Browsed by
Category: Social Activity

Tentang Beropini di Sosial Media, Apakah Bisa Setransparan Mungkin?

Tentang Beropini di Sosial Media, Apakah Bisa Setransparan Mungkin?

Jujur, sudah sekitar 2 bulan ini aku tidak terlalu memantau sosial media. Aku katakan ‘tidak terlalu’ bukan berarti lepas sepenuhnya. Hanya saja, aku hanya memprioritaskan untuk melihat apa yang ingin aku lihat. Teman-teman dekatku saja misalnya. Atau akun instagram yang menghibur saja contohnya.

Aku memang bukan tipe orang yang suka melihat tiktok. Karena reels di instagram sudah amat mewakili konten yang aku butuhkan untuk keseharianku. Aku juga tidak terlalu memantau twitter. Capek melihatnya. Itu aku. Mungkin karena kebutuhanku sekarang juga sudah berbeda dengan aku yang dulu.

Namun, ada satu sosial media lagi yang kadang iseng aku buka. Berandanya muncul secara abstrak. Kadang teman dekat bisa muncul, kadang juga tidak. Entah kenapa hari itu aku melihat salah seorang temanku (yang juga sebenarnya tidak terlalu dekat) me-share status facebook orang ini (yang nama akunnya tak ikut aku screenshot)

Baca dulu, dan aku yakin kalau yang membaca teman bloggerku, mindset dalam memahami sebuah opini pun bisa lebih bijak. Ya kan?

Ini Sosmedku, Bukan Sosmed Kalian

Hal pertama yang aku lakukan setelah membaca status itu adalah kepo pada komentar-komentarnya. Pikiranku sibuk mengkalkulasi opini. Mana yang lebih banyak? Yang julid atau yang memiliki pemikiran serupa?

Ada 200++ akun facebook yang bereaksi dengan tertawa. Namun, ada ratusan pula yang bereaksi dengan love. Selebihnya adalah reaksi suka dan komentar pro dan kontra. Kalau aku kalkulasikan secara abstrak berdasarkan ‘sekali lihat’. Status Ibu ini memiliki pro kontra yang seimbang. Sebagian menyukainya, sebagian lagi menertawai mindset dan mengkritik status ibu ini.

Kepo, aku pun mengklik akun Ibu tersebut. Dan mendapati beberapa statusnya memiliki jumlah like yang lumayan ‘banyak’. Serta ribuan follower. Itu artinya, Jauh hari si Ibu sudah membangun branding sebagai seorang ibu pembisnis yang cukup frugal living dalam hidupnya. Selama itu pula banyak akun yang memfollow dan menyukai statusnya.

Pertanyaan berikutnya, apakah salah menyinggung dan menyindir konsumen dan pembisnis setarbuk pada sosmed pribadi? 

Mungkin beberapa temanku akan menjawab tidak salah. Karena ini sosmedku, bukan sosmed kalian. Jika ingin beropini kontra, buatlah status sendiri. Bukan menumpang pada ‘rumah orang lain’. Beberapa temanku yang lain mungkin juga akan menjawab bahwa itu salah. Karena saat kita membuat status dan menyindir pihak lain, maka itu sudah termasuk dalam hal yang tidak baik dilakukan. 

Bagaimana denganku? Apakah aku berada pada pihak yang pro atau kontra?

Setiap Orang Pernah Terpeleset di Sosial Medianya Sendiri

Jujur, aku tak bisa pro. Tak bisa pula kontra. Mungkin karena duniaku sekarang bukan lagi duniaku yang dulu.

Dulu, jujur aku memiliki mindset yang mirip sekali dengan ibu ini. Aku sering membuat status di WA tentang masakanku dan berapa modal untuk membuatnya. Mungkin itu bisa menginspirasi pikirku. Tapi pada suatu hari, aku juga pernah mengkritik betapa mahalnya makan di restoran A, B, C. Padahal rasanya ‘Beh’ aja. “Ah, hidup itu memang tentang memilih lifestyle agar bisa maju..” Pikirku.

Aku juga pernah mengkritisi tindakan manusia yang suka mengoleksi barang-barang ‘itu-itu saja’ dengan harga yang tidak masuk akal. Pada mindsetku saat itu, kenapa harus beli barang yang mahal dengan kualitas yang mirip saja dengan barang yang standar harganya. Kan kita sebagai konsumen harus bijak dan hemat.

Pada status-status yang pernah aku lontarkan. Ada beberapa yang terinspirasi. Kebanyakan dari mereka yang memiliki ekonomi menengah hingga menengah kebawah. Aku senang, statusku bisa membuat perekonomian mereka berjalan lebih bijak. Dari situ, aku pernah dalam fase semakin semangat mengunggah ‘cara hemat’ dalam hidupku.

Tapi disisi lain, ternyata statusku itu merupakan kata-kata yang menyakitkan bagi mereka yang memiliki ekonomi keatas. Atau mereka yang memiliki ekonomi sama sepertiku namun ingin memprioritaskan hal yang berbeda.

Dari situ aku sadar, bahwa keangkuhan dan perasaan ‘paling benar’ yang aku miliki membuatku terpeleset di sosial media. Fenomena terpeleset di sosial media ini pun jujur tak hanya 1 sampai 2 kali aku alami. Sering. Namun, apakah aku menjadi jera membuka sosial media?

No. Karena sosial media membuatku banyak belajar. Hanya saja, aku mulai mengurangi itensitas untuk membuat status di ruang yang lebih publik. Aku menyadari, saat membuat tulisan atau apapun itu.. Ada banyak kepala yang menyimaknya dalam cara yang berbeda.

Algoritma Pengumpul Circle

Aku anaknya ‘baperan’. Jujur, baperan banget. Saat beberapa kali terpeleset di sosial media. Aku akan mengobati luka terpeleset itu dengan durasi yang ‘sangat lama’. Dulu, aku memulai sosial mediaku dengan masakan dan frugal living. Saat terpeleset. Aku off lama di sosial media. Lantas saat memulai lagi, aku muncul dengan diri yang berbeda. Tak lagi sering membahas cara hemat dalam hidup. Namun lebih sering memposting tentang parenting. Karya anak-anakku dll. Bagiku, its a new start.. Namun aku tidak sadar, bahwa saat itu pula, algoritma sosial mediaku pun berubah. Aku kehilangan view oleh orang-orang yang dulu menantikan cara dan tips hematku. Tapi aku memiliki follower baru yang memperhatikan cara parentingku.

Dalam membuat konten parenting pun aku pernah terpeleset dalam mom shaming. Tanpa sadar aku jadi sering menyindir mereka yang masih menganut patriarki garis keras. Banyak yang menyukai pembelaanku dan insight feminis yang mulai aku koarkan. Ada masanya, aku merasa benci sekali dengan orang-orang yang memaksa para ibu untuk serba sempurna. Namun, rasa-rasa demikian tak aku teruskan lagi. Karena aku tau, aku sedang terpeleset dan mulai melakukan hal tidak baik. Aku off lagi membuat konten demikian. Banyak merenung. Banyak koreksi diri,

Aku sadar, ‘rasa lebih baik dari pada orang lain’ itu toxic sekali. Karena itu, sosial mediaku belakangan menjadi sosial media yang ‘damai’. Aku hanya berani ‘bersuara’ lewat review drama korea. Berani menampilkan diri yang sekarang lewat job endorse produk. Sesekali curhat, namun itu pun di edit berkali-kali dan durasinya menjadi sebulan sekali. Sesekali aku lebih fokus untuk belajar. Belajar hal baru dan baru lagi. Algoritmaku pun mulai bingung menentukan prioritas karena begitu banyak hal yang aku pelajari belakangan ini

Belajar Investasi. Lalu muncullah berbagai akun reksadana dan saham yang bagus.

Belajar membuat konten perusahaan. Lalu muncullah berbagai akun edukasi membuat konten dll.

Lalu, apa hubungannya heading kali ini dengan tulisan ibu-ibu diawal tadi?

Jujur, aku SALUT dengan akun ibu-ibu itu. Aku melakukan scroll dan scroll atas akunnya. Aku mendapatkan ilmu baru. Bahwa sejelek apapun tulisan atau konten yang kamu buat… KONSISTEN IS KOENTJI.

Kalau boleh beropini, tulisan ibu-ibu tersebut enggak begitu aku sukai. Karena banyak yang berbau ‘yang aku lakukan ini lebih baik lo dibanding kalian’. Namun, karena Ibu-ibu ini konsisten dalam mempromosikan mindsetnya. Maka follower yang ‘satu mindset’ pun berdatangan secara konsisten. Karena itulah, meski ada satu tulisan yang ‘jelek’ dimata sebagian orang. Masih banyak yang menyukai tulisan mode demikian. 

Aku belajar banyak dari Ibu ini bahwa untuk membangun personal branding, janganlah menjadi orang yang ‘baperan’. Sedikit-sedikit tersinggung. Off lama. Dan tak konsisten. Membuat algoritma sosial media pun bingung memandang kita sebagai ‘orang yang suka apa sih?’

Aku memperhatikan kolom komentar yang mengkritik tulisan ibu diatas. Tak ada satupun hate comment yang dibalas. Namun, hate comment tersebut juga tidak dihapus. Bagaimanapun mindset si Ibu. Dia punya batas dan pagar sendiri dalam menanggapi orang lain. Ia hanya fokus pada komentar yang bagus dan tetap fokus membangun dirinya apa adanya.

Damage Tulisan vs Lisan yang Berbeda

Sadarkah bahwa.. tulisan Ibu dalam statusnya tersebut sebenarnya mungkin sering kita dengarkan. Jujur, orang-orang disekitarku sering loh berbicara tentang hal demikian.

“Makan di rumah makan A, mahal banget. Padahal makanannya gak enak. Heran banyak orang kesana. Duitnya berapa banyak. Tapi aku sekarang duitnya banyak juga gak mau kesana.. Mending buat..bla bla”

Saat mendengar kata-kata demikian, kita sih ‘Beh’ aja. Bahkan mungkin bisa memaklumi meski itu terasa salah. Kenapa? Karena menyindir secara lisan dibanding menyindir melalui tulisan di sosial media.. damagenya memang berbeda. 

Dan berikut alasannya:

Pertama, karena saat berbicara secara lisan. Kita lebih tau dengan lawan bicara kita sendiri. Lawan bicara kita yang memiliki latar belakang sama dengan kita dan memiliki pola pikir ekonomi yang sama, cenderung merasakan hal serupa. Lawan bicara yang tak memiliki latar belakang dan ekonomi yang sama namun lebih memahami kita pun bisa ‘maklum’ karena dalam pikirannya.. ya setiap orang berbeda bukan. 

Kedua, karena saat berbicara secara lisan.. Lawan bicara kita bisa merasakan emosi yang terkandung dalam mimik dan nada bicara. Bercanda kah. Atau ingin merasa diakui kah… sehingga prasangka negatif lebih nyaman ditepis dibanding secara tulisan.

Ya, entah kenapa dengan maraknya sosial media. Manusia sekarang kebanyakan lebih suka mengekspresikan apapun di sosial media dibanding secara lisan. Padahal, lisan adalah penyaring pertama yang low risk. Karena sifatnya lebih privasi. Bukan publik.

Tapi kembali lagi, jika orang tak pernah terpeleset secara publik. Ia tak pernah tau dimana letak kesalahannya karena privasi satu circle cenderung meloloskan kesalahan. Jika kita tak pernah punya keberanian mengungkapkan diri pada publik. Tak akan ada follower satu value yang didapatkan, tak ada kesempatan untuk koreksi diri. 

Diluar sana, banyak orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan kita. Sosial media, algoritma yang mengumpulkan circle serupa menjawab itu semua agar dibenarkan, agar diakui. 

Sosial media, adalah pisau bermata dua. Yang jika digunakan dengan bijak akan mendatangkan banyak rejeki dan manfaat. Namun, jika digunakan dengan kebablasan. Akan mendatangkan banyak kritik yang menguji apa yang sudah kita yakini selama ini.

Kembali lagi, siapkah kita menerima risiko dan memperbaiki diri saat terpeleset di sosial media? Karena sebenarnya.. setiap opini yang tak bagus-bagus amat pun..memiliki pasarnya masing-masing. Seperti contoh kasus ibu tsb.

Pertanyaan terakhirku.. Saat sadar bahwa opini kita dikritik.. mana yang lebih dipilih.. ?

Memperbaiki diri dan membangun circle baru?

Atau mempertahankan branding personal apa adanya?

Gerakan Sederhana Muda Mudi untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Gerakan Sederhana Muda Mudi untuk Mitigasi Perubahan Iklim

“Ma, apakah dulu banjir memang semengerikan ini?”

Pica bertanya padaku dengan keheranan sambil melihat tayangan banjir yang terjadi di Barabai awal tahun lalu. 

“Hmm.. Gak juga Pica, dulu ya banjir juga. Tapi, gak sampai merobohkan jembatan dan menghanyutkan banyak rumah begini..”

“Kenapa bisa gitu ya ma?”

“Banyak faktor sih Pica, yang nyata terjadi itu pepohonan ditebang tanpa reboisasi. Tambang dimana-mana. Hutan udah gak kayak dulu. Manusia butuh itu tapi lupa untuk merawat lagi. Air hujan gak terserap. Dan kita belum bicara soal pemanasan global akibat itu semua. Perubahan iklim nyata terjadi akhir-akhir ini. Hiks”

“Perubahan iklim? Maksudnya besok panas hari ini hujan gitu ya Ma?”

“Bukan Pica, lebih rumit dari itu.. Yang jelas ini tanggung jawab kita bersama.”

Perubahan Iklim, Salah Siapa? 

Sebenarnya, perubahan iklim di bumi itu salah siapa? Apakah memang bumi kita sudah terlalu tua? Atau, memang kita sebagai manusia harus sedikit intropeksi diri? 

Perubahan iklim terjadi diawali dengan adanya pemanasan global yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yang diantaranya terdiri dari karbondioksida, metana, nitrogen dsb. Sehingga membuat konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer semakin meningkat.

GMKG

Kita bisa melihat kenaikan air laut mulai berubah sehingga mengurangi wilayah permukaan pantai, bahkan suhu udara pun juga mulai meningkat. Dan bencana yang begitu membekas di awal tahun 2021 adalah peningkatan curah hujan yang menyebabkan banjir terparah di Kalimantan Selatan. Bahkan, banyak korban tanah longsor di daerah Pelaihari, kampung halamanku dahulu. Sedih sekali jika mengingat kembali. Tak cukup sampai disitu, jembatan yang bertahun-tahun kokoh pun ambruk ditengah bencana banjir. 

sumber gambar: instagram @habarbanua._

Wabah penyakit pun juga turut disebabkan oleh adanya perubahan iklim. Setelah banjir mulai surut, ramai wabah demam berdarah melanda berbagai daerah. Dampak perubahan iklim memang tidak main-main. 

Lantas, salah siapa semua ini? 

Ya.. Zaman semakin maju, manusia yang awalnya hanya butuh sandang pangan papan kini mulai meningkat kebutuhannya. Lama kelamaan, hal yang dulunya hanyalah kebutuhan sekunder meningkat menjadi kebutuhan primer. Karena zaman semakin maju, manusia tak bisa hanya diam di tempat dan ketinggalan. Maka, berbagai inovasi pun terjadi. 

Manusia butuh listrik, transportasi dll. Maka, pertambangan minyak bumi, batu bara dan penebangan hutan pun dilakukan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. 

Perubahan iklim memang disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca. Tapi, peningkatan itu terutama berasal dari proses industrialisasi, pembakaran bahan bakar fosil dari kendaraan bermotor, penggundulan hutan dan perubahan tata guna lahan, bahkan hal kecil seperti penggunaan aerosol pun ikut berperan.

Sesungguhnya, tidak akan jadi masalah jika saja inovasi diiringi dengan perbaikan. Namun, kadang manusia lupa akan perbaikan. Ia hanya tertarik dengan produktifitas yang tinggi. Atas nama kebutuhan bersama dan adanya keserakahan segala hal menjadi dibenarkan. Kesalahan pun dilakukan terus menerus sehingga menyebabkan hal yang besar. Termasuk itu perubahan iklim. 

Nah, Kalau diperhatikan, kesalahan manusia tak melulu diawali oleh hal yang besar. Biasanya, kesalahan besar diawali oleh kesalahan kecil yang dimaklumi. Sebut saja hal kecil seperti membuang sampah di sungai atau pinggiran pantai. Mereka melihat, oh tidak apa-apa. Toh cuma sampah kecil. Besoknya, sampah-sampah ini bertambah banyak. 

Itu baru permasalahan sampah. Masalah yang sering terjadi di kalimantan atau tempat tinggal ku adalah permasalahan yang lebih dari itu. Setiap musim kemarau, kami harus ‘rela’ menghirup wangi asap pembakaran lahan selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Atas pembenaran lahan sawit yang dibutuhkan oleh banyak manusia di bumi.

Kami para warga kalimantan juga harus merelakan hutan-hutan yang digunduli demi pertambangan. Hal yang konon lebih banyak manfaatnya bagi seluruh dunia. Tapi kadang, manusia lupa akan manfaat hutan baginya. 

Dan banjir besar pun datang. Hutan kalimantan sudah rusak, tak mampu menampung air hujan.

Aku menyadari bahwa tak hanya penduduk kalimantan yang merasakan dampak dari perubahan iklim. Diluar sana, banyak daerah yang mengalami kerusakan akibat gas buang industri. Banyak pula daerah yang langitnya tak secerah langit kalimantan akibat adanya kerusakan ozon. Aku juga melihat dan membaca keluhan teman-teman yang berada diluar Kalimantan. 

Dari hal itu aku menyadari satu hal. 

Sungguh perubahan iklim adalah tanggung jawab kita bersama. 

Indonesia Mulai Sadar dan Berusaha Untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Jika dampak perubahan iklim bagi kita adalah adanya bencana alam maka bagi petani Indonesia hal ini berpengaruh pada mata pencaharian mereka. Dan tentunya, jika tidak diatasi maka sumber pangan kita suatu saat juga dapat berpengaruh. 

Dulu, petani Indonesia berpegangan pada pengetahuan lokal yang disebut pranoto mongso. Pranato mongso adalah penanggalan yang berkaitan dengan musim menurut pemahaman suku Jawa, khususnya dari kalangan petani dan nelayan. Dengan adanya pranato mongso petani jadi memiliki sedikit panduan terkait waktu tanam, jenis tanaman dan berbagai hal tentang budidaya pertanian lainnya. 

Namun perubahan iklim ini nyata. Dan petani tidak bisa berpegangan pada pranato mongso lagi. Ketika masuk waktu tanam, malah tidak bisa dilakukan karena tidak turun hujan.

Maka, Indonesia terus memperbaiki teknologi pemantauan iklim dan cuaca. Dan berkat pembaruan teknologi pemantauan, prediksi yang awalnya hanya bisa dalam jangka waktu 3, 4 hingga 10 harian berturut turut maka kini bisa dilakukan hingga tiga bulan ke depan. Indonesia kini juga bisa membangun sistem peringatan dini cuaca dan iklim mulai dari prediksi terjadinya banjir, kekeringan, hingga kemungkinan mewabahnya penyakit demam berdarah akibat perubahan iklim.

Ya, pemerintah sudah berusaha untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Pemerintah juga sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cara memberikan penundaan bagi yang ingin membuka lahan, restorasi lahan gambut, pembangkit listrik tenaga terbarukan, serta rehabilitasi hutan untuk tujuan sosial. Dan apakah kalian tau? Program langit biru pun sedang ramai dilakukan. Dimana program ini juga memberikan kesadaran kepada kita untuk sadar akan pentingnya memakai BBM ramah lingkungan. 

Tak cukup sampai disitu, berbagai program pun sering diadakan pemerintah. Namun, kita tidak mengetahui persis tentang itu karena tertutup informasi lainnya. Lantas, kita sebagai generasi muda dan tergolong biasa saja bisa melakukan apa sih untuk gerakan mitigasi perubahan iklim? 

Tak Melulu Tentang Hal Besar, Banyak Hal Kecil yang Dapat Kita Lakukan untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Pemanasan global mustahil untuk dihentikan 100%. Tapi, kita bisa melakukan hal kecil untuk menguranginya. Ya, hanya hal kecil. 

Apakah aku sudah bercerita diatas? Bahwa Kesalahan-kesalahan besar yang dilakukan manusia biasanya diawali oleh hal kecil dan tergolong receh. 

Contoh nyatanya adalah tanpa sadar kita membuang sampah kecil. Plastik bekas permen mungkin. Atau sekedar limbah sisa permen karet. Kecil sekali, bahkan mungkin kita tak sadar melakukannya. Tapi, sungguh kita telah berbuat salah pada bumi. Sudahkah kita meminta maaf? 

Kita pun sering menggunakan sumber daya berlebihan. Lupa mematikan lampu, menutup keran air, membuang limbah sembarangan, jajan dan jajan kemudian lupa untuk membereskan segalanya. 

Kita sudah sering mendengar tentang Zero Waste. Namun, atas nama ‘sok sibuk’ maka kita hanya mengabaikannya. Berdalih hanya orang-orang yang tak punya pekerjaan saja yang dapat melakukan itu. Lalu, kita berusaha menghemat pengeluaran hidup dengan dalih bahwa kita tak mampu. Kita merasa sakit hati ketika membeli pertamax, dompet kita menipis. Tapi tak pernah merasa sakit hati ketika mengapresiasi diri dengan setumpuk sampah jajanan online. 

Lalu, ketika bencana datang kita cenderung menyalahkan pihak lain. Merasa hanya orang lainlah yang bersalah atas semua ini. Padahal, tanpa sadar kita juga adalah penyebabnya. Kita turut menikmatinya. Menikmati hasil dari penjajahan terhadap bumi kita sendiri. 

Jika kau ingin mengubah dunia, mulailah dengan merubah dirimu sendiri. 

Maka, yuk.. Dari sekarang kita mulai berbenah diri. Mari lakukan hal-hal kecil sederhana yang bisa dilakukan untuk mitigasi perubahan iklim. 

Aku pun juga memutuskan. Mulai sekarang aku hanya akan berusaha semampuku saja. Dimulai dari merubah kebiasaan diriku sendiri. Dan tentu aku akan memulainya dengan hal yang paling aku senangi. Dimulai dari hobi. Apa saja itu? 

Saatnya Muda Mudi Bergerak untuk Mitigasi Perubahan Iklim, Begini Hal Kecil yang Aku Lakukan bersama dengan Hobi dan Kegiatan Sehari-hari

Apa kalian tau? Bahwa sudah sekitar 1 tahun ini hobiku sudah berubah. Tak lagi hanya menulis di rumah, tak lagi hanya memasak dan mencoba mengulas skincare dan make up. Aku kini sangat menyukai aktivitas bersepeda. Saking sukanya, aku melakukannya setiap hari. Jika aku tak memiliki waktu di siang hari maka aku akan melakukannya di malam hari. 

Kupikir, aku adalah tipe karakter introvert yang menyukai dunia bulat. Aku masih suka kesunyian tentu. Tapi, aku sangat menyukai pemandangan bumi ini. Aku sayang dengan bumi ini. Aku ingin mengelilinginya suatu hari nanti. Dan tentu saja aku ingin mengelilingi Indonesia terlebih dahulu. I loved Travelling! 

Berikut ini adalah hal sederhana yang aku lakukan untuk mitigasi perubahan iklim sesuai dengan hobiku:

1. Menggunakan sepeda kemanapun

Sejak pandemi, mungkin hanya sekitar 2x aku pernah keluar kota. Padahal, kalian tau? Aku sangat suka jalan-jalan. Jadi, aku mengganti hobiku dengan membeli sepeda. 

Sepeda ini benar-benar bermanfaat. Aku bisa memakainya setiap hari. Meski iya, aku memang memiliki anak 1 tahun. Jadi, kemana-mana aku harus menggendongnya. Termasuk saat bersepeda. Tapi, aku menikmatinya. 

Aku ke pasar dengan menaiki sepeda, begitupun untuk membeli hal-hal receh di supermarket. Sepeda membuatku merasa lebih mencintai bumi. Karena setidaknya aku bisa mengurangi efek dari penggunaan BBM. 

Hal kecil, tapi bermakna bagi bumi. Kalian juga bisa mencobanya. Tak melulu harus dengan bersepeda. Kalian juga bisa memulainya dengan berjalan kaki ke warung. 

2. Membawa botol minum dan makan sendiri

Saat bersepeda, aku biasanya membawa tas kecil selempang yang spacenya pas untuk membawa bekal dan botol minum. 

Mungkin terkesan begitu pelit dan hemat karena tak mau jajan di luar. Tapi, sungguh membawa bekal dan minum sendiri membuatku berhenti merasa berdosa karena membeli jajanan yang menggunakan plastik untuk membungkusnya. 

Zero waste saat jalan-jalan bagiku penting untuk diperhatikan para traveller. Karena belakangan aku sering sekali melihat sampah berserakan di tempat wisata. 

Aku ingat, sebelum pandemi aku pernah mengunjungi salah satu pantai. Saat ingin berfoto. Aku baru sadar bahwa disampingku begitu banyak sampah. Hiks sedih sekali. Kenapa para wisatawan harus membuang sampah di pinggir pantai begini? 

Zero waste saat traveling memang terlihat receh. Kita sering memikirkan bahwa mungkin ada saja petugas kebersihan yang membersihkan. Tapi, kita tidak pernah tau sampah itu mungkin saja terus tertumpuk tanpa dibersihkan. Sudahkah meminta maaf kepada bumi?

3. Jika terpaksa bepergian jauh, gunakan transportasi umum

Belakangan, bepergian dengan transportasi umum sering dipandang sebelah mata atas nama gengsi. Padahal, transportasi umum adalah solusi terbaik untuk menghemat penggunaan BBM yang dampaknya bagi bumi itu bisa menyebabkan perubahan iklim. 

Jadi, kenapa harus gengsi menggunakan transportasi umum? Selain lebih hemat, transportasi umum juga membuka pandangan kita akan dunia. Kita bisa melihat berbagai karakter orang dalam transportasi. Kita bisa terkoneksi satu sama lain. 

Aku sangat ingat perjalananku berwisata ke yogyakarta 5 tahun yang lalu. Di dalam bus, aku bisa mengenal sedikit banyak bahasa Jawa. Aku juga tidak merasakan kesunyian karena di dalamnya sungguh ramai sekali. Bahkan, sepertinya perjalanan paling bermakna itu adalah di bus, kereta api, dll. Karena kita jadi bisa melihat banyak hal. 

So, kenapa harus gengsi naik transportasi umum? Kita bisa menjaga bumi dari hal kecil begini, kita juga bisa merasakan kesenangan dari belajar arti keramaian. 

Nah, itu adalah bentuk kepedulianku kepada Bumi dalam hal hobi travelling. Tentu dalam keseharianku juga ada beberapa hal yang aku ubah. Diantaranya adalah

1. Berhenti menggunakan aerosol untuk kehidupan sehari-hari 

Penggunaan aerosol mungkin terlihat sederhana. Tapi, hal ini turut berdampak pada perubahan iklim. Maka, aku sudah lama tidak memakai aerosol dalam kehidupan sehari-hariku. Termasuk untuk disinfektan aerosol di masa pandemi begini. 

Aku lebih memilih deodorant non aerosol untuk sehari-hari, begitu pun dengan obat nyamuk hingga parfum. Dan kalian tau? Ternyata ini berefek positif pada rhinitis yang aku alami. 

Ya, aku adalah penderita rhinitis yang sering kambuh ketika mencium debu maupun merasakan dingin. Ternyata, aerosol juga pemicu rhinitis yang aku alami. 

Berhenti menggunakan aerosol memberi perubahan positif baik bagi bumi maupun bagiku. 

2. Mematikan listrik saat tidak dibutuhkan

Butuh waktu lama bagiku membiasakan diri untuk mematikan lampu sebelum tidur. Karena aku sudah terbiasa dengan suasana terang sejak kecil. Mematikan lampu membuatku tidak bisa tidur dan merasa selalu kepanasan. Tapi, suamiku mengajariku untuk terus belajar. Akhirnya terbiasa. 

Sudah lama keluarga kami menggunakan lampu hemat energi. Aku juga sudah move on menggunakan kipas angin dibandingkan AC. Selain lebih hemat, kipas angin selalu membuatku ingat untuk mengatur timer sehingga kami hanya memakainya di waktu awal ingin tidur saja. 

Kita tidak mungkin menghentikan penggunaan listrik. Sampai kapanpun listrik selalu dibutuhkan. Tapi, kita bisa mengurangi penggunaannya. 

3. Mengurangi apresiasi diri dengan belanja, lalu menggantinya dengan membeli bibit tanaman dan belajar menanamnya 

Sebenarnya ada satu hal lagi yang ingin aku lakukan baik itu ketika travelling maupun dalam kegiatan sehari-hari. Yaitu, membeli bibit tanaman dan menanamnya. 

Aku melihat banyak para traveller yang mulai membiasakan diri untuk menanam satu tanaman ketika jalan-jalan ke suatu tempat. Selain berharap dengan begitu bumi akan menjadi lebih baik ada kepercayaan tersendiri dari keberhasilan menanam saat jalan-jalan. Kata mereka, mungkin saja kita bisa diberi kesempatan kedua untuk mengunjungi tempat yang sama. Karena tanaman itu memanggil kita. Wah, sebuah kepercayaan yang sangat positif menurutku. 

Well, menjelang Sumpah Pemuda, mungkin aku harus mulai konsisten melakukan semua hal diatas untuk mencintai bumi dan mengurangi dampak perubahan iklim. Maka, aku akan membuat sumpah pemuda versi ku sendiri. Karena aku adalah #MudaMudiBumi

“Aku putri Indonesia bersumpah.. Mulai sekarang aku akan konsisten mengurangi belanja online. Dan mulai menggantinya dengan membeli bibit tanaman. Aku ingin belajar lebih serius untuk menanam tumbuhan. Terutama saat traveling. Semoga aku bisa konsisten melakukan hal positif untuk mencintai bumi seperti yang aku kemukakan diatas..”

Aswinda Utari

Nah, kalian mulai sadar juga kan akan pentingnya mengurangi dampak perubahan iklim? Yuk, sharing denganku hal apa saja yang sudah berusaha kalian lakukan #UntukmuBumiku ? Sekecil apapun itu jika dilakukan dengan konsisten dan bersama-sama maka tentu akan berdampak positif pada bumi. Yuk, #TimeforActionIndonesia ! 

Sumber referensi tulisan:

Channel Youtube InfoBMKG: https://youtu.be/29jyaPIWzFI 

dinaslh.kaltimprov.go.id

Sumber gambar:

www.canva.com

Instagram @habarbanua._

Dilema Penulis Buku VS Pembajak Buku

Dilema Penulis Buku VS Pembajak Buku

“Bukannya apa sih, sebagai seorang penulis yang sudah punya banyak fans. Harusnya bahasanya lebih ‘sopan’.. “ -Netizen

Ramai para netizen membully ‘omelan’ Tere Liye pada tulisannya di page facebook akhir-akhir ini. Kubaca satu per satu komentarnya. Lalu melamun sesaat.

Komentar itu.. Ada yang berempati, ada yang menyemangati, ada pula yang menertawakan. Sebagai silent reader di fanspage Tere Liye, aku hanya bisa diam. Nyaliku tak begitu bagus untuk ikut nimbrung sekedar berbagi komentar. Tapi, aku mencoba memberanikan diri menulis opiniku pada tulisan blog kali ini. Toh, blog ini adalah milikku. Suka-suka aku bukan beropini disini? 

Ketika Pembajakan Sudah Menjadi Hal Biasa Dalam Kehidupan

“Wind, kamu ngebela Tere Liye. Bukannya kamu juga langganan beli CD bajakan ketika SMA dulu?”

Eh iya, siapa bilang aku orang yang suci? Gak pernah ngomong begitu bukan? Bahkan, dosaku dibidang membeli barang bajakan mungkin jauh lebih juara dibanding kalian semua. 

Aku pernah beli CD murah, beli baju murah, tas murah, sepatu murah. Bahkan aku juga tukang ‘influence’ temen-temen aku ketika kuliah dimana membeli barang-barang murah nan bagus. Bangga sekali rasanya kalau diingat masa-masa itu. 

“Winda, cewek yang tau list harga barang-barang murah dan bagus..”

Aku tidak peduli kalau ada salah seorang menegurku seperti ini, “Eh, ini tas Channel ya? Berapa harganya? Kok murah? Oh, barang kw..”

Hatiku pasti mendengus kesal, “Kan gak semua orang financialnya kayak elo.. “

“Bergayalah sesuai isi dompetmu.. “

Itu adalah prinsip kesekian dalam hidupku. Dan aku sangat bangga dengan prinsip itu. Karena prinsip itu ditularkan oleh mamaku. Bahkan, jujur saja.. Sebelum aku lahirpun mungkin saja aku sudah mengonsumsi barang-barang bajakan. Jauh lebih banyak dibanding kalian. Tapi kenapa aku begitu? 

Ketika aku kecil, aku tidak mengerti apa itu barang bajakan. 

Ketika aku sudah besar, aku mengerti barang bajakan. Tapi aku sudah memaklumi industrinya. Dan mendukung perkembangannya karena lebih ramah pada golongan ekonomi kebawah. 

Lalu, atas alasan ‘murah, murah, murah’ aku membenarkan pembelian barang bajakan dalam hidupku. Biarkan saja barang ORI punya kelas dan pasarnya. Barang bajakan juga sebuah industri yang punya pasar dan kelas sendiri. 

Itulah pembenaranku. Dan ya, aku mengakui bahwa diriku adalah sarjana akuntansi dan tentu sudah memahami ekonomi. Tapi aku menyangkal kesalahanku dan membenarkannya. Karena aku memang punya sifat keras kepala sejak dahulu. 

Pembajakan adalah hal biasa dalam kehidupanku. Ngapain repot-repot diurusin? 

Dan kalian tau? Aku pernah membeli buku Tere Liye 1 bundling. Dan itu barang bajakan. Judge me. Itulah aku dahulu. Winda dengan mental sok miskin dan iya.. Goblok. 

Apakah Tere Liye Itu Memang Penulis yang Tidak Sopan dalam Berbahasa? 

Aku mengenal Tere Liye sejak kuliah. Buku pertama karyanya yang aku baca adalah Negeri Para Bedebah. Ops sorry, buku itu ORI karena itu bukan milikku melainkan punya adikku. Bermodal ‘pinjem’ dari adik, aku mulai menyukai buku-buku Tere Liye. Jangan salah, buku-buku Tere Liye saat itu dibeli di gramedia dengan harga yang menurutku mahal.

Saat aku menikah, ekonomi keluargaku dalam kondisi down. Selain itu, aku sempat mengalami PPD. Untuk mewaraskan diri, aku mulai menekuni dunia blogging dan membaca buku. Kulirik lagi karya-karya terbaru dari Tere Liye. Tak lantas menabung demi membeli bukunya. Tapi aku hanya membaca-baca review buku tere liye yang berseliweran di internet. Lumayan mengenyangkan. 

Hari berganti tahun demi tahun. Marketplace mulai ramai. Saat itu, aku tidak menginstall aplikasi online store apapun di HP. Aku hanya kepo dengan berbagai marketplace itu melalui HP suami. Lalu, saat iseng membuka buka*apak di HP suami. Aku melihat buku Tere Liye. Harganya, omo.. Murah sekali. Itu adalah kali pertama aku tau ada yang namanya buku murah di marketplace. Dulu, kukira buku itu ORI. Lalu, saat bukunya datang aku terkejut dengan kualitas kertasnya. Kan, memang aslinya goblok. 😆

Saking gobloknya, aku membeli lagi buku itu 3 bulan kemudian di toko yang sama. Saat itu, aku sudah melakukan tombol ‘like’ di fanspage Tere Liye. Kuperhatikan kuote dan tulisannya. Bagus. Dan toh Tere Liye tak pernah menyinggung tentang buku bajakan dsb. Itulah letak kegoblokan hakiki milikku. Kenapa aku beli lagi ya? Apakah karena kupikir tidak apa-apa? Toh, penulisnya saja santuy dan tidak marah. 

Bulan berganti tahun. Keadaan ekonomi keluargaku membaik. Aku sudah mulai bisa menabung dan memiliki penghasilan sendiri dari blog. Aku mulai mengubah polaku dalam membeli buku. Mulai berani menginstall sh*pee dan tokop*dia di HP lalu mencari buku ORI yang sedang diskon. Separuh buku Tere Liye milikku adalah buku ORI. Senang rasanya, kualitas kertasnya saja sudah beda sekali dengan yang bajakan. 

Tahun 2018, Tere Liye datang ke Gramedia Banjarmasin. Dia berbagi ilmu disana. Aku memperhatikan dan sempat mengangkat tangan untuk bertanya. Ia menjawab dengan lugas dan nyaman. Aku juga ikut mengantri tanda tangan di buku ORI yang aku miliki. Dari awal pertemuan hingga akhir, tak sekalipun ia pernah protes tentang buku bajakan. Tak pernah ia nyinyir dan sebagainya. Padahal saat itu, buku bajakannya ramai sekali dijual dimana-mana. Karena sifatnya yang terkesan legowo demikianlah aku memutuskan untuk tidak lagi membeli buku bajakannya. 

Setahun terakhir ramai tulisan Tere Liye di fanspagenya membahas tentang buku bajakan. Dimulai dari tulisan yang ‘biasa saja’ untuk sekedar menghimbau pembacanya hingga semakin hari semakin naik levelnya. Dari biasa saja, medium hingga seperti tulisan diatas. Apakah itu wajar? 

Hei, Apakah marah itu wajar? 

Tentu saja wajar.. Kok bisa-bisanya kalian yang mungkin tidak mengenalnya bahkan mungkin tidak pernah membaca karyanya menertawakannya dan ikut menggunjingnya. Ironisnya, sebagian dari mereka juga para penulis. Disitulah hatiku nyeri. 

Kenapa dunia selucu ini? 

Gaes.. Aku pernah diposisi sama dengan Tere Liye sewaktu sekolah. Tugas dan PR milikku dicontek oleh teman-teman sekelasku. Aku yang capek, teman-temanku yang tertawa. Saat aku iseng ‘menyalahkan’ jawabanku supaya nilai kami tak seragam, teman-temanku mencela tindakanku. Berkata ingin menang sendiri. Saat aku tidak mau menyerahkan tugas dan PR milikku mereka ramai menggunjingku ‘pelit’. Sudah jutek, pelit pula. 

Begitulah kiranya konflik penulis dengan pembajak.. 

Penulis capek sekali untuk menemukan ide, melakukan riset, edit sana sini, bolak balik, kerja dan kerja. Pembajak punya jalan yang lebih instan. Cukup copy paste. Saat penulis mogok dan merajuk, orang-orang disekelilingnya ramai mengatakannya penulis pamrih, matre dsb. Sementara pembajak ramai dipuji murah hati karena ia memang lebih ‘murahan’. Disitulah letak menyebalkannya. Kenapa dunia ini selucu itu? 

Perlu kalian ingat bahwa.. 

“Marah dan tidak sopan itu wajar terjadi. Saat bahasa komunikasi lembut dan sopan tak kunjung diapresiasi..”

Karena apa? Karena komunikasi hanyalah alat untuk penyampaian. Hal yang lebih penting adalah Apakah sudah dirasakan? Bagaimana caranya agar lebih berasa? Kapan jurus marah dan tidak sopan akan efektif? 

Ingin Belajar Berempati dengan Kehidupan Penulis? Bacalah Novel Selamat Tinggal

Setiap Tere Liye mengulas tentang betapa b*engseknya industri buku bajakan ia selalu menuliskan kalimat akhir dalam tulisannya. 

“Tere Liye, Penulis Novel Selamat Tinggal”

Itulah ciri khas miliknya. Setiap menulis status, ia mencantumkan judul novel yang mewakili statusnya. 

Dan novel yang mewakili konflik Penulis vs Pembajak adalah novel berjudul Selamat Tinggal. 

Aku sudah pernah mereview novel selamat tinggal. Dan novel itu luar biasa. Ia mengubah diriku yang selalu membenarkan pembajakan. Ia juga membuka pola pikirku untuk memahami makna keberkahan dalam hidup. 

Berhentilah menilai seseorang hanya dari status-statusnya di facebook. Tidak lantas 1-2 kalimat terlihat rese lalu kalian berhak mengklaim kalau orang ini jelek. Pertanyaanku, pernahkah kalian membaca buku Tere Liye sehingga berhak sekali menghakimi status-statusnya? Sudah berapa lama sih kalian kenal dengan Tere Liye? 

Eh, memangnya kamu kenal banget win?

Enggak, ada ⅕ bukunya yang belum aku baca.

Aku tidak pernah mengobrol dengan Tere Liye, atau bahkan tinggal 1 kelas dengannya. Lantas kenapa? Itulah alasan kenapa aku tidak menghakiminya. Toh, aku belum kenal 100% dengan Tere Liye bukan? Justru karena belum kenal aku tidak berani menghakimi orang yang sudah membuka pola pikirku dengan buku-bukunya yang mengandung banyak hikmah kehidupan. 

Novel selamat tinggal ini luar biasa loh. Kalau kalian membaca dengan seksama. Penulis menempatkan dirinya pada posisi penjual buku bajakan. Mencoba berempati dari posisi mereka. Mengubah karakternya perlahan-lahan melalui berbagai peristiwa. Dan memaklumi bahwa di dunia ini selalu ada makhluk yang bebal dan tidak sadar akan kesalahannya. Begitulah dunia. Untuk seorang penulis yang karyanya sudah sedemikian dicuri oleh pembajak. Novel Selamat Tinggal ini cenderung sopan dalam menegur. 

Tapi, untuk apa penulis terus menulis? Bukan untuk pembajak. Bukan pula untuk menghancurkan industrinya. 

Tujuannya adalah mengubah pola pikir generasi selanjutnya menjadi lebih baik. Lantas, bagaimana generasi menjadi lebih baik jika ‘kalian’ terus meneriaki dan mentertawakan omelannya? Menyindirnya di status hingga ramai menertawakan beberapa hal tidak baik miliknya. 

Sedihnya, mengapa hal ini juga turut dijadikan ajang aji mumpung bagi penulis lain? Berlagak cara mereka lebih sopan dan baik. Kenapa demikian? 

“Aku heran kenapa manusia suka bergosip? Bukankah kita semua memiliki cela pada diri masing-masing?” -Fey: Nebula-Tere Liye. 

Pertanyaannya, apakah industri buku bajakan akan mati? Jawabannya tentu tidak. 

Tapi, Mungkinkah generasi selanjutnya akan lebih baik? 

Jawabannya ada pada diri kalian sendiri. 🙂

Nb: Aku bukanlah fans mati Tere Liye. Banyak beberapa penulis indonesia yang juga aku sukai. Akan tetapi, aku selalu berusaha untuk mengapresiasi langkah keberanian. Sejauh itu benar, Kenapa tidak? 

Kalian juga boleh saja menghakimiku karena pernah membeli buku dan barang bajakan. Kalian tau? Semua manusia pernah melalui masa ‘goblok’nya masing2. Dan iya, aku pernah ‘goblok’. Tapi satu hal yang penting. Apakah lantas kita membenarkan kegoblokan itu? Dalam hidupku ada 3 orang yang pernah memakiku ‘bodoh’ dan ‘goblok’. Tiga orang itu, adalah orang yang paling aku sayangi sekarang. Kalimat kemarahan adalah sebuah batas merah yang tanpa sadar menciptakan tombol ‘warning’ dalam hati kita. Maka, peluklah rasa marah itu. 

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Gunadarma Terbaru 2021

Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Gunadarma Terbaru 2021

Pada tau gak nih kalo PMB Gunadarma kembali dibuka tahun ini? Iya, Sebagai salah satu kampus swasta terbaik di Indonesia, Universitas Gunadarma terus meningkatkan kualitas pelayanan dalam layanan Pendaftaran Mahasiswa Baru (PMB). Supaya calon mahasiswa baru yang ingin melanjutkan pendidikan di Universitas Gunadarma diberikan kemudahan dalam prosesnya.

Ehm, kan lagi covid nih? Daftarnya gimana?

Dalam upaya bersama memutus rantai penyebaran COVID-19, Universitas Gunadarma menyediakan fasilitas Pendaftaran Mahasiswa Baru (PMB) Online. Dengan sistem ini, kamu bisa mendaftar sebagai mahasiswa baru Gunadarma tanpa harus datang ke kampus. Universitas Gunadarma membuka penerimaan mahasiswa baru 2021 secara daring yang sesuai dengan protokol kesehatan di masa pandemi COVID19. Melalui PMB Gunadarma online, calon mahasiswa baru diseleksi hanya dengan mengisikan nilai beberapa mata pelajaran pada rapor semester 4 dan 5, serta mengunggah file rapor.

Prosedur Pendaftaran Mahasiswa Baru Universitas Gunadarma

Bagaimana cara melakukan pendaftaran online di Universitas Gunadarma? Nah, Berikut ini adalah prosedur penerimaan mahasiswa baru Gunadarma:

1.Melakukan Pendaftaran
Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah melakukan pendaftaran dan pembayaran formulir sesuai nomor Virtual Account sesuai data yang kamu isikan. Setelah melakukan pembayaran formulir pendaftaran, kamu akan mendapatkan konfirmasi melalui email dan sms. Karena itu, pastikan email dan nomer HP kamu benar dan aktif.

2.Mengisi Nilai Raport
Kamu bisa login untuk mengaktifkan akun dan melanjutkan ke tahap berikutnya yakni mengisikan nilai akademik yang tercantum dalam rapor semester 4 dan 5. Dalam tahap ini, pilihlah mata pelajaran(mapel) yang nilainya terbaik, serta 3 mapel yang wajib diisikan yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika.

Setelah mengisi nilai raport, selanjutnya kamu bisa mengunggah file raport. Jika kamu gagal mengunggah file, kamu dapat meminta bantuan dengan menghubungi chat online pada web pendaftaran Gunadarma. Caranya, klik tombol “Online” dan tulis secara singkat dan jelas mengenai kendala yang kamu hadapi.

3.Menunggu Hasil Seleksi

Terakhir, kamu hanya perlu melakukan pengecekan secara berkala untuk mengetahui hasil seleksi dan prosedur pembayaran uang kuliah melalui Virtual Account Bank DKI serta daftar ulang online yang harus dilakukan.
Panitia akan melakukan validasi pada semua berkas daftar ulang yang dipersyaratkan. Jika semua valid, kamu sudah memenuhi syarat sebagai calon mahasiswa baru Universitas Gunadarma.

Setelah itu, kamu bisa mengikuti tahapan berikutnya yaitu masa orientasi atau pengenalan kampus. Semua tahapan tersebut akan diumumkan atau disampaikan melalui website, email calon mahasiswa, atau bentuk komunikasi lainnya.

Jurusan Kuliah di Universitas Gunadarma

Setelah mengetahui PMB Gunadarma online, hal yang tak kalah penting untuk kamu ketahui adalah program studi di Universitas Gunadarma. Kamu bisa memilih jurusan kuliah yang kamu inginkan. Ada beberapa fakultas di Universitas Gunadarma dengan program studi masing-masing, informasinya sebagai berikut ini:

-Fakultas Kedokteran

*Jurusan Kedokteran

– Fakultas Ilmu Komunikasi

*Ilmu Komunikasi

-Fakultas Sastra

*Jurusan Sastra Inggris

-Fakultas Psikologi

*Jurusan Psikologi

-Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi

*Jurusan Sistem Informasi

*Jurusan Teknik Informatika

-Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

*Jurusan Teknik Sipil

*Jurusan Teknik Arsitektur

-Fakultas Ekonomi

*Jurusan Manajemen

*Jurusan Akuntansi

*Jurusan Ekonomi Syariah

-Fakultas Teknologi Industri

*Jurusan Teknik Industri

*Jurusan Teknik Informatika

*Jurusan Teknik Elektro

*Jurusan Teknik Mesin

Lokasi Universitas Gunadarma

Kegiatan perkuliahan Universitas Gunadarma dilaksanakan di 14 kampus yang terletak di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Kampus utama Gunadarma berada di Kota Depok, Jawa Barat. Setiap kampus terdiri dari fakultas, jurusan, dan fasilitas masing-masing.

Berikut ini adalah informasi seputar kampus Gunadarma beserta alamat lengkap Universitas Gunadarma di beberapa daerah Jabodetabek:

-Kampus A (Kampus Kenari) : Jl. Kenari nomor 13, Jakarta Pusat

-Kampus B (Kampus Salemba Bluntas) : Jl. Salemba Bluntas, Jakarta Pusat

-Kampus C (Kampus Salemba) : Jl. Salemba Raya nomor 53, Jakarta Pusat

-Kampus D (Kampus Depok) : Jl. Margonda Raya Pondok Cina, Depok

-Kampus E (Kampus Kelapa Dua) : Jl. Akses Kelapa Dua Kelapa Dua, Cimanggis

-Kampus G (Kampus Laboratorium Kelapa Dua : Jl. Akses Kelapa Dua Kelapa Dua, Cimanggis Phone

-Kampus H (Kampus Laboratorium Kelapa Dua) : Jl. Akses Kelapa Dua Kelapa Dua, Cimanggis

-Kampus H2 (Kampus Simatupang) : Jl. Tahi Bonar Simatupang Kavling. 38, Jakarta Selatan

-Kampus J1 (Kampus J1) : Jl. KH. Noer Ali, Kalimalang, Jakasampurna, Bekasi Barat

-Kampus J3 (Kampus Kalimas ) : Jl. Raya Kalimalang, Bekasi

-Kampus J4/K (Kampus Kemang Pratama ) : Jl. Kemang Pratama Raya No.13,
Jakarta Timur

-Kampus J5 (Kampus Cakung ) : Jl. Sentra Primer Baru Timur, Jakarta Timur

-Kampus L (Kampus Cengkareng) : Jl. Raya Kamal Outring Nomor. 75, Jakarta Barat

-Kampus K (Kampus Karawaci) : Jl. Kelapa Dua Raya No.93, Tangerang

Berada di lokasi yang strategis, Universitas Gunadarma cukup dekat dengan tempat umum seperti Terminal Bus, Bandara, Stasiun Kereta, Restaurant, Mall, Supermarket, Apotek, dan berbagai tempat lainnya.

Banyaknya pilihan jurusan di Universitas Gunadarma memberi kamu gambaran mengenai prodi apa yang ingin kamu ambil. Kamu dapat mendaftar melalui PMB Gunadarma online dan memilih jurusan yang kamu inginkan.

BBM Ramah Lingkungan untuk Wujudkan Program Langit Biru

BBM Ramah Lingkungan untuk Wujudkan Program Langit Biru

“Mama, Apakah mungkin suatu hari nanti warna langit akan berubah? Layaknya warna sungai di kota kita?”

Pica bertanya padaku sambil memandang langit biru hari itu. Di atas menara siring kota banjarmasin kami bertiga terdiam mendengar kata-kata Pica. 

“Karena di buku yang Pica baca, manusia semakin hari akan menambah polusi. Bukan cuma air yang bakal rusak. Tapi langit juga. Manusia di negeri awan akan marah dan menurunkan air bah..”

“Pica, manusia di negeri awan itu tidak ada. Itu hanya ada di buku” Sanggahku sambil tertawa. 

“Tapi, mungkinkah Tuhan dan malaikat tinggal di negeri awan? Pica sering membayangkan begitu.”

Akupun tertawa lagi.. 

Tertawa, sambil merenung di dalam hati. 

Akankah Langit Masa Depan Masih Langit yang Sama? 

Beberapa bulan yang lalu, kalimantan selatan dilanda banjir terparah. Banjir yang memakan korban hingga merusak rumah dan beberapa jembatan tersebut mengingatkan kami bahwa pencemaran air bukanlah hal yang harus dianggap remeh, begitupun faktor lainnya. Sudah begitu sering rasanya Pica bertanya padaku, kenapa pantai dan sungai disini tidak pernah berwarna biru. Tapi tentang langit yang tak lagi biru? Itu terlalu mengerikan untuk dibayangkan. 

Tapi, hal tersebut ‘mungkin saja’ terjadi.. 

Beberapa novel dan komik remaja mulai menuangkan konsep rusaknya udara untuk menyadarkan generasi-generasi muda. Dengan membaca, anak-anak dan remaja mulai disadarkan akan pentingnya menjaga bumi. Tapi pertanyaannya, mungkinkah hal yang kita lakukan cukup? Dengan membuang sampah pada tempatnya saja misalnya. Apakah itu cukup? 

Bagaimana jika bumi sudah terlanjur rusak? Bagaimana jika berpuluh tahun kemudian, Humaira dan Pica tak lagi menikmati langit yang sebiru sekarang? Cerita macam apa yang akan mereka ceritakan pada anak-anak nantinya? 

Akhirnya, aku hanya terpaku nanar memandang sebuah ayat dalam Al-Qur’an pada bacaan buku anakku.. 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. 30 Ar Ruum : 41).

Dan aku kembali bertanya di dalam hati, masihkan ‘bisa’ kami menemukan ‘jalan yang benar’? 

Tentang Program Langit Biru

Sesungguhnya, kita sudah lama disadarkan akan ancaman kerusakan lingkungan. Action untuk memutus kerusakan lingkungan pun sudah dilakukan jauh hari. Beberapa program dunia sudah banyak yang berjalan. Akan tetapi, kadang tidak banyak orang yang tau. Termasuk itu dengan program langit biru. 

Kalian tau? Program ini sudah diluncurkan pertama kali pada tahun 1996 oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996. Tahun 1996 loh, sudah 25 tahun yang lalu. 

“Program langit biru merupakan program yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor”

Dirjen Perhubungan Darat, Ir. Iskandar Abubakar, Msc

Meski sudah lama ada, akan tetapi program ini kurang maksimal berjalan. 

Padahal, programnya sudah ada. Diantaranya adalah pendekatan teknologi ramah lingkungan, inspection and maintenance kendaraan bermotor, penetapan standar emisi gas buang untuk kendaraan yang sudah berjalan, serta pendekatan manajemen lalu-lintas yang baik.

Akupun kembali disadarkan dengan adanya program langit biru ketika mengikuti webinar bersama KBRxYLKI. Webinar yang berlangsung selama 2 hari berturut-turut dengan durasi yang cukup lama menyadarkanku betapa program ini sebenarnya masih ada. 

Akan tetapi, kadang ada saja hambatan untuk sebuah misi. Pencemaran udara nyatanya selalu terjadi. 

Jadi, siapa yang salah akan pencemaran udara yang selama ini terjadi? Apakah hati nurani kita sudah sedemikian tertutup sehingga hanya dapat berkata itu adalah tekanan lingkungan? 

Kerusakan Udara di indonesia? Siapa yang Harus disalahkan?

Mari kita buka cerita ini dengan sebuah berita. 

Masih ingatkah kita dengan berita tentang pelarangan mobil-mobil indonesia di Vietnam? Hal ini disebabkan karena mobil-mobil Indonesia yang sebelumnya diekspor ke sana masih menggunakan standar emisi EURO 2. 

Ya, Vietnam sudah menerapkan kebijakan baru terkait uji tipe dan uji emisi dalam regulasi nomor 116 tentang overseas vehicle type approval (VTA). Kebijakan ini mengharuskan setiap produsen melakukan uji tipe sesuai standar pemerintah Vietnam. Jika tidak sesuai maka seluruh produk ekspor akan dikirimkan kembali ke negara asal.

Karena itu, produsen didorong untuk mulai mengganti produksi mobil EURO 2 ke EURO 4. Indonesia tidak memiliki standar perlakuan yang sama dengan Vietnam. Begitupun beberapa negara lain yang sudah mulai memperdulikan perubahan teknologi dan penggunaan BBM yang ramah lingkungan. 

Kerusakan udara di indonesia memang tidak hanya dipengaruhi oleh penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan dari transportasi. Ada beberapa multiplayer effect. Beberapa lainnya adalah efek rumah kaca, kebakaran hutan, kemacetan jalan hingga bencana alam lainnya. Tetapi, berkaca dari perkembangan negara lain apakah mungkin jika indonesia mencoba untuk move on? Dengan mengurangi polusi udara dari transportasi darat misalnya. Karena inilah penyebab pencemaran udara yang cukup besar dibanding faktor lainnya. 

Ya.. Dari webinar kemarin, aku baru mengetahui bahwa indonesia termasuk dalam negara yang emisi karbon globalnya tinggi. Nomor dua setelah china. Meskipun ketika kebijakan PSBB awal emisi sempat menurun namun indonesia ternyata tertinggal jauh dibanding negara lain dalam usaha mengurangi emisi karbon. 

Ada 2 faktor setidaknya yang menyebabkan hal ini, yang pertama adalah teknologi kita masih menggunakan standar euro 2. Dan yang kedua adalah indonesia merupakan salah satu negara yang masih menggunakan bahan bakar premium. 

Wait, Apa salahnya menggunakan premium? Toh itu lebih murah. Toh kan dulu-dulu kakek nenek kita juga pakai premium? Terus, gak mikirin apa kalau premium ditiadakan.. Masyarakat golongan bawah pakai apa dong? Air sungai? 

Mari Mulai Menggunakan BBM Ramah Lingkungan

Tahukah kalian? Kini di dunia hanya tinggal tujuh negara yang menggunakan bensin dengan RON di bawah 90. Tujuh negara itu antara lain Indonesia, Bangladesh, Colombia, Mesir, Mongolia, Ukraina dan Uzbekistan. Sementara kebanyakan negara lain telah menggunakan bensin dengan RON di atas 90, termasuk negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, maupun Vietnam.

Premium sendiri sudah lama menjadi kontroversi karena dinilai mengandung sulfur tinggi dan tidak ramah lingkungan. 

Kita mungkin sering merasa bahwa memakai premium lebih hemat, lebih nyaman. Bahkan saking sudah terbiasanya masyarakat dengan premium, di daerahku sendiri premium ini sampai dijadikan ladang bisnis. Premium eceran ramai dijual dimana-mana. Dari ada yang namanya agen premium hingga para pengecer premium jalanan. 

Tanpa kita sadari sesungguhnya penggunaan premium ini sebenarnya merugikan diri sendiri. Tahukah bahwa jarak tempuh kendaraan dengan bahan bakar premium lebih sedikit dibanding menggunakan bahan bakar diatasnya? Dan tahukah bahwa penggunaan premium mengakibatkan adanya pengikisan komponen mesin akibat kerak di bagian ruang bakar. Ya, menggunakan bahan bakar kualitas rendah mengakibatkan pembakaran kurang sempurna. 

Jadi, masih inginkah kita melanjutkan penggunaan bahan bakar bensin dengan RON dibawah 90? Menggunakan premium? 

Tapi win, pertalite dan pertamax itu mahal! 

Ah, kalian kurang gaul! Makanya, jangan beli premium di eceran gaes.

Program Langit Biru juga telah dikampanyekan oleh PT Pertamina (Persero). Adanya harga diskon atau harga khusus untuk bensin dengan RON lebih tinggi yakni Pertalite (RON 90) seharga Premium di SPBU yang masih menjual Premium pun mulai dilaksanakan. Jujur, di banjarmasin sendiri ini mulai terwujud. Aku sendiri sudah lama move on ke pertalite sejak ini. Pertama karena merasa harganya tidak jauh-jauh banget dengan premium. Dan akhirnya jadi keterusan karena sungguh banyak efek positif yang aku rasakan. 

Ya.. Hasilnya, memang frekuensi servis kendaraan mulai berkurang. Dan memang daya tempuhnya lebih tinggi. Jadi, sebenarnya kita tidak rugi kok. Justru dengan menggunakan BBM ramah lingkungan kita turut berkontribusi dalam menjaga lingkungan. 

Dan kalian mau tau cara hemat menggunakan bahan bakar ramah lingkungan lainnya? 

Kalian bisa download My Pertamina di PlayStore untuk transaksi cashless. Dengan pembelian pertamax kalian akan mendapatkan cashback sebanyak 300 rupiah. Awalnya mungkin terasa mengikis dompet, tapi percayalah dampak positifnya juga tak kalah banyak. 

Kemungkinan Konflik Sosial-Ekonomi yang Harus Diperhitungkan Jika Premium Dihapuskan

Ah, ngeles aja kamu win. Masa ujung-ujungnya masyarakat miskin yang disalahkan gara-gara pakai premium. Duh! Mentang-mentang bisa beli pertamax! 

Aku bisa membayangkan konflik yang mungkin terjadi jika premium dihapus. Mungkin, ramai masyarakat protes. Terutama yang keadaan sosial ekonominya masih dibawah. Para pengecer premium yang kadang tak punya inovasi dan mengalami kemiskinan terstruktur mungkin akan bertanya kenapa dan ada apa? Jika aku menjadi mereka, mungkin saja aku juga merasakan hal yang sama. 

Kesenjangan sosial dan tingkat kriminalitas akan semakin tinggi. 

Sudah susah makin susah. 

Akan tetapi, setelah menghadiri webinar kemarin aku menyadari bahwa biaya sosial ekonomi dari kerusakan lingkungan itu jauh lebih tinggi dibanding biaya konsumsi bahan bakar ramah lingkungan. Sosial dan ekonomi dapat diperbaiki dari sekarang. Dari kesadaran kita dan tentunya dari dukungan pemerintah. 

Hei, its not about business, its about care each other. Humanity and Nature. 

Bersama, kita bisa saling menguatkan. Program langit biru adalah program yang berdiri untuk menjaga bumi dari pencemaran udara. Agar oksigen kita tetap sama. Agar langit kita dimasa depan masihlah langit yang sama. Langit biru yang indah dengan penuh udara bersih di bawahnya. 

Perubahan iklim global akan terjadi jika kita terus tak bisa mengubah mindset kita. Jika suhu udara naik 1-2 derajat saja maka diperkirakan akan memungkinkan untuk menenggelamkan pulau. Inilah yang dinamakan kerusakan multi dimensi. Kita tak mau hal ini terjadi bukan? 

Maka, pergunakan hati nurani sebaik-baiknya dari sekarang. Berhentilah memakai sesuatu yang bukan hak kita. Ini bukan saja soal pembelian premium. Dimulai dari pembelian gas elpiji misalnya. Jika sedikit saja dari kita mengurangi ‘rasa hemat non rasional’ maka akan sangat banyak kesenjangan sosial dan ekonomi yang dapat tertolong. 

Dan jika kita sudah melakukan hal yang terbaik, maka sebenarnya itu harus diperkuat lagi. Apa yang memperkuatnya? itulah dukungan dan konsistensi dari pemerintah. 🙂 

Indonesia Langit Biru Butuh Dukungan Pemerintah

“Sulit kiranya untuk mengontrol masyarakat tentang peduli pada lingkungan. Dimana-mana, harga terendah selalu laris. Subsidi melenceng tidak pada tempatnya saja sudah sering terjadi. Hal ini harus memiliki solusi yang tegas. Yaitu aturan konsisten dari pemerintah.”

Ada satu pertanyaan yang sangat aku ingat ketika diskusi publik KBRxYLKI pada tanggal 25 Maret kemarin. Pertanyaan itu adalah, “Kenapa pemerintah tidak menghapuskan saja Premium? Karena di kota saya premium malah banyak digunakan oleh mobil pribadi. Kenapa tidak menegaskan satu aturan tentang penggunaan bahan bakar?”

Jujur, pertanyaan itu juga terlintas di kepalaku. Kenapa tidak dihapuskan? Kenapa tidak memberikan subsidi pada pertalite untuk mengurangi konflik sosial yang mungkin terjadi? 

Jawabannya tentu hal itu bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Premium tidak bisa dihapuskan sepenuhnya. Premium digunakan untuk jenis BBM khusus penugasan, pemerintah tetap memberikan kompensasi kepada Pertamina dari harga jual ke publik yang lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya. Meski demikian premium sudah mulai dibatasi peredarannya. 

Aku pribadi sangat menantikan adanya sanksi tegas untuk pelaku bisnis premium. Bukan hanya razia pada pedagang eceran premium yang kecil karena sungguh kurasa mereka hanya mengalami kemiskinan terstruktur yang kadang tak punya pilihan. Berantas dari akarnya. Mafia bahan bakar itu banyak. Jika akar masalah ini teratasi maka bukan tidak mungkin akan berangsur terjadi hal baik lainnya. 

Dan aturan yang konsisten sangat dibutuhkan untuk langkah tegas. Sebagai awal mula semangat untuk menggerakkan indonesia langit biru. 

Tentunya kita masih memiliki tujuan yang sama bukan? 

Mewarisi langit biru dengan udara segar untuk anak dan cucu kita nantinya.. 

Jadi, jangan tunggu sampai langkah tegas itu ada. Bergeraklah dari sekarang. Dimulai dari diri kita sendiri.

Sumber referensi tulisan:
Hasil diskusi publik KBRxYLKI
www.cnbcindonesia.com
dephub.go.id
www.kompas.com
IBX598B146B8E64A