Browsed by
Category: Review Buku dan Film

Squid Game Plus Fenomena Liat Orang Susah yang Bikin Bahagia

Squid Game Plus Fenomena Liat Orang Susah yang Bikin Bahagia

“Kamu suka banget sih nonton film kek gini? Apa gak serem gitu? Banyak darahnya kan? Liat thriller nya aja aku dah auto kabur ah..”

“Ah kamu gak tau, film begini tuh bikin hormon adrenalin yang awalnya terkubur jadi bangkit tau..”

“Hormon adrenalin apa hormon kebahagiaan sih? Kok kesannya semua yang nonton pada happy?”

Nonton Film Life and Death, Bikin Bahagia atau Menantang Hidup? 

Film life and death apa yang kamu tonton pertama kali? 

Well, beruntunglah kalau kalian baru berkenalan dengan film seperti Hunger Games. Kalian tau film hidup-mati apa yang aku tonton pertama kali? 

Judulnya SAW. Kalian bisa mencari detail film ini di google. Pertama kali aku menontonnya saat masih duduk di bangku SMA. SAW 1 yang alur ceritanya terbilang simple tapi moral story dan plot twisnya sukses bikin kepala berkata, “Wow, keren.”

Awalnya, tentu melihat film demikian membuat hati bergidik ngeri. Menggergaji kaki demi memutus borgol? Itu mengerikan. Tapi, kok ya banyak sekali yang penasaran dengan lanjutan film ini? Pun banyak sekali pendukungnya. Sehingga berlanjut hingga SAW 2,3,4,5 dan 6. Semakin lanjut serinya, semakin seram pula adegannya. 

Aku? Ya.. Aku menonton semuanya. Dari yang awalnya merasa ngilu, lalu lanjut dan merasa eh kok seru. Lama-lama, adegan darah-darah demikian terasa biasa saja. Bahkan setiap permainan life and deathnya benar-benar membuat penasaran. Apalagi, psikopat dibalik film SAW itu memang bukan psikopat biasa. Ia hanya menyiksa orang-orang ‘pilihan’. 

Saat SMA aku berteman dengan anak yang pendiam. Walau terlihat pendiam, dia suka sekali jenis film yang ‘berdarah-darah’. Film SAW hanyalah secuil film yang ia perlihatkan padaku. Masih banyak film yang lebih wow. Hmm.. Aku lupa sebagian judulnya. Seperti Kannibal, Wrong Turn, dll. Entah kenapa, saat menonton film dengannya aku jadi ikut terbawa seru. Padahal, aslinya aku takut sekali melihat adegan seram demikian. Aku pun akhirnya jadi suka film demikian sampai sekarang. 

***

Time flies, film-film bergendre mirip SAW pun bermunculan. Aku ingat film Only Invitation yang pernah sekilas kutonton di laptop kakakku. Film psikopat yang dikumpulkan untuk menonton para pemain game yang saling membunuh hingga dicari dan disiksa. Seram sekali. 

Kemudian, film lain pun bermunculan. Hunger games misalnya. Sebuah Insight yang mungkin akan menjadi ramalan masa depan tentang berubahnya sifat manusia dan jenjang diferensiasi sosial. Film-film menantang lainnya pun bermunculan. Ada yang berwujud serial dan lain-lain. Ada yang membawa monster dalam cerita layaknya film Kingdom dan Sweet Home. Ada pula yang membawa unsur game untuk pertaruhan hidup dan mati seperti anime yang berjudul BTOOM. 

Tentu aku juga sudah menonton film Alice in the Border Line dan Squid Game yang sedang ramai dibicarakan itu. Disini, aku tidak akan menulis antara kedua film itu lebih bagus mana? Disini, aku hanya akan bertanya kepada pembaca.. 

Apa yang kalian rasakan saat menonton film-film itu? 

Apakah kalian merasakan hal sama dengan yang aku rasakan? Awalnya yang merasa ngeri, lalu perlahan memicu rasa penasaran dan hmm.. Adegan yang awalnya terasa tidak pantas, menjadi hal yang biasa saja. Bahkan, kok rasanya seru ya melihat hal-hal demikian? 

Aku sering loh bertanya-tanya pada hatiku sendiri. Apakah menonton film demikian membuat aku merasa tertantang, penasaran, atau mirisnya.. Apakah aku bahagia menonton film demikian? 

Well, mungkin terdengar lebay. Seperti, “eh win, jangan dianggap serius kali. Ini kan hanya film.. Bla bla.. “

Ya aku pun merasa demikian sih. Kan namanya juga film. 

Just for fun laah. 

Tapi, seketika inspirasiku meledak setelah menonton ending dari film Squid Game. 

Lucunya, ending tersebut seperti berhubungan dengan tulisan yang baru minggu kemarin aku tulis. Tentang kenapa sih semakin kita dewasa semakin sulit untuk bahagia

Sulit Bahagia? Lihat Orang Lain yang Lagi Susah Aja

“Kamu tidak tau rasanya. Kau pikir hanya orang miskin sepertimu yang merasa tidak bahagia? Kami, para orang yang sudah memiliki segalanya juga sering merasa tidak bahagia. Merasa hampa karena tidak ada hal yang menyenangkan lagi. Karena itulah game ini dibuat.. Aku ingin merasakan kesenangan lagi.”

Kakek 001

Yaa.. Itulah kata-kata terakhir seorang kakek-kakek yang sakit-sakitan dan peserta Squid Game nomor 001 yang ternyata juga Sang founder Squid Game. Sumpah, kalau aku menjadi Gi-Hun pastinya sih menyesal sekali karena berempati pada orang yang salah. 

Lalu, hati polos ini seketika ingin mencela. Ya ampun udah tua kenapa juga sii musti macem-macem? Simple loh padahal kalau ingin menciptakan kesenangan itu.. Kita cukup.. Hmmm.. Apa ya.. Kok ruwet.. Konon bahagia itu sederhana.. *hei kakek, apakah kamu tidak punya cucu nan menggemaskan? 😂

Yaa, kata siapa bahagia sederhana? 

Semakin dewasa.. Semakin susah bukan mencari makna bahagia? Karena itu memang sudah rumusnya dari Tuhan. Kalau ketika dewasa, kita tidak bisa memakai jurus yang sama ketika masih kecil dulu.

Memangnya, apa sih jurus bahagia ketika masih kecil? Kenapa ketika dewasa jurusnya harus berbeda? Kenapa ketika dewasa susah sekali bersyukur? 

Well, sadar gak sih kadang kita itu sering salah dalam mendefinisikan syukur? 

Misalnya saja, ketika seorang anak tidak menghabiskan makanannya. Sang Ibu sering kali berkata begini, “Kamu itu harusnya bersyukur masih bisa makan, diluar sana.. Banyak sekali yang tidak bisa makan sampai busung lapar. Coba lihat Foto-foto anak afrika ini..”

Pertanyaanku, apakah sebenarnya yang dirasakan oleh anak tersebut ketika melihat foto-foto menggenaskan tersebut? Apakah muncul rasa empati? Atau malah begini.. 

“Iya ya, syukurlah masih banyak yang hidupnya lebih susah dari pada aku. Syukurlah hidupku masih enak dibanding orang dibawahku..Syukurlah aku masih LEBIH. “

Pada akhirnya, anak suka sekali melihat kebawah untuk bisa merasakan syukur. Merasa hidupnya nyaman dsb. Kalian mengerti maksudku? Bagaimana kira-kira ending dari perasaan demikian? 

Tanpa ada rasa untuk ikut membantu orang yang susah, kadang rasa empati sering kali meleset sasaran.

Dari yang seharusnya empati, menjadi senang melihat orang lain susah. 

“Orang yang lebih susah dari aku banyak, maka aku harus bersyukur..” (Sambil melihat orang mengais sampah dan anak terlantar di jalan) 

“Kok hidupku flat? Bentar, lihat orang yang di bawahku aja.” (Sambil melihat orang yang hidupnya stuck, pekerjaannya sulit, punya banyak hutang) 

“Kok hidupku gak menyenangkan lagi sih? Kok permainan yang dulu aku mainkan di masa kecil gak seru lagi sih? Gimana kalau orang yang susah ini, aku bikin hidupnya jadi kayak game. Pasti bakal seru..”

Dan, terciptalah skema film seperti Squid Game, Only Invitation hingga Hunger Game. 

Menurutku, film-film ini adalah sebuah ramalan tentang psikologis manusia di masa depan. Bukan hal mustahil manusia bisa begitu di masa depan kan? Karena saking ‘kosong’nya rasa, mereka yang berada diatas mencari sensasi berbeda dalam mendefinisikan apa itu tantangan dan apa itu bahagia. 

Film Life and Death, dari awal kemunculan SAW yang sifatnya membenarkan rasa dendam berubah menjadi adanya perasaan senang ketika melihat penderitaan orang lain

Ternyata, senang ya melihat orang kesusahan itu. 

Belajar Senang Melihat Kesenangan Orang Lain

Dari 2 minggu tak membuka sosmed, aku sering merenung dan melamun sendiri. Sebenarnya, aku ini kenapa ya? Kenapa kadang, melihat kesenangan orang lain di sosial media bisa mengikis rasa bahagiaku? Bukankah sosial media itu memang diciptakan untuk eksistensi diri? Bukan seperti Dementor yang memang diciptakan untuk menghisap kebahagiaan? 

Lalu sebenarnya, siapa Dementor yang telah mengikis kebahagiaan antara aku dan sosial media? Apakah orang yang aku follow atau hatiku sendiri? 

Aku akhirnya sadar bahwa, sosial media adalah salah satu tempat untuk belajar menata hati. Tentang belajar senang melihat kesenangan orang lain. 

Belakangan, ada simpul senyum yang muncul di wajahku ketika melihat salah satu akun. Akun yang selalu sharing tentang berbagi kepada orang-orang yang dibawah. Bagi sebagian orang, hal seperti ini mungkin tidak pantas dipertontonkan. Karena aduh, kok suka sekali riya? Begitu bukan? Atau wah, orang miskin sakit hati kalau kesusahan mereka difoto-foto. 

Tapi disisi lain, bagi orang yang telah kehilangan rasa empati sepertiku.. Melihat orang yang awalnya susah menjadi tersenyum itu kebahagiaan tersendiri. Aku sulit merasakan bahagianya orang-orang yang memang dari lahir punya semacam privilege besar. Tapi ketika orang susah menjadi bahagia, ada rasa yang berbeda disana. Semacam perasaan yang senang karena telah membantu orang lain. Padahal, toh bukan aku yang membantu saat itu. Tapi, akun tersebut menginspirasiku untuk melakukan hal serupa. 

Level mencoba mengerti arti kebahagiaan milikku masih sampai disitu. Sedikit sekali. Tapi, aku bertekad supaya menjauhi sifat layaknya kakek-kakek pada film Squid Game. Aku tidak mau ketika sudah tua menjadi sepertinya atau para anggota VIP. Mencari kebahagiaan dari kesenangan melihat kesusahan orang. Atau yang sering terlihat belakangan pada level rendahnya adalah.. Senang ketika ada buah bibir yang layak digosipkan untuk direndahkan. Ah, sedih sekali kalau ketika menjadi tua dan kehilangan gairah hidup.. Pikiran jadi seperti itu. Hiks. 

Aku pun belajar mengenal batasan dalam level bahagia. Untuk makhluk sepertiku yang masih ‘belajar’ tak sepatutnya memang aku menengadah ke atas untuk menemukan syukur. Kepo pada instagram para artis misalnya. Itu belum menolongku untuk merasakan kebahagiaan mereka. Justru, aku menjadi cenderung ingin meniru. Dan aku sadar itu tidak bagus untukku. 

Ada batas bahagia antara memutuskan menengadah keatas atau menunduk kebawah. Ketika menengadah, janganlah terbawa serakah. Ketika menunduk, janganlah merasa tinggi dan bisa berbuat sesukanya. 

Hal-hal demikian tentu sudah sering bukan kita dengarkan pada ceramah agama? Tapi, kita akan mendapatkan ‘rasa’nya ketika benar-benar mengalaminya atau simplenya.. Menonton film yang berhubungan dengan itu. 

So, big thanks buat kakek 001 yang benar-benar mengingatkanku akan pentingnya gairah hidup yang benar. Yaitu dengan mencoba mencari makna dan merenung dengan kebalikan dari pandangannya. 

Kadang, film itu menginspirasi bukan? So nonton film life and death? Kenapa Enggak? 🙃

Curcol Tentang Drama Love ft. Marriage And Divorce

Curcol Tentang Drama Love ft. Marriage And Divorce

Pernah gak kalian nonton drama berbau perselingkuhan tapi bawaannya slow aja? Gak mau ngegass, gak mau sumpah serapah.. Tapi rasanya kok penasaran.. XD

Hal begini yang aku rasain setelah coba icip-icip nonton drama Love ft Marriage and Divorce. Drama ini udah 2 season loh berjalan dan season 2 sudah berakhir minggu kemarin. 

Jujurly, pas nonton drama ini dari season 1 tuh agak-agak ngantuk sih. Karena dari episode 1-2 itu terlalu banyak komunikasi. Ada sih kejut-kejutnya tapi tidak membuatku penasaran sampai ingin terus menonton. 

Waktu berlalu, eh tetau udah season 2 aja. Rame banget yang ngebahas drama ini di sosmed aku. Merasa terinfluence, akhirnya aku malah ikut menonton lagi. Loncat langsung ke season 2. 🤣

Trus, ngerasa rame.. Dan lanjott. Dibarengi mengejar season 1 yang ketinggalan. Dasar aku, nonton drama suka loncat-loncat. (Kalian ada yang gini juga? ) 

Eh, tapi seru loh. Karena banyak banget pembelajaran yang aku dapet dari drama ini. Tapi, kali ini aku gak mau nulis point pembelajarannya. Gak mau sok bijak karena drama ini gak mengajak buat bijak, tapi mengajak buat belajar dari sisi-sisi yang lain.  So, aku putuskan buat curcol ringan aja deh ya mengenai drama  ini. 

Mengupas Karakter Kehidupan Suami-Istri di Love ft Marriage and Divorce

Mari dimulai dengan pengupasan karakter dan bertanya-tanya, “Sebenarnya, kehidupan pernikahan macam apa yang sedang dijalani jadi suami memilih selingkuh?”

Drama ini diawali dengan pertemanan antara Boo Hae Ryoung, Sa Pi Young dan Lee Si Eun. Mereka bertiga bekerja pada tempat yang sama. Mereka saling akrab dan senang berbagi cerita. Ketiganya punya karakter berbeda-beda pun juga suami yang berbeda profesi dan karakter. Tapi, mereka punya satu kesamaan yaitu.. 

Sama-sama mencintai pasangannya. Lantas, apa sih yang terjadi? 

Park Hae-ryoon dan Lee Si-eun

“Suamimu masih sangat gagah dan tampan. Kamu tidak khawatir ada yang menggodanya di kampus?” – Boo Hye Ryoung

“Ah, suamiku tidak seperti laki-laki kebanyakan. Dia bahkan sangat jarang minum. Apalagi ikut bermain golf seperti laki-laki pada umumnya” -Lee Si eun

“Tapi sebagai perempuan kita tidak boleh lengah. Paling tidak, kita harus merawat diri. Nanti rasa cinta pasangan bisa hilang. Aku tipe yang sekuat tenaga mempertahankan perasaan cinta itu” – Pi Young

“Kalian bisa bilang demikian karena memiliki ART di rumah. Sedangkan aku tidak seperti kalian, aku punya 2 anak dengan kondisi ekonomi berbeda. Sehingga harus menghemat uang dengan mengerjakan semua pekerjaan..” -Lee Si Eun

“Tapi Si Eun.. Kamu memang tidak pernah berdandan sejak masih muda” – Boo Hae Ryoung

“Ya, benar.. Kami tak pernah melihatmu berdandan dan berpakaian layak.. “

Lee Si Eun diam sejenak. Lalu memaksa tersenyum sambil berkata.. 

“Semakin tua usia pernikahan, rasa cinta berubah menjadi sebuah ikatan dan tanggung jawab. Kalian akan paham hal itu suatu hari nanti” -Lee Si Eun

Aku masih mengingat samar-samar percakapan 3 sahabat ini diawal drama. Saat itu, aku sudah punya hard feeling bahwa karakter Lee Si Eun pasti akan jadi karakter istri teraniaya layaknya sinetron ikan terbang. Karena biasanya, drama perselingkuhan pasti diawali oleh penyebab rata-rata begini. Yaitu, istri yang tidak bisa merawat diri. 

Tapi, dalam lubuk hatiku yang digali-gali. Aku membenarkan ucapan Lee Si Eun. 

“Semakin tua usia pernikahan, rasa cinta berubah menjadi sebuah ikatan dan tanggung jawab”

Aku selalu membenarkan hal itu. Dan aku percaya, bahwa memang ada kok tipikal lelaki yang memegang teguh komitmennya. Seberapapun memudarnya pesona kecantikan si istri. 

Tapi, lelaki memang makhluk yang didesain berbeda. Begitupun dengan Park Hae-ryoon. 

Selama puluhan tahun menikah, Park Hae Ryoon selalu berusaha menerima keadaan istrinya. Bagaimana tidak? Soalnya istrinya sempurna kok. Mandiri Finansial, pintar memasak, seorang ibu yang baik. Kekurangannya hanya satu. 

Tidak bisa merawat diri. Karena terlalu memiliki banyak kesibukan di rumah. 

Lee Si Eun merasa bahwa itu bukanlah kekurangan yang fatal. Namun sebaliknya, bagi Park Hae Ryoon.. Ia merasa sudah cukup bersabar untuk menerima hal tersebut. Masalah ‘ranjang’ bagi perempuan bukanlah hal besar. Bagi lelaki, ini penting. Apalagi jika puber kedua menyerang. Itulah awal mula petaka terjadi. 

Khilaf, Park Hae ryoon lupa dengan statusnya yang dulu. Lupa bahwa ia adalah seorang ayah dari anak-anak yang sudah besar. Ia memutuskan bercerai begitu saja. Lari mengejar perempuan yang lain. 

Pan Sa-hyeon dan Boo Hae-Ryoung

Sa hyeon lahir dari keluarga kaya. Dia anak baik-baik dari keluarga yang juga baik-baik karakternya. Ia berprofesi sebagai pengacara dan menikahi Boo Hye ryoung, seorang penyiar radio yang hits dengan program acara Cinta dan memiliki banyak penggemar. Sekilas, tidak ada kekurangan dari pasangan ini. 

Apalagi, pasangan ini memulai pernikahan dengan rasa cinta. Namun berjalan tidak semestinya. Kenapa? 

Hmm, kenapa ya? Padahal Hye ryoung sudah cantik dan bisa merawat diri. Mandiri finansial pula dan sosok yang tangguh pendiriannya. Sangat berbeda dengan Lee Si Eun. 

Konon Hye ryoung tidak mau memasak dan menyiapkan makanan. Bahkan semua masakan hasil pemberian mertuanya pernah hampir dibuang semuanya. Tidak hanya itu, Hye ryoung juga tidak mau memiliki anak. Tapi apa iya karakter begini pantas untuk dijadikan alasan selingkuh

Setelah menonton sekian season, aku baru merasa bahwa Boo Hye ryoung memiliki sifat leadership yang tidak bisa diimbangi dengan Sa hyeon. 

Hye ryoung adalah wanita cantik yang penuh dengan citra. Sa hyeon tidak menyangka bahwa dibalik citra Hye ryoung, banyak kekurangan baru yang tidak bisa diterimanya. Hye ryoung bukanlah tipe perempuan manis yang bisa dengan nyaman diajak berkomunikasi. Rasa cinta itu kian memudar dalam waktu yang terbilang cukup singkat. 

Shin Yoo-shin dan Sa Pi-Young

Bagaimana bisa pasangan yang sama-sama mencintai dan sama-sama sempurna bisa masuk dalam tragedi perselingkuhan? 

Kenapa? 

Kenapa? Why oh whaaaay? 

Sekian episode sering merasa ‘iri hati’ setiap melihat pasangan Yoo-shin dan Pi-Young. Berimajinasi kapan suamiku bisa seromantis itu. Main peluk-peluk kejutan, dikit-dikit kasih hadiah, sebelum tidur makan es krim, tak gendong kemana-mana dan mandi bareng di bak mandi.. Rasanya kok saya dan suami gak ada apa-apanya.. 😭😂 *PLAK.. Ditoyor suami.. 

Yang Laki profesinya dokter jiwa, dan yang Bini profesinya produser. Punya anak satu perempuan dan manis banget. Hidupnya super sempurnaaaaa. 

Yang Laki tanpa cela. Yang bini luar biasa. Hebat keduanya. Bukan hanya bisa berperan sebagai suami istri yang baik. Tapi juga ibu dan ayah yang baik. 

Lantas kenapa suaminya bisa selingkuh??? 

“Aku bisa maklum jika suamiku selingkuh karena aku yang tak bisa merawat diri, aku juga bisa paham dengan hye ryoung yang tidak mau punya anak. Tapi Pi Young.. Aku tidak bjsa mengerti kenapa suamimu bisa berselingkuh?” Si Eun

“Kalian tau? Laki-laki selingkuh tanpa alasan” -Pi Young

Tapi, sungguh tak ada akibat tanpa sebab. Percayakah kalian akan hukum karma? Kupikir, perselingkuhan yang terjadi dalam keluarga ini adalah teguran keras bagi Pi Young atas perlakuannya pada Ibunya selama ini. Ibu yang tidak pernah ia maafkan karena telah memisahkannya dari Ayah kandungnya. Ibu yang bersikeras bercerai karena tragedi selingkuh. Ia tak pernah memaafkan ibunya karena ia belum ‘merasakan’. Mungkin benar kiranya bahwa ‘rasa’ adalah sebuah bahasa komunikasi yang efektif. Rasa itu berbuah penyesalan yang menyakitkan.

Mengupas Karakter Para Pelakor, Apakah Pelakor Itu Jahad? 

Aku sebelum nonton LOVE Marriage vs Divorce, “Pokoknya semua pelakor tuh jahat. Ya logika aja sih, udah tau laki-lakinya dah bekeluarga masih aja gatel.”

Aku sesudah nonton LOVE Marriage vs Divorce, “Kok kagak ada sih kelakuan pelakornya yang jahat? Kok aku jadi ikutan berempati sih? Duh, konslet nih otak.” 🤣

Jadi kalau ada perselingkuhan, yang salah itu siapa? Apa iya semua salah pelakornya? Coba deh kita kupas tuntas karakter masing-masing pelakor disini:

Nam Ga Bin

Kok bisa sih artis musikal yang masih cantik diusia 40an, tergoda sama Hae ryoon. Si dosen yang sudah punya 2 anak gede? Ini yang kegatelan duluan siapa? 

Perselingkuhan terjadi ketika ada kesempatan. Sungguh hati seorang wanita dan pria itu lemah. Makanya, kalau sudah bekeluarga kagak usah deh sok-sok temenan dekat sama lawan jenis. Apalagi pake acara curhat. Yang ada nanti berempati, pelukan bilang hush hush gak papa, saling melihat mata, berbinar-binar, lalu pengen kiss. Ena ena deh.. Lanjott lanjottt… 😌

Karakter Nam Ga Bin ini sebenarnya gak jahat kok. Dia cuma kelewat polos aja gak ngerti sama dunia. Gak ngerti bahwa di dunia ini ada yang namanya anak broken home. *ini kok jadi julidin orang.. 🤣

Tapi serius, awal hubungan Nam Ga Bin sama Park Hae Ryoon itu kan karena tetiba bertemu dalam profesi. Lalu dekat, dekat dan curhat. Nam Ga Bin overall baik. Tapi, dia memutuskan lari ke Park Hae Ryoon ketika ia sedang sedih. Mana Park Hae Ryoon juga lagi ‘sedih’ melihat istri tak terawat di rumah. Jadi deh selingkuh.. 

Entah kelewat polos atau bagaimana ya si Nam Ga Bin ini, sempat emosi juga melihat cara dia ingin berbaikan dengan Lee Si Eun dengan insight polosnya. Seolah-olah menikah dengan Park Hae Ryoon tidak melukai yang lain. Gak bisa paham dengan posisi anak broken home. 

Dan aku sangat menantikan adegan Nam Ga Bin yang sadar bahwa sikapnya yang kelewat polos itu salah. Aku sangat puas dengan ending karakter Nam Ga Bin yang tersadarkan insightnya ketika kedua orang tuanya meninggal. Bagaimana cara ia meminta maaf pada Lee Si Eun. Seketika… kok jadi pengen ikut nangis.. 😭

“Aku tidak tahu kenapa aku bisa begini.. Padahal kedua orang tuaku baik dan mereka membesarkanku dengan penuh cinta.. Bagaimana bisa aku merenggut kebahagiaan keluarga lain” – Nam Ga Bin

A Mi

Gadis muda, cantik, belia, polos, lugu, ceria, baik.. 

Kok mau-maunya nekat maksa nikah sama Yoo Shin yang umurnya berbeda puluhan tahun? Kok bisa merusak kesempurnaan pernikahan orang? Nyuruh cerai segala? Kok egois banget? Kok manja banget. *Kok minta toyor.. Haha 🤣

Kalau enggak kenal sama karakter A Mi, aku yakin didunia nyata sosok begini bakal dibully dan ramai jadi bahan ghibah. 

Tapiii… Apa iya aslinya memang sejahat itu? 

Kalau aku pribadi, menilai sosok A Mi sebagai gadis lugu yang kehilangan sosok ayah di masa kecilnya. Ia merupakan anak diluar nikah yang dibesarkan ibunya tanpa sosok ayah kandungnya. Ia dibesarkan tanpa pelindung dan dipaksa untuk serba mandiri dan kuat. 

Awalnya ia tinggal di amerika, lalu datang ke korea seorang diri. Dengan pribadi yang masih lugu dan rapuh di dalam. Kemudian, bertemu dengan Yoo Shin. Sosok yang ‘tidak tegaan’ karena mungkin berkaitan dengan profesinya sebagai dokter jiwa. Keadaan yang demikian memunculkan benih-benih cinta pada A Mi. Ia pun mulai aktif mendekati Yoo Shin. 

Aku pribadi sih yakin ya.. Sebenarnya, yang dirasakan oleh A Mi bukanlah rasa cinta. Tapi rasa haus akan kasih sayang dan sosok ayah. Yoo Shin menjawab lobang kosong yang ada pada hidupnya. Dan ya.. Namanya juga lelaki.. Lelaki mana sih yang tidak tergoda dengan sosok sepolos dan secantik A Mi? Yoo Shin yang memiliki istri dan keluarga yang sempurna pun lengah dibuatnya. 

Song Won

“Heran deh aku, gemes tuh sama mertuanya Hye Ryoung. Masa anaknya selingkuh tapi mertuanya malah lebih suka sama selingkuhannya dibanding sama Hye Ryoung istri sahnya?”

Aku membaca salah satu komentar netizen di sosmed temanku. Kok aku jadi cengengesan ya. 

Kalian tau apa yang aku pikirkan? 

“Mungkin, kalau aku jadi orang tua Sa Hyeon.. Aku bakal ngelakuin hal yang sama.. ” XD

Hanya di drama korea ada adegan mertua sayang dengan pelakor. Ya, aku sih baru nonton. Entahlah kalian.. Haha. 

Ya gimana gak sayang. Kelakuan palakornya jauh lebih baik dibanding istri sahnya. *lalu aku ikut dibully netizen.. 😂

Song Won ini di mata aku baik banget. Lemah lembut, bisa berkomunikasi dengan nyaman, penyayang, bisa membawa diri. Jauh banget sama karakter Hye Ryoung. Mungkin di mata Sa Hyeon, Song Won dan Hye Ryoung itu bagai langit dan bumi. Kagak ada mirip-miripnya. Haha. 

Ih, kamu kok ngebela karakter pelakor win? Ingat loh dia pelakor! 

Iya, kenapa ya di drakor pelakornya baek banget gini.. Aku jadi kebawa empati.. 😭

Song Won bukanlah gadis muda, bahkan usianya jauh diatas Sa Hyeon. Bukan pula gadis cantik, ia tidak ada bandingannya dengan kecantikan Hye Ryoung. Bahkan dia bukan gadis lagi kok. Melainkan seorang janda. Tuh, cowok mana mana sih yang matanya keseleo mau selingkuh sama Song Won? 

Tapi, Sa Hyeon melihat Song Won tidak hanya dari luar. Tapi dari hati. 

Song Won adalah sosok wanita yang menjawabnya saat berkonsultasi tentang masalah pernikahannya. Song Won yang menyuruhnya untuk terus mengalah dengan Hye Ryoung. Kebaikan Song Won membuat Sa Hyeon jatuh hati daaan.. Selingkuh.. 

Aku : “Lagian kenapa juga sih nyari konsultan pernikahan yang cewek? Kan sudah kubilang laki-laki dan perempuan itu gak bisa saling curhat. Entar saling berempati, pelukan, kisssin lalu ena ena.. Udah lah gitu aja rumusnya pasti gak jauh-jauh” 😂

Intinya, dalam ketiga kasus perselingkuhan. Kasus Sa Hyeon dan Song Won adalah satu-satunya cerita yang bisa membuatku maklum dan mendukung perceraiannya dengan Hye Ryoung. Aku berharap sih, ending drama ini ditutup dengan kelahiran anak Song Won lalu mereka hidup bahagia. 

Tapii.. 

Ending Drama Love ft Marriage and Divorce yang bikin Bengong

Loh loh loh.. 

Ending Drama Love ft Marriage and Divorce kok gini amat?

Kenapa Sa Hyeon nikah sama A Mi sih? Mereka kenalan dimana? Kejar jodoh? Tabrakan dijalan? 

Waduh, kacau.. Kenapa Song Won malah nikah sama Pak Seo? 

Ini lagi kenapa? Kenapa Pi Young kagak balikan sama Yoo Shin? Kok malah nikah sama pacar Nam Ga Bin? 

Terus Ga Bin gimana? Bunuh diri? Mutusin gak akan pernah nikah? Atau jadi ‘gabin barandam’? *hanya rakyat banjar yang paham ini mungkin.. 🤣

Mana nih si Hye Ryoung? Lee Si Eun? Prof Park? Mereka ngapain ya? Main kelereng? 

Apa drama ini akan berlanjut ke season 3? Apakah menjadi semakin seru? Atau jadi unrasional layaknya penthouse? XD

Entahlah apa yang terjadi, tapi aku setuju dengan kata-kata Lee Si Eun.. 

“Kemarin kita bertiga duduk disini. Saling membanggakan suami kita. Tak sampai setahun, kita duduk bersama lagi.. Saling mengeluhkan masalah yang sama. Kita tidak tau bukan apa yang akan terjadi tahun berikutnya? Bisa jadi kalian berdua menikah lagi. Hidup memang penuh dengan kejutan..”

Ya.. Hidup penuh kejutan. 

Yang bisa kita lakukan sekarang adalah berusaha sebisa mungkin. Tak perlu terlalu bangga dengan kehidupan sendiri. Tak perlu pula terlalu rendah diri. 

Perselingkuhan terjadi bukan karena kita yang tak bisa merawat diri, bukan pula melulu karena ketidaksempurnaan lainnya. Adanya celah dan kesempatan adalah sesuatu yang tidak bisa kita perhitungkan, sebaik apapun pasangan yang kita miliki.

-shezahome

Jadi, hal kecil apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah hal buruk terjadi pada pernikahan kita? 

Hal kecil versi aku: Sering-seringlah bercerita horor kepada suami. Bukan tentang hantu tentu. Tapi tentang cerita horor yang terjadi akibat perselingkuhan.. Dari anak broken home, munculnya bibit-bibit depresi, hingga kendala ekonomi. Tidak ada yang bisa menjamin apa yang terjadi di masa depan. Tapi setidaknya, andai hal buruk ingin terjadi. Kita bisa berpikir dua kali untuk mencegahnya. Bukankah begitu?

Intinya, kalian yang belum nonton drama ini.. Aku sangat merekomendasikan buat ditonton bareng suami.. Haha

Kalian ada yang udah nonton juga? Curcol sini juga yuks!

Dilema Penulis Buku VS Pembajak Buku

Dilema Penulis Buku VS Pembajak Buku

“Bukannya apa sih, sebagai seorang penulis yang sudah punya banyak fans. Harusnya bahasanya lebih ‘sopan’.. “ -Netizen

Ramai para netizen membully ‘omelan’ Tere Liye pada tulisannya di page facebook akhir-akhir ini. Kubaca satu per satu komentarnya. Lalu melamun sesaat.

Komentar itu.. Ada yang berempati, ada yang menyemangati, ada pula yang menertawakan. Sebagai silent reader di fanspage Tere Liye, aku hanya bisa diam. Nyaliku tak begitu bagus untuk ikut nimbrung sekedar berbagi komentar. Tapi, aku mencoba memberanikan diri menulis opiniku pada tulisan blog kali ini. Toh, blog ini adalah milikku. Suka-suka aku bukan beropini disini? 

Ketika Pembajakan Sudah Menjadi Hal Biasa Dalam Kehidupan

“Wind, kamu ngebela Tere Liye. Bukannya kamu juga langganan beli CD bajakan ketika SMA dulu?”

Eh iya, siapa bilang aku orang yang suci? Gak pernah ngomong begitu bukan? Bahkan, dosaku dibidang membeli barang bajakan mungkin jauh lebih juara dibanding kalian semua. 

Aku pernah beli CD murah, beli baju murah, tas murah, sepatu murah. Bahkan aku juga tukang ‘influence’ temen-temen aku ketika kuliah dimana membeli barang-barang murah nan bagus. Bangga sekali rasanya kalau diingat masa-masa itu. 

“Winda, cewek yang tau list harga barang-barang murah dan bagus..”

Aku tidak peduli kalau ada salah seorang menegurku seperti ini, “Eh, ini tas Channel ya? Berapa harganya? Kok murah? Oh, barang kw..”

Hatiku pasti mendengus kesal, “Kan gak semua orang financialnya kayak elo.. “

“Bergayalah sesuai isi dompetmu.. “

Itu adalah prinsip kesekian dalam hidupku. Dan aku sangat bangga dengan prinsip itu. Karena prinsip itu ditularkan oleh mamaku. Bahkan, jujur saja.. Sebelum aku lahirpun mungkin saja aku sudah mengonsumsi barang-barang bajakan. Jauh lebih banyak dibanding kalian. Tapi kenapa aku begitu? 

Ketika aku kecil, aku tidak mengerti apa itu barang bajakan. 

Ketika aku sudah besar, aku mengerti barang bajakan. Tapi aku sudah memaklumi industrinya. Dan mendukung perkembangannya karena lebih ramah pada golongan ekonomi kebawah. 

Lalu, atas alasan ‘murah, murah, murah’ aku membenarkan pembelian barang bajakan dalam hidupku. Biarkan saja barang ORI punya kelas dan pasarnya. Barang bajakan juga sebuah industri yang punya pasar dan kelas sendiri. 

Itulah pembenaranku. Dan ya, aku mengakui bahwa diriku adalah sarjana akuntansi dan tentu sudah memahami ekonomi. Tapi aku menyangkal kesalahanku dan membenarkannya. Karena aku memang punya sifat keras kepala sejak dahulu. 

Pembajakan adalah hal biasa dalam kehidupanku. Ngapain repot-repot diurusin? 

Dan kalian tau? Aku pernah membeli buku Tere Liye 1 bundling. Dan itu barang bajakan. Judge me. Itulah aku dahulu. Winda dengan mental sok miskin dan iya.. Goblok. 

Apakah Tere Liye Itu Memang Penulis yang Tidak Sopan dalam Berbahasa? 

Aku mengenal Tere Liye sejak kuliah. Buku pertama karyanya yang aku baca adalah Negeri Para Bedebah. Ops sorry, buku itu ORI karena itu bukan milikku melainkan punya adikku. Bermodal ‘pinjem’ dari adik, aku mulai menyukai buku-buku Tere Liye. Jangan salah, buku-buku Tere Liye saat itu dibeli di gramedia dengan harga yang menurutku mahal.

Saat aku menikah, ekonomi keluargaku dalam kondisi down. Selain itu, aku sempat mengalami PPD. Untuk mewaraskan diri, aku mulai menekuni dunia blogging dan membaca buku. Kulirik lagi karya-karya terbaru dari Tere Liye. Tak lantas menabung demi membeli bukunya. Tapi aku hanya membaca-baca review buku tere liye yang berseliweran di internet. Lumayan mengenyangkan. 

Hari berganti tahun demi tahun. Marketplace mulai ramai. Saat itu, aku tidak menginstall aplikasi online store apapun di HP. Aku hanya kepo dengan berbagai marketplace itu melalui HP suami. Lalu, saat iseng membuka buka*apak di HP suami. Aku melihat buku Tere Liye. Harganya, omo.. Murah sekali. Itu adalah kali pertama aku tau ada yang namanya buku murah di marketplace. Dulu, kukira buku itu ORI. Lalu, saat bukunya datang aku terkejut dengan kualitas kertasnya. Kan, memang aslinya goblok. 😆

Saking gobloknya, aku membeli lagi buku itu 3 bulan kemudian di toko yang sama. Saat itu, aku sudah melakukan tombol ‘like’ di fanspage Tere Liye. Kuperhatikan kuote dan tulisannya. Bagus. Dan toh Tere Liye tak pernah menyinggung tentang buku bajakan dsb. Itulah letak kegoblokan hakiki milikku. Kenapa aku beli lagi ya? Apakah karena kupikir tidak apa-apa? Toh, penulisnya saja santuy dan tidak marah. 

Bulan berganti tahun. Keadaan ekonomi keluargaku membaik. Aku sudah mulai bisa menabung dan memiliki penghasilan sendiri dari blog. Aku mulai mengubah polaku dalam membeli buku. Mulai berani menginstall sh*pee dan tokop*dia di HP lalu mencari buku ORI yang sedang diskon. Separuh buku Tere Liye milikku adalah buku ORI. Senang rasanya, kualitas kertasnya saja sudah beda sekali dengan yang bajakan. 

Tahun 2018, Tere Liye datang ke Gramedia Banjarmasin. Dia berbagi ilmu disana. Aku memperhatikan dan sempat mengangkat tangan untuk bertanya. Ia menjawab dengan lugas dan nyaman. Aku juga ikut mengantri tanda tangan di buku ORI yang aku miliki. Dari awal pertemuan hingga akhir, tak sekalipun ia pernah protes tentang buku bajakan. Tak pernah ia nyinyir dan sebagainya. Padahal saat itu, buku bajakannya ramai sekali dijual dimana-mana. Karena sifatnya yang terkesan legowo demikianlah aku memutuskan untuk tidak lagi membeli buku bajakannya. 

Setahun terakhir ramai tulisan Tere Liye di fanspagenya membahas tentang buku bajakan. Dimulai dari tulisan yang ‘biasa saja’ untuk sekedar menghimbau pembacanya hingga semakin hari semakin naik levelnya. Dari biasa saja, medium hingga seperti tulisan diatas. Apakah itu wajar? 

Hei, Apakah marah itu wajar? 

Tentu saja wajar.. Kok bisa-bisanya kalian yang mungkin tidak mengenalnya bahkan mungkin tidak pernah membaca karyanya menertawakannya dan ikut menggunjingnya. Ironisnya, sebagian dari mereka juga para penulis. Disitulah hatiku nyeri. 

Kenapa dunia selucu ini? 

Gaes.. Aku pernah diposisi sama dengan Tere Liye sewaktu sekolah. Tugas dan PR milikku dicontek oleh teman-teman sekelasku. Aku yang capek, teman-temanku yang tertawa. Saat aku iseng ‘menyalahkan’ jawabanku supaya nilai kami tak seragam, teman-temanku mencela tindakanku. Berkata ingin menang sendiri. Saat aku tidak mau menyerahkan tugas dan PR milikku mereka ramai menggunjingku ‘pelit’. Sudah jutek, pelit pula. 

Begitulah kiranya konflik penulis dengan pembajak.. 

Penulis capek sekali untuk menemukan ide, melakukan riset, edit sana sini, bolak balik, kerja dan kerja. Pembajak punya jalan yang lebih instan. Cukup copy paste. Saat penulis mogok dan merajuk, orang-orang disekelilingnya ramai mengatakannya penulis pamrih, matre dsb. Sementara pembajak ramai dipuji murah hati karena ia memang lebih ‘murahan’. Disitulah letak menyebalkannya. Kenapa dunia ini selucu itu? 

Perlu kalian ingat bahwa.. 

“Marah dan tidak sopan itu wajar terjadi. Saat bahasa komunikasi lembut dan sopan tak kunjung diapresiasi..”

Karena apa? Karena komunikasi hanyalah alat untuk penyampaian. Hal yang lebih penting adalah Apakah sudah dirasakan? Bagaimana caranya agar lebih berasa? Kapan jurus marah dan tidak sopan akan efektif? 

Ingin Belajar Berempati dengan Kehidupan Penulis? Bacalah Novel Selamat Tinggal

Setiap Tere Liye mengulas tentang betapa b*engseknya industri buku bajakan ia selalu menuliskan kalimat akhir dalam tulisannya. 

“Tere Liye, Penulis Novel Selamat Tinggal”

Itulah ciri khas miliknya. Setiap menulis status, ia mencantumkan judul novel yang mewakili statusnya. 

Dan novel yang mewakili konflik Penulis vs Pembajak adalah novel berjudul Selamat Tinggal. 

Aku sudah pernah mereview novel selamat tinggal. Dan novel itu luar biasa. Ia mengubah diriku yang selalu membenarkan pembajakan. Ia juga membuka pola pikirku untuk memahami makna keberkahan dalam hidup. 

Berhentilah menilai seseorang hanya dari status-statusnya di facebook. Tidak lantas 1-2 kalimat terlihat rese lalu kalian berhak mengklaim kalau orang ini jelek. Pertanyaanku, pernahkah kalian membaca buku Tere Liye sehingga berhak sekali menghakimi status-statusnya? Sudah berapa lama sih kalian kenal dengan Tere Liye? 

Eh, memangnya kamu kenal banget win?

Enggak, ada ⅕ bukunya yang belum aku baca.

Aku tidak pernah mengobrol dengan Tere Liye, atau bahkan tinggal 1 kelas dengannya. Lantas kenapa? Itulah alasan kenapa aku tidak menghakiminya. Toh, aku belum kenal 100% dengan Tere Liye bukan? Justru karena belum kenal aku tidak berani menghakimi orang yang sudah membuka pola pikirku dengan buku-bukunya yang mengandung banyak hikmah kehidupan. 

Novel selamat tinggal ini luar biasa loh. Kalau kalian membaca dengan seksama. Penulis menempatkan dirinya pada posisi penjual buku bajakan. Mencoba berempati dari posisi mereka. Mengubah karakternya perlahan-lahan melalui berbagai peristiwa. Dan memaklumi bahwa di dunia ini selalu ada makhluk yang bebal dan tidak sadar akan kesalahannya. Begitulah dunia. Untuk seorang penulis yang karyanya sudah sedemikian dicuri oleh pembajak. Novel Selamat Tinggal ini cenderung sopan dalam menegur. 

Tapi, untuk apa penulis terus menulis? Bukan untuk pembajak. Bukan pula untuk menghancurkan industrinya. 

Tujuannya adalah mengubah pola pikir generasi selanjutnya menjadi lebih baik. Lantas, bagaimana generasi menjadi lebih baik jika ‘kalian’ terus meneriaki dan mentertawakan omelannya? Menyindirnya di status hingga ramai menertawakan beberapa hal tidak baik miliknya. 

Sedihnya, mengapa hal ini juga turut dijadikan ajang aji mumpung bagi penulis lain? Berlagak cara mereka lebih sopan dan baik. Kenapa demikian? 

“Aku heran kenapa manusia suka bergosip? Bukankah kita semua memiliki cela pada diri masing-masing?” -Fey: Nebula-Tere Liye. 

Pertanyaannya, apakah industri buku bajakan akan mati? Jawabannya tentu tidak. 

Tapi, Mungkinkah generasi selanjutnya akan lebih baik? 

Jawabannya ada pada diri kalian sendiri. 🙂

Nb: Aku bukanlah fans mati Tere Liye. Banyak beberapa penulis indonesia yang juga aku sukai. Akan tetapi, aku selalu berusaha untuk mengapresiasi langkah keberanian. Sejauh itu benar, Kenapa tidak? 

Kalian juga boleh saja menghakimiku karena pernah membeli buku dan barang bajakan. Kalian tau? Semua manusia pernah melalui masa ‘goblok’nya masing2. Dan iya, aku pernah ‘goblok’. Tapi satu hal yang penting. Apakah lantas kita membenarkan kegoblokan itu? Dalam hidupku ada 3 orang yang pernah memakiku ‘bodoh’ dan ‘goblok’. Tiga orang itu, adalah orang yang paling aku sayangi sekarang. Kalimat kemarahan adalah sebuah batas merah yang tanpa sadar menciptakan tombol ‘warning’ dalam hati kita. Maka, peluklah rasa marah itu. 

Mengintip Cara Setan Menggoda Manusia: Tontonlah Girl From Nowhere

Mengintip Cara Setan Menggoda Manusia: Tontonlah Girl From Nowhere

“Ma, bagaimana cara setan menggoda manusia?” Pica bertanya dengan lugu padaku. 

“Tidak ada yang tahu persis caranya. Tapi setan selalu memanfaatkan celah hitam dari hati manusia..”

“Celah hitam?”

“Rasa iri, benci, ingin lebih baik, obsesi tak terkendali, setan suka sekali memanfaatkan hal itu..”

“Bagaimana persisnya Ma?”

“Entahlah..”

Bagaimana Jika Iblis dan Setan Menyamar Menjadi Manusia? 

Adalah Nanno. Karakter perempuan utama dalam film Girl From Nowhere. Tidak ada yang tau persis dari mana asalnya dia. Tapi, dia selalu berpindah sekolah. Menyamar menjadi murid perempuan lantas mencari jiwa-jiwa gelap di sekolah. Mencoba bergaul dan berteman dengan mereka. 

Uniknya, jiwa gelap itu bukan terpasang dari karakter yang jahat dari luar. Tapi, most of them adalah karakter yang ‘terlihat baik’. Nanno menggali jiwa gelap itu dengan masuk kedalam kehidupannya. Tidak lantas langsung membisikinya tetapi hanya masuk kedalam kehidupannya. Kemudian, memberikan jiwa itu sebuah pilihan. 

Aku selalu terngiang dengan pertanyaan Pica. Bagaimana tepatnya cara setan menggoda manusia? Apakah dengan membisiki agar kita tidak sholat? Tidak mengaji? Lupa membaca doa? Lalu kemudian masuk menguasai separuh diri kita? Atau sebenarnya, kitalah yang membiarkan aura hitam itu masuk. Karena kita tak bisa mengontrol setitik sifat jahat yang muncul pada diri kita. 

Setan, memanfaatkan hal itu. Rasa iri, dengki, nafsu, haus penerimaan, obsesi, rasa benci. Setitik saja. Itu sudah sangat cukup untuk dikembangkan. 

Nanno bukanlah setan, bukan pula Iblis. She just Girl From Nowhere. Dia seperti iblis peneliti yang sedang mencari tau..

“Betapa lucunya sifat manusia sebenarnya”

“Betapa akalnya terlihat seakan sangat hebat. Tetapi nafsunya menggebu-gebu di dalamnya.”

“Inikah makhluk yang diciptakan Tuhan? Yang katanya bisa lebih mulia dibandingkan Malaikat, tetapi bisa lebih rendah dibanding binatang?”

Mengintip Karakter Jahat Manusia yang Terpendam dalam Episode Serial Girl From No Where

Cerita Girl From Nowhere ini menurutku cukup unik. Ada 13 episode dalam season 1. Ceritanya selalu dimulai dengan karakter Nanno yang berpindah-pindah sekolah dalam setiap episodenya. Berikut adalah beberapa ringkasan judul episode yang sangat aku ingat:

1. The Ugly Truth

Apakah kau yakin bahwa orang yang selama ini kau kagumi adalah orang yang baik? Atau sebenarnya hanya berpura-pura baik agar mendapatkan ‘mangsa yang lezat’

Seorang Guru di sekolah sekaligus mentor Yoga merupakan Guru yang disukai oleh murid-muridnya, khususnya murid perempuan. Karena wajahnya yang tampan dan perawakannya yang gentle. Nanno pun bereksplorasi di sekolah tersebut. Mengikuti kelas Yoga seperti murid biasa. Tanpa menggoda sang Guru, Nanno mencoba mengungkapkan topeng jahat sang Guru yang sebenarnya. Lantas tertawa saat semua orang mengetahuinya. Yup, Guru itu memperkosa beberapa anak muridnya lantas merekam adegannya sebagai pemerasan. 

“Tak semua manusia baik itu baik, sebagian hanya berpura-pura baik agar bisa lebih jahat”

2. Apologies

Nanno menjadi murid baru paling cantik di sekolah kedua yang ia datangi. Kecantikannya mengundang ketertarikan dari 3 personil tim basket. Namun, membuat iri 2 teman perempuannya. Nanno tidak menggoda keduanya. Tapi keduanya larut dalam rasa iri dan benci. Sementara 3 lelaki yang menyukainya memanfaatkan itu. 

Dalam sebuah pesta minuman, Nanno dimanfaatkan. Lantas ada kejadian tak terduga yang membuat Nanno meninggal_di mata para manusia itu. 

“Manusia membuat kesalahan, lalu meminta maaf. Lalu berbuat kesalahan lagi. Sungguh lucu..”

3. Social Love

Kali ini Nanno masuk ke dalam sekolah dimana dia memacari seorang lelaki yang populer disana. Hubungan mereka menjadi sorotan di sosial media. Mereka memiliki fans dengan ribuan follower. Tetapi, sang lelaki hanya memanfaatkan Nanno untuk popularitasnya. 

Nanno memanfaatkan kebohongan lelaki itu. Lewat berbagai tragedi, dia meyakinkan lelaki itu bahwa kebohongannya akan terjadi selamanya. 

“Manusia senang sekali dengan popularitas. Tidak peduli itu bohong atau palsu yang penting adalah citranya tidak hilang”

4. Hi-So

Nanno masuk kedalam sekolah elite. Dimana didalamnya hanya ada murid-murid kaya. Sebagai murid terkaya ia bisa membeli sebuah kelas dan menjalankan usaha didalamnya. 

Usaha yang simple bagi setan. “Aku akan mengabulkan APAPUN keinginanmu asalkan ada bayarannya.”

Nanno memanfaatkan rasa penasaran dari teman-temannya akan kehidupan Dino yang konon merupakan anak terkaya. Dino yang selama ini berbohong terjebak dalam realita ketika ia harus mengambil uang kedua orang tuanya yang miskin. 

“Kupikir, orang miskin memiliki hal yang tidak bisa kubeli. Ternyata, segalanya bisa dibeli dengan uang di dunia manusia. Termasuk sebuah jati diri.”

5. Trap

Apa jadinya kalau ada narapidana yang kabur dan memasuki sekolah kemudian membunuh siapapun disana? 

Sekelompok siswa dan guru pun terjebak didalam satu kelas. Nanno termasuk didalamnya. Ia memperhatikan hal menarik.. 

“Bahwa manusia akan memperlihatkan sisi asli dirinya ketika ia merasa terancam..”

Lucunya.. “Manusia-manusia ini, menurunkan sifat asli itu pada keturunannya. Termasuk sifat jeleknya.”

6. WonderWall

Nanno menjadi partner manager tim sepak bola di sekolah kali ini. Ia berusaha berteman dengan Bam. Namun, karena rasa iri Bam membenci Nanno. 

Karena kesal, Bam lalu menulis hal iseng di dalam dinding toilet sekolahnya. 

Dasar Nanno Wajah Bau

Ternyata segala hal yang ia tulis di dinding toilet tersebut menjadi kenyataan. Anehnya, tulisan impian yang indah tak pernah terwujud. Hanya tulisan kebencian saja yang akan terwujud. Ia menjadi ketagihan untuk mengutuk orang yang ia benci. 

“Ketika manusia lemah diberikan sebuah kekuatan.. Ternyata ia sama menyebalkannya dengan manusia lainnya. Kebencian memang luar biasa.”

7. The Rank

Episode yg sangat related dengan kehidupan. Bahwa kita kadang terobsesi pada sebuah persaingan. Keinginan untuk menang. 

Kali ini Nanno menjadi murid baru di sekolah khusus perempuan yang menilai muridnya dari kecantikannya. Bahkan setiap hari ada aplikasi khusus yang bisa mengurutkan kadar kecantikan siswinya. Siswi yang masuk dalam 10 besar tercantik akan mendapatkan pelayanan khusus. 

Nanno memanfaatkan obsesi dari putri kesepuluh untuk menjadi putri nomor 1. Mencoba menerka-nerka hati putri yang terlihat baik hati namun penuh kepalsuan, lantas berbisik

“Ada dua cara untuk bisa menjadi nomor 1 didunia ini. Pertama, berusaha menjadi yang terbaik. Kedua, jatuhkan orang lain.”

8. Best Friends Forever

Nanno tidak hanya bisa menjadi murid baru di masa sekarang. Namun juga di setiap masa. 

Saat reuni sekolah diadakan, Nanno hadir masih dalam seragam sekolahnya. Menyiapkan hidangan untuk para teman reuni. Siapa sangka Nanno juga merupakan teman satu angkatan mereka? 

Nanno adalah Teman yang mereka bully habis-habisan. 

Nanno menjadi objek kebencian bagi semua teman di kelasnya hingga dipukul dan dikeroyok. Yah, setidaknya dalam kasus penutupnya ini. Nanno tau satu hal bahwa.. 

“Untuk menjadi best friends forever, kadang sekelompok orang membutuhkan satu hal yang sama. Sekalipun persamaan itu adalah kesenangan dalam membenci hingga membully seseorang. Membenci seseorang bersama-sama itu menyenangkan bukan?”

Lantas, Benarkah Musuh Kita Selama Ini adalah Setan? 

“Manusia selalu berdoa agar setan menjauh dari kehidupannya. Agar ia bisa beribadah dengan khusyuk. Agar ia bisa menjadi orang baik. Tetapi ia lupa.. Bahwa sifat jahat itu, berasal dari nafsu. Nafsu adalah hal yang Tuhan ciptakan. Tugas manusia, adalah mengontrol nafsu. Bukan menyalahkan setan atas sifat jahatnya.”

Bahkan dalam suatu cerita, setan pernah ditanya.. “Kenapa kau selalu menggoda manusia?”

Setan menjawab, “Aku tidak menggodanya. Dia yang memilihnya sendiri. Apakah kau punya bukti bahwa aku benar-benar menggodanya? Aku hanya memberikannya pilihan. Memakan buah atau tidak. Taat atau tidak..”

Manusia lahir, membawa genetik sifat ibu dan ayahnya. Mewarisi akar budaya kakek dan neneknya. Terdampar pada suatu lingkungan. Bercampur, berbaur. Itulah yang membuat sifat manusia berubah. Akal dan nafsu, berlomba-lomba memperlihatkan eksistensinya. Tapi pada dasarnya manusia lupa hal itu. Mereka hanya tau bahwa didunia ini mereka harus survive. Mereka harus berlomba. Dan mereka dituntut untuk menang, senang, bahagia. Segala hal itu telah mengikis sebuah perasaan penting. Yang paling penting. Kalian tau apa itu? 

Itu adalah Empati. 

Pembelajaran dalam Film Girl From No Where ke-1: Manusia Harus Punya Empati

Segala karakter manusia yang ‘digoda’ oleh Nanno selalu berusaha ia hadapkan pada pilihan untuk ‘memedulikan manusia yang lain’ tapi obyek manusia yang ia eksplorasi tak pernah memilih hal itu. Padahal, Nanno selalu menggoda untuk memilihnya.

Dunia ini, miskin rasa toleransi dan empati. Padahal, Tuhan sudah merancang rasa sosial dalam diri manusia. Tapi seiring berjalan waktu, rasa itu berubah wujud menjadi kesenjangan. 

Entah sejak kapan manusia senang mengelompokkan diri, lantas hanya peduli pada circle yang itu-itu saja. Tidak jarang menjatuhkan yang lain untuk bertahan. Bahkan, menjatuhkan yang lain hanya untuk kesenangan. 

I tell u.. Kalau tidak paham inti dari film serial ini pastinya kita akan berpikir bahwa film ini toxic. Kayak, ehm apa sih mencari-cari sisi gelap manusia. Tapi, sesungguhnya film ini lebih dari itu. Film ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kita harus waspada dengan sekeliling kita. Bukan dengan orang jahat. Apalagi dengan orang yang terlihat jahat. Mungkin bahasa lainnya adalah membongkar kemunafikan sifat asli manusia. 

Pembelajaran dalam Film Girl From No Where ke-2: Manusia Harus Waspada dengan Manusia Lainnya

Jujur, saat SMA dulu aku sangat kebingungan dengan istilah ‘homo homini lupus’ atau dalam terjemahannya yaitu:

“Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya”

Dijelaskan guru berbolak balik pun aku masih bingung. Terasa aneh. Bahkan saat ulangan, jujur saja aku sangat text book. Demi tidak memahami dan menjiwai apa artinya. Seperti apa sih contohnya pikirku. Peperangan begitu? Perebutan tahta begitu? 

Ternyata tidak serumit itu. 

“Diantara sesama manusia, ada serigala yang kejam.”

Aku memahami arti serigala itu ketika duduk di bangku kuliah. Aku semakin memahaminya ketika sudah menjadi ibu. Betapa sesungguhnya, siapapun berpotensi menjadi serigala itu. Bahkan, tidak dipungkiri bahwa diri sendiripun bisa saja menjadi serigala tersebut. 

Terjebak dalam momwar, aku pernah sekali melakukan kesalahan. Menerkam perasaan yang lain. Hanya untuk memuaskan dahaga rasa kesalku. Membiarkan rasa iri dan merasa ketidakadilan memimpin atas tindakanku. Padahal, tidak ada Nanno disana. 

Well, pada akhirnya sebagai manusia kita hanya bisa menjaga satu hal. Jagalah hati kita sendiri. 

Jagalah hati, jangan kau kotori

Jagalah hati, lentera hidup ini

Jagalah hati, jangan kau nodai

Jagalah hati, cahaya ilahi

*dari ngereview film serial sampai menyanyi.. Sungguh artikel yang tidak jelas.. Semoga tidak dibaca setengah-setengah lalu misunderstanding.. 😂🤣

Iyakan, manusia itu makhluk yang lucu ~ Nanno. 

Mengulas Novel Selamat Tinggal-Tere Liye

Mengulas Novel Selamat Tinggal-Tere Liye

Pernah gak sih kamu kalo baca novel tetiba ngerasa ‘ih, kok bener’ atau ‘ih, iya juga’ bahkan ‘kok mirip aku’ dsb..

Kalau kamu pernah merasakan hal tersebut. Berarti, penulis telah sukses membawakan pesannya dalam novel tersebut.

Artinya apa?

Artinya, buku tersebut menjadi bagian yang akan merubah hidupmu kelak.

“Untuk apa kita mengungkapkan kritik dalam sebuah tulisan? Toh paling-paling yang dikritik tidak akan berbuat lebih baik.”

Anda lupa hakikat sebuah tulisan yang sebenarnya. Tulisan itu bukan untuk membuat si A menjadi lebih baik. Ah itu terlalu kecil. Tapi untuk mengubah pola pikir generasi menjadi lebih baik. Itu jauh lebih besar efeknya

Selamat Tinggal, Novel Karya Tere Liye yang JLEB

Pernah gak sih kamu merasa kalau sebagian dari hidupmu dipenuhi kepalsuan?

Palsu untuk mendapatkan sebuah penerimaan.

Palsu karena itulah penawar saat susah.

Harus palsu karena circle yang mendorong.

Jika iya, maka novel ‘Selamat Tinggal’ akan membuat pikiranmu tertembak dan merasakan penyesalan yang indah. Karena sejatinya.. Semua orang pernah memasang topeng untuk melindungi dirinya. Dan itu, tidak sepenuhnya salah.

Tetapi semuanya akan menjadi salah ketika kepribadian kita terlanjur membenarkan yang salah lantas tak mau belajar.

Itulah yang aku rasakan ketika selesai membaca novel ‘Selamat Tinggal’ karya Tere Liye. Entahlah, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena sungguh banyak pembelajaran yang ‘Jleb’ saat membaca novel ini.

Well, novel ini bercerita tentang apa win?

Ehm, Aku tidak begitu pandai membuat sinopsis. Lebih tepatnya ‘aku malas’ menulis sinopsis yang bagus seperti penulis pada umumnya. Aku lebih suka menulis sesuka jariku saja.

Adalah Sintong Tinggal. Seorang remaja yang kuliah di jurusan sastra dimana kehidupannya terasa ‘stuck’ ketika memasuki semester 7. Tanpa disadari ia hampir menjadi mahasiswa abadi karena kepingan puzzle kehidupannya berjalan berlawanan dengan hati kecilnya. Ia adalah seorang penjaga toko buku bajakan, padahal dia sendiri memiliki bakat menulis. Sepotong kehidupan cintanya yang kandas juga telah mengikis semangatnya.

Sampai suatu hari seorang mahasiswi bernama Jess memberi warna baru di kehidupannya. Ia mulai melupakan masa lalu suramnya. Kemudian belajar membuat lembaran yang baru. Termasuk pada skripsinya.

Siapa sangka penelitian pada tokoh penulis ‘Sutan Pane’ di masa lalu untuk skripsinya telah membuat percikan semangat menulisnya bangkit lagi? Dan karena asyik berburu sumber penelitian, ia mendapatkan jejak-jejak yang seru dan bermakna dalam hidupnya.

Dari Berburu Jejak Sutan Pane hingga Pencarian Jati Diri

Karakter Sintong Tinggal digambarkan Tere Liye sebagai remaja yang memiliki bakat menulis, namun merasa kehilangan semangat ditengah-tengah kuliahnya.

Well, Siapa yang sering mengalami hal berikut:

Merasa diri tidak berkembang, ingin berubah takut dijauhi. Ingin maju dan berkata benar takut disalahkan dan menjadi benar-benar salah. Tapi diam juga jadi salah karena memendam kebenaran. Terasa sangat sulit untuk mengucapkan ‘selamat tinggal’ pada kesalahan karena sudah menjadikan kesalahan tersebut sebagai hal yang biasa saja.

Toh, semuanya menganggap hal itu adalah hal biasa saja.

Zona nyaman yang salah kadang membuat kita stuck. Begitupun sebuah kesalahan. Kesalahan yang sudah berlaku umum maka terasa bukan lagi sebuah kesalahan. Tetapi menjadi, Ah.. Biasalah. B aja gitu.

Sintong Tinggal terperangkap pada zona yang demikian. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah buku dari Sutan Pane. Tokoh penulis di zaman revolusi. Tokoh tersebut menginspirasinya. Membuat semangatnya untuk menulis kembali bangkit. Bukan hanya semangat untuk menyelesaikan skripsinya tapi juga semangat untuk menjadi penulis.

Sintong sendiri digambarkan merupakan sosok generasi milenial sepertiku. Yang mana keseharian dan circlenya hampir sama dengan generasi milenial pada umumnya. You know lah.. Something like menyukai hal murah, berburu barang prestise. Generasi yang suka dan bangga sekali berburu barang murah untuk jenis-jenis yang tidak bisa dipamerkan. Lantas kemudian bersedia bayar mahal untuk sesuatu yang bisa dipamerkan.

Dari berburu jejak Sutan Pane, Sintong mendapatkan hal-hal baru. Bukan sekedar untuk penyelesaian skripsinya. Ia juga banyak belajar dari tokoh Sutan Pane. Dan pembelajaran itu membuatnya bisa menulis dengan baik lagi. Mungkin itulah hal yang dinamakan ‘terinspirasi’.

Pesan Buku Selamat Tinggal: Dunia ini Dipenuhi dengan Hal Palsu

Jujur, kalau membaca status Tere Liye di FB sekilas cepat saja tanpa melihat dari sisi lain. Pasti ada yang berpikir bahwa Tere Liye ini memiliki pola pikir sempit. Seperti, “Apa sih, dikit-dikit nyinyirin orang pamer. Beda tau antara pamer dan menginspirasi. Bla bla”

Well, aku yakin sebagian besar pembaca setia buku Tere Liye pasti tidak setuju dengan kalimat tersebut. Termasuk aku. Tere Liye selalu sempurna dalam mengulas sebuah karakter. Layaknya drama korea, karakter yang diciptakannya pada novelnya tidak ada yang ‘uh jahat banget’ atau ‘uh baik banget’. Semuanya manusiawi.

Dan tahukah? Palsu pun juga manusiawi. Karena itulah bentuk adaptasi diri. Walau Tere Liye benci dengan kepalsuan, buku bajakan dsb. Tapi dia menempatkan kekecewaan tersebut pada tokoh Sintong dengan cara yang manusiawi.

Dalam buku ini aku sedikit banyak belajar dari karakter Jess, Bunga, Mawar, dan Sutan Pane. Dari dunia Endorser, Percetakan Buku Bajakan, Obat Palsu hingga fakta kelam dibalik dunia penulis terbaik. Semua penuh kepalsuan yang manusiawi.

Mama Jess yang merupakan seorang influencer. Ternyata hidupnya penuh dengan kepalsuan. Suaminya pergi, segala yang dijualnya disosial media adalah produk palsu. Kemewahan itu, terasa tidak menyenangkan di mata Jess.

Nasib sama dengan Bunga, teman Jess. Ayahnya yang merupakan pemilik percetakan buku bajakan, namun ia tidak bisa menghentikannya. Bunga dan Jess adalah sahabat yang sama-sama ingin keluar dari dunia yang palsu.

Tidak hanya buku dan sosial media yang bisa berujar kepalsuan. Bahkan dunia farmasipun juga memiliki musuh. Obat palsu, waw.. Luas sekali pemikiran penulisnya. Dan cara menghubungkannya dalam tokoh Mawar itu keren. Hanya saja, aku sedikit kecewa kenapa Sintong begitu setia pada cinta pertamanya. Layaknya novel Sunset Bersama Rosie.. Fix, penulisnya suka sekali pada karakter yang setia. Padahal.. Cinta dan Realitas itu bukannya harus seimbang. Ehm. Apakah penulis merupakan golongan ‘cinta ini kadang-kadang tak ada logika?’ Hihi.

Dan akupun belajar dari kehidupan Sutan Pane. Kalian tahu apa yang aku pelajari dan sangat aku garis bawahi dari kehidupan Sutan Pane?

Bahwa kadang, penulis terlalu sibuk menuliskan hal-hal baik. Mengkritik sana dan sini. Sibuk dengan produktivitas di dunia kertas. Sampai kemudian lupa, bahwa dunia ini harus seimbang.

Dalam ending kehidupan Sutan Pane, ia menjual 5 buku terbaiknya untuk menutupi hutang adiknya. Memilih menghilang dari kehidupan karena malu dengan dirinya sendiri. Penulis terbaik itu, memiliki kisah nyata yang suram. Dan sungguh, sebenarnya.. Ini banyak terjadi.

Dibalik kata-kata bijak itu terdapat inspirasi dari melihat ketidakadilan dan kejahatan diluar sana. Tapi kadang-kadang, penulis lupa dengan orang terdekatnya. Kenapa penulis bisa hilang begitu saja? Karena prinsip hidupnya sendiri yang membantingnya.

“Hidup adalah kesesuaian antara perkataan, tulisan dan perbuatan. Apalah arti kehormatan seorang manusia saat tiga hal ini tidak sesuai lagi. Apalah arti martabat seorang manusia ketika hal tersebut bertolak belakang.”

“Dan kita bertanggung jawab tidak hanya terhadap diri kita sendiri, tetapi juga orang-orang disekitar kita. Atasan bertanggung jawab atas anak buahnya. Orang tua bertanggung jawab atas anak-anaknya. Memastikan perkataan, tulisan dan perbuatan itu selalu sama.” (Selamat Tinggal,Tere Liye: 337) 

Sungguh, inilah kepalsuan yang sangat membuatku belajar hingga aku selalu mengingatkan pada diriku sendiri. Family first, healing with curhat. Baru belajar dan menulis hal yang ‘sesuai’. Karena lucu sekali kalau di blog aku menulis ‘ceramah’ tapi aslinya aduh, jauh sekali.

Every Novel Just Like a Horchux

Menurutku, setiap kepribadian tersembunyi Penulis seperti terpecah di karakter beberapa novelnya. And Damn.. I like it. Aku selalu suka setiap karakter yang dia bangun. Dari Bujang, Thomas, hingga Ali. And the Last, I feel like Sintong is half of Tere Liye.

Kadang saat membaca buku selamat tinggal ini aku mencoba flashback dengan status-status Tere Liye di fb. Maklum, aku adalah salah satu follower setianya. Jadi, kadang aku sedikit tertawa kalau dia ‘memanfaatkan’ novelnya untuk menyampaikan pesan-pesan dan ‘nyinyirannya’. Wkwk. I know.. Bagi sebagian orang mungkin suka sekali mencerca gaya menulis yang begini. Tapi, itulah ciri khasnya. Bukankah setiap penulis punya branding yang unik? Hargailah.

Dan setiap membaca novel Tere Liye, aku jadi ingat dengan istilah Horchux pada buku Harry Potter. Kalian tau? Horchux adalah benda-benda yang merupakan bagian dari nyawa Voldemort. Hilang satu, masih ada yang lain. Horchux adalah benda yang berasal dari ilmu hitam dimana didalamnya ada bagian nyawa dari pemiliknya. Jadi, si pemilik selalu bisa hidup abadi.

Buku karya sendiri membuat kita bisa abadi. Bukankah begitu?

Aku selalu percaya bahwa penulis memiliki banyak dunianya sendiri. Setiap buku yang dibaca menjadi akar yang baru. Setiap buku yang ditulis menjadi dunia yang baru. Setiap buku memiliki kode uniknya, dan memiliki karakternya. I feel it. Entahlah kapan aku bisa memecah karakterku menjadi seperti itu. Supaya tidak begitu labil didunia nyata. Wkwk.

NB: Buku Selamat Tinggal telah banyak mencerahkan. Kuakui aku pernah tak sengaja dan sungguh bodoh membeli buku Tere Liye yang bajakan di market place saat era jahiliyah hidupku. Hiks. Semoga itu yang terakhir. Dua tahun terakhir aku sudah berhenti dan membeli buku asli. Kini, aku adalah seorang pemburu buku diskon. Maaf, bagaimanapun juga aku Mamak beranak dua yang ingin hemat tapi tidak pelit dan masih baik hati. Terima kasih sudah berani mengajarkan arti kepalsuan dalam hidup ini lantas mengakui kepalsuan lalu keluar dari itu semua.

Untuk kalian yang ingin membeli buku Tere Liye Original dan mendapatkan tanda tangan aslinya bisa banget. Karena Tere Liye punya toko di shopee. Just klik ‘Tereliyewriter’.

IBX598B146B8E64A