Browsed by
Month: October 2018

Tentang Caraku Mengajari Anak Membaca yang Menyenangkan

Tentang Caraku Mengajari Anak Membaca yang Menyenangkan

Masih ingat dengan kata-kata Farisha ini?

“Tapi pica ga suka membaca. Pica bisa kok mengerti sama buku cerita ini hanya dengan memperhatikan gambarnya.”

Ya, kurang lebih begitu. Kata-kata Farisha sekitar 3 bulan yang lalu. Saat itu, aku mulai berusaha mengajarinya membaca. Masih perlahan, namun aku dapat melihat bahwa ia tidak antusias saat aku ajari membaca. Yah, tidak sesemangat saat ia aku ajari mewarna.

Farisha memang hoby sekali dengan aktivitas mewarnai dan menggambar. Aku toh membiarkannya mencintai hoby ini, bahkan mendukungnya. Ia selalu aku ikutkan dalam berbagai kompetisi lomba mewarna. Saat ini, sudah 6 piala yang telah ia dapatkan. Empat piala diantaranya adalah Juara 1.

Menurutku, untuk anak seumur Farisha (5 tahun) sungguh tidak pantas diajari membaca dan menulis dengan menyesuaikan standar keharusan. Aku terbiasa mengajarinya hanya dengan metode santai atau menyelipkan permainan dengan berbau huruf dan angka. Mungkin, mak mak zaman now mengenal metode ini dengan sebutan montessori.

Lalu, Apakah Anakku Berhasil Membaca dengan Metode Montessori?

Well, sebagai seorang anak dari Guru TK. Aku cukup sering disuruh mama untuk menyediakan bahan ajar untuk murid-murid di TK mama. Sebut saja itu kartu huruf beserta gambar, kartu angka beserta gambar dll untuk bahan bermain anak di sekolah. Pengalaman ini membuatku sedikit banyak tahu bahwa anak TK akan cepat mengerti dunia kognitif dengan bermain, bukan menulis plek ketiplek di meja belajar sambil mengeja.

Hal ini pula yang aku terapkan pada Farisha. Aku mengajarinya Huruf dan Angka dengan meniru gambar dari berbagai binatang yang mirip dengan huruf dan angka tersebut. Aku mengajarinya sambil bermain dimulai dari dia belum sekolah (masih 3,5 tahun). And its work. Saking semangatnya, aku bahkan mendownload aplikasi permainan marbel belajar huruf, belajar angka, dan belajar membaca di smartphoneku. Dalam waktu beberapa bulan, Farisha sudah hafal huruf dan angka beserta konsep gabungan huruf mati dan huruf hidup. Seperti Ba-bi-bu-be-bo.. Ca-ci-cu-ce-co.. Dll..

Dan, ketika Farisha bersekolah di TK nol kecil. Semua memorinya tentang gabungan huruf mati dan hidup itu hilang. Hahahaha.

Aku akui ini salahku memang. Aku rajin membacakan Farisha buku cerita. Namun, aku hanya mengajaknya berimajinasi lewat gambar tanpa menyuruhnya untuk belajar membaca judul di sampulnya. Aku tidak rajin mengulang-ngulang. Bahkan, aku terbawa dengan pembelajaran di TK Farisha yang di mulai dari 0. Termasuk menyanyikan, “Satu seperti lidi.. Dua seperti bebek.. Kwek.. Kwek.. Dst..”

Farisha akhirnya tumbuh menjadi anak yang sangat mencintai dunia kreativitas, gambar dan pewarna selama di TK nol kecil. Aku mendukungnya mengikuti berbagai perlombaan mewarna. Ia juga mulai lihai dalam kemampuan sosial. Dan karena saking sibuknya dengan aktivitas yang mengasah otak kanannya, aku sampai lupa untuk menyeimbangkannya dengan kemampuan kognitifnya. Termasuk itu menghafal dan membaca.

Hmm.. Bagaimana ya.. Soalnya aku juga termasuk tipe emak yang bersemangat dalam mengajari menggambar atau mewarnai. Mungkin, ini adalah bakat masa kecilku dulu.

Sampai suatu ketika, Farisha sudah nol besar dan mulai belajar membaca. Bahkan, guru di sekolahnya selalu saja memberi tebakan membaca sebelum pulang sekolah. Dan, betapa shocknya aku melihat ketika anakku yang biasanya begitu aktif, jarang sekali mengangkat tangannya. Atau, ketika ia mengangkat tangan.. Jawabannya selalu salah.

Aku merasa menjadi Ibu yang gagal pemirsa.. Hahaha..

Lalu, aku mulai mengencangkan ikat kepalaku dan semangat untuk mengajari Farisha membaca. Nah, berikut ini adalah metode-metode unik yang pernah aku terapkan kepada Farisha.. Sampai akhirnya aku menemukan metode yang berhasil untuknya.

1. Metode Jari

Sampai sekarang aku meyakini bahwa anakku adalah tipe visual yang suka berimajinasi. Karena itu aku mempermudah pola pikirnya dengan mengenalkan huruf hidup melalui perwakilan dari jari-jari kecilnya.

source: highlight igs @aswindautari

Metode ini dapat teori dari mana?

Aku mengarang lebih tepatnya. Hahaha.

Aku hanya berkaca sebenarnya. Dulu, aku sangat mudah belajar dengan menggunakan jari. Termasuk mengenal pola Pencatatan Akuntansi yaitu Harta (H), Utang (U), Modal (M), Pendapatan (P) dan Beban (B). Aku selalu mewakili kelimanya dengan jari. Karena terkesan mudah untuk metode pencatatannya. So, kenapa tidak mencobanya dengan mewakili huruf A, I, U, E, O kepada jari-jari?

Lalu, aku bilang kepada Farisha, “Farisha, setiap ibu bertanya, bayangkan bahwa jempol farisha mewakili A, telunjuk mewakili I, jari tengah mewakili U dst.. Nanti Farisha bisa loh membaca tanpa mengeja..”

Kurang lebih selama satu minggu aku mengajari Farisha dengan metode ini. Tangannya bahkan tak pernah absen dengan coretan. Termasuk juga tanganku. Bagaimana hasilnya?

Well, meski aku akui.. Metode ini merupakan pengenalan mind mapping gabungan huruf mati dan hiduo yang sederhana. Namun, bagi Farisha metode ini agak sulit. Karena ia tidak bisa mengingat perwakilan-perwakilan jari-jarinya. Farisha lemah dalam hal menghafal.

Kelebihan metode ini sih.. Hemat kertas beb. Haha.

Lalu, setelah seminggu berlalu. Aku mulai beranjak ke metode kedua..

2. Metode Bercerita

Anak mana yang tidak suka bercerita? Semua anak pasti suka, tidak terkecuali Farisha. Ia selalu protes setiap kali aku mengelak untuk membacakannya buku cerita sebelum tidur. Baginya, membaca buku adalah rutinitas wajib.

So, kenapa tidak untuk mengajari anak membaca melalui cerita?

Aku lalu mulai mengajari berbagai pola huruf dengan bercerita. ‘BA, BI, BU, BE, BO’.. Babi-Bibi-Bubur-Bebek-Bola.

source: highlight igs @aswindautari

Aku memulai dengan cerita yang sederhana. Sambil rebahan dengan Farisha, aku bercerita tentang Babi yang kabur, Bibi yang ingin makan Bubur, dan Bebek yang dikejar-kejar oleh Bibi. Tiba-tiba datang Bola kearah Bibi dan melesat lalu mengenai Babi.

Bagaimana hasilnya?

Anakku senang dong. Senang banget. Haha.

Tapi, walau aku suka berusaha keras menekankan Obyek Babi, Bibi, Bubur, Bebek dan Bola.. Dan secara final menyimpulkan bahwa mereka adalah huruf mati yang bertemu huruf hidup dengan bunyi berbeda.. Tapi Farisha tak bisa fokus dengan penyampaianku. Dia hanya fokus dengan cerita. Yah, hal ini juga terjadi sampai 1 minggu lamanya.

Well, saatnya aku mengubah metode lagi..

3. Metode Pola

Anakku senang bermain Puzzle. Puzzle pula yang telah mengajarkannya urutan abjad huruf dan angka. Ketika melihat anakku senang dengan rangkaian puzzle, ide itu tiba-tiba terlintas dibenakku.

Mungkin, Farisha akan lebih mengerti dengan melihat pola beruntun pada tulisan. Bagaimana kalau aku menyusun tulisan BA, BI, BU, BE, BO dengan kata perwakilan… Lalu ia meniru hasil tulisan itu dengan merangkai huruf-huruf dari puzzlenya?

Babi-Bibi-Bubur-Bebek-Bola.

Aku lalu melingkari huruf mati dan hidup yang aku tekankan bunyinya. Sementara itu, Farisha aku suruh untuk menyusun huruf berdasarkan tulisanku.

“Mama, Huruf U-nya gak ada lagi”
“Balik aja Huruf ‘C’ nya sayang..”
“Mama, Huruf ‘I’ nya gak ada..”
“Cari Huruf ‘L’ kecil..”
“Mama, huruf ‘A’ nya habis..”
“Tulis huruf ‘A’ sendiri.. Lalu gunting..”

Yah, itulah percakapan yang sering terjadi dalam proses belajar kami. Seiring berjalan waktu, Farisha sudah hafal bunyi dari gabungan huruf mati dan huruf hidup sampai dengan Za, Zi, Zu, Ze, Zo. Kadang, aku menyuruhnya untuk membolak balik puzzle untuk menyerupai huruf yang dimaksud. Maklum saja, aku tipe emak yang berprinsip ‘Manfaatkan apa yang ada’ dibanding ‘serba beli’. Yes, tim mak ngirit garis keras. Haha

Positifnya prinsip mak ngirit ini adalah Farisha akhirnya mahir sekali menulis dan menggunting huruf. Akhirnya, aku mulai menyimpan puzzle-puzzle itu lagi di lemari dan kini.. Farisha sudah bisa menulis apa yang aku sebutkan.

Berapa lama proses pembelajaran melalui Teknik Pola ini?

Satu Bulan. Dan penuh suka duka. Haha.

Intinya, memakai metode apapun kita harus KONSISTEN dalam mengajari anak. Konsisten yang bagaimana? Konsisten yang aku maksud adalah…

1. Konsisten dengan Metode

Sudah tau anak lebih menyukai metode belajar seperti apa? Konsistenlah dengan menuruti cara berpikirnya.

Jangan mengajaknya untuk menjadi seperti kita. Tiap anak punya pola pikir unik tersendiri. Jika ia lebih suka dengan metode mengeja.. Kenapa tidak?

Ada memang beberapa anak yang Auditori. Dia lebih nyaman dalam menggunakan pendengarannya dibanding penglihatannya. Sehingga, ketika ia melihat huruf.. Otomatis dia menyuarakan huruf tersebut terlebih dahulu kemudian menyebut gabungannya. Yah, ada yang bilang bahwa metode Mengeja itu Kuno. Tapi, dalam beberapa kasus memang banyak anak yang lebih nyaman membaca dengan mengejanya terlebih dahulu.

Tugas kita hanya mengenali bagaimana sih anak kita ini? Dia lebih nyaman seperti apa? Lalu.. Ikutilah cara berpikirnya.

2. Lakukan Pengulangan dan Disiplin

Sudah mendapatkan metode yang menyenangkan? Lakukan saja pengulangan. Jangan malas untuk merangsang anak berpikir dengan dalih “Ah.. Anak jangan dipaksa-paksa belajar.. Nanti dia juga bisa sendiri..”

Itu racun bu..

Siapa bilang anak tidak butuh pengulangan ketika ia sudah bisa? Pengetahuan itu harus rajin diulang-ulang. Termasuk itu membaca.

Cara sederhanaku dalam melakukan pengulangan adalah dengan disiplin membacakan Farisha buku cerita. Prinsipku, sebelum ia ingin minta bacakan buku cerita.. Maka ia harus tau dulu dengan Judulnya. Jika ia malas membaca judulnya, maka aku tidak akan membacakannya buku cerita.

3. Selalu Rangsang Rasa Ingin Tahu Anak dengan Membaca Hal-hal kecil yang berada di dekatnya

“Farisha mau kesini? Mau beli apa?”

“Mau beli Coklat..”

“Buka gak ya warungnya..”

“Enggak tau ma”

“Hmm.. Ada kok tulisannya.. Coba baca tulisan warna merah itu..”

“BU.. KA.. Buka katanya ma.. Ayo kita masuk..”

Percakapan diatas adalah contoh yang mengingatkan anak untuk terus mengasah kemampuan membacanya. Hal lainnya adalah..

“Mama beli Keju..” kata Farisha sambil memasukkan keju kekeranjang belanjaku.

“Yakin itu Keju?” kataku memancing curiga

“Iya, ini Keju.. Masa bukan sih..”

“Baca dulu..”

“KE.. JU.. CHEDDAR.. Cheddar tu apa ma?”

“Bahasa Inggris itu.. Artinya keju..”

“Ooo…”

Dan, jika rasa ingin tahu anak mulai tumbuh melalui segala tulisan. Ia akan mulai selalu bertanya lagi lagi dan lagi. Sampai ke papan iklan, sampai ke mana saja ia akan membaca segalanya.. Seperti..

“Mama yakin ini kipas angin?”

“Iya dong.. Ini kipas angin..”

“Nah, coba baca.. ‘MI-YA-KO’, Ini Miyako ma.. Bukan kipas angin..”

😂😂

Fun Fact Tentang Pola Pikir Farisha dalam Meraba Ejaan

Nah, aku punya fakta konyol sebenarnya tentang keberhasilan Farisha dalam belajar membaca. Fakta itu adalah ia tidak bisa menerima gabungan antara bunyi dua huruf hidup. Ya.. Seperti…

Ia – buang – duit – buaya – kasian – dsb..

Dalam ejaan farisha.. Kata-kata diatas seharusnya dituliskan begini..

Iya bukan ia
Buwang bukan buang
Duwit bukan duit
Buwaya bukan buaya
Kasiyan bukan kasian

Menurutnya, seharusnya kalau kata tersebut berbunyi seperti W dan Y maka penulisannya pun seperti itu. Hahaha.

Entah sudah berapa kali aku mengulang hal ini. Dan sepertinya masih belum berhasil hingga sekarang.

Haruskah EYD disempurnakan kembali karena dirimu Farisha? 😂

***

Well, sebagai penutup.. Sebenarnya aku bukan tipe emak yang rajin membaca teori dan buku untuk mengajari anak. Ada beberapa buku cuci gudang yang aku beli tentang parenting termasuk mengajari anak membaca. Namun, Aku hanya membaca intinya saja dan menerapkan yang aku bisa. Mungkin, aku pernah curhat di blog ini bahwa aku bukan tipe Mommy yang suka Teori Parenting walau senang menulis parenting.

Karena menurutku, teori hanyalah teori. Jika kita terlalu menurut pada teori hasilnya akan kaku. Tapi, jika kita benar-benar memahami cara belajar anak kita maka hasilnya memuaskan.

Bagiku, anakku dan masa laluku adalah sumber pembelajaran utamaku. Sementara teori parenting adalah sebuah metode yang harus aku ambil yang mana yang paling aplikable saja.

Ini adalah caraku mengajari anak membaca. Bagaimana dengan kalian?
😉

Review Lip Tint La Tulipe Red Velvet ala Emak-emak

Review Lip Tint La Tulipe Red Velvet ala Emak-emak

“Sepertinya, dua bulanan ini budget make up aku mulai enggak karuan. Udah tau yang mulai habis sunscreen, tapi yang dibeli malah liptint lagi..”

Ada yang sama? 😂

Yes, karena dua bulanan ini aku mulai keracunan sama keluaran liptint dari brand lokal. Tau dong ya aku paling gak nahan sama inovasi dunia perlipstikan ini. Apalagi kalau brand lokal yang ngeluarinnya. Rasanya itu.. Du du du..

Tau alasannya? Yes, aku pecinta brand lokal karena produk brand lokal itu selalu bersahabat dikantong mak emak seperti aku.. (iya, jujur aja akutuh.. Haha). Tau dong yah, dilema emak-emak yang sukanya sama yang murah-murah demi tercapainya kesejahteraan ekonomi rumah tangga luar-dalam (halah).

Jadi, sebulan yang lalu itu aku sudah keracunan sama liptint keluaran dari wardah. Senang dong ya karena hasilnya sesuai dengan yang aku harapkan. Walau masih punya sedikit kekurangan tapi aku tetap suka.

Baca juga: Review Liptint Wardah-01 Red Set Glow

Lalu, karena rasa penasaranku dengan liptint la tulipe.. Sekalian saja hari itu aku mampir melirik-lirik. Niatnya sih melirik saja. Tapi pas liat kemasannya itu…….

“Ya ampuun kamu unyu bangeeet..” (sambil naroh tangan ke pipi layaknya nonton boyband korea zaman abegeh.. Hahahaha)

Serius ekspresinya begitu? Ya enggak dong. Aku kan makhluk introvert. Ya bikin ekspresi datar aja walau aslinya pengen begitu.

Jadi, ceritanya si liptint dari la tulipe ini ada 3 varian. Dan aku tuh bingung antara 2 pilihan. Mau yang orange atau merah ala red velvet begini. Ya, kalian tau dong aku kan biar udah emak-emak tapi masih muda. Jadi, ya masih imut gitu deh.. *silahkan tabok ya..😂

Akhirnya, aku memutuskan beli Red Vetvet karena warnanya lumayan sexy. Oya, bukan red velvet cake loh ya. Kalo itu aku juga bisa bikin sendiri. Gak percaya? Noh, search resepnya di All About Baking.

Yes, blog ini memang super banget gado-gadonya.. Please jangan banyak protes soal niche blog ini. Dari namanya juga jelas ‘shezahome’ yang artinya catat segala evolusi yang terjadi di rumah sheza. Taglinenya aja proyek evolusi mamah muda.. Ya kaaan..

Yuk, sekarang kita bahas aja tentang Review Liptint La Tulipe ala aku:

Packaging

Duh, duh, sejak kapan aku semangat bahas packaging? Haha

Iya, soalnya kalian liat sendiri kan, bentuknya itu imut sekali. Bahkan sejak pertama beli n naroh di kamar, anak aku Pica langsung kepo sama wadah dengan bentuk ice cream ini sambil bertanya, “Mama beliin Farisha Permen Ice Cream kah?”

Sontak dong aku langsung jawab, “ini bukan permen pica, tapi lipstik.”

Dan tau bagaimana reaksinya selanjutnya?

Dia bilang, “Waw.. Bagusnya.. Inget ya ma nanti kalau lipstiknya udah habis jangan dibuang wadahnya. Nanti buat pica bikin mainan..”

Hahaha

Jadi, menurut aku inovasi la tulipe kali ini sukses bikin para perempuan ngelirik n beli lip tint ini. Karena packagingnya itu unik n girly banget.

Bagian aplikator dan penutupnya yang kecil mungil serta kemasannya yg mungil juga (bisa dibayangin lah ya, isinya 6 gr). Bikin lip tint ini terkesan travel friendly banget.

Bagaimana dengan isinya, apakah sebagus kemasannya?

Well, ini dia klaimnya..

“Water Gel Lip Tint yang mudah diaplikasikan, terasa ringan di bibir, tahan lama, dan memberikan hasil akhir yang mengkilap. Mengandung Glycerin untuk menjaga kelembaban bibir.”

Cara pemakaian:

Oleskan di bibir dengan kuas aplikator lalu ratakan ke seluruh area bibir sesuai keinginan dan biarkan mengering.

Ingredients:

Purified water, Glycerin, Butylene Glycol, Acrylates, Copolymer, Sorbitan Sesquioleate, Xanthan Gum Phenoxyethanol, Tetra-sodium EDTA, Methylparaben, Polysorbate 60, Oleth-10, Fragrance, Aluminium Hydroxide, Methyl Methacrylate Cross Polymer, Triethoxycaprylylsilane, Simethicone

(please baca ingredientsnya bener-bener ya. Aku tuh susah nulisnya dan akutuh ga ngerti bahasa kimia begini.. Haha)

Salah satu alasan aku membeli liptint itu adalah bibir aku yang mulai suka mengering akhir-akhir ini. Jadi, aku mulai mengurangi pemakaian lipcream yang agak berat, begitu juga matte lipstik. Klaim liptint kan ‘menjaga kelembaban bibir’ juga ‘membuat tampilan alami dan tahan lama’. Jadi.. Setelah aku coba memakai lip tint la tulipe ini…

1. Warnanya Kece n Sexy

Gambar diatas adalah penampakan saat aku menggunakan lip tint ini secara keseluruhan pada bibir. Warna Red Velvet ini menurutku cukup langka. Ya, aku belum punya type warna begini. Agak berani tapi tetap terkesan elegan. Aku masih pede loh make warna begini di rumah maupun keluar rumah. Tapi, untuk cari aman memang teknik ombre lips keliatan lebih cantik. Seperti gambar dibawah ini.

2. Daya Tahan Juara

Daya tahan lip tint ini juara banget. Terlalu juara sih buat aku. Apalagi kalau dibandingin lip tint wardah. Liptint ini kalau dihapus memakai micellar water aja enggak ampuh (aku pakai micellar water ovale). Harus memakai make up remover. Berhubung aku gak punya ya aku gosok-gosok aja nih bibir pake lip scrub, baru deh tu lip tint ilang. Positifnya sih ya nih lip tint di bawa jalan sambil kulineran dia tetap stay. Negatifnya, kalau mau wudhu makan waktu lumayan lama buat ngilanginnya. Heu.

4. Tekstur Menyenangkan

Teksturnya hampir sama dengan liptint wardah. Dia cair dan menyegarkan gitu dibibir. Dan cuma memakan waktu beberapa detik, cairan liptint ini seakan merembes masuk kedalam bibir dan membuat warna tersendiri.

Aku suka sih pakai liptint ini karena bibir aku jadi terkesan ringan dan enggak berat.

5. Wanginya enak

Wanginya itu bener-bener kayak pasta red velvet. Serius, make lip tint ini berasa pengen makan red velvet. Aku sih ya suka lah sama make up bau cake begini. Asal jangan wangi bakso, opor ayam, atau soto lah ya.. Kan aneh. Hahaha

Tapi… Lip tint ini juga menurut aku punya kekurangan yang bikin aku lumayan hiks hiks juga.. Heu..

Lip tint la tulipe ini entah kenapa bikin bibir aku mengelupas, Hiks.

Aku ga tau ya salah pemakaian aku dimana, apa karena aku gak pakai make up remover buat membersihkannya dan suka memakai scrub. Tapi ini lumayan parah ya mengelupasnya. Dan selama 1 minggu aku gak make liptint ini, bibir aku gak mengelupas lagi. Iya, aku kalo ngereview make up jujur aja lah ya, suka-suka aku. Haha

So, repurchase?

Hmm, Aku mau coba beli make up remover dulu. Siapa tau kesalahan mengelupasnya bibir sebenarnya ada pada kesalahanku sendiri dalam tahap membersihkannya. Terus, buat kamu yang pengen beli lip tint ini, aku sarankan untuk punya pembersih make up yang bagus ya. Bukan tipe ngirit kayak aku. Hahaha.

Sekian untuk Review Lip Tint kali ini. Semoga review ala Emak-emak ini bisa membantu.. 💖

Curhat Mantan Emak Penderita PPD: Begini Caranya agar Ibu Tidak Stress Pasca Melahirkan

Curhat Mantan Emak Penderita PPD: Begini Caranya agar Ibu Tidak Stress Pasca Melahirkan

source image: parentsmagazine.com

Tidak terasa umur kandunganku kini sudah 5 bulan saja. Perasaanku mulai girang jika mengingat awal bulan februari nanti akan lahir bayi baru sebagai pengisi kelengkapan kebahagiaan bagiku, suamiku, dan tentunya anak pertamaku Farisha. Kini, Bayi mungil didalam rahimku mulai bergerak, menendang-nendang bahkan sesekali berdenyut-denyut.. Menumbuhkan seribu rasa cinta di hatiku sebagai Ibunya.

“Tak sabar rasanya ingin melihat kehadiranmu didunia..”

Tapi..

Tapi aku mengakui, mimpi buruk itu kadang selalu datang. Mimpi dimana aku menangis di tempat tidur sambil menyusui anakku. Mimpi dimana aku meneriaki Farisha kecil dulu. Mimpi dimana aku menjadi monster, membuat seluruh keluargaku ketakutan. Mimpi dimana aku membuat Farisha menangis, menjadi gagap, dan gemetar.

Mimpi dimana aku benar-benar berada dalam posisi tersudut. Merasa tidak pantas menjadi ibu. Merasa berdosa menikah muda. Merasa berdosa langsung hamil.

Akankah aku menjadi seperti dahulu lagi jika memiliki bayi kecil_lagi?

Sungguh, aku berharap itu tidak lagi terjadi padaku.

Aku Berharap Baby Blues dan PPD Tak Pernah Singgah Pada Diriku Lagi

Memiliki bayi pernah membuatku tidak bahagia.

Saat itu Aku adalah Ibu Muda yang baru berumur 22 tahun. Aku menikah saat kuliah semester akhir dan langsung hamil. Kuakui, dulu aku tidak menginginkan bayi ini begitu dini singgah dikehidupanku. Cita-citaku masih panjang. Aku ingin bekerja, ingin mengoptimalkan passion, ingin membahagiakan orang tua.. Seperti remaja fresh graduate pada umumnya.

Tinggal di rumah Mama dengan status LDR dengan suami, merasakan betapa tidak nyamannya hidup dengan bantuan orang tua padahal dengan status menikah. Ditambah beberapa bulan kemudian membesarkan anak di pondok mertua indah dengan berbagai hal yang berkebalikan dari kehidupan remaja.. Mumbuatku stress, shock, dan ingin kembali memutar waktu. Saat itu, hal yang kuharapkan adalah ‘Menunda Waktu untuk Menjadi Ibu’

Suami yang merasa bahwa tinggal di rumah mertua tidak membuatku bahagia akhirnya memutuskan untuk membeli rumah secara kredit. Kupikir itu bagus. Namun, aku harus berhadapan dengan rintisan ekonomi yang terbilang tidak mudah. Suamiku hanyalah PNS biasa dengan gajih yang terbagi untuk Ibunya dan Saudaranya. Ditambah dengan kreditan rumah? Bisa dibayangkan berapa uang sakuku tiap bulan.

Awalnya aku berusaha sabar. Sebisa mungkin mengatur keuangan rumah tangga dengan pemasukan seadanya. Bahkan seingatku dulu, dalam sebulan aku hanya satu kali membeli pospak. Selebihnya aku memakaikan clodi untuk anakku. Aku juga tak pernah jajan diluar, aku selalu memasak. Aku tak pernah membeli perawatan berlebihan kecuali bedak mars dan pelembab serta 1 batang lipstik untuk 1 tahun. Aku mencoba bertahan. Sampai suatu hari aku mendengar ‘ceramah’ dari salah seorang anggota keluarga. Ceramah yang intinya mengklaim bahwa aku termasuk boros. Ya, hanya karena ia melihat penampilanku ‘mungkin’ terlihat bagus dibanding ’emak sudah punya anak pada umumnya’.

Mungkin sejak itu aku suka meledak-ledak. Mulai suka membentak keluargaku. Mulai suka menangis sendiri. Mulai merasa bukan Ibu yang sempurna. Ditambah menu masakanku selalu kalah dibanding masakan cicipan klasik di lidah suamiku dulu. Aku tak tahan dengan ‘nyinyiran’. Ditambah sikapku yang tak bisa membela diri dan selalu diam. Ditambah sosial mediaku yang selalu diadukan.. Membuatku tak bisa membuka diri dan mengadu dengan benar.

Semuanya meledak-ledak begitu saja.

Baca juga: Mom War dan Perfectionis Sindrom adalah Penyebab Stress pada Ibu

Suamiku kemana?

Ingat, ekonomi kami sedang merintis. Artinya, suamiku sibuk berkerja siang-malam. Ketika datang kerumah ia kelelahan dan tertidur. Tak ada lagi ruang yang benar untukku mengadu. Hanya satu ruang itu. Yaitu memarahi anakku.

Its Okay, Itu Hanya Masa Lalu

Alhamdulillah sekarang kondisi keluarga kami sudah jauh lebih baik. Farisha sudah besar dan pintar. Suamiku telah diangkat menjadi Dosen Tetap, pekerjaan sampingannya tetap berjalan, dan aku telah menyalurkan passion gado-gado yang kumiliki ke dalam blog ini. Segalanya terasa lengkap.

Aku juga telah memperbaiki kesalahan masa laluku kepada Farisha. Sejatinya, aku tau bahwa lubang itu tak akan benar-benar sembuh. Tapi aku telah membuatnya tertawa lagi dan menjadi anak ceria pada umumnya. Ia berkembang jauh lebih baik dibanding harapanku. Ia memiliki bakat spesial dan ocehan yang sangat lucu.

Baca juga: Tentang Dampak Post Partum Depression pada Si Kecil dan Caraku memperbaikinya

Masa lalu telah mengajariku segalanya, bahwa untuk mencegah terjadinya Baby Blues dan Post Partum Depression maka sangat diperlukan pemahaman dari keluarga dan lingkungan sekitar. Berikut ini adalah cara-cara agar Ibu tidak stress pasca melahirkan:

1. Ajak Suami untuk Berperan dalam Membantu Kegiatan Rumah Tangga

Suami adalah Raja.

“Layani laki bujur-bujur mun handak parajakian..”

Artinya: Layani suami dengan sebenar-benarnya agar hidup penuh rejeki.

Banyak para emak yang masih tidak mengerti dalam arti pelayanan yang benar dan menguras dirinya terlalu dalam untuk serba bisa dan sempurna dalam rumah tangga. Termasuk mengerjakan segalanya serba sendiri dan meng’haram’kan suami ikut campur. Walau memiliki bayi kecil yang selalu menangis.

Aku bahkan pernah disindir saat memiliki anak pertama dulu, “jangan sampai laki membasuhi anak *ah*ra kena bini harat lawan laki.”

Artinya: Jangan sampai suami ikut membersihkan ‘pup’ anak, nanti jadi istri durhaka.

Ya, aku tinggal dilingkungan dengan omongan ketus seperti itu. Hingga anakku berumur 2 tahun, tak pernah sekalipun aku menyuruh suamiku untuk berperan dalam hal ini. Termasuk saat aku kepasar, tidak ada yg mau menggantikan popok si kecil yang basah dan bau.

Aku terlalu takut untuk terlihat minta tolong.

Hingga suatu hari aku pun tak tahan dan menumpahkan segala kekesalanku. Bagaimana tidak sukanya aku dengan pola pikir ’emak zaman old’ yang kaku. Tentang bagaimana seharusnya suami ikut membantuku, bagaimana seharusnya ia maklum dengan hasil masakanku dan bagaimana seharusnya kami membagi tugas bersama. Cukup satu malam untuk membuatnya mengerti dengan hal itu. Dan aku berpikir, “Andai sejak dulu aku curhat dan terbuka mungkin tidak akan seperti ini..”

Jangan pernah sungkan meminta bantuan kepada suami. Please, bikin anak berdua. Masa yang membesarkan cuma sendiri?

2. Jika memiliki Anak Pertama, Sedini Mungkin Ajari Ia untuk Menyayangi dan Memperhatikan Adiknya untuk menghindari Sibling Rivalry

source image: drgailgross.com

Konon, jika kita memiliki anak kedua maka anak pertama akan senang awalnya namun pada suatu moment ia akan merasakan perasaan iri dan tidak diperhatikan. Pada saat inilah anak pertama akan mulai mencari sensasi pada Ibunya agar diperhatikan kembali. Moment ini bernama Sibling Rivalry.

Sibling Rivalry akan membuat emak stress jika anak pertama tidak bisa diajak bekerja sama dalam ikut menyayangi adiknya. Biasanya pemicu utamanya adalah lingkungan sekitar juga yang membanding-bandingkan anak pertama dan kedua di depan anak pertama sendiri. Contoh:
“Wah, adek kamu putih cakep.. Kok kamu item?”
“Kayaknya adeknya mirip mamanya nih, kalo kamu mirip bapak ya.. Cantik deh adeknya..”
“Nanti kamu gak disayangi lagi deh.. Hahahaha..”

Memang, sekilas kalimat diatas mungkin maksudnya adalah ‘bercanda’. Tapi bagi anak kecil, kalimat itu cukup menyakiti hatinya dan sudah sangat cukup untuk menumbuhkan bunga-bunga rasa iri. Ah, entahlah bagaimana cara mencegah orang-orang untuk bercanda seperti ini. Ini sering terjadi dan yang repot pada akhirnya adalah emaknya sendiri. 😑

Bayangkan bagaimana repotnya kalau anak kedua menangis tapi anak pertama malah ikut menangis meminta perhatian juga? Jujur saja, ini lebih horor dari pada baby blues dengan satu anak. Untuk menghindari fase horror ini pula aku memberi jarak 5 tahun dalam kehamilan kedua. Dengan begitu aku dapat memberi pemahaman kepada anak pertama karena ia sudah sedikit besar dan bisa mengerti.

3. Hindari berteman dengan orang-orang yang ‘suka nyinyir’

Mommy War saat punya anak masih bayi? Bisa saja.

Walau disini masih terikat dengan adat kental bahwa Ibu dan bayi tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari, namun adaaa saja emak-emak yang hoby menengok dan nyinyir. Haha. Bener gak?

Contoh:

“Ih, payudaranya kok kecil. Ada gak susunya tuh?”

“Kok anaknya gak diayun? Kamu kerjanya gimana? Masa disamping bayi aja?”

“Loh, gak masak kah?”

“Rumah kok berantakan, cucian aja masih berendam kamu malah tidur..”

Dst.. Dst..

Punya tetangga kepo begini? Gak usah dibukain pintu.. 😂

Punya mertua begini? Tinggal ditempat mertua? Kaburr.. 😂

Yah kok solusinya gitu amat?

Ya bagaimana lagi? Perasaan wanita itu sudah terlahir sensitif dari zaman megantropuspaleojavanikus (nama macam apa ini.. 😂) Ditambah baru melahirkan, ditambah kecapean, ditambah kelaparan.. Perasaannya itu sedang dalam mood krisis sensitif.

Pas ditengok orang sih maunya tuh orang muji-muji si bayi kek.. Malah nyinyirin emaknya.. Noh.. Kelaut aja sono kalo mau nyinyir.. 😂

Sumvah, blog macam apa ini.. Haha

4. Penuhi ‘Hak Me Time’ milik Ibu

Semua Ibu berhak bahagiaa..
Semua Ibu berhak punya pilihan. Termasuk itu menggeluti passion yang disenanginya. Betul?

Tidak sedikit para Ibu yang terkuras passionnya karena kegiatan rumah tangga, merelakan cita-citanya begitu saja demi lengkapnya kebutuhan jasmani dan rohani anggota keluarga. Hal ini sudah seharusnya? Begitulah pekerjaan wanita? Iyes, itu emak zaman old.

Emak zaman old enggak punya passion warna warni seperti emak zaman now yang terawat dengan status pendidikan tinggi. Emak zaman now akan sangat merasa berdosa jika ilmu yang telah ia miliki tidak tersalur dengan baik. Ilmu tersebut telah menjadi bagian dari hidupnya dan penyaluran passion dari ilmu tersebut adalah hal yang sangat penting.

Jadi, biarpun kita sebagai ibu sudah memiliki anak bayi dan mengorbankan 90% hidupnya untuk itu.. Paling tidak, sisakan 10% hidup untuk diri kita sendiri. Sisakan kebebasan untuk memilih dan berekspresi. Itulah sederhananya makna me time produktif ala Emak Zaman Now.

Baca juga: “The Power Of Emak-emak zaman now itu BEDA”

5. Isi Sebagian Me Time dengan Menguatkan Spiritual Ibu

Jangan pernah lupa untuk menguatkan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Sempatkan berdoa dan bersujud sedikit saja. Karena sudah fitrah manusia untuk menyerahkan diri dan bersujud kepada-Nya dalam bersyukur dan meminta pertolongan.

Berwudhu, beribadah dan melantunkan ayat suci adalah cara manjur untuk mengisi kesejukan dalam hati kita. Isilah sebagian me time yang kita miliki dengan hubungan kepada Sang Pencipta. Karena itu adalah kebutuhan rohani kita yang tidak bisa ditinggalkan.

6. Hindari Menjadi Ibu yang Serba Sempurna

source: the average mommy

Menjadi sempurna memang suatu kebanggaan. Rumah bersih dan rapi, makanan selalu homemade, anak tidak rewel, baju sistem setrika semua, rajin membuat bahan DIY untuk kecantikan. Tapi, saat kita memutuskan untuk menjadi serba sempurna.. Tanyakan kembali pada diri kita, sudah benarkah hal yang kita lakukan?

Ya, sudah menjadi sifat alami seorang Ibu dan Istri, jika ia sudah mencintai maka ia terbiasa untuk kebablasan melayani dan mengabaikan kewarasannya sendiri. Ditambah dengan lingkungan yang menuntut segalanya serba sempurna maka stress pada Ibu sangat rentan terjadi. Solusinya, lepas salah satu standar kesempurnaan dan lakukan ‘me time’ dengan waktu luang yang jarang ada tersebut.

Bagiku, melepas standar kesempurnaan ini sangat manjur untuk meredakan stress. Dulu, aku penganut homemade garis keras. Disamping karena faktor ekonomi, hal ini juga faktor kebiasaan dari lidah suami. Apalagi, jika berkunjung ke tempay mertua aku selalu ditanya, “Makan apa hari ini?” atau “Masak apa di rumah?”

Rasanya itu… Eeeeng…

Baca juga : Tentang Pengalaman Jatuh Bangun Belajar Memasak

Tapi sekarang? Aku masih homemade memang. Tapi aku sudah termasuk cuek saat ditanya hal-hal seperti itu. Kalau sedang malas atau tidak sempat masak karena jadwal yang tiba-tiba padat, jawab saja sejujurnya. Haha.

Karena memberi standar kesempurnaan pada setiap pekerjaan Ibu itu menyakitkan.

7. Jangan Biarkan Perut dalam Keadaan Kosong saat Menyusui

Siapa yang gampang marah saat dalam keadaan lapar?

Kurasa semua juga gampang marah ya, kecuali sedang berpuasa.. Hihi.. Tapi, jangan pernah biarkan Ibu Menyusui dalam keadaan kelaparan dan harus mengerjakan setumpuk pekerjaan tanpa adanya pasokan makanan yang ‘ready’ di rumah. Apalagi, saat sedang kelaparan begitu anggota keluarga malah meminta request makanan homemade yang susah di buat. Yaaa.. Something like.. Ikan Panggang yang dipanggang memakai kayu bakar maupun ayam geprek krispi dalam durasi setengah jam.

Rasanya itu…. Eeeeeggggh…!!!

Mengertilah Ibu Menyusui itu sangat kelaparan, ia tidak berpikir lagi untuk menyempatkan diri memasak dalam waktu yang lama. Ia bahkan senang jika mie instan saja sudah dapat hadir walau tanpa telur di kamarnya. Ya, tidak perlu yang mahal-mahal. Hanya meminta perhatian, Yes?

Syukur-syukur kalau dibawakan pizza sepulang kerja…

Rasanya itu.. Meleleh… Klepek klepek dan langsung jatuh cinta lagi..

Hahaha

8. Jangan Menutup Diri dari Komunitas

Setiap Ibu butuh ruang sosial untuk dapat tetap eksis dan merasa ‘tidak menghilang’. Karena itu, adanya komunitas sangat diperlukan buat Ibu.

Tidak perlu komunitas ngumpul-ngumpuk secara nyata. Zaman now, apalagi buat Ibu-ibu yang tinggal di komplek perkotaan sangat sulit untuk menemukan teman nyata yang ‘sreg’, betul? Ya, zaman sekarang menjadi salah satu member di Grup WA saja sudah menyenangkan loh. Apalagi jika member dari grup tersebut menyenangkan dan saling mendukung. Komunitas seperti ini sangat diperlukan untuk mengisi ruang sosial.

Kadang, saking sibuknya Ibu. Ia sampai lupa dengan kebutuhan sosialnya. Tau-tau rasanya menghilang saja. Aku pernah merasakan hal ini, rasanya sangat sulit untuk dapat bergabung kembali. Maka, sebisa mungkin sesekali bertegur sapalah walau sebatas like dan say ‘Hi’.

9. Mengeluhlah Jika itu Membuat Ibu Merasa Lega

Well, point ini masih menjadi pro dan kontra.

Konon, katanya seorang Ibu harus dapat menjaga aib keluarga. Tidak boleh mengeluh dan mengadu. Apalagi di sosial media.

Terus, kalau si Ibu ini kerjaannya di rumah saja tanpa teman curhat gimana dong? Suaminya gak ada gimana dong? Orang tuanya bukan pendengar yang baik gimana? Mertuanya suka nyinyir gimana? Lari kemana tuh Ibu? Curhat sama kucing? Gak suka kucing gimana dong?

Banyak loh, Ibu-ibu stress yang terancam bunuh diri bahkan membunuh anaknya karena menumpuk-numpuk beban kesedihan tanpa pernah curhat sekalipun.

Baca juga: Kasus-kasus Pembunuhan Anak Oleh Ibunya Sendiri karena Post Partum Depression

Curhat itu perlu. Berekspresi itu perlu. Jika kita tidak dapat menjadi pemberi solusi terbaik, setidaknya.. Jadilah pendengar yang baik. Karena pada titik jenuh dan stress seorang ibu, ia hanya butuh pelampiasan untuk mendengarkan ‘sampah’ yang wajib ia buang.

***

Aku pernah amat sangat menyesal telah membuat anakku menjadi pelampiasan ketidak-warasanku dahulu. Karena itu, semoga cara-cara yang telah kutulis ini mengingatkanku bahwa, “Jadilah seorang Ibu yang bahagia. Karena Ibu yang bahagia akan menularkan kebahagiaannya untuk orang-orang yang ia sayangi..”

Tidak Sabar menunggumu, Anakku yang Kedua. Mama tidak menjanjikan apa-apa untuk membuatmu lebih baik nantinya.

Tapi mama berjanji akan menjadi Bahagia karena Kelahiranmu.

The Power of Emak-emak Zaman Now itu Beda

The Power of Emak-emak Zaman Now itu Beda

“Emak-emak zaman sekarang ya.. Punya anak satu aja kerjaan rumah enggak beres. Padahal kalau dibandingkan emak zaman dulu, mereka punya kerjaan lebih banyak, anak lebih banyak, tapi semua beres.. Mungkin, emak zaman sekarang kerjaannya main gadget melulu.”

Tidak sekali-dua kali aku pernah mendengarkan pernyataan ini. Dimana saja, jika ada emak yang cukup berumur disuatu ruang sosialita tentu bahan percakapan seperti ini sering melintas begitu saja. Sebagian besar membenarkan fenomena ini, namun adapula sebagian yang lain memiliki pendapatnya sendiri dan tetap berpandangan positif dengan tingkah perilaku generasi emak modern.

Tentang Perubahan Zaman dan Generasi

Aku pernah berdiskusi dengan salah satu emak modern yang membela fenomena ’emak gadget’ zaman now. Seperti dugaanku, emak yang kesehariannya tak pernah lepas dari HP tersebut mengemukakan bahwa inilah kesehariannya. Hampir 50% waktu dalam kesehariannya tak pernah lepas dari gadget dan media sosial. Jika dilihat sekilas, kita mungkin hanya bisa berkata, “Pemalas sekali, kerjaan sehari-hari ‘cuma’ megang HP.”

Baca juga: “Kenapa sih Emak Zaman Dulu Selalu Bisa”

Siapa sangka dibalik itu semua, ia adalah pembisnis online yang memiliki keuntungan besar? Bahkan melebihi keuntungan para pekerja keras diluar sana?

Ya, zaman sekarang memang berbeda dengan zaman dahulu. Sehingga kita tidak bisa membandingkan perilaku produktif emak zaman dulu dan sekarang. Dari pergantian generasi ke generasi, pandangan sosok perempuan dalam masyarakat tidak seperti dahulu lagi.

Dunia emak zaman now sudah berbeda.. Tidak melulu tentang “Dapur, Sumur, dan Kasur..”

“Kami dapat menjadi generasi berbeda yang dapat membawa perubahan positif tentang peran perempuan dan meningkatkan produktifitasnya
dengan memanfaatkan perkembangan IT dalam kehidupan sehari-hari”

Siapa yang berkata demikian? Merekalah emak-emak zaman now. Emak yang terlahir pada generasi milenial. Emak yang berpendidikan, mengerti teknologi dan pemanfaatannya dengan optimal.

Mereka tidak lagi dibumbui dengan pemikiran kolot generasi sebelumnya. Dunia mereka tidak lagi dibatasi oleh sudut-sudut kubus pemikiran yang sempit. Dunia mereka jauh lebih luas, wawasan mereka jauh lebih terbuka dan siapa sangka walau terlihat pemalas, mereka juga produktif dan punya peran lebih dalam masyarakat?

Emak harus produktif

Sejauh ini, aku terus berpikir tentang Apa sebenarnya arti produktif bagi perempuan? Apakah harus melulu tentang menghasilkan uang? Apakah harus melulu tentang terlihat menjadi pemimpin dalam komunitas sosial? Apakah harus melulu tentang pekerjaan rumah yang serba sempurna?

Ternyata tidak. Arti Produktif itu sangat sederhana.. Yaitu dapat menghasilkan. Tidak melulu tentang uang, tapi arti produktif yang sebenarnya adalah ketika potensi seorang perempuan dapat dioptimalkan untuk orang sekitarnya hingga menyebar kedunia yang luas. Tentang feedback yang dihasilkan dari itu adalah nomor 2. Ya, tentang menghasilkan uang, pengakuan, tingkat sosial dalam masyarakat akan menggiringi seiring dengan potensi yang telah dimaksimalkannya.

Baca juga: “Menjadi Generasi Perempuan yang Lebih Produktif”

Bagiku, menjadi emak produktif itu adalah keharusan. Karena aku sangat yakin bahwa setiap perempuan pasti memiliki bidang passion yang disenanginya. Passion perempuan yang tidak tersalur akan menyebabkan depresi, kehilangan tujuan hidup dan kehilangan semangat hidup. Menyalurkan passion dengan cara yang menyenangkan adalah salah satu kegiatan produktif yang dapat dilakukan.

Jika sudah menjadi emak-emak, kehilangan passion karena kegiatan rumah tangga akan menyebabkan kondisi psikologis Ibu terganggu. Aku pernah mengalaminya, aku terkena Post Partum Depression karena mengabaikan passion dan mengutamakan keluarga. Dampak penyakit psikologis ini sangat berbahaya, selain mengurangi produktifitasku penyakit ini juga berefek negatif terhadap kesehatan jiwa anakku.

Baca juga: Cerita tentang Post Partum Depression dan Mengatasi Dampak Negatifnya pada Anak

Jadi, penyaluran passion itu wajib. Produktif bagi perempuan itu wajib, apalagi yang sudah menjadi emak-emak. Karena Emak-emak yang membiarkan passionnya terbengkalai begitu saja akan terancam depresi.

Tapi, bagaimana emak dapat menyalurkan passionnya walau di rumah saja?

Emak Harus ‘Melek’ Teknologi

Zaman now, masih adakah para emak yang gaptek? Memiliki hp jadul, tidak mengerti dengan sosial media, tidak terbuka wawasannya, gampang di pengaruhi oleh informasi hoax? Dan menganggap hp adalah candu yang menyesatkan?

Tentu ada. Bahkan tidak menutup emak yang lahir pada generasi milenial juga.

Bagaimana pandanganku saat melihat hal ini? Ya, miris. Sayang sekali. Padahal, banyak kegiatan produktif yang dapat menghasilkan sesuatu dengan memanfaatkan perkembangan IT.

Aku pernah berhadapan dengan emak-emak yang memiliki pandangan kolot seperti ini. Ingin rasanya aku bangun dan menyadarkan pandangan mereka. Tapi bagaimana? Aku tidak memiliki kekuatan yang berarti selain merangkai tulisan di dunia literasi melalui blog. Sayangnya, kebanyakan emak seperti ini malas memperdalam literasi. Bahkan, membacakan buku cerita pada anak pun hanya terfokus pada cerita nabi saja.

Bagaimana caranya agar para emak zaman now bisa melek teknologi?

Lalu, aku berkenalan dengan IWITA pada event roadshow serempak di Banjarmasin. IWITA adalah singkatan dari Indonesia Women Information Technology Awareness. IWITA merupakan Organisasi Perempuan Indonesia Tanggap Teknologi Informasi sebagai organisasi berbadan hukum yang memiliki ‘positioning’ mencerdaskan Perempuan Indonesia melalui Teknologi Informasi.

IWITA memiliki misi penting dalam memajukan produktivitas perempuan yaitu dengan menciptakan kesadaran perempuan Indonesia akan manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Dengan berbagai roadshow serempak yang telah diadakan IWITA fi berbagai kota, IWITA memberikan banyak pengetahuan dan wawasan penting untuk pengembangan produktivitas perempuan di bidang TI dan peningkatan ekonomi keluarga bagi para emak-emak zaman now.

IWITA telah berpengalaman mengadakan kegiatan sejak tahun 2009. IWITA telah banyak bekerja sama dengan berbagai stakeholders. IWITA juga didukung oleh lembaga IT terkemuka untuk peningkatan, pembelajaran, implementasi dan sosialisasi di bidang teknologi informasi bagi perempuan Indonesia.

Organisasi seperti IWITA adalah salah satu organisasi yang dapat memberikan harapan pada emak-emak zaman now. Karena, the power of emak-emak zaman now itu berbeda bukan?

Arti Produktif yang Sebenarnya

Sepemahaman dengan IWITA, sebagai perempuan yang sudah berstatus emak-emak, aku juga merasa bahwa arti produktif itu sangatlah luas. Tidak sesederhana menghasilkan uang semata. Tapi, bermula dari pengoptimalisasian passion dengan memanfaatkan teknologi kekinian.

Jujur saja, Aku mulai melek dengan teknologi sejak memiliki suami yang merupakan konsultan IT sekaligus owner dari CV share system. Aku mulai mengenal teknologi kekinian dan pemanfaatannya sejak sudah berstatus ’emak-emak’. Tiada kata terlambat untuk sebuah ilmu bukan? Karena sejak berkenalan dengan dunia IT yang lebih luas kini aku dapat menjadi emak-emak yang lebih hidup dan bersemangat.

Aku mulai bersemangat sejak suamiku membuatkanku sebuah blog. Ia berkata bahwa tulisanku dapat menjadi inspirasi bagi semua emak-emak diluar sana. Ia membantuku untuk mengoptimalisasi blog shezahome. Sehingga akhirnya, karena ketekunan ini pula akhirnya aku dapat memperoleh penghasilan tambahan dari blog. Masih tidak banyak memang, tapi ini menyenangkan.

Kegiatan nge-blogku juga didukung oleh komunitas blogger perempuan di daerahku. Namanya adalah Female Blogger of Banjarmasin (FBB). Aku memasuki komunitas ini sejak member FBB masih beranggotakan dibawah 10 orang. Seiring berjalan waktu komunitas kami mulai serius dan membentuk kepengurusan. Siapa sangka aku yang awalnya tidak pernah berorganisasi kini telah merasakan menjadi pengurus di komunitas FBB? Ya, aku pernah menjadi sekretaris FBB. Dan sekarang, aku adalah wakil ketua dari FBB.

Tidak terasa, sudah 2 tahun lamanya komunitas FBB berdiri. Para member FBB mulai bertambah banyak, tidak sesunyi dahulu lagi. Beberapa job blogger mulai datang dan membangun semangat baru bagi para membernya. Suka dan duka kami lewati. Kami juga saling bantu membantu dalam sharing pengetahuan tentang IT. Beberapa blogger senior di komunitas FBB tidak sungkan dalam membagi ilmunya.

Dalam ulang tahun FBB yang kedua, kami memiliki harapan besar pada komunitas ini. Kami ingin dunia literasi digital dapat berkembang luas. Seperti IWITA, kami ingin turut berperan dalam mengembangkan kesadaran kaum perempuan tentang pentingnya melek IT untuk produktivitasnya.

Untuk itu, IWITA memberikan dukungan penuh kepada visi dan misi FBB. Pada acara syukuran ulang tahun FBB yang ke-2, IWITA memberikan support dukungan sebagai apresiasi atas semangat FBB dalam mengembangkan literasi digital dan membangun kesadaran perempuan akan pentingnya IT.

Jadi, siapa bilang Perempuan tidak bisa Produktif walau hanya di rumah saja?

Mari mulai tunjukkan the power of Emak-emak zaman now.

Karena The Power of Emak-emak zaman now itu BEDA.

Tips Memilih Dress Wanita Buat Kamu yang Punya Badan Kurus dan Tinggi

Tips Memilih Dress Wanita Buat Kamu yang Punya Badan Kurus dan Tinggi

“Kalo badan kayak kamu sih, apa aja pasti masuk. Kamu kan kurus, tinggi plus langsing.”

Aku selalu nyengir kaku setiap kali kata-kata itu diucapkan oleh temanku. Memang, jika berkaca tubuhku tergolong tinggi diatas rata-rata. Namun, kadang kala aku juga sering merasa tidak terlalu percaya diri dengan badanku yang tergolong kurus dan tidak terlalu ‘berisi’. Terkadang, aku merasa seperti angka 1 yang tidak punya kelebihan menonjol jika berfoto bersama teman-temanku.

Ya, Aku merasa sangat ‘flat’ dibanding yang lainnya.

Tapi itu dulu. Kini sejak aku menikah, aku akhirnya memiliki konsultan dalam hal berpenampilan. Ia adalah suamiku sendiri. Ia tak pernah berbohong berlebihan untuk membuatku merasa percaya diri. Jika ada baju yang tidak cocok denganku, ia pasti langsung menegurku. Bahkan, aku selalu membawa suamiku jika berbelanja baju loh. Soalnya, sepertinya dia lebih bisa memilih baju dibandingkan denganku. Haha.

Setelah 6 tahun menikah dengannya. Aku akhirnya sadar bahwa dia suka sekali dengan gaya baju dress wanita. Menurutnya, wanita dengan memakai dress itu terlihat anggun dan cantik. Padahal, waktu remaja dulu aku sangat amat jarang memakai baju model dress. Aku lebih menyukai baju-baju kaos ketat dengan celana jeans. Menurutku, baju kaos ketat dan celana jeans akan membuat tubuhku lebih terlihat berisi. Dan lagi, dulu aku itu sangat anti memakai dress karena terkesan makin terlihat kurus kalau memakai dress. Hmm, ternyata itu salah pemirsa.

Dress untuk wanita adalah pakaian yang sangat anggun. Para lelaki suka dengan wanita yang memakai dress. Memang, untuk bentuk tubuh yang kurus memakai dress akan menjadi PR yang berat. Nah, berikut ada beberapa tips memilih dress wanita buat kamu yang punya badan kurus tapi pengen pakai dress:

1.Pilih Dress Bermotif

Kenapa harus bermotif? Kan motif terkadang ‘norak’ ya?

Eits, jangan bilang norak dulu. Dress dengan motif ini sangat menolong sekali buat kamu yang punya badan kurus. Motif-motif tersebut bisa membuat tubuh kamu terlihat berisi dan cerah.

Kamu bisa menggunakan dress dengan motif horizontal untuk terkesan elegan. Sementara untuk kamu yang punya aura ceria, bisa banget mencoba berbagai motif bunga kekinian.

Kalau aku? Aku suka motif bunga karena lebih terlihat blooming dan ceria. Aura mukaku kan sudah sedikit jutek ya, jadi motif begini menolong sekali. Hihi

source image: mataharimall.com

2. Memakai sabuk

“Aduh, dress yang ini kok cakep banget. Tapi cocok gak ya buat aku yang kurus begini?”

Sering jatuh cinta dengan dress yang memiliki warna dan motif yang menawan? Itu aku banget. Kadang kala dress yang kita inginkan saat mencoba dipakai akan membuat tubuh terlihat biasa sekali atau malah semakin ‘flat’. Terus, gimana ya?

Pakai sabuk aja. Iya, ini work banget. Asal perut kamu benar-benar langsing ya. Kalau buncit di bagian perut PR juga sih (huhu).

Nah, buat kamu yang punya perut langsing banget.. Gak ada salahnya mencoba solusi dengan memakai sabuk seperti ini agar tubuh terkesan lebih berisi.

source image: mataharimall.com

3. Memakai Outer

Kurus tapi punya perut buncit? Tapi senang pakai dress?

Yuk, perbaiki penampilan supaya makin cantik dengan memakai outer baik berupa jaket atau cardigan. Memakai outer begini work banget buat perut yang gak langsing amat tapi badan kurus. Seperti aku yang lagi hamil ini contohnya. Hihi.

Selain itu, memakai outer juga merupakan solusi yang pas ketika kita sudah naksir berat dengan dress wanita tanpa lengan. Sering dong pastinya mengalami ini?

source image: mataharimall.com

4. Hindari memakai Dress ketat, Pakailah Dress yang longgar

Terkadang kita sebagai ‘makhluk kurus’ suka sekali memakai pakaian ketat. Niatnya sih supaya terlihat berisi, padahal dress ketat itu tidak cocok buat wanita kurus loh. Apalagi jika kita salah memilih warna.

Dress wanita yang ketat akan membuat penampilan kita terlihat sangat flat dan tidak menawan. Apalagi jika dress tersebut berwarna gelap. Apalagi nih ditambah dengan kulit yang gelap juga. Nah, jadi apa coba? Hihi.

Buat kamu yang punya badan kurus dan tinggi, akan lebih baik jika memakai dress yang longgar dan memiliki design cantik. Seperti dress dibawah ini.

source image: mataharimall.com

5. Jangan terbawa trend, kamu harus punya style sendiri dalam memilih dress

Terakhir yang merupakan solusi terpenting diatas semua solusi diatas adalah kamu tetap harus menjadi dirimu sendiri dalam memilih dress. Kan gak asik banget ya kalau mode pakaian kita selalu berganti sesuai dengan trend yang ada?

Jadilah seseorang yang stylish bukan terbawa trend.

Bagaimana kita tahu bahwa itu merupakan style kita? Yaitu dengan melihat kenyamanan kita dalam memakai dress tersebut. Kalau kita sudah merasa nyaman dan percaya diri maka aura cantik akan terpancar dalam diri kita. Aura positif ini akan membuat orang lain merasa senang saat melihat kita.

Jadi, punya badan kurus tinggi dan flat?

Pede Aja!

IBX598B146B8E64A