Parenting dan bla bla. Disana sering sekali aku melihat Ibu yang curhat dengan gaya ‘khas babyblues’ tentang ASI, tentang anak, tentang mertua dan sebagainya. Namun, para anggota terlalu sering memojokkannya seolah-olah dia satu-satunya yang bersalah atas ketidakberhasilannya. Sebenarnya, aku juga pernah menjadi salah satu korban dalam pertanyaan konyol. Saat itu aku bertanya tentang ASIku yang tak kunjung bisa diperah. Hasilnya? Haha.. Iya akulah yang disalahkan, seberapapun aku berusaha menjelaskan. Jika bertemu komunitas yang tak sepaham seperti ini simple saja, Keluar saja, cari yang sepaham dengan kita

Aku sendiri percaya bahwa setiap ilmu parenting tidak aplikable dengan setiap kondisi Ibu. Memaksakan suatu teori akan berpengaruh pada psikologi Ibu. Aku lebih suka mengambil jalan tengahku sendiri dan saling support dengan Ibu yang senasib denganku. 

4. Berikan ibu sebuah penghargaan, bukti peran penting dirinya

Siapa Ibu yang suka mengeluh dengan suami? Angkat tangan 🙋

Aku pribadi suka sekali mengeluh. Ingin sekali rasanya pekerjaan yang aku lakukan ini memiliki hasil. Bukan sekedar pekerjaan yang tiada habisnya. 

Bukan, ini bukan tentang uang. 

Simple sekali bentuk penghargaan itu wahai suami…

Puji dia atas masakannya, walau tak terlalu enak, berterima kasih padanya atas segala yang ia lakukan, belai rambutnya setiap malam agar ia tau bahwa ia disayangi. Simple sekali bukan? 

5. Beri Ibu waktu luang untuk melakukan kegiatan agamis

Aku selalu salut dengan para Ibu yang memiliki anak yang masih menyusu namun masih sempat sholat Tahajud dan Mengaji tiap malam. Salut sekali. 

Tapi aku lebih salut dengan suaminya jika ia bisa melakukan semua itu. Pasti ada suami yang membantu dibalik semua itu bukan? Ya, Aku yakin sekali. 

Kegiatan Agamis akan membantu mengatasi masalah psikologis. Lantunan ayat Al-Qur’an adalah Therapy terbaik agar mengingatkan kita akan Tujuan yang lebih luhur. 

6. Bantu kegiatan Ibu di rumah

Aku hanya bisa bilang, “Tangan aku cuma dua loh” setiap kali ada pekerjaan yang ini itu tiba-tiba harus beres (morning habit nih). 

Halo para Lelaki yang sudah menyandang status Ayah? Hari gini masih gengsi bantu Istri membersihkan rumah? Menggendong anak? Membersihkan pup anak? Apa kata dunia? 

Aku pernah di tegur oleh ‘u know who’ bahwa “jangan pernah lah, laki membasuh ba*era anak, kena harat bini” 

Aku cuma bisa cengengesanmendengarnya. Memang, aku menuruti sarannya. Bahkan sejak dulu sesekali tak pernah suamiku mengganti popok anak. Aku tipe yang penurut. Tapi sampai kapan woy? Bagaimana jika aku kedapetan rezeki new born lagi dengan kondisi perantauan dan anak yang masih butuh perhatian. Sungguh, orang dahulu itu sesekali tidak bijak. 

Pantas saja orang tua zaman dahulu itu kalau marah suka teriak sembarangan. Suami benar-benar dijadikan Raja. Padahal Rumah Tangga itu bukan tentang Raja dan pembantu, tapi kerja sama. Mereka bilang “walau semuanya dikerjakan tanpa bantuan suami, ga pernah tuh kena ‘babyblues’ atau apalah itu”.  Aku cuma tersenyum sambil mikir “ga pernah atau ga tau?” 

7. Hindari bersifat perfeksionis, pahami bahwa Tiada Super Mom. 

Jangan memborong pekerjaan Bunda. Jadi Koki, jadi Cleaning Service, Tukang Loundry, Guru Anak, Pelayan Suami, sampai mau kerja juga setengah hari untuk membantu finansial, semua dikerjakan sendiri. Itu Rumah Tangga ato apa yah? 

Anak diminumin leluhur sufor dikit panik, Ada debu dikit panik, anak tantrum dikit panik, anak makan mie instan panik, liat vetsin panik, baju ga disetrika panik, liat anak orang udah pinter ini itu anak sendiri masih ba bi bu panik. Ada Ibu yang begini? Banyak. 

Intinya, ketika terjadi kesalahan berhentilah menghukum diri sendiri. Belajar memaafkan kekurangan dan menerimanya. Tidak ada ibu yang sempurna. Ibu yang baik adalah Ibu yang menyadari ketidaksempurnaannya tapi mau menerimanya dan memaafkannya. 

8. Ajak Ibu berlibur, minimal 1 minggu atau 1 bulan sekali

“Ayolah para suami, mengertilah dengan kondisi Istrimu yang butuh liburan. Dia sudah capek sekali jadi ‘pakasam’ dirumah”

Ini sering sekali aku keluhkan, aku dulu merasa bahwa aku pribadi yang memiliki jiwa ekstrovert. Ternyata tidak 😂, seberapa seringpun aku jalan-jalan, berlibur dan lain-lain aku tak pernah betul-betul bahagia. Bahagiaku adalah dirumah, menjurnal setiap Pembelajaran dari aktivitasku dirumah. Aku Ibu yang luar biasa Introvert. 

Bagi Ibu Ekstrovert, liburan sangat dibutuhkan. Paling tidak satu minggu sekali. Maka, para suami mengertilah dengan kondisi Istrimu yang benar-benar butuh liburan. Ini untuk psikologisnya juga. 😊

9. Mengerti Riwayat Kondisi Psikologis Ibu, Jika kondisi tidak membaik hubungi Dokter

Aku sering menonton di televisi hingga membaca berita. Salah satu berita yang selalu menarik perhatianku adalah berita Pembunuhan. Ya, pembunuhan yang dilakukan seorang Ibu kepada anaknya. 

Aku selalu berpikir, Bagaimana bisa ia melakukannya? Bukankah seharusnya Ibu itu selalu sayang? 

Uniknya, Ibu yang mengaku membunuh anaknya itu mengaku sayang dengan anaknya. Ia membunuh anaknya demi kebaikan anaknya. Aku sungguh bingung alasannya, sampai aku berkenalan dengan babyblues dan postpartum depression. 

Namun ada pula yang mengaku membunuh karena ‘bisikan gaib’. Aku sungguh bukan pemercaya hal mistis, aku Ibu yang rasional. Dalam Ilmu Psikologi ada salah satu penyakit yang ditandai dengan bisikan gaib dan khayalan yang seolah-olah seperti nyata. Penyakit ini dikenal dengan istilah schizophrenia. 

Andrea dalam kisahku sebagai pembuka tadi adalah salah satu pengidap schizophrenia. Namun, tidak ditanggulangi dengan baik yang kemudian diperparah dengan babyblues dan postpartum depression. Jika sudah mengalami hal parah seperti ini maka solusi-solusi diatas mungkin hanya akan membantu sebagian, karena jelas schizophrenia memerlukan penanganan medis. 
Akhir kata, semoga tulisan ini bisa membantu untuk para Ibu yang hamil, baru melahirkan hingga mengalami Babyblues dan Postpartum Depression. Semoga kita semua dapat menghindarinya. 

Amin. 😊

Membuat Donat Super Empuk dengan Metode Tangzhong

Membuat Donat Super Empuk dengan Metode Tangzhong

Hayuk, siapa disini penggemar Donat angkat tangaaaan🙋

Kali ini aku mau share cara bikin donat yang kek orang-orang jualan itu. Empuk plus menul dan tentunya pake kentang juga yak. 

What? Iyaa.. Iyaaa.. Aku tau fotoku jelek😭. Soalnya aku bikin ini malem dan motonya malem. Ditambah aku emang amatiran dalam hal foto memoto (hiks). Mau difoto lagi pagi kok ya udah abis.😅 

Membuat Donat berbeda dengan cara membuat rerotian pada umumnya karena Tekstur Donat itu soft dan juga digoreng. Bagian luar terlihat dengan bentuk cincin nan montok dan kokoh. Namun,  bagian dalam soft dan berasa kentangnya itulah Donat. 

Metode membuat donat dengan teknik Tangzhong adalah salah satu solusi mempertahankan tekstur empuk donat. Apa itu Tangzhong? Siapa penemunya dan bagaimana prosesnya? 

Awalnya metode Tanghzong ini digunakan oleh masyarakat Cina sebagai bahan dasar adonan mie atau pangsit. Lalu, semakin lama, metode Tangzhong digunakan juga dalam proses pembuatan roti. Tujuan dari metode Tangzhong adalah membuat adonan pasta yang bertujuan dapat lebih banyak mengikat air dan membuat tekstur roti lebih lembut. Kelembutan roti pun bisa tahan selama beberapa hari. 
Roti dan Donat? Mirip saja. Hanya saja Donat memakai kentang. So, kenapa tidak mencobanya dengan Metode yang sama?

Resep ini adalah hasil modifikasi dari roti yang biasa aku bikin dengan metode Tangzhong yang baru-baru ini iseng aku aplikasikan. Jujur, ini masih Trial dan Error karena so far no problem kecuali pada bagian ‘terkejut’ karena adonan yang sudah super mengembang tiba-tiba harus agak rusak gara-gara tanganku yang sudah diusahakan berhati-hati namun tetap membuat bentuk donat agak goyang saat menaruhnya dipenggorengan. (Donat bercap tiga Jari) 😅

Hasilnya? Donat empuk. Tekstur lebih oke dibanding metode sebelumnya. Namun aku masih memiliki PR besar untuk membuat bentuknya konsisten cantiknya. 

Berikut Resepnya

DONAT TANGZHONG

Bahan:

250 gr Terigu

1 buah kentang kukus yang dihaluskan

1 kuning telur

5 sdm gula pasir

1/2 sdt vanila

1/2 sdt garam

3 sdm mentega cair

Bahan adonan Tangzhong:

2 sdm Tepung terigu

2 sdm Tepung Maizena

150 ml susu UHT

Bahan Ragi:

1 sdt Ragi

1 sdt gula pasir

4 sdm air hangat

Cara Membuat:

Adonan Tangzhong

Campur 2 sdm terigu, 2 sdm maizena dan susu UHT kedalam panci panaskan diatas api kecil hingga mengental seperti pada gambar dibawah ini:

Bahan Ragi

Campur 1 sdt ragi instan, 1 sdt gula pasir dan 4 sdm air hangat pada gelas. Tutup dan diamkan 10 menit. Jika Ragi berbuih dan mengembang artinya ragi aktif dan dapat dipakai. Jika tidak, aku sarankan ganti raginya. Ragi yang tidak aktif hanya menyebabkan kegagalan. 

Setelah Tangzhong dan Ragi Siap kemudian kocok telur, vanili dan gula hingga gula larut. Masukkan Tepung terigu, adonan Tangzhong, kentang yang dihaluskan dan Ragi. Uleni hingga kalis. 

Terakhir masukkan mentega dan dan garam. Uleni lagi hingga adonan tidak lengket. Jika masih lengket anda dapat menambahkan sedikit terigu. Hati-hati dalam menambahkan terigu. Terlalu banyak menambahkan terigu akan menyebabkan donat bantat. Terlalu sedikit menyebabkan tekstur donat over lemah saat dibentuk. 

Jika dirasa sudah kalis. Diamkan 1 jam. 

Setelah satu jam, bentuk donat kemudian diamkan selama 1 jam. 

Goreng hingga kuning kecoklatan. (Inilah PR besarku, donatku mengalami kerusakan karena jariku sendiri. Padahal waktu selesai proofing ini cantik loh😭) 

Beri toping sesuai selera. Kalo aku tidak terlalu suka dengan toping glazur yang over manis. Aku lebih suka yang simple seperti DCC dan meises. 

Caranya gampang, tim DCC dengan sedikit mentega. Lalu tempelkan pada meises. 
Simple kan.. Coba yuk. Kalo berhasil bilang-bilang yaaa.. 😊

Happy Cooking 😊

Review BB Cream Pixy

Review BB Cream Pixy

Sssst.. Aku mulai diam-diam selingkuh. Kemana? Dari mulai nyoba-nyoba lipstik pixy yang kekinian sekarang aku mulai melirik BB Creamnya Pixy karena kena racun dari para beauty blogger. 😅

Racun yang membuatku betul-betul pengen beli ini adalah produk ini mengklaim bahwa ia non komedogenic. Wah, pas banget buat hidung aku yang udah kayak parudan kelapa ini. Dikit-dikit dia bikin biji wijen, dikit-dikit bikin biji wijen. Lama-lama kalo aku kumpulin mungkin aku bisa bikin sekilo onde-onde. 😂

Berawal dari stok BB Creamku yang sudah habis dan BB Cream yang biasa aku pakai selalu berakhir habis ditoko kecantikan. Akhirnya aku mulai tergoda dengan Pixy yang Harganya cukup murah. Only 13rb pemirsa. Emejing yaaa.. 

BB Cream ini ada beberapa warna varian. Aku memilih warna Beige karena sesuai dengan kulitku yang ga putih dan ga coklat. Standar kulit indonesia. Berikut penampakannya. 

Dan Beginilah perbedaan before dan after pemakaian. Tidak terlalu berbeda ya? Iya, karena aku milih warna yang sama ama kulitku. Kalo aku milih yang diatas kulitku entar penampakannya jadi kayak topeng lagi. Kan jadi jelek ya. 

Aku baru satu minggu menggunakannya. Efeknya wajah lebih terasa ringan karena creamnya soft banget dan mudah diaplikasikan dan nyatu diwajah. Urat merah dipipiku juga tertutupi dengan baik. Kalo soal tahi lalat itu jangan ditanya ya. Itu pemanis. Ibarat Chocochips pada cookies. Wkwk. 

Biasanya aku memanen sang wijen dihidung 3 hari sekali. Sejak memakai ini, biji wijen bagian hidung jauh berkurang hanya saja biji wijen diarea dagu masih sama. 

Anyway aku cukup puas dengan BB Cream ini. Berikut Plus-plusnya:

  • Ringan diwajah
  • Benar-benar non comedogenic untuk bagian hidungku
  • Murah, sangat terjangkau
  • Awet, daya sebar lebih luas

Negatifnya:

  • Perkembangan komedo diarea dagu tetap sama
  • Harus berhati-hati mengeluarkan karena tekstur lebih cair

Beli lagi? Iyes.. Sepertinya aku bakal Menetap dengan BB Cream ini. 😊

IBX598B146B8E64A