“Sayang, kayaknya bulan ini keperluannya bakal lebih deh. Buku anak mesti dibeli karena tahun ajaran baru. Pengeluaran yang lain juga ada nih..”
“Ya dicukup-cukupkan dulu bisa gak Ma. Soalnya uang kita juga ngepas kan..”
“Tapi bukannya Papa kemarin dapet uang sampingan dari kerjaan?”
“Ya tapi kan buat Mama. Kan kasian loh adek aku juga masih sekolah.”
Sang Istri pun menunduk lantas tak sengaja meneteskan air mata. Sudah berkali-kali rasanya suaminya seperti itu. Sering sekali. Seakan ia hanyalah orang kedua yang membutuhkan nafkah darinya. Seakan hanya dia-lah yang harus berputar-putar mencari cara agar keuangan rumah tangga kami mencapai kata ‘cukup’.
Dan kadang, Sang Istri sering bertanya pada diri sendiri..
“Apakah suamiku ini pelit? Atau terlalu hemat?”
Suami Terkesan Pelit, Salahkah?
Abaikan cerita diatas. Berhentilah berimajinasi seolah-olah itu adalah cerita curhat dariku. Jujur, enggak juga sih mirip, tapi aku yakin pasti diantara pembaca disini pernah mengalami posisi yang sama. Terutama di ujian awal pernikahan. Iyakan? Nafkah lahir memang ujian sensitif.
Huft. Yup ujian pernikahan terberat memang pada tiang ekonomi. Masa ketika punya ambisi memiliki rumah sendiri, berdiri sendiri, ditambah sudah memiliki anak dengan gajih yang pas-pasan. Belum lagi soal cobaan menjadi sandwich generation. Digeronggoti sana dan sini. Lalu kemudian keadaan menjadi serba salah. Ingin bekerja, tetapi anak harus bagaimana? Tak bekerja namun keuangan tak memadai.
Merajuk, tapi kenyataannya tidak bisa. Karena begitulah keadaannya. Lalu kemudian setan-setan mulai berbisik ramai ditelinga..
“Dia pelit sekali”
“Bahkan anaknya sendiri tidak penting baginya.”
“Dia lebih memilih Ibunya dibanding dirimu.”
“Harusnya dia menikah dengan Ibunya saja.”
Setan-setan itu, membuat istri yang keadaannya serba salah menjadi bertanya-tanya pula. Lalu kemudian berakhir dengan tetesan air mata. Ingin berkomunikasi takut ditekan lantas dianggap tak bisa mengatur keuangan rumah tangga. Tapi jika terus dipendam maka kapan ada jalan keluar?
Pernahkah kalian berada diposisi demikian ketika ingin berkomunikasi tentang keadaan ekonomi? Aku? Pernah banget!
Lalu apa yang aku lakukan? Apakah aku langsung menangis bombay dan berteriak parau dihadapan suami? Tidak. Aku mencari ‘jeda’.
Jeda itu aku gunakan untuk mengoreksi diri. Mengekspresikan kemarahan melalui jempol-jempolku. Mengukir prasasti pada WA story yang aku atur privasinya. Berharap ada 10 dari teman dekatku yang memiliki nasib yang sama lalu memelukku. Kadang, harapanku tak muluk-muluk. Hanya ingin didengar. Itu saja. Itulah kenapa, diantara 10 kontak itu. Suamiku adalah salah satunya. Aku berharap dia bisa membaca luapan amarah itu. Aku ingin dia tau bahwa aku marah tapi aku takut marah dihadapannya.
Saat itu setan sedang ramai sekali menari di jemariku. Mungkin mereka tertawa. Aku tidak tau apa yang ada dibenak teman-teman yang membaca status privasiku. Tapi satu hal yang jelas. Aku lega. Dan jeda itu aku ulang lagi dan lagi. Seperti menjadi candu.
Saat waras menghinggapiku. Dan setan itu sudah lelah dan tertidur. Aku menatap nanar ke arah suamiku yang kelelahan dalam tidur malamnya. Berkata dalam hati, “Mungkin, sebenarnya dia memiliki beban yang tak kalah besar dariku.. Apakah aku yang selama ini menutup mata akan bebannya? Apakah selama ini kami saling memendam rasa karena ‘malu pada beban masing-masing’?”
Bagaimana kalau.. Memang dia tidak punya pilihan? Atau dia takut berkomunikasi?
Dan hal yang paling aku takutkan saat itu adalah, “Bagaimana kalau ternyata aku tidak dipercayai..?”
Lalu, aku terlempar pada masa lalu. Masa saat kami masih berkenalan dulu. Aku ingat dia pernah berkata padaku..
“Dalam kehidupan. Kita harus punya mimpi yang tinggi. Prinsipku adalah aku harus punya mimpi setinggi bintang. Walau senjataku hanyalah tangga. Setidaknya aku punya pijakan untuk melangkah. Walau ujungnya hanyalah atap rumah atau bahkan buah mangga sekalipun. Setidaknya aku sudah menaiki tangga itu.”
Kadang aku melamun dan berpikir. Bagaimana kalau ia sedang membuat anak tangga sendiri? Namun tidak melibatkanku karena ia takut jika aku terlibat maka aku akan memberikan opsi yang tidak maksimal untuk kualitas anak tangganya?
Jangan-jangan selama ini kami memasang senjata yang salah.
Ia pelit dan sukar berkomunikasi untuk senjata dan tamengnya. Sedangkan aku diam dan marah untuk senjata dan tamengku sendiri.
Hidup kami pun pernah mengalami masa-masa itu. Masa dimana kami tidak terbuka, saling curiga. Dia menganggapku tidak bisa mengatur uang karena aku tak pernah melibatkannya. Dan aku menganggapnya pelit karena dia tak pernah mengikutsertakan diriku dalam membangun anak tangganya.
Akhirnya aku mengerti. Ini bukan perkara pelit. Ini soal saling mengerti.
Jika Suami Pelit, Mungkin…
Mungkin sebenarnya.. Dia sedang membangun mimpi. Maka, berusahalah masuk kedalam mimpinya itu. Libatkan dirimu.
Rasakan bebannya, kemudian ringankan beban itu. Berusahalah memahami. Tekan ego itu, walau butuh sekalipun berusahalah untuk tetap membangun anak tangga itu. Karena pernikahan harus memiliki mimpi. Semua mimpi dilalui dari rasa susah. Ini berat. Banget. Tapi, sebisa mungkin. Berkomunikasilah.
Jika rasa pelit itu sudah sangat berlebihan tak ada salahnya untuk mencoba jurus-jurus yang pernah aku tulis ini
Memiliki suami yang tak paham dengan pengeluaran rumah tangga itu adalah cobaan sejuta wanita. Banyak sekali wanita diluar sana yang memiliki cobaan yang sama apalagi diawal-awal pernikahan. Sesungguhnya, pelit itu tidak bisa disalahkan selama banyak unsur mimpi didalamnya. Seperti yang pernah terjadi padaku. Tapi jika karena faktor lain, mungkin jurusnya pun berbeda pula. Suami pelit itu salah. Tapi tak sepenuhnya salah. Yang bisa kita lakukan adalah meyakinkan diri dan pasangan.
“Kita harus hemat, bukan pelit..”
Suami Hemat dan Pelit? Apa Bedanya?
Ya beda dong marimar.
Suami Pelit itu egois, mengesampingkan kepercayaan dan menganggap goalsnya paling benar. Sedangkan Suami Hemat itu memiliki visi dan misi di masa depan dan melakukannya disertai dengan sifat keterbukaan bersama istri sehingga jikapun ‘susah’ maka susahnya terkesan bersama. Bukan dipikul sendirian. Berjalan masing-masing. Heh, pernikahan macam apa itu.
See? Dalam menikah itu komunikasi adalah koentji. Termasuk itu dalam hal mengkategorikan suami pelit atau hemat. Mau si Suami punya Duit segudang kek, kalau ‘enggak terbuka’ sama pemasukan dan pengeluarannya.. Maka tetep aja namanya SUAMI PELIT. Catet tuh!
So, kembali ke pembuka artikel ini. Tentang percakapan diatas, apakah menurut kalian suami tersebut adalah suami yang pelit atau terlalu hemat?
Suami sudah berkata pada istri bahwa uang sampingannya ia berikan pada keluarganya karena mereka juga membutuhkan. Akan tetapi, ia memberikannya begitu saja tanpa berkomunikasi terlebih dahulu pada istri. Mungkin, suami takut si istri tidak memperbolehkan tindakannya. Apakah itu salah?
Perlu koreksi diri, apakah selama ini sebagai istri kita sering ‘mendikte’ suami ketika ia memberikan uangnya pada yang lain sehingga menyebabkan adanya ketidak-terbukaan.
Sebaliknya, reframing diposisi istri. Ketika istri sudah ‘meminta’ itu artinya ia sedang membutuhkan. Maka, tentu saja ia berharap bisa diberi. Kalimat balasan suami sedemikian akan menyebabkan istri merasa dinomor-duakan. Kembali lagi, dalam pernikahan.. Sungguh komunikasi adalah kunci.
Karena andai saja suami tidak gengsi berkata, “Maaf..” Karena sudah tidak jujur soal uang sampingan dsb. Lalu kemudian berusaha agar ia menunaikan kewajibannya. Maka tentu tidak akan ada konflik dan berburuk sangka dalam diam.
Jika masalah dibiarkan dan istri selalu ‘diam’ maka suami tidak akan merasa bersalah. Maka harus dikomunikasikan.
Ketahuilah, permasalahan ekonomi ini adalah tiang dalam kesejahteraan rumah tangga. Maka, keterbukaan adalah penawarnya. Ini bukan soal suami pelit atau hemat aja. Bukan soal ‘mengatur uang’ saja.
Percayalah, bahkan suami boros sekalipun mungkin masih lebih baik dibanding suami hemat tapi tidak terbuka. Dalam catatan suami boros tersebut terbuka tentang keuangannya.
“Gimana ya cara ngomong sama suami, masa aku dikasih segini aja tiap bulan? Padahal udah tau anak nambah. Udah tau biaya sekolah segini, biaya bulanan segini.. Kok masih gak ngerti aja ya.. “
Sebuah diskusi awal dari grup WAG emak-emak yang tentu saja ada aku didalamnya. Sebagai silent reader, aku hanya bisa manggut-manggut membaca chat demi chat yang mengompori maupun menyemangati Ibu tersebut. Ingin sekali rasanya ikut nimbrung.
Writing.. Tapi delete lagi.. Writing.. Tapi delete lagi..
Ya ampun, aku memang gak pede sih kalau ikutan nimbrung di tengah-tengah banyak kepala begini. Akhirnya, kuputuskan untuk menyimak hingga akhir. Dan, selang seminggu berlalu.. Kuberanikan diri untuk menulis blogpost ini..
Bagaimana Mengatasi Suami yang Lemah Tentang Nafkah Lahir?
Jujur, selama 8 tahun umur pernikahan.. Aku sangat pernah mengalami hal yang sama dengan Ibu tersebut. Dari awal nikah yang hanya dikasih nafkah 300rb, lalu 1 juta, 2 juta, hingga 3 juta. Aku sendiri? Bukanlah seorang Ibu pekerja. Aku hanya perempuan biasa yang memilih nikah muda kemudian menjadi IRT saja. Tanpa uang sampingan_ Apalagi statement mandiri secara finansial. Ya setidaknya sebelum ngeblog dsb.
Aku juga pernah menangis di kamar. Memikirkan bagaimana menambal uang sekolah anak. Apalagi ketika sudah ‘meminta’, bukannya uang yang aku dapatkan tapi sebuah keluhan. Seakan aku bukanlah manager keuangan yang pantas dalam rumah tangga untuk diberikan kepercayaan.
Aku juga pernah memandang iri kepada teman-temanku. Apalagi kepada mereka yang disayang oleh suaminya, padahal mereka tidak sehemat aku dalam mengelola uang.
Jadi, seandainya bisa.. Aku ingin memeluk Ibu yang mengeluh tersebut. Mengatakan kepadanya.. “I feel you..”
Yah, bagiku.. Tidak cukup berkata sabar kepadanya sebagai semangat. Tidak cukup pula berkata ceramah dsb. Apalagi untuk menguatkan dengan menyuruhnya memulai usaha untuk bisa mandiri secara finansial. Itu bukanlah hak yang bijak ditengah-tengah keluhan itu.
Tapi, pengalaman 8 tahun menikah membuatku banyak belajar. Bahwa mengatasi suami yang lemah soal nafkah lahir bukanlah hal yang instan. Perlu proses panjang.
Bahkan jujur saja, aku baru-baru ini saja mendapatkan kepercayaan untuk mengelola keuangan rumah tangga. Bayangkan apa yang terjadi padaku sebelum ini? Aku bahkan pernah menulis tulisan konyol sebagai kode lucu untuk suami. But, no respon. Hahaha
Ah lupakan. Pada akhirnya, jurus-jurus dibawah inilah yang efektif untuk menaikkan jatah bulanan.
1. Pahami Pola Pikir Suami, Apakah Ia Memiliki Tanggungan Lain?
Pernah mendengar istilah sandwich generation?
Yaitu ketika generasi penerus harus menanggung kebutuhan hidup generasi sebelumnya?
Itulah yang terjadi pada keuangan rumah tanggaku.
Nafkah yang dimulai dari uang 300rb, tinggal di rumah mertua, lalu memberanikan diri membeli rumah dengan kredit, dapat jatah bulanan 1 juta dengan anak yang masih bayi.. Itulah rumah tanggaku dahulu. Thats why, dulu aku sampai terkena baby blues. Salah satu faktornya karena ekonomi.
Tapi mau bagaimana lagi? Jika mengingat kondisi sangat tidak memungkinkan untukku bekerja diluar. Akupun juga pernah berusaha berjualan online. Tapi ya.. Begitulah.. Hiks.
Dan diatas semua kondisi itu, aku tidak mungkin menyalahkan suami. Tidak mungkin pula untuk menyuruhnya mengutamakan keluarga kami. Menikah dengan suami yang merupakan anak lelaki dari seorang Ibu yang janda serta memiliki beberapa adik yang masih sekolah maka aku juga harus rela berbagi. Itulah risiko yang harus aku hadapi diawal pernikahan.
Tanggungan-tanggungan seperti ini merupakan hal yang harus kita perhatikan. Ketika suami memberi nafkah kecil karena memiliki banyak tanggungan, maka kita harus berusaha ikhlas. Itulah ujian dalam pernikahan.
“Wanita yang mendampingi lelakinya dari masa sulit akan lebih bermakna dibanding mendampingi lelakinya pada masa senang-senangnya saja.. “
2. Bersabar dan Kuat dengan Pola Hidup Sederhana untuk Memperoleh Kepercayaan
Memiliki tantangan sebagai sandwich generation berarti harus menemukan solusi untuk bisa mengatur keuangan. Pilihannya adalah apakah harus menambah pemasukan? Atau hidup super hemat dengan pemasukan apa adanya?
Sebagian besar tentu akan menjawab menambah pemasukan. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang berperan menambah pemasukan itu? Apakah suami harus memiliki usaha sampingan? Atau Istri bekerja diluar? Atau Istri bekerja di rumah saja?
Percayalah, kami sudah mencoba berusaha menambah pemasukan pada awal-awal pernikahan. Dan Alhamdulillah, pemasukan itu dapat kami tabung sedikit demi sedikit untuk membeli uang muka rumah. Memiliki rumah sendiri adalah prioritas kami saat itu. Walau sebenarnya, sisa uang yang kami miliki karena kredit rumah ini terbilang ngepas.
Karena itu, tidak ada pilihan lain selain mencoba bersabar dan kuat dengan pemasukan yang ngepas ini. Mau tidak mau, harus bisa mengatur budget yang ada untuk kebutuhan sebulan. Nasi dengan lauk apa adanya, menahan diri untuk tidak membeli skincare, tutup mata dengan kilauan dunia sosial. Itulah perjuangan awal menikah dengan uang yang tidak sampai 2 juta per bulan dan memiliki bayi.
Oya, aku punya sedikit tips untuk mengatur keuangan rumah tangga dengan budget kurang dari 2 juta.
Kadang, suami itu bukannya pelit tentang nafkah lahir. Akan tetapi, memang begitulah keadaannya.
Kadang, suami itu bukannya tidak mau jujur tentang berapa banyak ia memberi Ibu maupun saudaranya. Tapi ia takut dengan rasa cemburu Istri yang mungkin terbakar karena rasa ikhlas yang turun naik. Hiks
Dan memang sebagai Istri, kita harus sedikit sabar.. Mengikuti pola pikirnya selama beberapa saat kemudian sederhanalah dalam mengatur keuangan agar setidaknya mendapatkan kepercayaan penuh dari suami.
Tujuan awalku dalam sabar, kuat dan sederhana ini sangat simple sebenarnya. Bukan meminta untuk uang bulanan yang diberikan lebih.
Aku hanya meminta, “Jujurlah padaku setiap kali kamu memberikan uang pada Ibumu. Aku tidak marah. Aku hanya ingin diberikan sebuah kepercayaan.. “
“Karena aku cukup hemat, aku bisa hidup sederhana.. Akulah manager keuangan terbaik.. Bukan yang lain.”
3.Sesedikit Apapun, Cobalah untuk Berterima kasih Sebisa Mungkin
Terdengar naif ya?
Kalau diberi uang satu juta untuk sebulan padahal itu sangat kurang.. Apakah masih harus berterima kasih?
Harus. Itu adalah tanda kita menghargai suami. Karena tenaga suami terisi dari perasaan dihargai oleh Istrinya.
Tugas kita sebagai istri selanjutnya adalah belajarlah berkomunikasi sedikit demi sedikit tentang perekonomian rumah tangga. Artinya, jangan malu untuk mengeluh pada suami.
Harga beras naik? Biaya sekolah naik? Keluhkan.
Tidak ditanggapi? Malah diceramahi karena tidak bisa mengatur uang? Marahlah sesekali.
Kesal banget? Sampai mau curhat ke teman dan sosial media?
Itu manusiawi. Semua orang punya masa dimana dia butuh pendengar dan penolong. Aku pun juga sering begitu.
Tapi sekesal-kesalnya kita dengan suami perihal nafkah yang tidak cukup jangan pernah lupa untuk menghargainya. Bahkan untuk sebijik gorengan saja. Berterima kasihlah.
“Karena bisa saja dia membelikanmu 10 gorengan. Tapi 9 lainnya ia bagikan. Ia takut memberitahumu karena dirimu tak pernah menghargainya dengan terima kasih. Hati kerasmu telah membuatnya takut dan berprasangka..”
Karena menikah itu adalah tentang saling menghargai. Bagaimana bisa kepercayaan diberikan jika menghargai saja tidak bisa?
Turunkan ego. Hargai dulu. Kuatlah sebentar dengan rasa itu. Semoga tidak sia-sia.
4. Milikilah Pilihan Bijak Tentang Meningkatkan Pendapatan
Mari menyambung point nomor 2 tentang opsi lain selain mencukupkan nafkah yang ada yaitu menambah pemasukan. Karena konon sebenarnya inilah jurus pamungkas dibalik ketidakcukupan nafkah.
Pilihannya adalah, apakah suami harus memiliki usaha sampingan? Atau sebaiknya istri juga membantu secara finansial?
Semua pilihan baik. Tapi, pilihan terbaik adalah yang sesuai dengan kondisi masing-masing. Karena tidak semua rumah tangga bisa baik-baik saja jika Ibu bekerja. Pun sebaliknya.. Tidak semua rumah tangga bisa baik-baik saja jika suami bekerja terlalu keras hingga LDR dsb.
Aku sendiri memilih opsi untuk memaksimalkan potensi suami. Suamiku memiliki mimpi besar selain hanya menjadi dosen. Ia memiliki mimpi untuk membangun perusahaan IT dengan bakat programming yang dimilikinya. Mimpi ini sudah lama ia rancang. Tugasku? Mendampingi dan mendukungnya dari awal. Jangan tanya tentang hal yang aku korbankan demi mendukung ini. Aku mengorbankan sebagian mimpiku. But its okay. Mimpiku yang terbaik adalah mendapatkan kepercayaan dari suami. Dan menggali sedikit mimpiku dari keberhasilan suami.
Karena itu, aku harus full dalam usaha melayani. Tapi sekali lagi.. Itu adalah pilihanku. Bukan berarti juga itu adalah pilihan yang terbaik bagi semua rumah tangga.
Intinya, dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga sangat dibutuhkan kerja sama yang seimbang. Jangan sampai suami terlalu lelah bekerja kemudian tidak mendapatkan apresiasi. Jangan pula istri terlalu lelah bekerja kemudian suami lalai dengan kewajibannya.
5.Jangan Kebablasan dengan Pola Hidup Mandiri Secara Finansial
“Makanya wanita harus punya penghasilan sendiri. Ya buat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Karena kadang suami itu gak paham. Dikira kebutuhan hidup cuma buat beras dan lauk.. “
“Iya, suami juga gak bakal ngerti sama pentingnya punya skincare dan make up.. “
“Ah pokoknya biarlah. Yang penting penghasilan aku cukup buat kehidupan aku dan anak.”
Yah, aku akui.. Wanita yang mandiri secara finansial itu luar biasa hebat. Aku pun juga selalu punya mimpi untuk bisa memiliki penghasilan sendiri. Apalagi, kehidupanku dikelilingi oleh wanita-wanita pekerja. Aku cukup banyak tahu hal positifnya jadi ibu pekerja.
Tapi, kadang-kadang karena saking hebatnya.. Wanita yang memiliki penghasilan sendiri menjadi ajang ‘aji mumpung’ untuk suami meninggalkan fitrah tanggung jawabnya. Hiks..
Ini banyak terjadi, kita sebagai wanita kadang selalu mementingkan orang lain dibandingkan diri sendiri. Terlalu over empati lalu berujung kasihan dengan suami sendiri sampai tanpa disadari kita malah membiarkan suami meninggalkan fitrahnya. Lalu karena saking terbiasanya kemudian berpikir.. ‘Ya sudahlah..’
Padahal, ini bukan pola yang benar. Bagaimanapun juga suamilah yang bertanggung jawab untuk nafkah lahir keluarga. Adapun peran istri adalah mendukung suami.
Okelah kalau uang istri dipakai untuk mendukung passion suami, menemaninya mulai jatuh hingga bangun. Tapi ingat, ketika suami sudah berhasil dengan usahanya maka tuntutlah hak kita dengan komunikasi yang benar. Jangan dibiarkan saja. Salah-salah nanti uangnya untuk istri kedua.. *etdah kok jadi ke sinetron ikan terbang.
Intinya, kembalikan sesuatu sesuai fitrahnya.
Suamilah yang sebenarnya bertanggung jawab untuk nafkah keluarga, jikapun istri membantu maka itu bernilai sedekah. Jangan kebablasan membiarkan demi rasa yang terbiasa.
Karena ketika istri menjadi serba bisa tanpa bantuan suami, maka hatinya perlahan menjadi keras. Ia tak lagi lembut seperti dahulu.
6.Berdoa.. berdoa.. berdoa!
“Tapi sudah dikomunikasikan.. Sudah sampai nangisss rasanya. Okelah buat aku sendiri gak usah dikasih apa-apa. Tapi minimal.. Masa buat anak sendiri aja enggak mau tanggung jawab.. “
“Laki-laki ini selalu minta dihargai, bagaimana bisa dihargai kalau sama tanggung jawabnya sendiri aja lalai. Apa yang mesti dihargai?”
“Sedih rasanya ketika tau suami punya uang lebih tapi gak pernah kasih ke aku. Malah kasih kesini.. Kesitu.. Sudahlah sering denger ceramah dari Ustad dsb. Tapi mantul gitu aja.. “
Jika sudah mengalami titik kritis seperti diatas padahal sudah berusaha maksimal sekali maka… berdoalah.
Eeeh.. Jawaban putus asa banget win?
Iya, emang kalau sudah putus asa lari kemana lagi? Sujud kepada-Nya lah yang bisa menjawabnya. Karena…
“Jangan pernah menganggap remeh kekuatan dari doa.. Kita tidak pernah tau bagaimana cara ajaib yang berhasil dari kekuatan ini.. “
Selama 8 tahun pernikahan, aku sebisa mungkin mengamalkan doa dari Mama. Menyisihkan waktu untuk sholat dhuha agar pintu rejeki terbuka. Dan yang lebih penting lagi, agar pintu hati suami terbuka. Karena apa gunanya banyak rejeki tapi tidak ada keterbukaan?
Apakah dalam sekali berdoa maka akan dikabulkan? Tentu saja tidak.
Aku sudah bilang bukan? Bahwa selama 8 tahun pernikahan.. Doaku terjawab di tahun 2020 ini saja.
Doa-doa simple seperti..
“Ya Allah, semoga kalau suami pulang kerja setidaknya sesekali bawa makanan.. “
“Ya Allah, semoga suami kalo curhat ngasih tau tentang penghasilan sebenarnya dan ngasih ke siapa aja..”
Sesimple itu. Dan semuanya dikabulkan perlahan-lahan. Bahkan diberikan bonus oleh Allah berupa dicukupkannya nafkah bulanan bahkan hingga berlebih. Semuanya atas kekuatan sabar dan doa.
Dan diakhir tulisan ini, bagi siapapun istri yang memiliki nasib yang sama cobalah untuk sedikit saja mengaplikasikan poin-poin diatas.
Teruntuk para suami yang mungkin kebetulan membaca tulisan ini, pesanku hanya satu.. “Percayailah Istrimu untuk mengatur uangmu” 🙂
10 Jurus Yang Perlu Istri Ketahui Ketika Jatah Bulanan Kurang
Banyak faktor yang menyebabkannya. Diantaranya adalah harga bahan pokok yang memang naik, kebutuhan yang bertambah hingga tekanan gaya hidup yang memaksa kita untuk menyesuaikan diri. Ya, problematika emak-emak pada umumnya memang mengatur uang bulanan yang ada agar terus bisa mencukupi kebutuhan, seberapapun itu harus cukup.
Tentu hal ini bukanlah hal mudah. Bahkan, untuk emak yang tidak meterialistis dan memegang prinsip kesederhanaan tingkat dewa pun_ini bukanlah hal yang mudah. Nah, shezahome punya jurus jitu buat para emak-emak rumahan yang mulai merasa jatah bulanannya tidak mencukupi lagi.
Dalam hal ini, saya mengkategorikannya menjadi 2 bagian yaitu jurus yang dianjurkan dan jurus terlarang. Apa saja sih? Cuss..
Jurus yang dianjurkan
1. Jurus Sharing Pengeluaran Bulanan
Yang namanya rumah tangga sangat perlu keterbukaan. Setuju gak sih?
Karena itu, tidak ada salahnya untuk mencatat pengeluaran sebulan hingga mengumpulkan struk belanja untuk menunjukkan bahwa pengeluaran kita bukanlah hal yang sia-sia. Dan yang lebih penting lagi, list pengeluaran ini harus ditunjukkan kepada suami.. *seberapapun pahitnya itu.. Tsah..
Dalam kenyataannya, biasanya suami saya mulai memisahkan pos-pos pengeluaran yang sebenarnya tidak penting.
Seperti pos belanja skincare n make up saya misalnya.. Musnahkan saja.. 😅
Atau pos jajanan ringan seperti beli es kepal milo diluar.. Di-black list..
Atau juga nih, pos anggaran protein mahal seperti daging yang kemudian diganti dengan ikan asin sapat atau wadi khas banjar.. 😅
Ya, itu sih kejadiannya kalau yang kita harapkan cuma jatah yang.. Yah, apa boleh buat udah sedikit dan gak bisa ditambah-tambah karena gajih suami memang segitu.
Tapi biasanya beda kasus sih kalau ternyata gajih suami naik. Mungkin saat melihat list pengeluaran bulanan yang tidak cukup dia akan bilang begini..
“Berarti perlu tambahan segini ya? Atau masih kurang?”
Hehehehe..
2. Jurus Politik Membandingkan
Kadang memang ada sih suami yang tidak terbuka dengan pemasukannya. Tapi yang namanya istri itu sinyalnya tinggi. Bener ga sih?
Ya, istri itu bisa mencium pemasukan-pemasukan yang tidak terbuka. Maka, tidak ada salahnya kok untuk mencoba jurus membandingkan. Dengan catatan membandingkannya dengan yang wajar aja lah ya.. *jangan sama Syahrini atau Paris Hilton.. 😅
Kita harus cari aman dalam trik membandingkan. Misal, sama tetangga yang suaminya berprofesi sama dengan suami kita.
Tapi ada triknya juga loh, ga sembarangan. Kalau enggak kalian bakal di cap sebagai ‘istri yang kurang bersyukur’ 😅
Contoh nih:
“Mas, kemarin aku ketempat anu loh.”
“Iya ma.. Terus kenapa?”
“Enggak sih cuma dia cerita kalau dia diajakin jalan-jalan. Katanya ada gajih xxxxx dari atasan ya..”
“Oh ya? Emang ada sih..”
(yess..)
“Aku ga minta jalan-jalan sih, cuma ga ada salahnya kan sesekali kita belikan squishy buat hadiah karena dia udah berhasil mengisi sebagian buku tantangan hebatnya..”
(tips tambahan: kambing hitamkan anak, walaupun dia ga tau apa-apa.. Kita harus jaga image)
“Oh, ya udah.. Harga Squishy berapa? 20ribu? 50ribu?”
“Lima ratus ribu mas..”
(tips terakhir, cari alasan yang realistis harganya 😅)
3. Jurus Super Mom
source: www.silhouettedesignstore.com
Buat mommy yang punya kepribadian jaim tingkat tinggi dan paling anti dengan 2 jurus diatas tidak ada salahnya mencoba jurus Super Mom. Apa sih jurus Super Mom itu?
Sssst, ini jurus mama saya.. Hahahaha..
Yes, bekerja. Bekerja dengan memaksimalkan passion dan skill yang kita punya untuk menambah pemasukan rumah tangga. Bekerja dalam hal ini tidak melulu tentang bekerja diluar. Para Ibu zaman now tentu sudah sangat tahu bahwa media sosial dapat menghasilkan uang, berjualan tak melulu tentang toko fisik, dan blog pun bisa menghasilkan. Hehe
4. Jurus Wonder Woman
Tidak bisa menerapkan jurus super mom karena sejauh ini passion tidak menghasilkan output yang maksimal? Mari terapkan jurus selanjutnya, yaitu jurus Wonder Woman.
Laki-laki itu sejatinya suka diperhatikan dan dilayani dengan baik, maka jadilah istri yang maksimal untuk mendukung passion suami. Caranya tentu tidak mudah apalagi jika sudah mempunyai anak, otomatis perhatian kita akan terbagi. Tapi, tidak ada salahnya jika berusaha maksimal bukan?
source: dreamstime.com
Laki-laki itu makhluk visual yang suka dengan istri yang tampil cantik maka jagalah penampilan dihadapannya. Tidak ada salahnya sesekali kita membeli lingerie sebagai bentuk salah satu usahanya. Hehe
Nah, orang tua zaman dulu bilang bahwa rejeki kedua itu ada diperut suami. Hmm, tidak bisa dikatakan salah juga sih. Karena memang jika lidah dan perut suami terpuaskan maka ia dapat bekerja dengan maksimal. Bukanlah hal mustahil jika kita mendapatkan rejeki ekstra dari hasil memuaskan lidah dan perut suami. Kenapa saya berani berkata begini? Karena sudah terbukti, saya pernah melakukannya dan hasilnya cukup menyenangkan. 😉
5. Jurus Politik Kasihan
Bagaimana sih jurus ini?
Apa ngemis-ngemis gitu ke suami?
Ya, enggak lah.. Ini merupakan jurus yang lumayan ampuh dan terinspirasi dari kucing saya. Hahaha..
Iya, dia aja bisa bikin mata begini supaya suami kasian dengan dia. Masa saya gak bisa?
Bisa! Bisa tanpa harus ngemis. Caranya, Iya.. Nangis. 😂
Terus suami pasti nanya, “Kenapa?”
Terus, jangan langsung bilang jatah bulanan kurang lah sambil menangis makin kencang. Itu kurang ampuh. Hahahaha..
Diem aja.. Iya.. Diem.. Nangisnya masih lanjut tentu…😅
Kalau sudah dipeluk, disayang-sayang, di cup cup cup.. Dan berbagai drama lainnya percayalah suami akan mengerti dan mulai memahami masalah kekurangan pemasukan ini. Karena air mata perempuan itu adalah ekspresi bisu yang dahsyat sekali kekuatannya. Hehe
6. Jurus Ancam Dapur
Sudah tanggal 20an dan dompet emak mengering lalu budget tambahan tak jua nampak? Yuk, pakai jurus yang satu ini. Biasanya lumayan ampuh. 😅
Yes, jurus ancam dapur. Mari mulai atur menu ngirit ala emak-emak.
Sapat: menu ngirit andalannya ‘urang banjar’
Menu pagi: iwak sapat
Menu siang: iwak sapat lagi
Menu malam: iwak sapat lagi 😂
Oya, iwak sapat ini adalah ikan kering khas Kalimantan Selatan yang memiliki harga sangat terjangkau, rasa gurih dan enak namun kurang bergizi.. 😅
Sesekali dimakan tidak apa-apa. Ikan kering ini enak dan gurih. Tapi, kalau terlalu sering? Kita bisa kekurangan gizi mak.. Haha..
Satu hari.. Masih belum peka..
Dua hari.. Belum peka..
Tiga hari kemudian..
“Sayang, jatah bulanan abis ya? Sini aku tambahin..”
Yess… 😂
Jurus Terlarang
Nah, kalau yang sebelumnya merupakan jurus yang dianjurkan sekarang mari kita bahas tentang jurus terlarang yang dalam praktiknya sering tidak sengaja kita lakukan. Akibatnya tentu bisa membahayakan kesejahteraan Rumah Tangga. Apa saja jurus itu?
Cuss
1. Jurus Over Super Mom
Dari namanya tentu kita sudah tau kalau ini adalah efek lanjutan negatif dari jurus super mom. Hmm.. Kenapa bisa over ya?
Banyak sih faktornya, antara lain terlalu banyak family time yang dikorbankan demi mencari tambahan. Ada pula yang ketagihan mencari uang tambahan hingga melupakan kewajibannya sebenarnya di rumah.
Bekerja dan memaksimalkan passion sih boleh saja. Tapi hal ini harus disepakati oleh dua belah pihak. Jangan sampai karena terlalu kebablasan bekerja maka rumah tangga menjadi runyam. Betul?
2. Jurus Dewi Perang
Dewi perang? Siapa ya? Kalau Dewa Perang kan Ares namanya.
Kalau Dewi Perang? Apakah itu wujud evolusi terakhir dari Ketidakwarasan Emak-emak? 😂
source: devianart.com
Yup, harus diakui kalau keterbatasan pemasukan tentu akan membuat kita sang manajer rumah tangga sangat pusing untuk mengatur pengeluaran. Sampai-sampai kita sebagai Ibu menjadi sering marah-marah. Sesekali marah sih wajar. Tapi, tidak sedikit loh para Ibu yang over ekspresif dalam mengeluarkan kemarahannya.
Contoh:
Tangan Super Dewi Perang yang membanting pintu sampai dinding kalsiboard rusak.. 😅
Tendangan Super Dewi Perang yang mampu menghancurkan jendela hanya dengan menggunakan kelapa.. 😅
Tatapan Mata Merah Sang Dewi Perang yang membuat suami dan anak membisu ketakutan sambil berpelukan.. 👿
Banyak begini? Banyak loh.. Hahaha..
Jurus ini memang ampuh, terlalu ampuh bahkan. Sampai Suami dan Anak mungkin saja kabur dari rumah atau diam-diam mulai menyarankan Anda berkonsultasi ke psikiater. 😅
3. Jurus Pelit
Jurus pelit? Sama dengan jurus ancam dapur?
Oh tidak.. Jurus ancam dapur masih masuk kategori aman dipraktikkan. Yang terlarang itu jurus pelit.
Apa sih bedanya? Bedanya jurus pelit ini bertujuan untuk menyimpan uang bulanan sebisa mungkin buat keegoisan diri sendiri bukan untuk investasi masa depan. Banyak ga yang begini? Banyak loh..
Entahlah zaman sekarang apakah masih banyak yang menganut jurus ini. Jurus ini memang sangat efektif tapi akan berakibat buruk terhadap kepuasan suami dan juga pola pikir anak.
Kalau jurus satu ini tentu tidak perlu dipertanyakan lagi. Efektifnya kebablasan. Sampai beberapa hari kemudian mungkin Rumah Tangga yang dibangun akan hancur berantakan. 😅
Jurus ini sangat terlarang dipraktikkan ya. Sebisa mungkin masih satu ranjang walau misah beberapa cm. Soalnya besar kemungkinan tengah malam bakal berpelukan lagi.. *eaaa..
Nah, itu dia jurus-jurus yang terbukti efektif digunakan jika jatah bulanan ternyata kurang. Ingat, selalu hindari jurus terlarang demi keutuhan rumah tangga. 😊
Karena Rumah Tangga itu bukan hanya sekedar tentang seberapa banyak tapi tentang saling memahami dan mengerti..
Bulan Ramadhan Kok Boros? Coba Cara Ini agar Tetap Hemat!
Tidak terasa hanya tinggal menghitung hari lagi kita memasuki bulan Ramadhan. Bulan yang disebut dengan bulan penuh keberkahan. Dimana pahala dihitung berlipat ganda dan masing-masing dari kita berlomba-lomba untuk amal kebaikan. Ah, ramadhan benar-benar bulan yang sangat dirindukan bagi orang-orang muslim.
Ya, saking rindunya.. Kadang, jika sudah bertebaran iklan sirup di televisi saya mulai senang. 😂
Tapi sadarkah kita bahwa di bulan Ramadhan ini justru terkadang kita seringkali khilaf terhadap berbagai hal yang sebenarnya mengurangi nilai kebaikan dari bulan Ramadhan itu sendiri. Salah satu khilaf terbesar adalah tragedi pemborosan. Betul?
Logikanya.. Seharusnya di bulan puasa itu anggaran pengeluaran konsumsi berkurang, karena tidak ada pengeluaran untuk makan siang dan kita hanya cukup mengeluarkan budget untuk makan sahur dan berbuka. Bulan puasa juga dapat disebut bulan kemenangan karena kita dinilai telah sukses mengontrol nafsu untuk hal yang tidak seharusnya. Tapi, sudahkah kita berhasil mengontrol nafsu itu?
Kenapa sih Bulan Puasa Malah Boros?
source: republica.co.id
Ada berbagai faktor yang menyebabkan pada bulan puasa manusia cenderung menjadi lebih konsumtif. Tapi, faktor terbesar yang menjadi akar dari segala keborosan adalah keinginan yang lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan.
Pada saat berpuasa, idealnya hari-hari yang kita lalui diisi dengan ibadah. Namun, generasi milenial zaman now tentu tidak bisa lepas dari sosmed dan televisi yang selalu menyajikan informasi-informasi terkini. Apa dampak dari hal ini?
Ketika melihat postingan masakan di tempat kuliner, jadi pengen. Ketika melihat diskon gede-gedean di online shop, jadi pengen. Ketika ngabuburit di pasar ramadhan jadi pengen borong semua jajanan karena rasa lapar yang seakan meminta semuanya. Belum lagi kalau para teman-teman alumnus SD, SMP, SMA hingga kuliah mengajak buka bersama. 😅
Apakah semua hal itu dibutuhkan? Sepertinya tidak, kebanyakan hal yang dibeli adalah keinginan bukan kebutuhan. Mungkin kita dapat berdalih bahwa, “Karena bulan puasa harus bagi-bagi rejeki untuk orang yang berjualan dan bulan puasa adalah bulan penyambung tali silaturahim dengan para teman, kapan lagi begini?”
Ya, ketika single, saya juga termasuk salah satu yang pernah menganut paham demikian. Setidaknya sebelum saya repot dengan susahnya mengatur anggaran rumah tangga untuk IRT tulen. Ternyata, kaum emak-emak harus lebih hemat dibanding dengan kaum single untuk urusan pengeluaran bulan puasa ini. Hihi..
Lantas, bagaimana cara agar pengeluaran di bulan ramadhan dapat diminimalisir?
Cara Hemat di bulan Ramadhan
Nah, berikut ini adalah point-point penting yang saya terapkan agar tetap hemat di bulan ramadhan:
1. Buat Anggaran Kebutuhan
source: brilio.net
Tidak dipungkiri, jika segala sesuatu diatur lebih terencana maka semuanya akan lancar, termasuk soal pengeluaran kebutuhan. Ya, kita perlu mengatur anggaran pengeluaran di bulan ramadhan ini agar nantinya pengeluaran tidak kebablasan.
Biasanya, hal yang dapat saya lakukan untuk ini adalah menetapkan anggaran tetap untuk post biaya konsumsi, biaya rumah tangga, hingga biaya lain-lain. Biaya ini dihitung dari rata-rata pengeluaran satu bulannya dan khusus untuk biaya konsumsi, saya biasanya mengurangi jumlah biaya makan siang. Uang dari biaya makan siang dapat digunakan untuk keperluan konsumsi dadakan seperti misalnya buka puasa bareng (hehe.. 😅).
Setiap rumah tangga itu unik, kita tidak bisa meniru anggaran yang ditetapkan oleh keluarga lain. Hal ini karena pengeluaran prioritas dari keluarga tentu berbeda-beda. Seperti halnya keluarga kami yang lebih memprioritaskan uang untuk keperluan silaturahmi dan idul fitri maka kami lebih suka untuk mengurangi biaya konsumsi agar bisa menabung untuk post lain. Hal penting dari point anggaran ini adalah selalu buat perencanaan agar pengeluaran tidak membengkak (jangan lupa untuk dipraktikkan juga tentunya). 😊
2. Memasak di rumah dengan menu sederhana
source: teropongbisnis.com
Ibu manapun pasti setuju bahwa memasak di rumah jauh lebih hemat dibanding dengan membeli makanan di luar. Selain itu, menu yang disajikan pun lebih terjamin kebersihan dan kesehatannya. Tetapi, tidak selamanya memasak di rumah saja dapat hemat loh.
Ya, jika menu yang disajikan memakan biaya lebih dari jajanan diluar tentu saja hal ini malah membuat post pengeluaran untuk konsumsi menjadi bengkak. Bagaimana tidak? Setiap hari bahan makanan untuk memasak dibeli di tempat yang mahal dengan menu yang rumit dan memuat berbagai bahan-bahan mahal lainnya. Akhirnya, niat untuk mengurangi biaya konsumsipun tidak berhasil.
Sama halnya dengan Ibu yang memiliki hoby baking. Jika hoby baking tersebut belum dapat dijadikan lahan bisnis tentu hal ini lumayan menghabiskan pengeluaran. Ya, biaya untuk membeli telur, gula, butter dan lain-lain tentu bukanlah biaya yang murah.
Karena itu, ada baiknya jika pada bulan ramadhan ini para ibu membuat menu sederhana saja. Logikanya, menu sesederhana apapun jika disajikan saat dalam keadaan lapar tentu akan dimakan bukan? Haha.. Sayangnya, kita seringkali dikontrol oleh nafsu agar memuaskan lidah kita dengan menu buka puasa yang enak dan mahal.
Yuk, dari sekarang susun resep-resep sederhana yang akan disajikan di bulan ramadhan nanti agar pengeluaran tetap stabil. 😊
3. Kurangi aktivitas jalan-jalan dan perbanyak ibadah di rumah
Siapa hoby jalan-jalan?
Yuk, libur dulu di bulan puasa. Karena hoby jalan-jalan di bulan puasa banyak berdampak negatif. Termasuk didalamnya jalan-jalan untuk berbelanja kepasar. Sebisa mungkin berbelanjalah dalam jumlah besar untuk keperluan satu minggu atau lebih karena jika kita setiap hari kepasar bisa-bisa akan semakin banyak godaannya. 😉
Benar, jalan-jalan di bulan puasa membuat kita lapar dengan semua wisata kuliner. Rasanya ingin jajan terus. Padahal ketika bedug telah tiba mungkin akan banyak sekali makanan yang tidak termakan karena sudah kekenyangan.
Nah, salah satu tips untuk waktu berbelanja kepasar yang pas di bulan ramadhan adalah di pagi hari. Tentu banyak pasar pagi yang kita kenal bukan? Kenapa pasar pagi? Karena saat pagi hari perut kita masih kenyang sehingga tentu tidak banyak menginginkan berbagai khayalan makanan yang sebenarnya hanyalah nafsu saja, Betul?
Di bulan puasa ini, akan lebih baik jika kita memperbanyak ibadah di rumah dan bersilaturahim dengan keluarga dan tetangga dekat. Selain mata lebih terpelihara hal ini juga dapat lebih mendekatkan kita dengan Allah dan memperbanyak pahala juga rejeki.
4. Gunakan THR untuk hal yang seharusnya
source: tulisanwanita.com
Seringkali saat THR sudah didapatkan kita malah khilaf untuk membelanjakannya kepada hal-hal yang kurang penting. Contohnya saja seperti membelanjakannya untuk membeli baju lebaran yang mahal dengan model kekinian. Biasanya model baju yang sedang trend harganya lebih mahal dibanding dengan baju biasa yang sedang tidak trend. Betul?
Akan lebih baik jika kita menggunakan uang THR seperlunya saja untuk diri sendiri dan keluarga. Termasuk halnya baju lebaran. Coba bayangkan, betapa anehnya jika seluruh muslim merayakan lebaran dengan baju jenis trend yang sama? Ya, bukankah lebih baik jika kita memiliki style sendiri dengan gaya baju. Berbelanja baju dengan memanfaatkan promo dan diskon saat lebaran adalah salah satu hal yang bijak untuk menghemat pengeluaran. Tapi, jangan lupa untuk tidak khilaf dengan diskon dan beli baju sesuai kebutuhan saja.
Khilaf THR selanjutnya adalah berbelanja aneka cookies dan cemilan lain untuk idul fitri. Nah, sebelum berbelanja makanan idul fitri secara berlebihan akan lebih baik jika kita memperhitungkan dan membandingkan pengeluarannya dengan membuat kue sendiri. Jika dengan jumlah uang yang sama kita dapat memperoleh jumlah makanan yang lebih banyak jika membuatnya sendiri kenapa tidak mencobanya? Selain lebih hemat, kita juga dapat membagi-bagikan kue pada tetangga dian keluarga bukan?
Hemat aja semuanya, terus uang THR buat apa?
Jika kita sudah sukses menghemat uang THR dan akhirnya memiliki sisa dari uang tersebut maka belanjakanlah THR kepada yang seharusnya, apakah itu?
Ya, Kapan lagi kita bisa bersedekah lebih? Kapan lagi kita bisa memiliki biaya untuk mudik dan bersilaturahmi dengan orang tua kita? Kapan lagi? Ya, manfaatkan THR untuk mencari keberkahan. Karena sebenarnya, semakin banyak harta yang kita beri tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. 😊
Nah, punya solusi lain untuk berhemat di bulan Ramadhan? Sharing yuk!
Tulisan ini merupakan post untuk #KEBloggingCollab kelompok Ghea Panggabean yang diawali dengan trigger post dari Tian Lustiana.
Tips Menghemat Pengeluaran Rumah Tangga ala Shezahome
Bicara tentang pengeluaran rumah tangga itu kayaknya tidak pernah ada habisnya ya? Ini habis terus mau beli itu lagi. Itu belum habis tiba-tiba ada yang beginian lagi. Beginian udah dibeli tiba-tiba ada yang lebih kekinian lagi. Nah, tanpa disadari kok makin runyam ya pengeluarannya. Sebenarnya yang dibeli ini kebutuhan semua ya? 😅
Kok bisa ya runyam?
Basicnya, hal ini terjadi karena prinsip pertama dalam pengeluaran rumah tangga belum diterapkan dengan benar. Prinsipnya simple kok. Aku juga pernah menulis hal ini lama sekali disini.
Ya, sebenarnya kebutuhan manusia itu terbatas, yang tidak terbatas itu adalah keinginannya. Maka, selama manusia hidup tidak dapat membedakan keinginan yang bijak maka selama itu pula pengeluaran rumah tangga menjadi tidak teratur.
Apa maksudnya keinginan yang bijak? Hmm.. Apa yah.. Maksud disini adalah tentu wajar jika manusia memiliki keinginan karena itu sudah bawaan dari nafsu yang dimilikinya. Tapi nafsu itu juga anugerah. Karena tanpa nafsu kita juga tidak bisa merasakan pahit manis dunia. Tanpa nafsu kita tidak bisa merasakan manisnya berkah dari aktivitas jual-beli.
Namun, nafsu yang dibiarkan tidak terkontrol dalam berumah tangga itu dampak negatifnya banyak sekali. Sebagai Ibu, aku sangat merasakan dampak yang terjadi kalau ditengah-tengah bulan suka tergoda dengan barang yang tak seharusnya. Budget yang seharusnya segini cukup malah menjadi lahir prematur. Akibatnya, pada akhir bulan aku malah mengambil stok uang tabungan. Ga banget kan?
Nah untuk menghindari pola keinginan yang tak stabil dari emak-emak, maka penting sekali untuk memulai prinsip hidup hemat. Hidup hemat itu bukan pelit! Yes?
*Ah.. Aku sebel sekali kalau diingat-ingat sering dibilang pelit oleh temanku dulu.. Padahal ya wajar lah anak sekolahan kalau pelit, wong uangnya kan terbatas dan eike toh bukan orang kayah.. 😅
Loh kok malah curcol? Okeh, aku tambahin curcolnya.. 😝
Ya, apapun itu hidup pelit dimasa muda itu ternyata lumayan berguna juga. Karena pada tahap menjadi Full Time Mother ini aku merasa seperti kembali pada zaman abegeh. Bedanya, kalau di zaman abegeh duit aku habis buat beli buku dan skincare sementara budget jajan diabaikan serta tabungan gaya celengan ayam. Kalau zaman emak-emak duit aku habis buat keperluan keluarga dan menabung pun buat keluarga dan gayanya dengan investasi. Jadi tetep, ga ada yang namanya prinsip, “Eh, ini uang saya”
Tapi buat perawatan diri pake duit apa hayoo??
Ya duit bersama lah.. 😂 Ambil si merah selembar sisihin buat anggaran perawatan bulanan emak. Haha.. Ini bukan uang egois. Ini uang jaga mata loh ya mak.. Penting..😝
Okeh, sampai kapan kamu nyurcol? To the point aja ya.. 😑
Baiklah, berikut adalah point-point penting buat mengontrol pengeluaran rumah tangga ala shezahome. Yuk, simak!
1. Ingat! Kita butuh Buku Catatan!
Pernah dengar pribahasa, “Besar pasak dari pada tiang?”
Tentu semua sudah tau apa arti dari pribahasa tersebut. Tapi apakah semuanya dapat menerapkannya? 😂
“Aku ga bisa deh, uang bulananku pas pas’an”
“Aku ga bisa, coba hitung bayar cicilan rumah dan pengeluaran bulanan aja ngepass!”
“Aku ga bisa, pemasukan ini aja kurang ya jelas lebih gede pengeluaran suami aku kan cumaaaa”
Iya mak, aku ngerti. Ngerti banget.
Hidup itu emang kejam ya mak.. Gas mahal, Listrik naik, Air ikutan naik, dirumah udah makan punya beras aja rejeki banget apalagi punya lauk, ditambah anak udah mulai sekolah dan mesti bayar SPP serta uang jajannya. Kenapa hidup emak begitu dilematis ya.. Apakah ini yang namanya kekerasan finansial? Ketika protes dibilang uang kurang eh kitanya dituduh cewek matre.. Banyak begini? Banyak mak! 😂
Makanya kita harus punya ‘Buku Catatan’ (gaya blues clues). Eh ada yang tau? Okeh, abaikan.. 😂
Apa yang kita butuhkan? Yes, buku Catatan! 😂
Sebagai emak yang dulunya sempat mendalami ilmu akuntansi maka sejak awal berumah tangga aku termasuk pribadi yang detail. Aku mencatat semua pengeluaran rumah tangga hingga ke uang parkir. Bukan hanya itu, aku juga membuat anggaran bulanan hingga arus kas. Kenapa hal ini dilakukan? Apakah aku sudah menjadi pribadi yang amat pelit? 😂
Tujuanku melakukan hal itu hanya satu. Yes, Pembuktian!
Jadi, ketika suami bertanya, “Kok udah habis uangnya.. Kemana aja ya?”
Noh, aku punya bukti pengeluaran beserta struknya.
Ketika suami ngeles, “Kita beli ini yuk, gapapa kan?”
Noh, aku punya rincian anggaran yang harus dibeli. Mau beli apa lagi sih boleh, tapi yang urgent harus lebih diutamakan.
Dengan adanya bukti catatan pemasukan dan pengeluaran maka suami yang tadinya tidak mengerti akan lebih mengerti. Selain itu, fungsi buku catatan agar dapat mengontrol lebih baik pengeluaran urgent dan non urgent. Dengan begitu, pengeluaran lebih terkendali.
2. Menerapkan metode memasak hemat namun Lezat
Semua emak pasti setuju kalau memasak itu lebih hemat dibanding membeli makanan diluar. Selain itu makanan yang kita makan juga lebih terjamin kesehatannya. Tapi, sebenarnya bisa jadi loh karena addicted memasak anggaran pengeluaran malah bengkak.
Ga percaya? Aku mengalami sendiri loh.. 😅
Ya, ini terjadi ketika zaman aku addicted pengen belajar skill baking. Alhasil aku jadi banyak banget beli stok telur, gula dan mentega. Ditambah lagi saat itu aku masih menyusui. Yah, emak-emak pasti tau dong kalau Busui itu tuntutan makannya gede. Zaman itu uang bulananku hanya habis untuk belajar baking, belanja dan membuat makanan. Yes, Dapur is My Life!
Sebenarnya skill memasak itu bisa membawa keuntungan jika anda dapat mengalihkannya ke bisnis catering. Namun, sepertinya aku tidak bisa seperti itu. Memasak dan baking bagiku hanyalah hoby kecil. Jadi untuk mengorganisir hoby ini supaya lebih hemat aku menerapkan 3 aturan menu dalam memasak dirumah.
a. Membuat menu praktis dipagi hari
Aku yakin tiap emak pagi-pagi pasti rempong. Apalagi yang punya anak kecil atau suami yang kayak bayi gede. 😂
Karena itu di pagi hari aku biasanya hanya mengolah makanan praktis. Entah itu stok frozen food atau hanya sekedar telur dadar besar yang didalamnya penuh campuran supaya keliatan gede. 😂
Nah, kalau ‘urang banjar’ menu pagi ini biasanya praktis sekali. Mereka lebih suka makan iwak karing, wadi maupun pakasam. Tapi problematikanya adalah mereka terbiasa makan kue sebelumnya. Sebenarnya aku juga begitu, hehe..
Jadi kue yang aku buat dipagi hari itu adalah kue praktis dan hemat. Entah itu membuat bikang, roti pisang, atau sekedar ‘untuk’ (roti goreng) yang adonannya aku olah dimalam hari.
Anggaran sarapan dipagi hari aku kategorikan anggaran kecil. Biasanya dengan budget 10ribu sampai 15ribu untuk seluruh anggota keluarga (bertiga). Ga cukup? Karena itu, masak dong beib.. Hihi
b. Menu enak disiang hari
Keluarga kami biasanya makan enak itu disiang hari aja. Maksud disini yang complete version. Ada Lauk, Sayur, dan Buah. Berbeda dengan pagi hari yang biasanya diisi dengan kue dan susu. Kenapa begitu ya? Simple, karena siang itu laper! 😅
Biasanya budget makanan untuk siang hari ini sekitar 20ribu. Kami orang banjar biasanya suka membuat olahan ikan sungai untuk dimasak. Sebagai sayurnya kami suka membuat Gangan Banjar. Alhamdulillah budget masakan banjar tidak begitu mahal.
c. Menu super hemat di malam hari
Biasanya kalian makan malam ga sih?
Kalau keluarga kami sebenarnya kadang suka malas makan malam. Malah biasanya cuma ngemil buah selesai deh. Tapi kalau lagi kena nafsu ‘maruk’ nih kadang bisa juga jalan-jalan keluar beli bakso. Hehe..
Apah? Perut minimalis?
Bukan, itu suami saya. Bukan saya. Sebenarnya saya anaknya juga maruk. 😂
Sebelum menikah makan malam itu wajib. Ngemil sehabis makan malam itu wajib. Nah, ketika zaman menyusui malah nambah lagi yaitu stok cemilan tengah malam itu wajib. Tapi entah kenapa ya.. Ketika anakku udah gede gini aku jadi ikut-ikutan suamiku. Males banget makan malam. Perut rasanya suka kenyang. Hihi
Tapi sesekali kami makan malam kok. Biasanya menu makan malam itu super hemat dan praktis. Yah, kayak nasi goreng, ikan asin dan cacapan, hingga hanya membuat mie instan. Budget untuk makan malam ini biasanya 5ribu-10ribu. Hemat beib. 😂
d. Jadwal baking sebulan sekali
Nah, seperti yang aku ceritakan diatas bahwa aku itu dulu hoby baking. Puncak hoby aku itu ketika zaman menyusui. Jangan dikira loh ya apa-apa semua masak itu hemat. Kalau anda suka baking maka itu juga boros loh. 😂
Aku masih ingat loh zaman menyusui itu aku cuma punya 1 skincare buat muka dan bedak tabur bayi buat make up. Serius ini. Halah, jangan kira ya aku ini beauty addict cuma karena kadang review produk kecantikan disini. Kalian perlu tau emak juga punya masa lalu. Masa ketika emak gila-gilaan beli telur, butter, gula dan tepung. 😛
Karena nafsu makanku sekarang udah enggak gila-gilaan kayak zaman menyusui lagi makanya sekarang aku memutuskan untuk tobat. Lagian siapa juga yang makan kalau aku baking lagi? Anakku sih ga maruk-dia mirip bapaknya, Aku juga udah berhenti jualan. Makanya sekarang aku kasih jadwal khusus buat bikin menu baking yang mahal. Ya, cuma sebulan sekali. Dan terbukti aku bisa hemat dengan mengurangi jadwal bakingku. 3. Tips berbelanja Hemat emak
Semua pasti setuju kalau emak-emak itu doyan banget belanja. Betul?
Belanja is me time.
Tapi kalau emak-emak ga pinter belanja maka pengeluaran ga terkontrol. Berikut adalah tips untuk berbelanja hemat versi emak:
a. Pilihlah pasar traditional
Kamu tim supermarket atau pasar tradisional?
Aku tim pasar tradisional. Alasan aku memilih pasar tradisional diantaranya adalah harga lebih murah. Tentu ini bukan harga dari hasil tawar menawar yang ekstrem. Bagiku tawar menawar sih boleh, tapi cuma sekali dan pengecualian buat pedagang sayur.
Alasan kedua itu yaitu pasar tradisional adalah media sedekah emak yang paling sederhana. Ya, kan kalian tau kalau emak rumahan yang pemasukan bulanan ngarep suami kayak aku menyebabkan aku tidak punya media uang khusus buat sedekah. Tapi dipikir-pikir ya, sedekah itu luas. Kita membeli barang-jasa dari orang aja sudah termasuk pahala. Apalagi nih ya, apalagi di pasar tradisional itu para penjualnya recomended banget buat dibeli barangnya. Karena dengan membeli barang dagangan mereka kita turut membantu hidup mereka juga. Rata-rata penjual dipasar tradisional itu memiliki ekonomi menengah kebawah.
Kamu punya penjual langganan dipasar?
Hmm.. Menurut kalian penting ga sih punya langganan itu? Sebenarnya aku ini tipikal Ibu-ibu yang jarang banget basa-basi sama penjual dipasar. Kalau udah beli barang terus bilang ‘Tukar lah’ (adat jual-beli urang banjar) dan sang penjual sudah bilang ‘Jual’ maka transaksi berakhir. Jadi jelas ya, aku sebenarnya tidak punya langganan tetap. 😂
Sebaliknya kalau ada ‘wajah baru’ dari penjual dipasar aku pengen mampir. Bukannya kenapa tapi aku itu suka mengetes kepribadian penjual. Kadang suka iseng menawar. Eh, ada loh penjual yang langsung pasrah dan manggut-manggut. Ada juga yang langsung marah-marah. Intinya, aku lebih suka membeli barang pada orang yang ramah dan tak meremehkan. 😅
b. Manfaatkan diskon
Diskon? Berarti kamu tim supermarket dan mall juga ya ternyata? 😂
Lebih tepatnya tim diskon sih ya..hihi..
Taukan kalau ketemu emak-emak berkendaraan didekat indo*aret atau al*amart harus hati-hati? Kenapa? Karena mereka bisa ngerem mendadak atau belok mendadak tanpa righting. Cuma gara-gara ngeliat minyak lebih murah 2-3ribu..😂
Ternyata kamu begitu ya win aslinya.. 😅
Bukan, bukan saya. Itu, saya pernah ketemu emak-emak begitu. (atau jangan-jangan tanpa sadar saya juga begitu ya?) 😂
Intinya mak, kalau di supermarket ada diskon gede-gedean sikattt aja mak!
c. Stabilkan uang belanja untuk belanja barang pelengkap di akhir bulan
Sebenarnya untuk point ini juga masih PR sih buat saya. Kenapa? Karena pengeluaran tak terduga itu kadang banyak kadang enggak. Ya, namanya juga manusia. Kita enggak bisa mengontrol musibah yang sewaktu-waktu terjadi. Kita juga tidak bisa mengontrol jika sewaktu-waktu ada uang wajib yang harus dikeluarkan secara mendadak. Endingnya? Akhir bulan emak ga punya tabungan buat beli barang diskonan. 😥
Iya, kalau kalian tim ‘bulan muda’ maka keluarga kami ini tim ‘bulan tua’. Hal ini karena menurut analisa kami bulan tua itu bulan diskon. Entah kenapa ya kalau bulan tua malah banyak diskon, jadi kalau ingin berbelanja barang jenis komplimenter ya jadwalnya dibulan tua.
Jadi prinsip ‘mumpung bulan muda’ itu tidak berlaku dikeluarga kami. Kami tipe yang stabil. 😅
d. Traveling ke tempat yang murah meriah
Menurut kalian bosen enggak sih kalau liburan itu dirumah aja?
Bosen ya. Banget!
Anehnya itu tidak berlaku untuk suamiku dan segala kiri kanan depan belakang keluargaku. Yah kupikir dilingkungan keluargaku cuma aku saja yang punya keinginan travelling terpendam. Pengennya sih ya.. Travelling itu ketempat jauh yang belum pernah dituju, yang pemandangannya indah dengan kuliner enak nan murah dengan fasilitas hotel yang menyenangkan. Tapi? Tapi saya mau hemat pemirsaa karena sekali lagi saya Ibu Rumah Tangga biasa yang pengen ngirit buat investasi masa depan. 😂
Jadilah saya ga pernah travelling kecuali diajak keluarga. 😂
Akhirnya, travelling versi keluarga kami sederhana diantaranya berjalan menyusuri sungai pangeran, sungai miai hingga siring. Disana kami punya pembelajaran sederhana tentang pola hidup masyarakat dari berbagai kalangan. Sesekali kami berjalan melintasi kawasan pasar lima untuk membeli bahan makanan bulanan hingga tetek bengek seperti ikan asin telang. 😂
Tapi serius, traveliing versi keluarga kami itu banyak pembelajarannya. Diantaranya adalah untuk tidak selalu mendongak keatas namun juga menunduk kebawah. Simplenya, hal ini mengajari kami untuk selalu bersyukur.
e. Mencari kesenangan yang sederhana
Me time itu butuh Duit!!!
Eh, kata siapa? Ternyata bahagia itu S.E.D.E.R.H.A.N.A
Saat si kecil udah tidur dan si bapak masih kerja, si emak bisa menuangkan inspirasi dengan menulis di blog, memasak, membaca buku sambil mengelus kucing, hingga menonton korea.
Saat si Bapak kerja dan tinggal si Emak dan si Kecil berduaan maka kami bisa berbagi kisah mengenai suka-duka si Kecil di sekolah. Kami bisa main bersama hingga tertidur. Senang? Senang lah!
Saat si kecil tidur lalu tinggal si emak dan si bapak yang bangun. Yah, u know what happen lah.. 😝
4. Memakai prinsip Frugal Living Style
Beberapa hari lalu aku membayar tagihan air melalui loket pembayaran air di luar. Dari sana aku bertemu para konsumen lain yang juga membayar tagihan listrik dan air disana. Sekitar 5 dari 7 pembayar listrik dan air mengeluarkan uang sebesar 700rb-1juta perbulannya. Emejing ga tuh?
Loh, kok kamu bisa tau sih? Kamu nguping ya?
*Salahkan telinga saya ya, bukan saya.. 😂
Kenapa sih tagihan listrik dan air jadi sedemikian mahal? Ya, salahkan pemerintah! Ops.. 😂
Serius, sebenarnya selain karena subsidi listrik untuk pelanggan 900kwh sudah dihapus hal ini juga karena mereka tidak menerapkan prinsip frugal living style.
Nah, bagaimana prinsip frugal living style versi shezahome? Berikut rinciannya.
a. Memakai lampu hemat energi
Ini work banget! Dulu waktu awal pindah rumah masih ada tuh dua-tiga biji lampu biasa dan ketika kami ganti lampu LED biaya listrik bulanan jauh lebih murah.
b. Mencuci baju dua kali seminggu
Ih jorok amat kok baju ga dicuci-cuci?
Bodo amat ya yang penting aku hemat listrik dan air.. 😛
Kenapa hemat ya kalau semakin jarang mencuci?
Karena aku pakai mesin cuci dua tabung yang mana kata orang elite “Air sabun bekas cucian buang ajah, jorok” maka kata aku “sayang nih masih bisa buat nyuci yang lain” 😛
Bersih ga sih? Ya bersih lah, asal ngebilas bajunya jangan pelit-pelit air juga. Yah sebenarnya sih untuk mantan penduduk desa ngirit air itu susah. Dulu sejak kecil sampai SMA dirumah orang tuaku memakai air sumur. Jadi, memakai air itu sesuka hati.
c. Menyalakan air PDAM hanya 1/4 bagian keran hingga memakai shower dan keran air kecil.
Kenapa sih hanya 1/4 bagian keran?
Karena jika keran air dibuka secara full maka air di kilometer PDAM itu akan laju sekali putarannya. Ini menurutku ga seimbang sama air yang keluar. Kebetulan di daerahku ini jika membuka air secara full tetap saja yang keluar sedikit. Jadi, aku bukan curang yah. Cuma kilometer airnya yang curang.. 😂
Kami punya penampungan untuk menampung air dari 1/4 air keran tersebut. Setelah penampungan itu penuh barulah kami sedot airnya ke tandon atas rumah kami. Air tandon itulah yang kami gunakan sehari-hari. Metode seperti ini juga efektif untuk membersihkan air yang terkadang kalau disedot secara langsung banyak banget kotorannya.
Selanjutnya untuk mandi dan cuci piring, kami menggunakan shower dan keran air kecil agar hemat air. 😂
d. Tidak memakai AC, Oven Listrik dan Dispenser
Banjarmasin panas betah aja ga pake AC?
Dibetah-betahin aja.. Kan buat hemat beib.. Emak gak sanggup kalau jatah bulanan harus dibagi buat listrik AC doang.. 😝
Iya berhubung keluarga kami masih merintis tertatih-tatih untuk membangun perekonomian yang lebih baik.. *tsah.. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak memakai AC bahkan Oven Listrik dan Dispenser.
Menyesal juga sih kemarin buat apa ya beli oven listrik? Mungkin saat itu semangat baking saya sedang menggebu-gebu tanpa memikirkan dampak listrik yang akan naik. Akhirnya, oven itu cuma nangkring kece didapur tanpa dipakai. Sama halnya dengan dispenser, nangkring tanpa dipakai sama sekali. 😂 e. Setrika baju seminggu sekali dan hanya baju urgent saja
Ehm, kalau ini sih berlaku sejak aku remaja. Pokoknya yang namanya nyetrika itu males banget. Anehnya nih ada aja yang bilang aku anaknya rapi (Rapi dari hongkong?) 😂
Iya itu aku, tapi ada loh orang yang perfeksionis banget sampai baju kaos dan daster aja disetrika untunglah aku masih tidak sesempurna itu. Kadang mikir juga sih, Ini rajin atau kelewat rapi ya? Yang jelas sih lumayan listriknya. 😂
***
Ya, itu dia tips menghemat pengeluaran rumah tangga ala shezahome. Sekali lagi itu ala rumah tangga kami aja ya. Jangan baper bacanya kalai tak seirama. Ambil hal yang baik abaikan curcolan tidak jelas. 😂
Karena kayaknya saya udah lama ga nulis jadi tulisannya mau gaya nyurcol dulu.