Browsed by
Category: Review Buku dan Film

Drama Start Up dan Warna-Warni Perasaan di Dalamnya

Drama Start Up dan Warna-Warni Perasaan di Dalamnya

Minggu 6 Desember sudah berlalu.. Minggu yang benar-benar spesial karenaaaaa… 

Episode Terakhir Start Up udah kelarrr… 

Jadi, siapa pemenangnya? 

Kamu Tim #NamDosan atau #HanJiPyong? 

Begitu kan yang sedang trend akhir-akhir ini di dunia perdrakoran? Sampai ada war-nya segala.. 🤣

Well, gak salah sih ya kelakuan Writer Nim emang juara banget dalam ngaduk-ngaduk perasaan netizen. Sudahlah diaduk, ditambahin micin sama gula pula. Padahal sudah emak bilang loh, micin ya micin.. Gula ya gula. Jangan barengan. Nanti terlalu sedap! 

*ini ngomong apaan sih? 

Pokoknya, nonton ini itu perasaan nano-nano. Manis, asem, asin, kegeeran. Ya begitulah kalau yang nonton sok-sokan reframing jadi Seo Dal Mi segala. Wkwk.. Bener-bener deh nih pandemi, bikin emak keracunan nonton drakor aja dari kemarin.

Nah, berikut ini adalah Warna-Warni perasaan emak ketika menonton drama Start Up:

Mengalami 2nd Lead Syndrome

Jujur ya, emak tuh sudah sering nonton drakor. Tapi, baru kali ini yang bener-bener terpana dengan 2nd lead. Bahkan selalu protes saat netizen bilang kalau Ji Pyong adalah 2nd lead. Karena bagi emak sih ya kok gak pantas gitu. Peran karakternya lumayan dominan loh. Dan yang utama adalah dia yang membangun drama ini jadi up n down. 

Dari pertemuannya dengan si nenek, surat dengan Dal Mi, caranya membangun dan memotivasi Samsan Tech dari belakang. Wow, super sekali sih. Sudah pantas banget jadi 1st lead gitu. 

Tapi kenyataannya, menurutku writer nim agak kebablasan dalam memasukkan karakter Ji Pyong ini. Terlalu dominan ngebaperinnya jika dibandingkan dengan Nam Do San. Padahal, kelihatan sekali kalau Nam Do San lah sebenarnya 1st leadnya. Biasanya loh namanya karakter 2nd lead gak sebaper ini. 

Sejak awal aku jujur saja sudah simpatisan berat sama karakter Han Ji Pyong. Caranya berekspresi itu menggemaskan. Aura denialnya saat menolak menjadi anak baik itu menggemuruhkan dada (halahh). Apalagi kalau melihatnya mendadak jadi pahlawan, luluh seketika. Gak heran, tim Han Ji Pyong ini banyak banget. 

Tapi, apakah aku juga Tim Han Ji Pyong seperti ‘mereka’? Jujur, enggak segitunya sih. Hihi. 

Story di instagram ini aku buat tanggal 22 November. Aku #TimJiPyong tapi aku mendukungnya untuk selalu menjadi anak baik. Bukan mendukungnya untuk memenangkan hati Dal Mi. Karena aku benar-benar terinspirasi dengan karakternya. Suka sekali. Menurutku ya, karakter Ji Pyong ini adalah karakter terbaik yang pernah Writer Nim ciptakan. 

Meski jujur, aku sempat kecewa dengan perubahan mendadak karakternya di episode 13 dan 14. Seakan sedikit dipaksakan. Sempat malas sekali nonton episode terakhirnya. Karena takut karakternya diubah demi kemenangan Do San. Tapi ternyata, endingnya mengagumkan. Salut dengan penulisnya. 

Merasa Senasib dan Satu Sifat dengan Do San

Aku mendukung Do San mendapatkan Dal Mi. Tapi, karakternya masih tidak bisa mengalahkan ke-baperanku pada karakter Ji Pyong. Maka, aku bukan tim Do San. 

Aku mendukungnya untuk mendukung diriku sendiri. Karena aku merasa mirip dengannya. *Tapi katanya bukan tim Do San. GIMANA SIH? 

Well, Aku tumbuh di lingkungan keluarga yang sangat mirip dengan Do San. Walau jujur aku tidak sepintar Do San. Scene yang membuatku merasa sangat mirip dengannya adalah tentang meraba-raba tujuan hidupku. Aku sungguh sangat baper ketika menonton scene dimana Do San hidup untuk membahagiakan dan membanggakan orang tuanya. Sungguh sama.. 😭

Aku juga sangat baper ketika melihat Do San bingung meraba mimpinya ketika ditanya, “Apa cita-citamu?”

Aku juga merasakan hal yang sama ketika orang tuanya berbisik tentang cita-cita seharusnya. Aku merasakan kebingungan dihati Do San. 

Pokoknya, Karakter Do San sangat mewakili generasi Milenial sepertiku. Sangat. Up and Down Do San dalam Quarter life crisis itu sangat related dengan kehidupan remaja seumurannya dan juga seumuranku dahulu.

I’m so happy ketika Do San sudah paham dengan mimpinya sendiri. Yes, Just Follow Your Dream!

Kadang juga Merasa Mirip Dengan Dal Mi

Apaan sih? Tadi merasa mirip Do San. Sekarang Sok kegeeran mirip Dal Mi? Mirip dimana? Nasibnya? Direbutin dua cowok super legit juga? 

Enggak lah.. Mirip mukanya maksudku.. (Auto ditoyor berjamaah para fans Suzy..🤣) 

Becanda denk. 

Jadi, aku tuh merasa sangat terinspirasi dengan sosok Dal Mi ini. Ada dibeberapa scene hidupnya yang mewakili perasaanku banget dimana aku ngerasa. “Ih iya. Aku juga pernah gini..”

Masalah-masalah yang ada dalam perjuangan hidup Dal Mi ini sebenarnya sangat mirip dengan kehidupan kita, bukan kehidupanku saja loh. Tau gak miripnya dimana? 

Yaitu, kalau kita sudah memutuskan memilih. Maka itu berarti kita sudah siap dengan risikonya. Dan harus menghadapinya. TANPA PENYESALAN. *eh, apa lu capslock main dimari.. 

Ketika Dal Mi memilih ikut dengan Ayahnya maka ia juga harus menanggung risiko dengan beratnya beban hidup. Begitupun ketika ia memutuskan menandatangani kontrak akuisisi bakat dengan Alex tanpa teliti, maka ia harus terlepas dengan Samsan Tech. 

Aku pernah merasakan hal yang sama dengan Dal Mi. Ketika ia berkata, “Nenek, apakah aku bunga kenikir yang terlambat?” *kalau tidak salah begitu ya? 

So related dengan hidupku sekarang walau beda latar ceritanya. 

Tapi, begitulah hidup. Hidup penuh kejutan bahagia. Juga kejutan rasa sedih. 

Dari Dal Mi aku belajar untuk tidak pernah menyesali keputusanku. Juga tidak pernah menyesali kecerobohanku. Keputusan benar maupun salah memiliki risikonya masing-masing. Kuncinya ada pada diri kita, mau terus berjalan atau stuck? 

Dari Dal Mi aku ikut termotivasi untuk bisa ‘naik kembali’ dan menemukan tempat yang tepat untukku.

Paham dengan Berbagai Selak Seluk Bisnis

Drama start up ini sungguh banyak mengajariku insight baru tentang bisnis. Aku akhirnya paham dengan maksud suami untuk ‘membangun ekosistem’ pada bisnis kami. Well, sungguh aku banyak belajar dari sini. 

Yup sebagai pebisnis pemula sungguh niat awalku nonton start up adalah kegugupan diri sendiri karena bulan ini aku sudah memiliki npwp untuk ikut serta berperan dalam bisnis suami. Walau jujur, suami mungkin hanya butuh namaku untuk jadi CEO perusahaan kecil kami tapi dalam sudut hatiku.. Aku ingin menjadi CEO yang layak. Bukan sekedar nama saja. 🙂

Maka, boleh dong aku juga memposisikan diri sebagai Dal Mi dan menganggap suamiku adalah Do San. Huahaha. Dan lucunya, di kantor kami juga punya Yo San dan Chul San sama seperti Samsan Tech. Sungguh aku bersemangat sekali mengkhayal bisnis kami akan sukses layaknya Chong Myong Company. *eh, kok jadi curhat gini? 

Oke, back to ekosistem bisnis. Aku akhirnya jadi paham dengan model profitnya PayPal dan Flip. Berbekal dengan nonton start up aku mengerti pentingnya sebuah tim yang solid, tata cara pembagian saham hingga membangun bisnis agar berkembang. 

Well, ternyata tim yang solid itu bukan hanya diisi oleh orang yang satu passion loh. Ini benar adanya. Selama 3 tahun suamiku memiliki posisi sama dengan Do San dalam bisnisnya. Ia memiliki teman yang satu passion, akan tetapi rasanya hanya berputar disitu-situ saja. 

Drama start up benar-benar mengispirasi dalam menjalankan bisnis. Tapi jujur kami belum bisa meniru itu semua. Suami bilang, lebih baik mengumpulkan laba untuk menjadikannya modal usaha. Rasanya kami tidak bisa menghubungkan investor untuk bisnis kami. Karena kami belum punya relasi yang trust soal ini. Hmm.. Anggap lah posisi kami sekarang layaknya Itaewon Class dimasa awal. Kurasa aku harus banyak menonton drama seperti ini untuk dijadikan inspirasi.

Merasa Nostalgia Melihat Kelakuan Sa-Ha dan Chul San

Jika bertanya bagaimana cerita kehidupan cintaku dengan suami dahulu maka mungkin bisa dikatakan mirip dengan kekonyolan cinta  Sa-Ha dan Chul San. Walau jujur sih karakter suami tegas, gak seperti Chul San juga. Tapi untuk beberapa scene, 60% bisa dikatakan mirip. Huahaha. Karena itulah aku selalu senyum-senyum gemas kalau sudah melihat kelakuan mereka berdua. 

Wah, kaget ya. Nulisnya norak gini tapi aslinya jaim kayak Sa-Ha? Percayalah, aslinya dulu ‘topeng’ aku begitu. Karakter topengku waktu kuliah mirip dengan Sa-Ha ini, suamipun mengiyakan. Judes dan jaimnya sangat mirip padahal itu hanya topeng. ((Aslinya, ya begini.. 🤣)) 

Apalagi kalau ingat dulu aku dan suami juga diam-diam pacaran. Tidak ada yang tau. Saat adegan Yong San ingin memecahkan script dengan Sa-Ha, I can related it dengan adegan suami yang tiba-tiba menyuruh teman diskusiku untuk maju ke depan kelas. Sementara aku bengong dibuatnya. Ah sungguh kangen masa-masa itu. 

Bercita-cita ingin Menjadi Halmoni di Hari Tua

Diantara Ji Pyong, Do San, Dal Mi hingga In Jae.. Siapa sih karakter favoritku? 

Jawabanku adalah Nenek Dal Mi. Sungguh sosok yang luar biasa luas hatinya. 

Melihatnya aku jadi teringat mertuaku. I mean, dalam banyak sisi mirip loh sebenarnya. 

Beliau yang masih setia bersama Ayah Dal Mi ketika down, lalu membesarkan Dal Mi seorang diri ketika Ayahnya Dal Mi meninggal, tidak hanya itu.. Beliau juga membesarkan Ji Pyong ditengah keterbatasan ekonominya. Merangkul Ji Pyong hingga selalu memanggilnya ‘Anak Baik’. Membelikannya sepatu, memeluknya. Hiks. Kok baper pen nangis dulu bentar. 

Tidak hanya itu, beliau masih menerima mantan menantunya yang telah membuang anaknya sendiri. Luas sekali hatinya. 

Mirip sekali dengan mama mertua yang membesarkan anak yang ditelantarkan ibunya dari kecil hingga sudah kuliah kemudian membesarkan 2 anak yang lahir bukan dari rahimnya melainkan dari istri kedua suaminya. Jika dihitung, maka sebenarnya Mertua sudah membesarkan 9 anak ditengah keterbatasan ekonomi keluarganya. Luar biasa. Tidak hanya itu, masih saja mau direpotkan dengan membesarkan 4 cucunya. Emejing bukan? 

Saking emejingnya dulu aku sampai meniru kebiasaan mertua dalam mengatur ekonomi. Tapi aku tidak sanggup.. 

Akupun bercita-cita ingin menjadi seperti Nenek Dal Mi suatu saat nanti. Walau pemikiranku masih sesempit ini, kadang masih labil dan bla bla. Bahkan mungkin hampir mustahil bisa seperti itu. Tapi aku ingin bisa sebaik itu suatu hari. Entahlah bagaimana caranya

Belajar Rasa Ikhlas Dari Ji Pyong

Sejak episode 4 aku sudah sangat yakin bahwa Ji Pyong pasti tidak akan mendapatkan Dal Mi. Ji Pyong menolak perasaan cintanya, sementara Do San langsung mengakuinya. 

So related dengan kisah cinta emak zaman SMA yang kandas. Makanya emak sangat yakin pasti gak bakal bersama Dal Mi. Biar berasa senasib dan bisa berpelukan. Huahaha 

Selain itu tokoh utama dalam drama Start Up ini mengusung tokoh andalan yang sifatnya from zero to hero. Tentunya Do San yang lebih cocok untuk itu bukan Ji Pyong. Karena Ji Pyong sudah dalam keadaan sukses menjadi investor ketika bertemu dengan Dal Mi. 

Banyak yang menganalogikan Do San dan Ji Pyong bagaikan tokoh Naruto dan Sasuke. Dan berharap Sasuke (Ji Pyong) akan bersama Sakura (Dal Mi) di endingnya nanti. Akupun jujur juga pernah berharap demikian meski tidak ekstrem sekali. 

Saat episode 12, aku sudah yakin seyakin yakinnya bahwa Ji Pyong gak akan mendapatkan Dal Mi. Meski begitu, aku tetap melanjutkan menonton drama ini untuk semata-mata melihat Ji Pyong sampai akhir. Apakah dia akan bahagia? Apakah dia bisa ikhlas? Itulah yang aku pikirkan. 

Karena seperti kata-kataku diawal tadi, aku adalah #TimJiPyong tapi aku mendukungnya untuk selalu menjadi anak baik. Bukan memenangkan hati Dal Mi. 

Dan ternyata endingnya sesuai dengan harapanku. Ji Pyong sukses mencuri hatiku untuk menjadi anak yang benar-benar baik. Ditengah kesedihannya karena tidak bisa mendapatkan hati Dal Mi. Ditengah kesepiannya itu ia melepaskan semuanya dengan menjadi Investor yang sesungguhnya. 

Surat 15 tahun yang lalu, usaha menunggu hati Dal Mi yang terbuka untuknya, berakhir dengan ‘oh gitu ya’

Tapi Ji Pyong melepaskan semuanya dengan bertemu dengan Yeong sil versi asli dan menjadi ‘Sand Box’ yang sebenarnya. 

Tanpa Ji Pyong, drama ini tidak berarti. Banyak belajar dari Ji Pyong tentang hati yang dimulai dengan keras bisa menjadi selunak dan sebaik itu. 

Mungkin karena si nenek selalu menyebutnya ‘Anak Baik’. Karena setiap ucapan itu adalah doa. Bukankah begitu?

Belajar Pentingnya Kesetiaan dari Pasangan

Drama start up ini dimulai dari cerita tentang Ayah Dal Mi yang memutuskan untuk berhenti bekerja di perusahaan dan memulai merajut impiannya. Akan tetapi, keadaan finansial tidak mendukungnya. Ia memiliki keluarga yang perutnya harus diisi. Karena itulah, istrinya langsung mengancam untuk menceraikan Ayah Dal Mi jika berhenti bekerja. I know that feeling. Saat semua orang mengutuki kelakuan Ibu Dal Mi tapi entah kenapa aku bisa paham posisinya. Sungguh jadi Ibu itu posisinya serba salah ya. Coba deh saat kejadian ini bisa ada keajaiban layaknya film go back couple juga. Eh, tapi kan gak mungkin.

Seseorang pernah bilang padaku.. 

“Ujian seorang istri adalah ketika suami dalam keadaan terpuruk, sementara ujian seorang suami adalah ketika ia sudah menemui kesuksesan.”

Unknown

Maka sesungguhnya, seterpuruk apapun kondisinya.. Tugas istri adalah mendukung suami dalam menggapai impiannya. Ini menjadi catatan untukku dikemudian hari juga. Bahwa apapun cita-cita suami, aku harus terus berada disampingnya untuk mendukungnya. 

***

Well, itu dia perasaan-perasaan nano-nano yang sudah aku tuangkan setelah menonton drama start up. Sedikit banyak curhat didalamnya tapi aku senang menulisnya. Karena drama ini sunguh banyak memberikan pembelajaran dan insight baru untuk kehidupanku. 

Kalau kalian bagaimana? Sudah nonton drama hits ini juga? Curcol denganku yuk! 

Mengupas Karakter: Siapakah Tokoh Antagonis pada Film Pendek Tilik?

Mengupas Karakter: Siapakah Tokoh Antagonis pada Film Pendek Tilik?

Dunia sosial mediaku heboh dengan sebuah film pendek 3 harian ini. 

Tahukah kalian film apa yang kumaksud? 

Yup, Tilik. 

Aku sendiri jujur awalnya biasa saja ketika satu dua temanku sharing tentang film ini di facebook. Pikiranku cuma berbisik sebentar saja, bisikan biasa seperti ini.. 

“Paling filmnya ebok ebok pada umumnya.. “

Apalagi ketika aku iseng menonton pada 5 menit pertama. Jempolku langsung auto-closed. Sambil berkata dalam hati, “Tuh kan, film ibu-ibu pada ghibah..”

Hari berikutnya, topik sosial media masih sama. Tilik lagi.. Tilik lagi.. Kali ini lengkap dengan pro dan kontra tentang film ini. Ada yang bilang film ini sama sekali gak bagus karena melecehkan perempuan berjilbab lengkap dengan bahasa yang tidak islami dsb. Tapi juga ada yang bilang kalau film ini memuat hal yang lebih luas.

Akhirnya aku pun melanjutkan menonton film pendek tersebut ketika Humaira sudah tertidur. 

“Toh cuma buang waktu 30 menit doang.. ” Pikirku. 

Ya.. 30 menit yang menyenangkan ternyata. 

Ya Allah.. Film ini membuatku rindu pada dunia sosial. Dan film pendek ini mampu membuatku tersenyum di masa pandemi yang melelahkan ini. Setidaknya senyum hingga 5-6x dalam durasi 30 menit. 

Mengupas Karakter Film Pendek Tilik

Film pendek berjudul Tilik yang ngetrend di sosial media emak-emak itu menurutku bukan sekedar film ngasal. Film ini kreatif dan apa adanya. Tidak dibuat-buat. Yang paling membuatku senang adalah karakter-karakter yang bermain dalam film ini. Semuanya natural adanya tanpa framing berlebihan. 

Padahal loh artisnya satupun mamak enggak kenal. Wkwk.. 

Alur ceritanya pun sederhana. Bercerita tentang segerombolan ibu-ibu yang naik truk untuk menjenguk Ibu Lurah yang sedang sakit. 

Terus, ramenya dimana dong? 

Ya diproses perjalanan kesananya. 

Ada yang ghibah gak berhenti-berhenti, ada adegan truk mogok, mau pipis di tengah sawah, sampai kena razia pak polisi dan adegan mom war. Ya ampun hidup banget sih ceritanya. Mamak life banget gitu. 

E.. Tapi serius. 

Diantara Film tersebut, karakter mana yang paling kalian senangi? Atau nih, kalian mirip siapa kalau di dunia sosial ibu-ibu begitu? 

Bentar, aku angkat tangan. Aku ngaku mirip yang muntah di truk itu ya. Gak jarang aku juga sering banget senasib sama Yu Nah lho.. Hahaha

Oke, mari kita ulas 4 karakter yang ada di film Tilik ini. Karena menurutku karakter-karakter film ini nih yang bikin filmnya hidup. 

Bu Tejo, Tukang Ghibah aka Influencer Deso

Keyword google sedang ramai dengan sosok Bu Tejo. Pun segala sosial media. Mulai dari twitter, fb, hingga meme Bu Tejo di instagram. Ulala.. Film pendek Tilik bikin sosok pemeran Bu Tejo jadi viral sekali. 

Apa sih asiknya karakter Bu Tejo? 

Ya.. Bu Tejo ini yang bikin filmnya jadi punya konflik ringan. Mulai dari ghibahnya tentang Dian, hingga kelakuannya yang aduhai.. Bikin gemes awal-awal nonton.. Sampe mikir Ih kok ada ya orang begini? Eh, kan emang banyak? Hahaha.. 

Kenyataannya ada kok orang begini. Banyak. Cari aja di berbagai kelompok dunia sosialita. Pasti ada deh sosok Ibu-ibu yang suka berbicara luwes dan menjadi perhatian semuanya. Dan lucunya sosok begini selalu punya banyak teman loh. Bahkan tidak jarang punya jiwa influencer yang luar biasa. Influencer? Iya jiwa mempengaruhi. Influencer bukan cuma di sosial media saja kok. Dunia nyata juga. Duh, gak kebayang sih kalo sosok Bu Tejo bakal jadi influencer sosmed beneran. Pasti banyak followernya. Kalah lambe turah mungkin..😆

Diberbagai info yang aku browsing, bahkan dikatakan bahwa sosok Bu Tejo ini tidak benar-benar menghafal naskah loh. Tuh kan, menjiwai banget sih ya. Karena topik pembicaraannya itu terlihat sekali perbincangan naturalnya. Sudah lah dengan mimik muka yang juga pas judesnya. Bikin tokoh Bu Tejo langsung di judge sebagai pemeran antagonis for the first sight. 

Eh, apa iya tapi beliau pemeran antagonisnya? Atau…  hmm.. 

Yu Ning si Positif Thinking namun Terpinggirkan

Ini dia nih, karakter yang selalu mamak manggutin ‘ceramahnya’. 

Jujur aku gak ngerti dengan bahasa jawa sih. Kalau film ini gak ada translatenya mungkin aku cuma ternganga-nganga bingung saja. 

Tapi dari medok-medoknya bahasanya. Terlihat kok kalau yang ini kasar, yang ini halus. Dan sosok Yu Ning ini bagaikan Ustadzah yang selalu remind dan remind.. “Eh, ga bole loh begini.. Nanti begini.. Astaghfirullah.. Bla bla.. “

Saat Bu Tejo sedang asyik berghibah ria dengan Yu Sam dan yang lain. Sosok Yu Ning selalu mengingatkan di belakangnya. Jujur sih, kupikir nanti si Yu Ning ini bakal dibenarkan kata-katanya. Kemudian berujung pada Bu Tejo yang kena akibatnya gara-gara ghibahnya enggak bener atau apa. 

Etapi semakin kesini, sosok karakter Yu Ning makin terbongkar. Biarpun selalu remind tentang kebaikan, ternyata orangnya baperan juga. Dan suka berbalas-balasan judge juga kalo diserang. Duh ya.. Namanya juga manusia.. Lucu juga kalau melihat Bu Tejo dan Yu Ning bertengkar. 

Seakan melihat pro dan kontra marshanda dan rina nose yang tetiba buka hijab. Bukan urusan kita tapi dibuat war sama netizen di kolom komentar.. *mamak-mamak selucu itu kalau berkaitan tentang mempertahankan argumen masing-masing.. 😌😅

Yu Tri si Pendukung Bu Tejo

Tukang ghibah selalu punya pasangan telinga dan mulut untuk diajak mendengar dan berpendapat. Dan disitulah sosok Yu Tri ada. 

Sosok Yu Tri sendiri bukanlah karakter yang penting-penting amat di film ini. Ya.. Pemeran tambahan lah ya. Tapi bagi Bu Tejo sosok Yu Tri sih penting banget. Paling enggak saat dia sedang adu mulut dengan Yu Ning, ada Yu Tri disampingnya yang turut membelanya (lebih tepatnya ngomporin ya?). Sementara Yu Sam disampingnya terlalu labil untuk memihak siapa yang patut dibela.

Dalam dunia influencer, sosok Yu Tri ini sejenis ‘Top Fans’.. 😅

Dalam dunia nyata sosok begini nyata adanya. Orang yang senang mendengar berita dan memperbincangkannya bersama itu nyata. Dan percayalah sosok begini pun berperan besar dalam komunitas emak-emak. Wkwk

Mbak Dian Si Kembang Desa

Feeling emak-emak yang sering nonton sinetron ikan terbang pasti pada setuju kalau sosok Dian ini pasti sejenis pemeran bawang putih. Di injek-injek, digunjing-gunjing.. Padahal dia baik. Begitu? 

Itu sih feeling aku waktu mendengar sosok Dian dighibahin. Pasti deh yang dighibahin ini orangnya baik sebenarnya. Orang-orang mah bisanya cuma gosip ria saja, kataku. Eh, mana sih sosok Dian nya kok gak muncul-muncul? 

Hingga menit ke 20, sosok Dian yang di ghibahkan belum juga muncul. Padahal, mamak-mamak sepertiku mulai menebak nebak endingnya yang bakal bikin Bu Tejo malu. 

Hingga akhirnya, di menit-menit terakhir.. Sosok Dian akhirnya muncul bersama Fikri. Anak Bu lurah yang katanya sedang berpacaran dengan Dian. 

Dan endingnya… aku langsung ber hmmm… 

“Oh begini toh sosok Dian.. ” Pikirku. 

Jadi, Siapa Pemeran Antagonis dalam Film Tilik? 

Hmm.. Siapa ya? Menurut kalian siapa? 

Apakah Bu Tejo bisa dikategorikan sebagai pemeran antagonis karena mulutnya yang lambe turah? Apakah ghibahnya merupakan sejenis informasi positif atau negatif? 

Apakah Yu Ning bisa dikategorikan sebagai pemeran antagonis ketika sifat aslinya keluar saat bertengkar dengan Bu Tejo? 

Apakah sosok Dian yang hanya muncul di menit-menit terakhir juga bisa dikategorikan antagonis? Padahal kalau kita jeli menyimak percakapan Yu Ning dan Bu Tejo, ada sisi lain dari Dian yang perlu kita pertimbangkan. 

Menurutku sendiri, hampir tidak ada pemeran antagonis di film ini. Dan inilah yang membuat film pendek ini masuk dalam kategori sukses dan berhasil. 

Salut. Semua karakternya manusiawi. Jarang loh film indonesia ada yang begini. Atau mungkin cuma aku yang kurang tau?

Jujur salah satu alasanku suka dengan drama korea adalah karena karakter tokoh dalam drama korea itu tidak ada yang ‘jahat banget’. I mean, Jahat secara lahiriah. Di sela-sela film pasti dijelaskan kenapa karakter ini menjadi jahat. Dan itu membuat aku sebagai penonton selalu punya insight berbeda terhadap pemeran antagonis. Drama korea membuatku sadar akan warna warni karakter dalam kehidupan itu tidak sesederhana hitam dan putih. 

Dan inilah yang aku lihat pada karakter di film pendek Tilik. Enggak ada kok karakter yang jahat banget dan baik banget.

Coba lihat sosok Bu Tejo. Sungguh di dalam kehidupanku.. Aku memiliki 3-4 orang dengan sifat serupa. Tapi aku tidak pernah kesal dengan gaya ghibahnya. Dibalik itu semua, telingaku selalu melebar setiap kali tukang ghibah berbicara. Aku selalu mengumpulkan informasi dari tukang ghibah (sambil berpura-pura main hape di pojokan). Dan percayalah informasi itu sungguh berguna. Paling tidak aku bisa berhati-hati dalam memutuskan sesuatu. Informasi-informasi demikian bahkan tidak jarang aku jadikan topik dalam menulis blog. I mean, untuk ide ceritanya. Bukan tentang topik ghibahannya yang belum di crosscheck. 

Coba bayangkan, Bagaimana dunia sosialita bisa hidup tanpa adanya orang-orang seperti Bu Tejo? Bukankah terasa hampa? Orang seperti Bu Tejo memang kadang terasa menyebalkan. Tapi percayalah, penebar ghibah begini patut dijadikan pertimbangan dalam mencari sumber informasi..

Yah.. Seperti lyric lagu taylor swift yang berjudul new romantics.. 

“The rumors

Are terrible and cruel

But, honey most of them are true”

Taylor Swift

Aku sendiri tidak mau dekat dengan orang yang berkarakter seperti Bu Tejo. Karena aku sedikit baper. Haha.. Tapi kalau dilihat lagi, ternyata masih banyak sisi menyenangkannya. Terutama soal solutip.. Dari solutip minta empati dengan pak polisi dan solutip mengalihkan rasa kecewa dengan jalan-jalan ke pasar… 😀

Dan untuk sosok Yu Ning? Sadarkah kita bahwa tidak semua orang yang berpikiran positif itu bagus? Kadangkala, kita harus berpikir sedikit realistis dan menengah antara pikiran positif dan negatif tanpa memandang kepentingan yang lain.

Sosok Yu Ning sendiri selalu membela Dian karena ia masih merupakan keluarga jauh dari Dian. Yu Ning ini seperti tokoh yang menggunakan bahasa positif untuk melindungi keluarganya. Hatinya juga sedikit sensitif dan suka baper. Dan kurasa, dia juga tidak pantas dikategorikan pemeran antagonis karena topeng positif yang ia gunakan. Perannya manusiawi banget kok. 

Nah, bagaimana dengan sosok Dian. Yang emm.. Ternyata pada endingnya Dian adalah ‘wanita kedua’ Ayahnya Fikri atau Pak Lurah, bukan pacarnya Fikri. Besar kemungkinan Dian lah yang menyebabkan Bu Lurah sakit. Bisakah kita men-capnya sebagai pemeran Antagonis? 

“Iya dong win.. Gak ada asap kalau gak ada api.. Pantesan aja pada digosipin ibu-ibu.. Ternyata kelakuannya Dian tuh bla bla.. “

Coba deh tonton ulang filmnya. Ada loh pembicaraan yang menceritakan bahwa Dian ini ditinggal Ayahnya sejak kecil. I mean.. Seee? Dian ini kehilangan sosok ayah di masa kecilnya. 

Sudah dapet sisi manusiawinya? Belum? 

Ehm, jadi begini. Pernah gak kalian nemu kasus ada beberapa orang cewek yang suka banget pacaran sama ‘bapak-bapak’. Selalu jatuh cinta dengan yang umurnya 10, 15, 20 hingga 30 tahun lebih tua darinya? Kenapa sih ada orang begitu? 

Besar kemungkinan karena ia bukan mencari pasangan. Akan tetapi mencari sosok ayah yang hilang pada masa kecilnya. 

Aku punya banyak cerita kehidupan yang demikian. Dan itu nyata. Orang yang suka menjadi pelakor karena beneran butuh sosok ayah itu nyata adanya. Dan ya.. Walaupun itu jahat. Tapi sisi kehidupan Dian yang kehilangan Ayah sejak kecil membuatku berpikir ulang.. Pantaskah dia disebut pemeran antagonis? 

Ah, siapapun pemeran antagonisnya.. Menurutku.. Film singkat ini layak diacungi jempol. 

Karena saat penonton tidak bisa menebak siapa pemeran antagonis dan dapat merasakan karakter warna warni dalam film.. Disitulah sebuah film dikatakan sukses. Bagaimana menurut kalian? 

Pembelajaran Berharga dari Buku Serial Anak Mamak – Tere Liye

Pembelajaran Berharga dari Buku Serial Anak Mamak – Tere Liye

Siapa yang tidak kenal dengan Penulis bernama Tere Liye?

Tidak kenal?

Ya.. Sebenarnya, saya juga belum berkenalan..😅

Cukup lah sok kenal karena sudah membaca beberapa bukunya. Sebut saja itu Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, Bumi, Bulan, Matahari, Bintang, Hujan, Pulang, Tentang Kamu dan buku terakhir yang saya baca adalah.. Serial Anak Mamak..

Serial Anak Mamak sendiri terdiri dari 4 Buku berjudul Pukat, Burlian, Eliana dan Amelia.

Kisah masing-masing bukunya adalah tentang para anak mama. Yang mana ‘Anak Mamak’ tersebut menceritakan kehidupannya masing-masing dari mulai kecil dengan latar hidup penuh nilai kesederhanaan, tantangan, cita-cita hingga kilasan epilog tentang masa depan.

Buku ini terlihat sederhana. Tapi nilai-nilai yang dapat diambil dari buku-buku ini… Sungguh Luar Biasa.

Anggap saya lebay. Tidak punya selera. Dan membandingkan dengan buku Tere yang lain yang mungkin yaah.. Lebih baik. Tapi buat emak-emak seperti saya, buku ini sungguh sangat memberikan pembelajaran. Baik itu pembelajaran sebagai Ibu maupun sebagai Anak.

Ada beberapa pembelajaran berharga dari buku ini, antara lain:

Jangan Pernah Membenci Mamak, JANGAN PERNAH

“Jangan pernah membenci mamak kau. Karena kalau kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang tahu itu sejatinya bahwa belum sepersepuluh dari semua pengorbanan, rasa cinta serta rasa sayangnya pada kalian”

Jangan Pernah Merasa Mamak Kejam, Mamak Selalu Sayang.

Sedih rasanya jika pernah terbesit merasakan hal ini. Nyatanya aku pernah merasakan ini. Merasa bahwa seorang mama itu cerewet, suka mengomel, suka membatasi ruang gerakku. Segalanya diatur.

Namun itu adalah perasaan wajar. Sangat wajar jika pada masa anak-anak kita merasakan hal ini. Bahkan dalam masing-masing buku Pukat, Burlian, Eliana dan Amelia ada bab khusus yang membahas tentang ini.

Berjudul “Kasih Sayang Mamak”

Membaca judul ini sukses membuat ku baper parah disetiap bukunya. Lihatlah, semua Mama itu sama. Orang yang terlihat kejam dimata anak-anak kita. Namun selalu memeluk dan meminta maaf kepada kita. Jangan pernah memasukkan dan memendam rasa sakit dengan segala amarah orang tua kita, memasukkannya pada innerchild negatif kita.

Ingatlah mereka tidak kejam. Mereka Sayang. Sangat sayang. Mereka marah karena terlalu menyayangi kita.

Jangan Pernah Merasa Mamak Tidak Adil

Aku baru menyadari, biarpun kita sebagai Anak Sulung, Anak Tengah, maupun Anak Bungsu sekalipun.. Ternyata rasa iri itu selalu ada.

Anak Sulung selalu merasa bahwa ia mendapat tugas paling berat. Sebagai Role Mode bagi adik-adiknya. Sebagai asisten emak. Sebagai segalanya. Sangat berisiko untuk merasa iri kepada para adik-adiknya.

Anak Tengah selalu merasa dibayang-bayangi oleh kesempurnaan kakaknya. Merasa cemburu ketika ia merasa dibandingkan. Ia mencoba menjadi Role mode kedua yang bersaing dengan Kakaknya untuk mendapatkan perhatian Orang Tua dan Adiknya.

Anak Bungsu? Ya, aku tak menyangka ternyata anak bungsu pun bisa saja merasa tidak diperlakukan adil. Anak bungsu cenderung menginginkan kekuasaan anak pertama. Yang bisa memerintah para adik-adiknya. Ia selalu merasa menjadi ‘kaum terjajah’ oleh kakak-kakaknya sendiri yang lebih dewasa.

Rasa iri itu ternyata bisa terjadi pada setiap anak. Adalah Tugas berat bagi seorang Ibu untuk ‘terlihat’ adil memperlakukan anak-anaknya.

Buku ini mengajarkanku bahwa sejatinya mama selalu sayang semua anaknya. Ia tak pernah pilih kasih. Semua anak sama. Namun job description untuk masing-masing anak memang ‘harus berbeda’.

Kalian akan sangat paham jika sudah membaca tuntas buku-buku ini.

Setiap Anak itu ‘Spesial’, biarkan mereka menjadi diri mereka sendiri

Aku sangat salut setiap kali Tere Liye menemukan Karakter utama untuk buku-bukunya. Bagiku, butuh keahlian khusus dalam menjiwai karakter pada sudut pandang orang pertama. Aku sendiri lebih merasa nyaman jika menulis karakter utama yang memiliki sifat mirip denganku. Alasannya sederhana, aku tidak punya banyak teman nyata yang bisa kujadikan ‘contoh baik’ yang membuatku terinspirasi.

Tapi lihatlah keempat karakter yang dia ciptakan pada serial anak mamak..

Pukat si Pintar

Burlian si Anak Spesial

Eliana si Pemberani

Amelia si Teguh Hati

Empat anak spesial yang punya bakat dan sifat berbeda. Tidak seperti Griffindor, Slytheryn, Revenclaw, dan Hufflepuff yang selalu turun menurun memiliki sifat sama disetiap aliran darah keluarga. (apaan sih kok nyambung ke Harry Potter? 😌)

PR besar bagi seorang ibu untuk memahami bakat dan minat pada anaknya. Sungguh PR besar.

Namun, ada satu hal yang aku garis bawahi pada hal ini, yaitu sebagai Ibu kita tidak boleh membandingkan anak satu dengan anak yang lain. Pun jika salah satu anak berprestasi, jangan terlampau membanggakannya dan menyuruh anak lain seperti anak itu pula. Karena hal inilah yang biasanya membuat anak kehilangan minat terbesarnya.

Bayangkan saja jika Mamak pada serial anak Mamak ini terlalu membanggakan Pukat si Pintar? Betapa iri anak-anak lain yang tidak sepintar pukat. Bukankah ini sering terjadi di sekitar kita? Ketika memiliki salah satu anak pintar, seorang mama sangat berpotensi untuk menyuruh anak-anak lain belajar ‘sepertinya’. Agar dapat ‘Juara’.

Penulis tidak mengungkapkan dengan detail apakah setiap anak selalu juara kelas. Seingatku, hanya Pukat dan Eliana yang merupakan juara kelas. Sementara Amelia punya bakat unik tersendiri.

Mereka berempat memiliki cita-cita yang berbeda dan mereka menyenangi jalan itu karena menyadari minatnya masing-masing.

Tugas orang tua?

Hanyalah bertanya, “Apa cita-citamu?” kemudian mendukungnya.

Bukan menyamaratakan bakat setiap anak bahwa mereka ‘harus juara kelas’.

Cause Everychild is Special..

Kesederhanaan adalah Pisau Pembelajaran Terbaik

Hal yang sangat aku sukai dari ‘Keluarga Anak-anak Mamak’ adalah mereka hidup dengan kesederhanaan namun terasa sangat bahagia. Mereka cuma punya sedikit waktu untuk nonton TV karena tidak tersedianya listrik di kampung mereka. Kehidupannya terbilang klasik. Memasak memakai kayu bakar, bermata pencaharian sebagai petani, sekolah di SD Sederhana yang hanya memiliki satu guru untuk semua kelas. Namun mereka sudah cukup bahagia dengan semua itu.

Hiburan bagi anak-anak desa adalah bermain dengan alam. Berenang di sungai, berjalan di hutan, membuat perahu otok-otok, memancing, mencari batu sungai, memetik jamur. Alangkah senangnya jika hiburan anak sekarang dapat seperti itu saja ya? Selain kita tak perlu menemaninya berlebihan dan tentunya hiburan seperti ini jauh lebih hemat. Haha

Dibalik hidup yang penuh kesederhanaan, pernahkah mereka merasa tidak adil dengan keterbatasan? Tentu pernah.

Pukat dan Burlian yang selalu protes saat dipaksa menghabiskan nasi kecap setiap hari. Eliana dan teman-teman yang merasa kecewa saat hujan semalaman merusak kelas tua mereka dan menghancurkan karya koleksi herbarium yang telah susah payah dibuat oleh mereka. Amelia yang.. Harus hancur segala kerja keras bersama teman-teman karena bencana banjir yang melanda kampung mereka.

Tapi semua keterbatasan itulah yang membuat mereka menjadi pribadi yang kuat. Pukat dan Burlian yang disuruh mamak untuk membuka lahan dan merasakan betapa sulitnya proses menanam padi hingga menjadi beras, membuat mereka begitu menghargai setiap butir nasi yang ada. Eliana yang memiliki cara baru untuk terus menunjukkan yang terbaik, keberaniannya telah mengalahkan tantangan apapun. Amelia, si teguh hati. Walaupun karyanya hancur namun ia memiliki kesabaran yang tak terbatas, ikhlas dan terus dapat move on untuk langkah kehidupan yang lebih baik.

Kesederhanaan dan keterbatasan adalah Pisau terbaik untuk melawan dunia. Ia mengembangkan kreativitas, kepedulian, dan rasa syukur.

Hal ini membuatku sangat bertanya-tanya dengan kehidupan ‘zaman now’. Apakah masih ada lingkungan sederhana yang menyenangkan? Lingkungan yang betul-betul dapat membentuk pribadi yang baik. Jikapun ada tentu mustahil akan begitu sempurna layaknya buku ini. Hei, bukankan aku sewaktu kecil juga tinggal ‘di desa’? Ah, iya. Ini mimpi. Itu buku fiksi.

Tentang Guru Terbaik

Abaikan kalimat terakhirku di bagian kesederhanaan. Aku memang sengaja menuliskannya dengan begitu janggal. Karena pada kenyataannya kesederhanaan memang pisau pembelajaran terbaik, namun hal yang benar-benar ‘mengasah pisaunya’ adalah guru terbaik.

Pukat, Burlian, Eliana dan Amelia hidup dikelilingi oleh guru-guru terbaik. Siapakah mereka?

Mama yang memiliki keteguhan hati, kasih sayang tak terbatas, pemberani, dan tangkas dalam segala hal. Ayah yang selalu memberikan nasehat-nasehat terbaik dan hukuman terbaik. Pak Bin, satu-satunya guru SD di kampung untuk semua kelas yang selalu mempunyai ide cemerlang untuk setiap pembelajaran. Wak Wati, Tante Bijak yang selalu pandai menasihati dan memberikan teka-teki kebaikan. Serta Nek Kiba, Guru mengaji yang mengajarkan nilai kehidupan serta keagamaan pada jiwa anak-anak.

Mereka berempat dikelilingi oleh keluarga yang baik dan tumbuh berkembang bersama guru-guru terbaik. Alangkah senangnya.

Betapa sering kita mendapatkan guru yang suka memandang remeh kearah kita saat tak bisa mengerjakan sesuatu? Bukannya memperbaiki masalahnya, malah memperendah semangat murid dengan kata-kata sindiran.

Betapa sering kita mendapatkan guru yang hanya membanggakan murid-murid pintar? Berpaling mata pada murid yang hanya menonjol pada pelajaran kelas rendah.

Betapa sering kita mendapatkan guru yang tidak inovatif. Menyuruh menghafal dan menghafal lalu mengabaikan pemahaman yang benar.

Namun, dari semua guru yang ‘kurang’ kita sukai.. Pasti ada seseorang yang sangat mulia. Seseorang yang dititipkan Tuhan untuk benar-benar memahami kita. Pernah bertemu dengan orang itu? Aku yakin setiap orang pasti punya. Minimal satu, bukan?

Bagaimanapun Guru.. Hargailah mereka, hormati semua guru. Karena merekalah yang mengasah ilmu kita. Mengasah pisau perjuangan hidup kita kelak di masa depan

Semoga kelak anak kita dapat tumbuh dan hidup sebaik novel Fiksi ini. Buku ini memang fiksi. Tapi buku ini adalah pembuka pembelajaran terbaik bagiku..

Seorang Ibu baru yang ingin dicintai anak-anaknya..

Go Back Couple: Rekomendasi Drakor terbaik sebagai Pembelajaran Kehidupan Rumah Tangga

Go Back Couple: Rekomendasi Drakor terbaik sebagai Pembelajaran Kehidupan Rumah Tangga

Ngapain kamu bahas korea? Mau keranjingan demam korea kayak masa remaja lagi?

NYADAR MAK! UDAH EMAK-EMAK! MALU!

😂😂😂

Oke, tulisan kali ini kayaknya agak bertolak belakang ya sama tulisanku biasanya apalagi gaya menulisnya dengan post sebelumnya diawal januari. Haha.. Abaikan, anggap emak udah move on. 😂

Jadi kenapa ngebahas korea sih? Karena eh karenaaa emak lagi ikutan collaboration nulis bareng komunitas FBB atau Female Blogger Banjarmasin. Tema tulisan collaboration kali ini adalah all about Korea. Yah, kalian tau lah kalau para perempuan itu hoby banget ngerumpi_eh, maksudnya kami itu sering bertukar hoby bersama. Termasuk membicarakan kesenangan yang satu ini, apalagi kalau bukan “Menonton Drama Korea aka Drakor” 😂

Kenapa sih ya cewek hoby banget nonton drama? Hmm berikut kayaknya ulasan yang pas untuk hal ini:

1. Cewek itu suka mengkhayal. Ga tau sih apa ini jenis Cinderella Sindrom? Pokoknya cewek itu udah dari sononya hoby mengkhayal Pangeran Berkuda Putih hingga Pangeran Konyol yang nyari pasangan sepatu hingga kepelosok negeri. 😂

2. Cewek itu ngakunya ga suka sedih tapi hoby nonton konflik. Hayo.. Ngaku aja begitu! Siapa yang suka baper nonton film korea sambil sedia sapu tangan? Sedih ya padahal? Tapi senang bukan? Haha.. Sepertinya cewek itu perlu penyaluran untuk mengeluarkan air matanya agar kecerdasan emosinya stabil. 😂

3. Cewek itu demen liat artis ganteng. Ah, ini.. Siapa yang punya alasan gini? Yang kalau liat pemain drama mukanya ga oke langsung males? Sementara liat ‘si Ganteng’ langsung teriak “Opppaaaa” padahal ya filmnya ga rame rame amat. 😂

4. Menonton Drama adalah salah satu sumber inspirasi dan media pembelajaran yang menyenangkan. Nah, kalau yang satu ini aku banget (ngakunya sok banget padahal alasan no. 3 tuh.. Haha). Tapi serius, sejak berumah tangga aku mulai suka menonton drama tanpa pandang bulu. Mau mukanya kek lapangan badminton juga aku gak peduli kalau memang filmnya menyenangkan dan menyisakan pembelajaran yang luar biasa (catet ya mak). 😂

Seperti drama satu ini, judulnya “Go Back Couple”. Jujur ya aku tidak terlalu tau dengan aktor dari film ini tapi membaca narasi kisah dari drakor ini aku langsung penasaran ingin menontonnya. Ya, kalian tau kan biasanya nih drama korea itu dipenuhi dengan cerita perjuangan sebelum menikah. Entah itu bagaimana mendapatkan si cowok atau si cewek biasanya cerita cintanya dipenuh dengan bumbu romantisme dan komedi lalu endingnya adalah ‘Menikah’ lalu ‘TAMAT’

Sebelum berumah tangga sih aku suka banget nonton drama begitu. Apalagi nih.. Apalagi kalau aktor si cewek itu adalah pribadi konyol dan ceroboh serta si cowok suka bilang ‘Bodoh’ dengan cueknya. Yah remaja banget lah ceritanya. Tapi setelah berumah tangga huewww… Asli deh, aku itu mulai pensiun nonton drama cabe cabean begitu. Halah meeen.. Kata siapa Menikah itu adalah ending yang bahagia?? Kebanyakan makan micin lo.. 😂

Baca juga: “Pembelajaran dalam film Revolutionary Road”

Setelah emak menonton episode pertamanya ‘Go Back Couple’ langsung deh dengan pedenya emak menyeret sang suami. Tidak biasanya loh suamiku mau disuruh nonton drakor bareng tapi kali ini aku wajibkan kalau enggak aku guling-guling. 😂

Alhamdulillah.. Tiada moment yang lebih menyenangkan dibanding meracuni suami sendiri dengan virus korea. Aku sukses membuatnya nonton bareng hingga episode terakhir sambil berpelukan. *Ehm.. Ciee… 😛

Diceritakan bahwa Ma Jin Jo dan Choi Ban Do menikah dengan awal yang bahagia hingga akhirnya dikaruniai seorang anak. Pernikahan yang awalnya dipenuhi dengan romantisme kehidupan kini mulai berkurang semenjak konflik demi konflik mulai menerpa kehidupan rumah tangga mereka. Choi Ban Do sebagai tulang punggung keluarga telah dibebani dengan kerasnya kehidupan ekonomi dan sosialnya dilingkungan kerjanya, sementara Ma Jin Jo telah dibebani dengan setumpuk pekerjaan rumah tangga, depresi, tekanan finansial dan rasa kesepian ditengah kehidupan keluarganya dengan suaminya yang sangat sibuk. Akhirnya, pernikahan mereka hanya mampu berjalan hingga 14 tahun kemudian mereka memutuskan ingin segera bercerai.

Apa jadinya ketika ditengah-tengah konflik perceraian namun keduanya malah dikembalikan ke masa lalunya? Yaitu pada tahun 1999, saat beberapa waktu sebelum pertama kali mereka dipertemukan dengan umur yang sama-sama masih muda. Senang? Banget! Siapa sih yang menolak dikembalikan menjadi muda lagi? Semua orang pasti bermimpi untuk bisa kembali menjadi muda demi mengubah masa depannya.

Apakah mereka akan mengubah jalan hidup mereka? Apakah mereka akan mencari jodoh yang lain? Bagaimana mereka mengatasi kerinduan mereka dengan Seo Jin anak mereka? Akankah Rumah Tangga mereka bersatu kembali?

Hmm.. Sekilas melihat alur dari film ini aku jadi ingat dengan film ’17 Again’ yang di perankan oleh Zac Efron, tau? Yah, cerita awalnya mirip-mirip lah tapi bedanya di 17 Again cuma Zack yang kembali muda dan dia tidak kembali kemasa lalunya. Hanya sekedar fisiknya yang berubah menjadi muda. Tapi serius laaah, Go Back Couple bukan plagiat. Aku jauh lebih suka Go Back Couple karena pembelajaran di drama ini jauh lebih banyak.

Yuk! Segera nonton mak! Inget sama suami ya! 😂

Kenapa sih harus nonton sama suami? Karena kalo sendirian itu maka pembelajarannya ga bakal maksimal. Soalnya rumah tangga itu bukan cuma soal Istri saja, tapi suami juga. Rumah Tangga adalah tentang saling memahami satu sama lain. Nah, Berikut adalah point-point berharga dari pembelajaran menonton Drama Korea “Go back Couple” yang telah aku dapatkan:

1. Pernikahan memang bukanlah akhir yang bahagia

Hei.. Buat para remaja! Kalian wajib nonton film ini supaya kalian tau kalau Rumah Tangga itu ga sereceh yang kalian bayangkan!

Kalian pikir dengan menikah maka hidup kalian udah bahagia? Kerjaan tiap hari cuma guling-guling dikasur dan menatap indahnya dunia bersama diatas awan putih? Jangan mimpi ya! 😂

Perlu kalian ketahui konflik kehidupan berumah tangga itu banyak sekali. Masing-masing rumah tangga diberi cobaan yang berbeda. Ada yang diuji dengan perekonomian, lingkungan sosial, hingga beban psikologis. Kalau kalian kira dengan menikahi cowok tampan nan tajir akan mengatasi semua masalah itu maka kalian salah besar!

Lalu, apa yang dapat mengatasinya? Cinta?

Makan tuh Cinta! 😂

Iya, itu kata para tetua.. Terus emak pikir ya iya lah cara ‘Cinta’ tidak berhasil. Wong cintanya dimakan bak makanan dan dibuang begitu saja. Jadi, buat kalian yang sedang ngebet-ngebetnya ingin menikah maka ingatlah bahwa Cinta itu adalah alasan kalian menikah tapi kalian juga harus mengerti maksud dari CINTA itu sendiri.

Belum ngerti? Makanya jangan terburu-buru menikah. Belajar dulu ya! Belajar! 😛

2. Saat Pahit itu menghampiri, ingatlah kenangan Manis

Tidak dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu, rumah tangga akan mengalami masa-masa sulit. Baik itu masa jenuh hingga masa penuh tangisan. Apa yang kita lakukan saat masa-masa pahit itu datang?

Kita bertengkar!

Pertengkaran memang hal yang lumrah dalam berumah tangga. Bahkan, orang bilang rumah tangga tanpa pertengkaran akan terasa sangat hambar. Tapi apa jadinya jika pertengkaran terjadi diluar batas? Ya, Perceraian.

Uniknya disadari atau tidak, setiap pasangan yang bertengkar selalu mengungkap aib masing-masing pasangan. Mereka yang dulunya tidak tau sifat asli pasangan kini menyesal saat mengetahui sifat yang sebenarnya setelah menikah. Kenangan manis saat sebelum dan setelah menikah pun seakan sirna begitu saja. Padahal, kenangan manis itu penting loh.. Bukan sekedar gombal.. gombal..

Seperti inilah perasaan Ma Jin Jo dan Choi Ban Do saat kembali ke masa lalu mereka. Mereka sadar bahwa mereka pernah melewati masa-masa manisnya rasa cinta bersama. Masa saat mereka pernah mengalami puncak cinta dan bagaimana mereka melewati masa sulit bersama.

Maka, saat kita bertengkar.. Ingatlah kenangan manis.. Ingatlah kenapa kita memilihnya.. Ingatlah masa sulit yang bisa kita lalui..

3. Jangan menyesali masa muda, nikmati musim semi Rumah Tangga dan ambillah setiap jejak manis kehidupan

Choi Ban Do dan Ma Jinjo kembali muda dan hidup di masa lalu mereka. Mereka bertanya-tanya, Apa sebenarnya maksud Tuhan mengembalikan mereka ke masa lalu? Apakah agar mereka diberi kesempatan kedua untuk mengubah jalan hidup mereka? Atau ini hanyalah sekedar hiburan untuk mereka yang diberi oleh Tuhan?

Hmm.. Ayo kita berkaca dengan diri kita..

Apa yang kita lakukan jika kembali ke masa lalu? Yap, salah satu yang akan kita lakukan adalah memaksimalkan masa muda kita.. Kenapa? Hmm.. Kenapa ya..

Bagiku sendiri masa mudaku bagaikan musim semi yang tak pernah berbunga. Sama seperti cerita Choi Ban Do dan Ma Jinjo, aku juga merasakan bahwa masa muda yang pernah aku lewati dahulu berjalan kurang maksimal.

Baca juga: “8 hal yang harus kamu lakukan mumpung kamu masih single”

Enak dong ya.. Jika kita bisa mengubah masa lalu kita? Tapi apakah hal itu mungkin?

Tentu saja tidak, itu hanya terjadi di film.. 😂

Kesimpulan yang aku ambil dari film ini adalah kita tidak mungkin kembali kemasa muda kita, maka mumpung kamu masih muda maksimalkan potensimu. Dan, buat yang sudah terlanjur menua dan berumah tangga maka hal yang harus dilakukan adalah ‘menikmati musim semi dalam berumah tangga’.

Aku yakin, tidak semua moment dalam berumah tangga itu adalah moment pahit. Pasti ada moment manis didalamnya. Nikmati semuanya agar hidup terasa lebih bermakna. Karena makna bahagia adalah saat hidup kita berwarna bagai pelangi bukan hanya dihiasi satu warna saja. Warna warni kehidupan rumah tangga itu unik. Mungkin saat belum kenal satu sama lain kita hanya mengenal satu warna pada pasangan. Namun seiring berjalan waktu warna lain pada pasangan akan muncul, yakinlah itu bukanlah fase musim kering rumah tangga namun musim semi yang sebentar lagi akan berbunga.

4. Terkenang Cinta Pertama? Ingatlah Cinta Terakhirmu

Ehm… Ada yang masih ingat dengan Cinta Pertama dan masih terkenang manis hingga berumah tangga?

Saking penasarannya bahkan masih saja suka stalking sosial media si first love. Ikut gelisah saat tau dia sakit. Ikut senang saat dia bekerja. Bahkan nih, dia nikah malah kitanya sedih. Ada ga sih yang begitu?

Ops, ada juga loh emak-emak yang menyesali pernikahannya dan berandai-andai ‘Coba deh aku nikah sama si A aja kemaren, jadi orang kayah deh aku’

Ada juga bapak-bapak yang menyesali pernikahannya dan berandai-andai ‘Coba aku kemarin nikah sama si A aja, dia lebih awet muda dan dia lebih lemah lembut’

Terus apa??? Mau menyesal?? Mau kembali kemasa lalu trus ngedeketin si Do’i?

Yah, itu juga yang terjadi pada Drama Go Back Couple. Choi Ban Do mencoba mendekati Cinta Pertamanya Min Suh Young. Ia bersikeras ingin menjauhi Ma Jin Jo. Berbeda dengan Ma Jin Jo yang tak memiliki Cinta Pertama, ia akhirnya menyesali pernah menolak seniornya dikampus Jung Nam Gil dan berusaha memperbaiki masa lalunya dengan mendekati Jung Nam Gil. Nah, Bagaimana akhirnya? Akhirnya mereka malah saling cemburu pemirsa.. 😂

Yakin ingin kembali pada Cinta Pertama?

Kesimpulannya? Cinta Pertama itu Omong Kosong! Debaran jantung yang menggebu-gebu ketika kita bertemu dengan si Dia takkan bertahan lama jika kita sudah hidup lama dengannya. Cinta pertama adalah kenangan manis yang tak patut kita sesali dan kita kenang. Hal yang paling berarti sekarang di kehidupan rumah tanggamu adalah Cinta Terakhir. Maka, rawatlah cinta terakhirmu.

5. Belajarlah saling menghargai pasangan

“Ada satu titik dimana kita kurang menghargai kepedulian pasangan karena kita sudah merasa hal itu adalah hal biasa.”

Sudah melalui titik itu?
Melihat Suami kelelahan bekerja hingga tengah malam dan kita merasa itu adalah hal biasa karena ‘memang itulah kewajibannya’
Melihat Istri kelelahan mengurus anak, dapur, sumur hingga kasur dan kita merasa itu adalah hal biasa karena ‘memang itulah kewajibannya’
Kita tidak sadar bahwa pekerjaan yang ia lakukan bukan didasari karena kewajiban. Tapi didasari oleh rasa cinta. Dan kita tidak menghargainya karena merasa itu hanyalah hal biasa yang dilakukan. Haruskah kita membuat orang yang kita cintai menjadi robot? Bahkan robot-pun butuh baterai untuk bekerja!
Tak bisakah kita memberikan apresiasi? Uluran tangan tanda peduli hingga aliran semangat? Itulah tenaga yang dibutuhkan dalam kehidupan berumah tangga.

Choi Ban Do bekerja di Farmasi Han Kook. Menjadi sales obat yang menawarkan obat-obatnya pada para Dokter. Bukan hanya itu, ia juga dijadikan pesuruh oleh Dokter Kim. Ia menyembunyikan selingkuhan Dokter Kim hingga menemaninya di klub malam. Ia bekerja ‘Bagaikan Anjing Pesuruh’ hingga larut malam. Untuk siapa?

Untuk anak dan Istrinya..

Ma Jin Jo bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Lulusan sarjana tidak membuatnya dapat berkarir karena ia telah mengorbankan hidupnya untuk kehidupan Rumah Tangganya. Ia mengurus Dapur, anak, hingga mencukupi uang bulanan yang pas pasan untuk kehidupan keluarganya. Ia tak lagi cantik seperti saat muda dulu karena ia terlalu banyak berkorban. Untuk siapa?

Untuk anak dan Suaminya..

Namun saat keduanya bertemu dimalam hari. Masing-masing sibuk mengeluh dengan kesehariannya tanpa saling menghargai. Ma Jin Jo tak mengerti sekeras apa kehidupan pekerjaan diluar sana sementara Choi Ban Do juga tidak mengerti sesulit apa manajemen rumah tangga yang sudah Ma Jin Jo lakukan.

Ingatlah, setiap hal yang dilakukan oleh Suami dan Istri bukanlah ‘Hal Biasa’. Ia melakukannya dengan sungguh-sungguh. Maka, hargai usahanya untuk berusaha mencintaimu dengan lebih baik. Ya, setiap pasangan harus saling menghargai.

6. Kecantikan Wanita adalah saat ia bisa menjadi Dirinya Sendiri

Saat muda, kupikir usia hanyalah angka yang meresap begitu saja tanpa membuat perubahan. Sekarang aku sadar, usia tidak meresap begitu saja dalam tubuh tanpa perubahan. Seiring bertambah tua kau akan menyesuaikan diri dengan usia.

Sudah merasakan hal itu?

Saya belum.. Merasa masih muda.. *siram gayung 😂

Walau aku belum benar-benar merasakannya namun aku yakin sekali masa itu lambat laun akan datang. Masa ketika kecantikan tak lagi berarti. Masa ketika kulitku mulai keriput dan tulangku mulai lelah.

Apa kekuatan yang masih ada dalam diri kita jika kita menua? Kekuatan itu adalah Inner beauty yaitu saat kita menjadi diri sendiri yang menyenangkan. Hal itulah yang membuat kita bersinar bahkan diusia senja.

Ma Jin Jo diajak kencan oleh Jung Nam Gil karena ketidaksengajaan. Ma Jin Jo langsung dengan cuek menolaknya. Namun, Ma Jin Jo ingin memperbaiki kesalahannya dahulu dengan mendekati Jung Nam Gil. Awalnya, hal itu membuat Jung Nam Gil kebingungan. Sebenarnya, saat itu dia tidak benar-benar menyukai Ma Jin Jo.

Akan tetapi semakin sering bertemu dengan Ma Jin Jo membuat Jung Nam Gil benar-benar jatuh cinta. Kurasa, hal ini bukan karena kecantikan Ma Jin Jo namun karena kedewasaannya. Yah, sebagai emak-emak yang sudah berumur maka tingkah polah Ma Jin Jo jauh berbeda, dia sangat dewasa dan perhatian kepada Jung Nam Gil. Baginya, Jung Nam Gil adalah seorang anak non ekspresif yang sedang tersesat dan mencari jati dirinya.

Dari potongan drama ini aku belajar bahwa hal yang membuat wanita tetap menarik sejatinya adalah karena ia dapat menjadi diri sendiri dan peduli kepada orang lain.

7. Pentingnya keterbukaan dan kerjasama antar pasangan

Salah satu adegan yang membuatku tersentuh adalah ketika Ma Jin Jo dan Choi Ban Do bekerja sama untuk memberi pelajaran kepada Dokter Kim Muda. Mereka menyusun rencana agar Dokter Kim tertangkap basah selingkuh oleh pacarnya dimasa lalu yang akan menjadi istrinya dimasa depan.

Dimasa depan, Choi Ban Do adalah suruhan Dokter Kim. Ia melakukan apa saja yang diperintahkan Dokter Kim, termasuk untuk menyembunyikan selingkuhan Dokter Kim hingga menemani Dokter Kim di klub malam. Hal inilah yang membuat Choi Ban Do sering pulang larut malam hingga merasakan keterpurukan dilingkungan kerjanya.

Ma Jin Jo dan Choi Ban Do ingin merubah hal itu. Mereka merasa kasihan dengan istri Dokter Kim yang sebenarnya dimanfaatkan kekayaannya oleh Dokter Kim. Maka, mereka berencana untuk merubah takdir Dokter Kim untuk menikahi pacar kayanya.

Akhirnya mereka berhasil melakukan hal itu. Semuanya karena Choi Ban Do mulai terbuka dengan Ma Jin Jo tentang pribadi ‘bos’ nya. Kerja sama yang mereka lakukanpun telah menumbuhkan rasa cinta yang kuat diantara keduanya.

Hal yang dapat kupetik dari adegan ini adalah seandainya suami istri saling terbuka denhan masalahnya masing-masing dan bekerja sama untuk masalah tersebut maka rumah tangga mereka akan langgeng dan menyenangkan.

8. Cinta adalah Senjatamu melawan dunia yang sulit

Apa cita-cita kalian sebenarnya? Apakah cita-cita kalian sudah benar-benar tercapai?

Diceritakan dalam Drama Go Back Couple bahwa Choi Ban Do adalah mahasiswa lulusan dari Teknik Sipil. Namun ia bercita-cita kuat ingin menjadi Sutradara. Ia bekerja keras bersama kedua temannya untuk menciptakan hal itu. Ia bahkan membuat hal yang tak terlupakan bersama ketiga temannya hingga ia merasa malu bahwa pernah melakukan hal konyol.

Apakah ia berhasil mewujudkan cita-citanya? Sayangnya dunia itu kejam. Ia kini hanyalah sales obat di Farmasi Han Kook. Salah seorang temannya sekampus yang dulu sangat ambisius untuk menjadi Arsitek pun kini berakhir menjadi sales asuransi.

Ma Jin Jo sendiri pernah menyesali karirnya sekarang yang hanya diisi dengan kesibukan Rumah Tangga. Ia berpikir bahwa jika saja ia dulu lebih rajin maka mungkin saja ia bisa menjadi Jaksa atau Pengacara atau berbagai pekerjaan bergengsi lainnya.

Namun apa yang membuat Choi Ban Do dan Ma Jin Jo tetap bersemangat untuk hidup?

Cinta adalah jawabannya. Melihat senyum dan tawa anak mereka adalah hal yang menguatkan mereka untuk terus hidup dan bekerja.

Ya, hidup itu sulit dan rumit. Kadang hal yang kita upayakan sejak lama tidak tercapai. Kita jatuh merangkak untuk sekedar mencari sesuap nasi namun kita dapat terus bertahan jika mengingat sebuah senyuman selalu menanti kita dirumah.

9. Belajar Adab Kepada Orang Tua dan Mertua

Apa yang kalian lakukan jika dapat kembali menemui Ibu kalian dalam kondisi hidup sementara sebenarnya ia sudah mati?

Memeluknya?

Mengungkapkan penyesalan?

Menangis?

Hal itulah yang dilakukan oleh Ma Jin Jo saat mendapati Ibunya yang masih hidup dimasa lalunya. Di masa depan, Ma Jin Jo bahkan tidak sempat menemui Ibunya dikesempatan terakhir. Ia sangat marah pada Choi Ban Do yang tidak dapat menyempatkan waktu untuk itu.

Ma Jin Jo pun membuat daftar hal-hal yang ingin dilakukannya dengan Ibunya, tidur dengan Ibunya, hingga memastikan kesehatan Ibunya dimasa depan. Ia tidak mau kehilangan moment berharganya bersama Ibunya.

Chi Ban Do pun tidak jauh berbeda dengan Ma Jin Jo. Ia langsung meneteskan air mata saat berpapasan dengan mertuanya yang masih hidup. Perasaan bersalahnya muncul begitu saja. Ia pun langsung menemui mertuanya dan membelikan buah kesukaannya. Ia juga pergi ke Rumah Sakit untuk meyakinkan kondisi kesehatan mertuanya baik-baik saja.

Adegan ini membuatku belajar bahwa walaupun kita sudah berumah tangga dan memiliki kehidupan sendiri, tapi orang tua adalah hal pertama yang membuat kita merasakan kasih sayang. Kasih sayang tersebut tidak bisa kita balas sampai kapanpun. Oleh karena itu, sayangi dan hargailah mereka selagi mereka masih hidup. Kita akan sangat menyesal sekali jika mereka telah tiada.

Baca juga: “Surat untuk mama, maafkan aku hanya bisa menjadi Ibu Rumah Tangga”

Kasih sayang yang diberikan oleh Choi Bando kepada mertuanya pun membuatku tersentuh. Ia telah menganggap mertuanya bagaikan orang tuanya sendiri. Dari mertua, ia belajar untuk menyayangi Ma Jin Jo.

Baca juga: “Untuk apa aku membenci mertuaku

Hmm.. Itulah kiranya pembelajaran penting dalam rumah tangga yang aku petik dari Drama Korea “Go Back Couple”. Kalian sudah nonton dan sependapat dengan hal diatas? Yuk, sharing!

Dan buat emak-emak yang belum nonton, yuk segera nonton! Film ini benar-benar recomended ditonton buat kamu yang sudah berumah tangga!

Nostalgia masa kecil dengan “Anne of Green Gables”, Novel Klasik berusia lebih dari 100 tahun

Nostalgia masa kecil dengan “Anne of Green Gables”, Novel Klasik berusia lebih dari 100 tahun

Anne of Green Gables, novel tentang cerita kasih sayang, persahabatan dan imajinasi. Ditulis oleh Lucy M. Montgomery tahun 1908.

Ya, novel yang sudah cukup tua. Tapi aku memutuskan untuk membelinya dicuci gudang 2 minggu yang lalu saat melihat kata imajinasi dan membaca tulisan dibelakang novel tersebut. Wow, sepertinya ini bakal seru. Pikirku. 

Memang ya, jika melihat cover dari novel ini kesannya seperti kuno sekali, tidak ada unsur modern sama sekali. Aku bahkan tidak ingin membelinya sebelum benar-benar memastikan buku ini bagus dengan membaca tulisan-tulisan pertimbangan didepan dan belakang buku. Jujur saja, mengingat pengalamanku membaca novel klasik milik Ayah dulu membuatku agak selektif memilih novel klasik. 

Keinginanku untuk membelinya bertambah kuat saat melihat tulisan diatasnya “Novel klasik yang penjualannya mengalahkan Harry Potter, To Kill a Mockingbird dan Gone with the Wind“. Ya, pasti ada alasan bukan kenapa novel ini begitu laku? 

Berapa harganya? Cuma 20ribu dicuci gudang. Dan ini satu-satunya seri pertamanya yang ada disana dari serial buku Anne. Aku langsung membelinya. 

Agak terkejut ketika membuka sampul plastiknya dirumah. Astaga, alangkah tuanya umur novel ini pikirku. Benarkah ini ditulis tahun 1908, pasti didalamnya bakal kuno sekali gaya penulisannya, keluhku. 

Sempat bosan membaca novel ini hingga chapter ke-6. Saat itu aku berpikir penulisnya hanya mengandalkan karakter Anne yang imajinatif dan ekspresif dalam segala tindakan dan cara berbicaranya. Alurnya biasa-biasa saja dan tidak ada tantangan spesial, pikirku. Tapi kemudian aku memutuskan untuk terus membacanya. Kenapa? Karena karakter Anne mirip denganku dimasa kecil. Dan lama kelamaan aku mulai suka dengan sudut pandang gaya penulisnya yang menerapkan ‘pengarang serba tau’, aku sudah lama ingin belajar bagaimana cara menulis dengan gaya begini. Menurutku cara menulis Lucy memang patut diacungi jempol, apalagi untuk novel setua ini. 

Novel ini menceritakan Anne yang merupakan seorang anak Yatim-Piatu yang diadopsi oleh kakak beradik Matthew dan Marilla. Ya, ya.. Aku tau aku bukan sepertinya. Yang mirip denganku adalah imajinasinya dan segala sudut pandang caranya berpikir. Dia bahkan mengaku kepada Marilla_yang mengadopsinya bahwa ia memiliki teman imajinasi saat dipanti asuhan. Mirip sekali denganku, pikirku. 

Tentu saja Novel ini bukan tentang cerita imajinasi yang didalamnya ada tokoh imajinasi seperti Harry Potter. Sejak berumur 20an aku lebih suka membaca buku yang realistis. Seperti cerita Anne ini, ceritanya natural sekali tanpa dibuat-buat dengan konflik yang lebay seperti skenario pada sinetron di TV itu. 

Entahlah darimana sang penulis mendapatkan inspirasi tentang Anne. Apakah ini tentang masa kecilnya? Atau dia terinspirasi dari anaknya (aku ga tau juga dia punya anak atau enggak). Yang jelas pribadi Anne dalam novel ini begitu menyentuh hati. Hingga aku sebagai seorang Ibu berharap anakku akan tumbuh seimajinatif dan seekspresif Anne. 

Apa saja karakter unik Anne dalam cerita ini yang membuatku selalu terngiang dengan kisahnya dan kata-kata inspiratif didalamnya? Ini dia.. 

1. Kepolosan. Anne adalah anak yang sangat polos dan pandai berbicara atau mungkin Marilla lebih senang menyebutnya Cerewet. Salah satu contohnya adalah Ketika Anne bertanya tentang cara berdoa yang benar. Ya, Aku tau Anne bukan pemeluk agama Islam dalam novel ini. Tapi caranya bertanya tentang sebuah doa adalah pertanyaan yang benar-benar polos. Secara tidak langsung dia mengajari tentang arti doa yang tidak melulu sesuai dengan ‘buku’ dia bahkan berdoa dengan sangat lucu dan polos. Mengingatkanku akan diriku_mengingatkanku akan Farisha. Selain itu, Anne juga gadis yang gampang tersinggung saat ada seseorang yang meledek bintik-bintik diwajahnya hingga menyebut rambut merahnya ‘Wortel’. Lucu sekali, kepolosan dan kemarahan dari anak kecil ini mengingatkanku dengan diriku sendiri. 

2. Imajinasi, ya.. Anne adalah anak periang dan sangat ekspresif yang tak sungkan mengeksplorasi imajinasinya. Dia bahkan memberi nama semua tempat permainannya. Dulu, dia pernah bercerita dengan Marilla orang tua angkatnya bahwa ketika dipanti asuhan bahkan dia punya teman imajinasi. Segala Imajinasi Anne benar-benar mengingatkanku dengan masa kecilku didesa. Aku dengan kesendirianku menamai segala macam pepohonan dan memiliki setidaknya 3 teman imajinasi. Dan aku benar-benar iri melihat begitu ekspresifnya penggambaran sosok Anne bahwa ia tak sungkan mengumbar imajinasinya dimanapun. Terkadang aku berharap bisa kembali kemasa lalu dan menjadi seperti Anne.. Ya, kuharap aku memiliki Diana. Teman yang bisa menangkap segala imajinasiku dan tak menganggapku anak yang aneh. 

3. Ambisi. Novel Seri pertama Anne ini benar-benar sebuah panutan bagi kehidupan seorang anak perempuan. Mungkin nanti Aku akan bersikeras menyuruh Farisha membacanya saat dia sudah remaja. Bagiku, karakter Anne cocok untuk dijadikan Rule Mode untuk anak-anak karena ia selalu bisa membuat hidupnya berwarna dan penuh akan ambisi. Sesulit apapun pilihan didalam hidup Anne, dia selalu dapat membuat jalan yang inspiratif sebagai solusinya. 

Buku ini menonjolkan karakter unik Anne yang begitu hidup didalamnya. Aku tak heran kenapa buku ini tak lekang oleh zaman. Bagiku sekarang, buku ini lebih bagus dibanding Harry Potter. Bahkan, untuk gaya penulisannya aku jatuh cinta. Bagaimana bisa, kisah yang memiliki alur konflik biasa saja akan menjadi seindah ini? Ya, hanya Lucy yang bisa melakukannya. Ini benar-benar buku klasik yang indah dan cocok dibaca disegala zaman. 

Moral cerita Anne juga terbungkus dengan sangat rapi dan elegan. Ceritanya mengalir dengan polos dan jernih. Dan moral yang paling berkesan dalam buku ini adalah menanamkan semangat pada kasih sayang. Benar-benar buku yang sangat menginspirasi. 

Overall, aku sangat luar biasa suka dengan buku ini, mungkin aku akan mengoleksi ketujuh seri yang lain. Buku ini hampir tak memiliki kekurangan kecuali covernya yang benar-benar terlihat kuno. Aku pikir versi cover pertamanya jauh lebih baik, terlihat lebih elegan. Iya kan? 


IBX598B146B8E64A