Ujian 5 Tahun Pernikahan yang Perlu Kalian Ketahui

Ujian 5 Tahun Pernikahan yang Perlu Kalian Ketahui

source image: detik.com

Siapa bilang menikah itu mudah?

Lalu, apakah menikah itu sulit? Menderita? Tersiksa?

Menikah itu tidak semudah yang kita bayangkan. Tidak sereceh dongeng-dongeng masa kecil yang menyebutkan bahwa menikah adalah akhir yang bahagia.

“Dan Mereka Hidup Bahagia Selamanya.. Tamat…”

Tidak. Tidak seperti itu.

Menikah adalah awal dari langkah yang baru. Suasana baru, lingkungan baru, tantangan baru, dan proses menuju pendewasaan diri yang lebih dari sekedar terlihat dewasa. Dengan menikah, tidak lantas hidup akan bahagia.. Selamanya..

Betapa banyak kita melihat pernikahan seumur jagung? Baru beberapa bulan, hingga hitungan minggu saja banyak yang sudah ‘bubar’. Adapula pasangan yang memutuskan untuk berpisah begitu saja meski mereka sudah memiliki anak. Lalu, dimana sebenarnya kekuatan dari pernikahan itu?

Baca juga: Pembelajaran Berharga dari Film Go Back Couple

Well, ini bukan kali pertama aku pernah bercerita tentang Pernikahan, kepribadian pasangan, hingga selak beluk jatuh bangun keluarga lainnya. Ini adalah tulisan ‘kesekian’ kalinya. Dan ini juga aku buat dalam rangka ulang tahun pernikahan yang ke-6. Lebih tepatnya, sebenarnya ulang tahun pernikahan kami sudah beberapa bulan yang lalu. Haha.

Baca juga:
Mengapa menikah muda? Apakah aku MBA?
Ketika Introvert menikahi Introvert

Banyak para senior mengingatkan, bahwa masa-masa 5 tahun pernikahan adalah masa tersulit untuk dijalani. Itu…. Benar sekali.

Ada beberapa ujian inti yang harus dilewati untuk melewati masa rentan dalam pernikahan. Ujian itu diantaranya adalah:

1. Ujian Perekonomian

source image: money.id

Percayalah, untuk ujian yang satu ini adalah tipe kelas berat. Dan ini harus dilalui meski dalam pernikahan yang tergolong ‘muda’. Bukan, muda disini bukan dalam segi umur pasangan. Tapi dari umur pernikahan. Percayalah, kalian akan merasakan ujian ini di awal-awal proses membangun rumah tangga. Ujian ekonomi adalah ujian bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

“Tapi beda cerita kalau kalian sudah masuk golongan ‘horang kayah’…”

Lalu, ada yang bilang, “Makanya aku gak mau menikah sebelum karir aku sukses. Karena pengeluaran aku banyak. Dan aku gak mau suami menanggung semuanya..”

Ada lagi yang bilang, “Aku gak mau nikah kalau belum punya rumah plus mobil. Apalagi tinggal di tempat mertua. Sakiiiit hati aah nanti..”

Ada lagi yang bilang, “Kita nikah aja dek. Insya Allah pasti pintu rejeki akan terbuka dan ‘bla bla'”

Lalu, apa semuanya salah? Well, aku tidak menyalahkan semua pendapat diatas. Semua punya alasan masing-masing. Entah itu karena pembelajaran hidup dari orang tuanya maupun sekitar. Entah itu karena sudah dalam perencanaan yang matang. Tapi percayalah, sebagus apapun rencana anda.. Ujian Perekonomian ini PASTI ADA.

Menikah muda, belum punya rumah, belum punya penghasilan yang cukup, lalu menumpang hidup dengan orang tua atau mertua. Banyak begini? Banyak. Yang menikah usia matang pun bahkan banyak yang begini. Bukan hanya menikah muda saja.

Memutuskan mengkredit rumah untuk nyamannya perasaan pasangan. Tapi, risikonya suami-istri harus kompak dalam mengatur budget bulanan. Bahkan, adapula sang istri yang sanggup rela membantu pemasukan bulanan dengan bekerja. Banyak begini? Banyak.

Untuk pernikahanku sendiri, ujian perekonomian adalah ujian pertama. Yah, memiliki anak yang tadinya mau ditunda adalah beban perekonomian yang tidak terduga. Aku yang awalnya ingin menjadi ‘wanita produktif’ dengan bekerja akhirnya harus merelakan diri menyerahkan beban perekonomian hanya pada tulang punggung suami yang sebenarnya… Keluarganya pun jauh membutuhkannya dibanding denganku.

Ini adalah ujian yang berat untuk awal pernikahan. Menahan beban tinggal dengan orang tua maupun mertua dimana aku tidak punya sedikitpun ‘uang jajan’ untuk memanjakan diri. Sementara anak masih kecil dan LDR dengan suami. Memang, orang tuaku tergolong kaya. Begitulah orang dengan nyamannya memandangku. Tapi tidak pernah ada yang tau beban batin yang aku pikul setiap kali aku berselisih pendapat dengan mama. Semuanya kenapa? Karena ujian ekonomi..

Baca juga: Surat Untuk Mama, “Maafkan Anakmu yang hanya bisa menjadi Ibu Rumah Tangga Saja”

Ujian perekonomian adalah ujian yang pasti dilewati pasangan. Tak menutup kemungkinan walau pasangan berasal dari keluarga kaya. Tak menutup kemungkinan walau suami istri adalah pasangan yang mapan. Percayalah.

2. Ujian Ego masing-masing

source image: jadiberita.com

Ada pasangan yang diuji ekonominya, adapula pasangan yang diuji dengan perasaannya.

Para tetua bilang, “Menikah itu intinya harus mengalah, berkorban. Kalau sama-sama ‘keras’ maka sulit jadinya”

Ah, ini benar sekali.

Entah sudah berapa banyak pertengkaran di dalam rumah tangga kami. Dari awal hingga akhir, dari bulan ke bulan pastinya adaaaa saja yang membuat bertengkar. Dari adegan saling adu mulut sampai mengurung diri di kamar hingga update status. Haha

Tapi konon, rumah tangga tanpa pertengkaran itu tidak asik. Yah, aku mengerti maksudnya sekarang. Karena rumah tangga dengan warna warni pertengkaran itu artinya suami istri sama-sama mulai ekspresif dalam berpendapat. Dan ini penting sekali. Bandingkan dengan pasangan yang tidak seimbang. Yah.. Something like.. Yang satu ekspresif sekali.. Yang satu diaaaaam saja.

Pertengkaran adalah tahap pendewasaan ego pasangan.

Nah, kalian tahu bahwa dalam tahap pertengkaran itulah ujiannya. Dan ujian iniiii… Berat beb..

Pada puncaknya, banyak sekali pasangan yang memilih bercerai hanya karena tidak dapat memahami pasangannya. Tidak mau mengalah dalam satu dua hal dan keras pada egonya masing-masing.

3. Ujian Anak

Ujian Anak? Ujian macam apa ini?

Ujian belum punya anak? Atau ujian tidak siap memiliki anak?

Atau ujian memiliki anak laki-laki melulu..
Atau ujian memiliki anak perempuan melulu..

Atau ujian anak yang tidak sempurna? Sakit-sakitan?

Nah, banyak sekali kan ujian anak itu?

Banyak pasangan yang dianugerahi perekonomian yang cukup mapan, saling memahami satu sama lain.. Namun memiliki masalah pada Anak. Entah itu belum punya anak, kelainan pada anak, hingga problematika receh seperti.. “Kok anaknya perempuan terus?” atau “Kok laki mulu..?”

Tiap keluarga memiliki sudut masalahnya masing-masing. Dan ujian anak sungguh merupakan ujian yang cukup berat. Maka, bersyukurlah jika memiliki anak yang sempurna dan penyejuk hati kedua orang tuanya. Memiliki anak seperti ini akan mengurangi efek badai dari ujian perekonomian dan ujian ego.

Dan harus kuakui, anakku Farisha adalah salah satu dari penyejuk itu.

Saat perekonomian keluarga kami sangat turun diawal pernikahan namun kehadiran Farisha telah memberi semangat baru dalam kehidupan rumah tangga kami. Kami yang awalnya sering bertengkar dan tak mau mengalah pada ego masing-masing akhirnya luluh oleh senyum dan tangisannya. Sebuah keajaiban terjadi begitu saja. Kesuksesan karir suamiku dan rentetan hal-hal baik lainnya.

Sungguh, aku yang mengira memiliki anak usia dini adalah ujian kini mulai mengerti kenapa Tuhan mengirimkannya begitu dini pada pernikahan kami.

Karena bagi pernikahan kami, anak adalah kekuatan yang memberi akar kuat pada pondasi cinta dalam rumah tangga kami.

4. Ujian Campur Tangan Pihak ke tiga

Pihak ketiga? Apa artinya selingkuhan?

Bukan. Pihak ketiga ini bukan hanya tentang itu. Tapi luas.

Mertua campur tangan, Mama campur tangan, Ayah campur tangan, Ipar campur tangan. Aduh, ini berat beb. Jangan ditambah lagi deh sama pelakor. Haha

Makanya, dulu pernah ada salah seorang yang bilang kepadaku bahwa “Jangan pernah menikahi ‘anak mami’, sungguh berat. Kamu gak akan sanggup.”

Ternyata benar, menikahi suami yang begitu menomor satukan mamanya adalah ujian yang cukup berat buatku. Semuanya serba terbagi. Dari mulai pemasukan, kasih sayang hingga apapun. Well, sebagai menantu yang kadar ‘kekanakannya’ masih sangat labil tentu aku pernah sekali merasakan kecemburuan teramat sangat kepada mertua. Tapi, rasa cemburu itu akhirnya berefek positif pada diriku sendiri. Ya, kalian bisa membaca pengalamanku dan suka duka dengan mertua.

Baca juga: “Untuk Apa Aku Membenci Mertuaku?”

Memang ya, aku sih masih patut bersyukur sekali sebenarnya karena suamiku cenderung introvert tinggi dan kadar kemungkinan selingkuhnya rendah. Sehingga Alhamdulillah sampai sekarang memang tidak pernah mencium adanya tanda pelakor yang datang.

Lantas bagaimana kalau ujiannya itu pelakor?

Well, karena sungguh aku tak pernah berada diposisi istri yang diselingkuhin terus terang aku tidak begitu tau bagaimana solusinya. Namun, saat melihat salah satu kasus pada temanku. Aku memetik sebuah pembelajaran berharga bahwa pelakor datang saat ada celah antara keharmonisan suami-istri. Entah itu tentang komunikasi, pelayanan yang kurang, dan kebutuhan yang tidak tercukupi.

Pihak ketiga akan datang mengisi setiap lobang kosong yang ada pada ruang hampa suami maupun istri. Namun, sebenarnya lobang tersebut akan lebih nyaman rasanya bila diisi oleh komunikasi yang terbuka, pemahaman satu sama lain serta kasih sayang. Yah, itu yang aku tau selama ini. Tidak ada keluarga yang tidak pernah disinggahi oleh orang ketiga. Itu adalah salah satu ujian dan kita harus menghadapinya.

5. Ujian Penerimaan

“Ternyata suamiku itu begini, sumpah aku baru tau loh ternyata dia itu… Bla bla..”

“Dulu waktu pacaran, istriku itu begini loh, begini. Manis banget kan? Ternyata pas udah nikah.. Beuh.. Apalagi pas sudah punya anak.. Beuh…”

Pastinya kita yang sudah menikah pasti mengalami fase ini. Fase shock saat mengetahui sifat pasangan yang ternyata… Oooh.. Dia begini… Haha..

“Makanya.. Pacaran itu perlu untuk mengenal kepribadian pasangan…” Katanya..

Menurutku, hal ini bukan karena kita tidak pacaran sebelum nikah. Ada kok dan banyak kok yang menikah setelah bertahun-tahun lamanya pacaran. Nyatanya, tetap saja saat sudah menikah banyak sifat asli yang tiba-tiba muncul begitu saja. Padahal loh, sudah 7 tahun pacaran. Jadi, pacaran bukan jadi tolak ukur dan proses seleksi yang tepat untuk mengaudisi kepribadian pasangan. Haha. *lagaknya ngomong kayak yang nulis enggak pernah pacaran.. 😂

Aku pacaran? Iya, aku pacaran kok dulu. Tapi pacaran bentar langsung nikah. Wee..

Selebihnya, sebelumnya hubunganku dengan suami adalah hubungan aneh antara mahasiswi dan dosennya.

*omongan mulai ngalor ngidul

Jadi, rasa shock melihat sifat baru pasangan before n after married itu kesimpulannya adalah hal biasa. Disinilah kita harus memiliki hal ekstra untuk mempertahankan pernikahan, yaitu..

Ya.. Terima saja.. Hihi..

Selama hal itu masih dalam hal yang wajar, tidak menyakitkan dan masih banyak hal positif lainnya dibanding kekurangan yang ada. Menikah itu jangan egois, shock melihat kekurangan pasangan langsung main cerai. Du du duh.. Itu kekanakan sekali. Lebih baik update status loh. *eh

Punya pasangan yang agak lazy.. Tapi enggak pernah main-main keluar rumah dan lebih memilih main game dibanding hiburan tidak baik lainnya. Syukuri saja. Dia tipe hemat dan setia.

Punya pasangan enggak bisa masak.. Tapi dibanding mommy seumuran dengan anak lainnya dia termasuk dalam kategori paling cantik dan energik bersosialisasi. Syukuri saja. Dia tipe yang punya banyak relasi dan pandai bergaul.

Punya pasangan working holic.. Pulang kerumah jarang-jarang. Tapi rejeki selalu lancar dan tidak pernah dalam kondisi kekurangan. Syukuri saja. Suatu hari nanti, akan tiba saatnya dia lelah dan mulai mengutamakan keluarganya.

Punya pasangan bisa masak, bisa cari duit, tapi tak kunjung hamil. Syukuri saja. Mungkin ini adalah tahap ujian penerimaan tingkat tinggi. Suatu hari nanti, akan tiba saatnya kesabaran itu berbuah manis.

Ya, ini adalah contoh-contoh yang aku ambil dari kehidupan teman-teman sekelilingku.

Mereka yang terus bertahan dan menerima serta tak hentinya memberikan yang terbaik.

Karena tidak ada manusia yang sempurna. Konon, mereka ‘yang baik-baik’ akan dijodohkan dengan ‘yang baik-baik pula’. Tapi pernahkah kita bertanya, Mengapa sebagian tidak??

“Karena Tuhan mempercayai kekuatan kita yang lain.. Kekuatan menerima dan mengubah kepribadian pasangan menjadi lebih baik..”

***

Nah, itu dia ujian dalam pernikahan yang perlu kalian ketahui. Menikah itu gak mudah loh. Apalagi mempertahankan pernikahan. Itu berat beb, sungguh.

Jadi, 5 tahun pernikahan itu adalah perjuangan. Kalian punya cerita lain tentang suka-duka kehidupan pernikahan? Sharing yuk!

Komentar disini yuk
418 Shares

5 thoughts on “Ujian 5 Tahun Pernikahan yang Perlu Kalian Ketahui

  1. ujainku lebih berat🥺
    suami gak punya kerjaan
    aku dari sebelum nikah udah punya usaha sendiri skrg nikah malah punya suami ga punya kerjaan
    kerjaanya buka tiktok ngeGame nonton youtube.
    perlakuanya kasar & suka cuek!
    mau sabar terus capek
    mau ninggalin masih cinta🥺🥺

  2. Q gak tau harus berkomentar bgaimana..yg jls q jg sdh menikah 1,5thn..dan skrg q sdg mengandung..sbntr lagi melahirkan..q msh bkrja sebgai guru..jd pmbljrnya darring..dan suamiku kdg bekerja kdg gak..krna terdampak covid..dan yg jls Qt LDR an..q tgl drmh ortuku..krna lg hamil..ingin rasanya styp hari ditemani oleh suami..tp alah daya.untuk saat ini tak mungkin..hajiku jg buat mencukupi kebutuhan sehari2 JK Dy TDK da pemasukan..kata yg sllu terngiang adalah bertahan..jlni dengan kesabaran dan senyuman.walaupn itu tak mudah.

  3. Pernikahan ku baru menginjak 3 tahun dan ini berat sekali harus tinggal bareng mertua, mau pulang k ortu sendri susah..
    Perekonomian mogok, kebutuhan banyak …
    Mau pergi takut dosa..
    Mau ninggalin masih cinta .

  4. Kebanyakan yg curhat istri tentang suaminya….
    Suami jg manusia tentunya punya persoalan yg sama bgmn menghadapi istrinya yg bermacam2 tingkahnya

  5. Bebanku semakin berat setelah menikah, tinggal bareng mertua, harus bayar semua biaya bulanan. Sementara suamiku terkena dampak pandemi covid-19, sehingga nafkahnya terbatas.
    Aku agak gak rela krn uang gajiku harus direlakan buat menutupi tagihan bulanan itu 😭 belum lagi kebutuhan sehari-hari ☹️ aku rasanya pengen nyerah aja, balik lg jd anak kos. Aku kudu gimana ? 😭
    Sementara mertua gak tau klo aku yg tanggung

Komentari dong sista

Your email address will not be published.

IBX598B146B8E64A