Cerita dibalik Si Jilbab Munafik
Era baru dalam evolusi hidupku adalah saat aku memutuskan memakai jilbab sejak awal masuk kuliah.
Aku bukan ikut trend. Saat aku memutuskan berjilbab, belum ada rule mode jilbab syar’i maupun ala hijabers. Niat awal memakainya karena itu adalah salah satu nazarku, nazar jika aku diluluskan disalah satu perguruan tinggi negeri.
Saat SD, SMP hingga SMA aku tidak berjilbab. Hanya berkerudung saat SMA dan dilepas ketika sore harinya. Sebut saja belang-belang.
Please Dont Judge Me for that.
Meski tak berjilbab aku tak pernah berpakaian tidak sopan. Alasanku tidak berjilbab karena aku memiliki penyakit tidak percaya diri tingkat akut. Saat itu tidak ada model kerudung cantik, memakai kerudung jenis segiempat biasa saja aku tidak bisa. Sang amatir yang berwajah oval ini selalu berantakan jika memakai kerudung. Jelas, memakai kerudung sama sekali tidak membuatku terlihat cantik. Tidak ada yang memujiku!
Once again, please dont judge me for that!
Aku rasa normal ya jika wanita suka dipuji dimasa remaja. Karena itu dia ingin terlihat cantik agar merasa percaya diri. Andai saja.. Saat itu lingkungan sekolahku adalah agamis. Andai saja.. Saat itu yang menyukaiku senang dengan diriku yang berkerudung. Andai saja.. Saat itu trend hijab seperti sekarang mungkin akan berbeda ceritanya.
Apapun alasan dibalik tak berjilbabnya aku tapi saat masa kuliah aku terpisah dengan teman-temanku. Dan kupikir aku perlu awal yang baru. Aku memberanikan diri bernazar memakai jilbab (saat kuliah).
Aku memakai rok, jilbab lebar, dan baju kemeja. Aku senang lingkunganku mendukungku. Aku bahkan memberanikan diri mengikuti LKI (Lembaga Keagamaan Islam) yang berujung pada paham yang tidak aku sukai. Sedikit Radikal. Lalu aku memutuskan mencari ilmu yang benar untuk aku pelajari.
Namun aku tak mengubah penampilanku. Saat reuni sekolah, aku yang berpenampilan baru di ‘wow’ oleh teman-temanku. Bukan ‘wow’ yang positif jelas.
Aku tau wajahku berubah tak secantik dulu sebelum aku mengenakan jilbab. Aku tau didalam hati mereka menyindir segala perubahanku tentang betapa ‘radikal’ penampilanku. Aku masih ingat betapa merasa asingnya diriku saat itu dikeramaian. Ya, itulah yang terjadi jika anda berjilbab syar’i saat tidak ada trend hijab syar’i. Itulah yang terjadi ketika anda yang bukan siapa-siapa mencoba berubah tetapi malah semakin menjadi bukan siapa-siapa.
Hanya Allah yang tau bagaimana perasaanku saat itu..
Tapi aku tetap konsisten. Setidaknya sampai suatu hari rok lebarku sukses terkait rantai kendaraan. Alhamdulillah aku tidak apa-apa. Namun sejak itu, aku mulai belang dalam memakai celana jeans dan rok. Sebenarnya, aku lebih suka memakai rok, bagiku itu jauh lebih feminine. Tapi aku akui rok tidak cocok untuk wanita yang masih ‘grasah grusuh’ dan jauh dari anggun sepertiku.
Aku mulai melakukan sedikit penyesuaian. Bukan apa-apa sih. Aku tidak suka dianggap menjadi radikal dengan perubahan penampilanku. Karena itu aku membiarkan beberapa kali keluar rumah dengan jeans, kaos dan kerudung biasa. Aku merasa lebih mudah bergaul dengan penampilan biasa. Aku tidak suka dengan cara mereka memandangku seakan aku ini alim sekali. Aku juga tidak suka dengan cara mereka melihat mataku (yang sudah judes dari sononya) seakan berpikir bahwa aku menganggap penampilan mereka lebih rendah. Padahal tidak begitu. Aku hanya ingin terlihat lebih Friendly.
Sekali lagi, hanya Allah yang tahu bagaimana hatiku saat itu.
Selama 1 tahun aku berjilbab syar’i dan mengikuti berbagai kegiatan keagamaan yang kemudian menjurus kepaham ‘agak’ radikal. Satu tahun berikutnya aku memutuskan mengubah komunitasku agar lebih fleksibel. Tahun berikutnya, aku kembali pada krisis percaya diri tingkat akut yang menyebabkan aku lari pada dunia online. Awalnya sosial media hanyalah kugunakan untuk bermain game online. Lama kelamaan, entah perasaan apakah itu.. Aku memajang foto profil tanpa jilbab.
Please dont judge me for that..
Setiap perempuan punya masalahnya sendiri. Masalahku saat itu adalah aku tidak tau harus berteman akrab dengan siapa? Aku tidak suka berteman dengan orang yang suka mengkafirkan seseorang. Aku juga tidak suka berteman dengan teman yang menemaniku saat dibutuhkan saja. Aku adalah type perempuan yang membutuhkan teman karib, begitulah salah satu ciri introvert. Dan saat itu, hanya game online salah satu pelarianku. Hanya teman laki-laki di game online yang bisa membahagiakanku saat itu. Dan aneh, jika perempuan berjilbab bermain game. Dan tak nyaman pula, jika aku memasang foto anime.
Ah, apapun itu.. Please dont judge me for that..
Aku sempat tertarik dengan dunia chating dengan lawan jenis. Sampai suatu hari kemudian dia ingin bertemu denganku, aku menolaknya. Dan hubungan kami berakhir begitu saja sejak itu.
Kenapa menolak?
Karena foto profil didunia maya itu adalah bukan diriku.
Foto tanpa kerudung itu hanya aku gunakan untuk meraih percaya diriku lagi ditengah-tengah kesendirianku pada masa kuliah. Aslinya? Aku berkerudung kok diluar. Dan aku tak mau menemui lawan jenis yang menyukaiku karena foto profilku.
Please Dont Judge Me For That!
Katakanlah saat itu aku munafik, ya.. Katakan saja…
Tak lama sejak itu, aku merasakan kembali rasanya kekosongan tanpa dunia online. Aku memutuskan pensiun dari game online. Sebenarnya game online cukup membahagiakan. Aku satu-satunya perempuan dari ratusan gamer lelaki. Namun rencana pertemuan itu telah menyadarkanku bahwa aku tak bisa menjadikan dunia onlineku benar-benar nyata. Aku tak bisa membohongi diriku yang ingin berubah_tapi juga ingin diterima secara positif dengan perubahanku.
Saat itu aku sadar telah mengkhianati nazarku sendiri.
Aku menghapus fotoku yang tak berjilbab. Mendelete beberapa friendlist yang sempat dekat denganku karena foto itu. Aku berkata siap menguras kebahagiaan semu dari dunia maya. Walau saat itu lamunan tiap kali datang dan menyadarkanku bahwa hidupku mengalami kekosongan.
Lamunan itu ternyata tak berlangsung lama. Tidak lama aku bertemu dan berkesempatan kenal dengan laki-laki dunia nyata yang (sepertinya) menyukaiku. Aku mengenal pengajian ahlussunnah wal jama’ah darinya. Aku mengenal dunia baca yang rumit darinya. Dan dialah jodohku sekarang.
Dia yang menyukaiku walau wajahku angkuh dan berjilbab..
Dia yang menyukaiku walau aku cemberut saat pertama kali melihatnya masuk kedalam kelas..
Dia yang menganggap statusku lucu dan jawabanku dikelas rumit dan aneh..
Dia yang setahun kemudian melamarku dengan segerombol keluarganya..
____________________________________________
Jika anda berkata bahwa jilbab itu bla bla bla.. Sebuah kewajiban dan harus dipakai begini begitu lalu begini dan begini. Lantas kemudian menganggap mereka yang belang dalam berjilbab itu munafik maka anda perlu sedikit merubah pola berpikir anda. Bahwa sebenarnya tak semua orang bisa berpikir seperti anda.
Anda bilang istiqomah
Istiqomah itu sulit jika tak didukung. Niat saja tidak cukup. Komunitas sejenis bahkan bukanlah jawaban untuk merasa nyaman. Krisis percaya diri adalah hal yang harus dilewati. Terlebih jika perempuan tersebut dulunya sering menerima pujian dengan non hijab. Banyak bukan perbandingan perempuan yang berjilbab dan tak berjilbab wajahnya berubah drastis sekali?
Jilbab itu bukanlah pakaian untuk membuat cantik loh! Itu adalah penutup kecantikan. Makanya jilbab yang benar itu.. Begini.. Begini.. Bukan ala Hijabers begitu..
Entah kenapa jika mendengar kaum ‘jilbab’ berkata sedemikian aku agak risih. Bukannya kenapa, tapi mereka tak memahami sebuah usaha.
Style Hijabers sekarang adalah sebuah usaha memperkenalkan dunia dengan kerudung ‘cantik’ dengan pakaian yang sopan. Revolusi jilbab ala hijabers ini menurutku adalah hal positif untuk mengaplikasikan pemakaian jilbab dinegara yang majemuk seperti diindonesia.
Sebuah perubahan tak bisa secara mendadak. Terlebih jika anda bukan artis. Yah, jika saja Oki Setiana Dewi tidak mempopulerkan gaya Hijab Syar’i apa anda bangga memakainya sekarang?
Akhir kata, sebagai perempuan yang dulunya sempat terombang ambing dalam memakai jilbab aku tentu tidak menyalahkan para muslimah yang sudah berjilbab dengan benar. Aku bukan pula pendukung para hijabers yang menjadikan gayanya sebagai trend ‘mewah’ untuk kalangan sosialita.
Namun, jika saja anda bertemu satu sama lain_jika saja anda ingin berdakwah_maka berbicaralah dengan sopan dan lembut tanpa menyakiti hati yang lain hanya karena bagaimana penampilannya. Aku pernah merasakan bagaimana pedihnya dianggap munafik.
Dan jika saja anda melihat mereka yang sempurna jilbabnya, janganlah menganggap mereka sebagai kaum radikal hanya karena penampilannya. Entahlah kenapa, aku lebih suka dibilang munafik dari segi penampilan dibanding dengan radikal. Oh, itu pedih sekali..
*tulisan ini bukanlah sebuah pembenaran, namun sebuah renungan bagi wanita yang ingin berjilbab serta wanita yang sudah sempurna jilbabnya..