Browsed by
Month: August 2019

Mewujudkan Kebahagiaan Anak From The Inside Out yang berawal dari Kebahagiaan Ibu

Mewujudkan Kebahagiaan Anak From The Inside Out yang berawal dari Kebahagiaan Ibu

“Tahukah kamu bahwa anak kecil itu dapat meniru apapun?”

“Yah, aku sudah tau itu.. “

“Ia akan tersenyum jika melihat Ibunya tersenyum, pun sebaliknya.. Ia akan menangis jika melihatmu menangis pula..”

Bukan salah seorang sahabat yang mengatakan hal itu. Aku melihatnya pada cuplikan sebuah drama yang sungguh aku sendiri sudah sangat lupa drama apakah itu. Mungkin drama korea, mungkin juga Jepang. Ah, entahlah itu apa judulnya.

Mungkin, sudah berpuluh kali aku menuliskan di blog ini bahwa aku pernah mengalami baby blues hingga berlanjut ke PPD. Keadaan itu merupakan titik balik terendah dalam hidupku. Jangankan untuk membahagiakan anakku, tersenyum saja sulit rasanya. Dan bagaimana aku bisa tersenyum jika toh aku tidak bahagia.

Tapi sekarang berbeda, baby blues tak lagi singgah. Memiliki anak kedua ini, hatiku jauh lebih bahagia. Meskipun tentunya sibuk juga namun ada sesuatu yang berbeda. Senyumku selalu ada untuk anakku.

Dan kali ini, aku ingin bercerita tentang rumus penutup kebahagiaan dalam keluarga. Sebuah catatan pamungkas dari pengalamanku menghadapi baby blues, inner child, dan mengembalikan cinta. Cerita kali ini adalah Tentang bagaimana langkah-langkah membahagiakan diri lalu cara menyalurkan kebahagiaan itu kepada anak. Karena anak yang bahagia berasal dari keluarga yang bahagia.

Jadi, Bagaimana membuatnya Happy from the Inside Out?

Hal terpenting, Bahagiakan diri Ibu terlebih dahulu karena itu kunci dari kebahagiaan anak

Jatuh bangun pengalaman sebagai ‘Ibu Muda’ hingga memiliki 2 anak seperti sekarang, mengajarkanku betapa pentingnya arti sebuah kewarasan. Bahwa waras merupakan segalanya. Maka, membahagiakan diri terlebih dahulu adalah sebuah prioritas untukku.

Dan pada tanggal 21 Agustus lalu, aku telah mendapatkan ilmu baru untuk kewarasan ini.

Ya, pada Tanggal 21 Agustus 2019, Aku menghadiri workshop Nestle Lactogrow dengan tema “Grow Happy Parenting”. Sumpah, acara ini sungguh bermanfaat untuk emak sepertiku. Tentunya, kalian juga ingin tau apa gerangan manfaatnya bukan?

Nah, Salah satu pakar yang diundang dalam workshop tersebut adalah Elizabeth Santosa, M.PSi,Psi, SFP, ACC yang akrab disapa mbak Lizzie.

Mbak Lizzie menyampaikan materi berjudul “Maximizing Parental Role In Nurturing Children Happiness”

Dan, kalian tau apa yang dikatakan Mbak Lizzie pertama kali?

“Sudahkah Anda Bahagia? Mengapa Anda bahagia? Apa ciri-ciri dari orang yang bahagia?”

Dan kami para peserta pun langsung tersenyum.

“Ya, tersenyum adalah salah satu bentuk prilaku emosi positif. Coba kita urutkan apa yang dapat membuat kita tersenyum setiap hari? Coba sebutkan dengan detail tentang apa-apa yang disyukuri hari ini?”

Secara spontan aku terdiam. Ini adalah resep tersimple untuk mencari kebahagiaan. Bersyukur. Aku toh tidak pernah menuliskannya dalam tips menjaga kewarasan pada artikel baby blues yang pernah kutulis. Karena bagiku saat itu, bersyukur itu terlalu klise.. Haha

Akupun mengurutkan nya didalam hati. Tentang apa-apa saja yang membuatku bersyukur hingga saat ini. Semuanya membuatku tersenyum dan melupakan energi negatifku sejenak. Senyuman secara otomatis muncul di raut wajahku. Hei, ternyata bersyukur itu tidak klise kok. Asalkan dilakukan dengan cara yang benar. Bukan ketika kita mendapatkan judge dari seseorang seperti, “Harusnya kamu tuh bersyukur bla bla.. ”

Dan syukur tersimple dariku adalah senyum dari kedua anakku dan tak lupa rasa Terima kasih dari pasangan. Sungguh, itu membuat meleleh.

Jadi, apa hal positif yang terjadi hari ini? Ingatlah hal itu untuk mengisi tangki cinta dalam diri sendiri.

Lalu, Bagaimana menyalurkan kebahagiaan itu?

Sudah bahagia mom? Sudahkah terisi tangki cintanya dengan praktik bersyukur? Dengan mengurutkan hal positif apa yang sudah terjadi hingga saat ini? Mari tularkan kebahagiaan itu pada anak kita.

“Seorang anak yang dicintai dan memiliki pola asuh yang baik sejak dini, akan memiliki hippocampus 10% lebih besar, yaitu bagian otak yang penting untuk proses belajar, memori, respon terhadap stress. Secara umum, dapat diasumsikan bahwa masa kecil yang dipenuhi cinta ibu adalah masa kecil yang bahagia.” -Joan L.Luby (2012),Professor Child Psychiatry

Sesungguhnya, sangat simple untuk memenuhi kebutuhan anak secara psikis maupun biologis agar anak bahagia luar dalam. Diantaranya adalah:

1. Yakinkan Anak memiliki waktu bermain dan eksplorasi bersama

Semakin sering anak bereksplorasi maka pengalamannya akan semakin kaya. Jiwa keingintahuannya akan mendapatkan jawabannya. Oleh karena itu, sebagai orang tua tugas kita adalah mendampinginya serta mendukung segala eksplorasi yang ia lakukan.

Untuk ibu yang memiliki anak generasi Alfa sepertiku maka tantangan eksplorasi ini juga semakin besar. Generasi Alfa berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka hidup berdampingan dengan gadget. Menjauhi gadget secara total merupakan kesalahan. Tapi membiarkannya bereksplorasi dengan gadget sendirian juga merupakan kesalahan besar. Solusinya? Dampingi.. Dampingi dan terus dampingi. Maka anak akan bahagia dengan keberadaan kita disampingnya.

Untukku sendiri pekerjaan eksplorasi ini biasanya selalu berawal dari youtube. Hanya bermodalkan kuota, maka aku dan anakku dapat menonton berbagai video DIY berbagai toy dan eksperimen. Lalu bagaimana? Kerjaan bersamanya. Maka ia akan bahagia.

2. Yakinkan kita berekspresi dengan Emosi Positif

Apa yang kita tanyakan pada anak saat ia pulang sekolah?

Dapat nilai berapa? Ujiannya bagaimana? Apakah uang jajannya habis?

Yaa.. Kadang sebagai orang tua kita selalu menuntut hasil dan hasil. Padahal, yang perlu kita ketahui setiap hari itu simple loh..

“Apakah hari ini anakku bahagia ya?”

Maka, ubah pertanyaan itu dengan, “Ada kabar baik apa hari ini?”

Mungkin, jika pertama kali melakukannya dengan anak akan sangat terasa awkward. Tapi jika dipraktikkan ini sangat luar biasa hasilnya.

Mau bukti? Aku mempraktikkan kata-kata Mbak Lizzie ini dalam satu minggu loh. Pica, anak pertamaku selalu aku suruh bercerita tentang hal baik di sekolahnya. Dan perkembangan ceritanya luar biasa.

Berawal dari ia yang punya guru pendamping yang terlihat galak. Sampai suatu hari pica bertanya dengan polos kenapa wajah gurunya jarang tersenyum. Lalu, aku berkata pada Pica, “Mungkin Pica perlu membuatnya tersenyum.. ”

Kalian tau apa yang terjadi besoknya? Pica menempel stiker dipipi guru pendampingnya saat jam istirahat. Sambil tertawa dan berlari. Benar-benar perilaku yang berisiko tinggi. Tapi? Tapi sang guru malah ikut tersenyum sambil berlari. Astaga, ternyata sang Guru tidak galak. Haha

Yaa.. Sesederhana itu. Buatlah anak selalu bercerita.

3. Anak perlu tidur yang cukup

Siapa yang anaknya suka bobo hingga larut malam sekali? Ehm, itu tidak baik ternyata.

Anak-anak perlu waktu tidur yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Maka, sebisa mungkin suruhlah mereka untuk tidur siang.

Ya.. Ya.. Aku tau sekali itu sangat sulit. Karena itu kadang aku sering sekali menemani anak untuk tidur siang. Walaupun ujung-ujungnya aku sendiri juga ikut tertidur.. Huft..

(Tapi tidak apa-apa, setidaknya aku punya waktu dimalam hari untuk begadang.. 😂)

4. Ibu.. Jadilah Pendengar yang Baik

Ada tidak sih ibu yang saat anaknya bercerita dia juga asik untuk mempertahankan komunikasinya dengan topik yang berbeda?

Sering loh terjadi seperti ini. Contohnya saat makan malam bersama. Anak biasanya sangat suka bercerita tentang hari-harinya di sekolah. Tapi, Ibu malah asik berbicara hal yang lain dengan Ayah tanpa mendengarkan anaknya. Atau, Ibu asik bercerita sendiri tentang kegiatannya tanpa mendengarkan pendapat anaknya.

Padahal, anak itu butuh sekali pendengar loh. Mereka perlu seseorang untuk mendengarkan cerita suka dan dukanya.

5. Berikan Anak Cinta tanpa Syarat

“Aduh, kenapa nilai matematika kamu jelek sih? ”

“Tapi nilai Bahasa Indonesiaku bagus loh ma, aku disuruh Ibu Guru ikut Lomba Menulis Cerpen nanti.. ”

“Tapi Nilai matematika kamu seharusnya tinggi juga donk.. ”

Dst dst

Itu adalah salah satu contoh percakapan yang aku ambil dari kasus yang umum terjadi. Benarkan? Ada yang merasa hidupnya juga demikian?

“Kadang kita selalu butuh alasan untuk mencintai anak kita.. Padahal mereka mencintai kita dengan tulus.. “

Menuntut anak bisa ini dan itu, sebuah ambisi dari seorang Ibu yang terkadang lupa bahwa ‘EveryChild is Special’. Sebuah tamparan untuk diriku sendiri yang terkadang juga khilaf dalam mendidik anakku. Karena itu, kadang aku salut sekali dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus namun tetap dapat mencintai mereka dengan tulus. Bahagia dengan perkembangan anaknya yang toh anakku sendiri sudah bisa melakukannya saat kecil. Sungguh, salut sekali. Dan terkadang malu rasanya.

Seperti orang tua.. Anak juga perlu dipahami dan dicintai apa adanya..

6. Cukupi Nutrisi Anak

Apa hubungannya Nutrisi dengan kebahagiaan? Oh ternyata hubungannya erat sekali..

Dokter Spesialis Anak Dr. Ariani Dewi Widodo, Sp. A(K) mengatakan bahwa Probiotik berperan penting dalam mengubah suasana hati anak. Dari proses sumbu microbiota usus hingga ke otak, probiotik secara paralel, menurunkan pelepasan kortisol karena stress, kecemasan dan prilaku depresi.

Wah, siapa sangka ya? Probiotik berperan sebegitunya untuk kebahagiaan. Jadi, sebagai orang tua sudah tugasnya untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi bergizi seimbang dan mengandung probiotik. Nah, Lactobacillus Reuteri merupakan salah satu jenis yang telah teruji secara klinis aman dan bermanfaat bagi tubuh. Pemberian probiotik ini dapat dilakukan melalui susu atau makanan yang difermentasi seperti tempe dan yogurt.

Jadi, apakah semudah itu memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi anak bergizi seimbang dan mengandung probiotik?

Jawabannya, tidak semudah itu.. Ferguso…

Karena itu, pada workshop Grow Happy Parenting kemarin kami para orang tua belajar skill baru dari game yang diadakan para pakar ini.

Gamenya apa? Game membuat Bento. Tau Bento kan ya? Bekal yang biasa dibuat oleh para mommy di Jepang untuk anaknya yang dibuat dengan bentuk yang lucu-lucu. Tujuannya apa? Agar anaknya senang memakan bekal buatan Ibunya yang penuh cinta dan juga nutrisi mereka terpenuhi, karena mereka bernafsu memakan makanan yang lucu-lucu itu tadi.

Ah, semangat sekali dong kami para emak-emak ketika tau game ini. Lalu, disediakanlah di meja kami masing-masing satu paket….. Ehm.. Playdough… 🤣

Oke, sumpah idenya kreatif sekali. Selain belajar membuat bentuk yang lucu-lucu, kami juga mengenang kembali masa kecil kami dulu.. Membuat es krim dari tanah liat. Dan sumpah ini tuh bikin fun banget.

Dalam waktu yang hanya 5 menit, kami disuruh membuat bekal pagi dan siang untuk anak. Tentu saja kami hanya memikirkan menu sederhana dalam waktu sesingkat itu. Yaah, something like Telur, nasi tersenyum, sayur, buah dan.. Aduh, apa pula ini yang aku buat? Ikan haruan? Hahahaha.. Khilaf karena terlalu sering membuat Ikan Haruan Panggang di rumah. 🤣

Dan Alhamdulillah ternyata barisan kelompok Female Blogger Banjarmasin mendapatkan juara 2…Yeay..

Acara pun berakhir, dan aku mendapatkan banyak pelajaran berharga pada workshop Lactogrow kali ini..

Bahwa Nutrisi yang diolah dengan Cinta akan membuat Stimulasi Anak optimal.. Dan mereka pun tumbuh dengan Bahagia..

Semoga Anak Kita Tumbuh menjadi Anak yang Bahagia di masa depan ya moms..

Happy Parenting!

#FBB Kolaborasi Sejak Jadi Emak-emak, Aku mulai Sensi dengan Makhluk Bernama Kucing

#FBB Kolaborasi Sejak Jadi Emak-emak, Aku mulai Sensi dengan Makhluk Bernama Kucing

“Mama tuh gak mau di rumah ada binatang peliharaan. Bulunya itu loh win.. Belum lagi bla bla bla.. “

Itulah ceramah yang sering aku dengar dahulu saat aku diam-diam memelihara kucing jalanan. Yaa.. Sejak kecil aku suka sekali dengan kucing. Sejak SD aku sering diam-diam memberi makan kucing jalanan, memeliharanya hingga membawanya kerumah. Namun mamaku selalu melarangku. Hingga suatu hari, malah mama sendiri yang meminta seekor kucing dari keluargaku. Katanya, kucing yang dipelihara lebih bersih dibanding kucing yang aku pungut dari jalanan.

Sejak itu, aku tergila-gila dengan makhluk yang bernama kucing. Aku sering membawanya ke kamarku untuk diajak tidur bersama. Setiap sore aku selalu ‘ngobrol’ dengannya. Belum lagi kalau rasa gemes ku menjadi-jadi. Aku bisa saja mencium kucingku. Serius ini.

Jadi, kali ini aku ingin bercerita tentang perkenalanku dengan kucing. Rasa cinta yang kemudian berubah menjadi benci, gemes dan jengkel. Cerita kali ini aku tulis dalam rangka ikut FBB kolaborasi dengan tema Hari Kucing Internasional yang jatuh pada Tanggal 8 Agustus kemarin.

Kalian tau? Aku punya Rhinitis Alergi

Sejak kecil aku memiliki riwayat alergi yang menurun dari ayahku. Bukan, bukan alergi gatal-gatal kulit begitu. Bukan juga alergi makanan. Aku alergi dengan debu, cuaca yang dingin dan yah… Bulu kucing.

Jika aku menyapu di pagi hari aku selalu membawa tisue di tanganku. Hidung dan mataku tidak bersahabat dengan debu plus udara di pagi hari yang dingin. Jujur, aku lebih suka mengepel lantai di hari yang panas. Walau berkeringat setidaknya hidungku aman dari mimisan yang tidak keren. Yah.. U know lah.. Sejak dulu aku menganggap cairan bening yang keluar dari hidung ini agak mirip dengan karakter ‘Bo’ di kartun crayon shinchan. Duh, tidak keren sama sekali.

Jauh lebih bagus mimisan darah yang kemudian di gendong sang pangeran.. *eyaa.. Khayalanku mulai menjadi-jadi.. 🤣

Dan Rhinitis alergi ku mencapai puncaknya jika aku sudah berhadapan dengan kucing. Jika sudah lama bermain dengan kucing mataku akan merah dan gatal, hidungku mengeluarkan cairan yang tidak keren dan rasanya luar biasa gatal.Anehnya, aku tidak jera bermain dengan kucing. Jika alergi ku kambuh aku hanya berhenti sejenak bermain dengan kucing. Kemudian membasuh muka dengan air bersih berkali-kali. Jika keadaanku sudah normal maka aku akan mengulangi kebiasaanku. Bagiku, bermain dengan kucing seperti kecanduan. Menyayangi kucing itu seperti sebuah therapi psikologis untukku. Jadi, biarpun aku alergi.. Tetap saja aku mencintai kucing lebih dari apapun.

Lalu, sejak kapan aku mulai sensi dengan kucing?

Bukan, bukan sejak menikah. Asal kalian tau saja.. Suamiku penggila kucing tingkat akut. Dan itu salah satu hal yang kusukai darinya. Karena akupun pecinta kucing garis keras.

Sejak hamil pun aku punya kecanduan dengan kucing. Aku memelihara kucing sejak TM 1 sampai TM 3. Merawat kucing sakit, membersihkan pup nya. Hingga para tetua menceramahiku bahwa kucing tidak baik bagi Ibu hamil karena yaah.. Search sendiri di google yak. Tapi aku cuek, toh kucing binatang kesayangan nabi. Itu pembenaranku. Aku bahkan sempat menulis tentang TORCH dan kucing dahulu.

Dan semuanya berubah sejak Farisha lahir..

Kalian tau? Sejak Farisha lahir aku tidak punya kucing di rumah karena kucingku dahulu sudah meninggal. Tapi bukan itu masalahnya. Toh aku punya Farisha dan dia telah mengisi seluruh waktuku. Jadi, kecanduan ku pada kucing tertutupi dengan munculnya Farisha.

Masalahnya adalah Farisha ternyata juga Rhinitis Alergi sama sepertiku

Iya, penyakit itu menurun pada anakku. Setiap cuaca dingin Farisha selalu pilek. Jika terkena debu ia langsung bersin. Dan jika bersentuhan dengan kucing.. Yah.. Itu yang terparah.

Entah kenapa aku tidak bisa melihat anakku ‘menderita’ karena kucing. Secara otomatis aku langsung menjauhkan kucing dengan Farisha. Aku ingin melindunginya. Aku tidak ingin penyakit tidak keren Farisha kambuh karena kucing. Aku tidak tega melihat matanya merah dan berair. Aku BENCI setiap kali melihat kucing mendekati anakku.

HUSH HUSH..

Seruan itu sering aku serukan setiap kali melihat kucing mendekati Farisha kecil. Bagiku, anakku jauh lebih berarti dibandingkan dengan kucing. Entah selucu apapun kucing itu. Padahal, Farisha selalu menangis setiap kali melihatku memburu kucing. Aku tau, Farisha suka sekali pada kucing. Setiap kali melihat kucing, Farisha kecil selalu berseru dengan bahasa bayi. Dia memanggil kucing dengan sebutan “Biii..” waktu itu. Tapi bagiku, kucing tersebut terlihat seperti pembawa penyakit. Yah, itulah.. Sejak menjadi Emak-emak perasaanku pada kucing berubah 180 derajat.

Kini aku mengerti perasaan mama dahulu. Kenapa mama tidak memperbolehkanku memelihara kucing.

Menumbuhkan kembali rasa cinta pada Kucing selama menjadi Emak-emak

Tapi, rasa benci itu tidak boleh kekal. Aku harus belajar mencintai. Seperti mamaku dahulu yang belajar menerima dan mencintai apa yang disukai oleh anaknya..

Maka, tepat ketika Farisha berumur 3 tahun.. keluarga kami memutuskan untuk mengadopsi kucing dari Ibu Manik, teman dosen ayah Farisha di kampus. Kucing ini berjenis Tonkiness. Matanya biru dan belangnya putih keabu-abuan. Kami memeliharanya sejak berumur 2 bulan. Kalian tau? Farisha sangat amat senang ada kucing di rumahnya. Kucing itu bernama Dusty.

Selama 2 tahun Dusty di rumah, aku pernah berteriak memarahinya beberapa kali. Bahkan pernah menangis dan meminta suamiku membuangnya. Bagaimana tidak? Kucing ini beberapa kali pup dan muntah di rumah. Sementara pekerjaan rumahku banyak. Belum lagi kalau Farisha alergi.. Rasanya itu Grrrrrrr…..

Walau suami berjanji akan mengurus segala hal tentang kucing itu tetap saja aku yang 24 jam berada di rumah. Kadang, aku bisa saja iseng memangkunya sekedar untuk bernostalgia dengan masa kecilku yang begitu menyayangi kucing. Sayangnya aku lebih sering emosi dengan kucing ini. Tapi serius, mungkin ini namanya benci tapi cinta. Masa sih setiap hari aku yang rutin memberinya makan. Bahkan aku juga yang kepasar membelikan ikan pindang khusus untuknya. Membersihkan ikannya dan membumbuinya dengan garam dan asam lalu menggorengnya. Dih, aku ini benci atau suka sih dengan kucing ini?

Ah, entahlah..

Dan emosiku semakin menjadi-jadi kala menghadapi masa birahi nya sang kucing. Bayangkan! Gorden, dinding, lemari dan perkakas lain di rumahku selalu dipipisin si Dusty. Bahkan walau sudah aku teriaki pun sempat-sempatnya si kucing nyemprot. Mengesalkan sekali. Puncaknya, pernah loh aku mengambil sapu dan mengejar kucing ini dihalaman. Jangan khayalkan kekonyolannya.

Sungguh, ini memalukan. 😣

Akupun curhat dengan Suami. Meminta agar si Dusty di kebiri saja. Mengesalkan sekali dia. Dan kalian tau apa yang dilakukan suamiku?

Dia membawa kucing baru ke rumah. 😅

Namanya Finger. Warnanya jingga dan putih. Dia kami pelihara sejak berumur 3 bulan. Kucing yang satu ini jauh lebih menyenangkan. Mungkin juga karena ia mengingatkanku pada kucing jalanan yang aku pelihara pertama kali waktu kecil. Kucing ini manja sekali. Dia selalu ingin tidur di kaki majikannya. Aku sih oke ya.. Asal Farisha tidak tidur dengannya.

Finger adalah kucing terbaik yang pernah dimiliki keluarga shezahome. Untuk ukuran kucing domestik, kucing ini memiliki bulu yang bagus. Dan dia sangat manja dengan majikannya meskipun sudah memasuki umur birahi. Suamiku berkata, “Finger bagaikan istri kedua.. “

Yaah.. Eike dipoligami sama kucing.. Genks.. Kucing laki-laki pulaa.. Wkwk..

Sayangnya Finger menghilang saat Humaira lahir. Iya.. Hilang begitu saja genks.. Entahlah kenapa itu pokoknya aku ikut sedih dan merasa kehilangan banget.

Sejak Finger hilang, si Dusty mulai suka kerumahku lagi. Tapi, Dusty yang sekarang sangat berbeda. Ia hanya pulang untuk sekedar minta makan. Selebihnya, dia hanya meninggalkan pipis dan keluar lagi untuk berpacaran. Hmm.. Dasar playboy. Karena itu, kami keluarga shezahome memutuskan untuk memelihara kucing baru di rumah.

Namanya Hatori dan Shiro. Kucing ini didapatkan dari teman kampus suamiku. Umurnya masih 2 bulan saat kami adopsi. Ini adalah kali pertama aku memelihara 2 ekor anak kucing di rumahku sendiri. Apalagi keduanya masih kecil dan tidak bisa ditaroh diluar rumah. Alhasil, cobaan pup dan pee di pagi hari selalu menguras emosi.

Sensi kepada kucing datang lagi. Yah.. Sepertinya aku benar-benar mengerti kenapa para emak-emak kadang suka benci sama kucing. Haha..

Tapi aku menghadapinya. Kadang aku ikut membersihkan kotorannya. Kadang, aku mengajak Humaira ikut bermain dengannya. Ya, asal kalian tau juga.. Humaira juga memiliki Rhinitis alergi yang menurun dariku. Tapi aku memutuskan untuk menghadapi alergi itu.

Karena konon aku percaya pada sugesti konyol para tetua, yaitu..

“Penyembuh alergi adalah menghadapi alergi itu sendiri. Bukan menghindarinya.. “

Ah, semoga saja benar. Karena bagaimanapun juga.. Sulit rasanya membenci Makhluk lucu ini..

IBX598B146B8E64A