Ngobrolin Tentang YOLO Parenting
“Kalau Parenting style versi aku, itu aku namain YOLO Mother”
“YOLO Parenting? Apaan Tuh?”
“Yah.. You Only Live Once. Dalam artian, kalau pekerjaan itu bikin kamu pusing as a mother, gak usah dikerjain. Gak usah maksain apa yang kata orang-orang harus lakukan. Kalau gak suka ya udah.. Tinggalin aja”
-Nikita Willy
Nyinyirin Hidup Nikita Willy as a YOLO Mother dan Lomba Perbandingan Penderitaan
Jujur, suka banget ketawa dengan konten-konten yang menggabungkan life style Nikita Willy as a Mother dengan keadaannya sendiri. Lucu sih, aku akui konten-konten begini sangat amat menghibur. Aku saja nonton sampai cekikikan di kamar. Nah, ini contoh konten yang lucu itu:
Lucu kan?
Tapi, semuanya tak lagi jadi hiburan kala iseng membaca kolom komentar. Awal mula yang niatnya hanya mengisi hiburan saja malah jadi manggut-manggut membaca penderitaan orang lain. Sambil berkeluh begini di dalam hati..
“Ah iya.. Nikita Willy mah enak. Bisa memilih mana pekerjaan yang disukai untuk mengisi kesehariannya.. Lah kita emak-emak yang privilegednya gak kayak Nikita Willy punya pilihan apa?”
Gak ngerjain cucian baju dan piring.. Apakah baju dan piring bisa membersihkan dan merapikan dirinya sendiri?
Gak masak sehari. Keluarga makan apa?
Gak bersihin rumah. Apakah rumah bisa bersih dengan sendirinya setelah dipakai beraktivitas?
Nikita Willy mah enak gak kek aku bla bla bla.
Iya.. Gak kayak kita..
Lantas ibu-ibu yang merasa senasib berpelukan. Gak salah sebenarnya kalau ibu-ibu ini saling berpelukan dan berbagi rasa. Apalagi ketika mengeluh misal, ada yang menawarkan bantuan. Hehe..
Yang jadi masalah adalah ketika iri pada Nikita Willy ini berlanjut. Mencoba meniru YOLO Mother plek ketiplek versi Nikita sambil terlebih dahulu berdiskusi dengan suami. Padahal, ya.. Kita tau sendiri bahwa gak semua suami itu sama dengan suami Nikita. Yang ada, kalau kita ingin hidup sama seperti Nikita dan diskusi ke suami, suami malah merasa direndahkan karena tak bisa membuat kita seperti Nikita.
Yang jadi masalah kedua lagi adalah, saat rasa iri itu berlanjut dan memandang rendah kearah Nikita Willy. Seakan-akan hidupnya 180 derajat berbeda dengan hidup kita dari lahir tanpa usaha apapun. Lantas kita menganggap bahwa yang namanya nasib itu tak perlu diusahakan karena privileged itu sudah ada tercipta dan terbentuk dari lahir.
Thats the problem. Saat liat kehidupan orang lain lantas berusaha menjadi orang lain itu. Atau saat liat kehidupan orang lain lantas nyinyir dan iri berkepanjangan dengan orang tersebut tanpa berusaha lebih realistis.
Nyatanya: YOLO Parenting Itu Ada Benarnya
Aku pribadi sih, merasa bahwa perkataan Nikita Willy itu ‘ada benarnya’.
Terutama dalam bagian, “Gak usah maksain apa yang kata orang-orang harus lakukan. Kalau gak suka ya udah.. Tinggalin aja”
Kenapa aku merasa perkataan itu ada benarnya? Karena ‘Setiap Ibu punya prioritas yang berbeda’
Misal, ketika aku memiliki bayi yang masih kecil dan dalam keadaan pemulihan pasca cesar.
Aku akan berusaha banget tutup telinga dari perkataan orang-orang yang menyakitkan seperti..
“Wah, padahal gak kerja tapi punya ART di rumah”
Orang nyinyir yang bahkan bertemu aku baru 15 menit saja. Tau apa dia tentang hidupku? Tau apa dia tentang bagaimana aku menggajih ART.. yang mana harus menabung saat hamil demi bisa memiliki ART selama 3 bulan pasca melahirkan. Tau apa mereka bahwa aku juga berusaha mencari uang meski terlihat tidak bekerja di luar.
Contoh perkataan lain seperti..
“Wah, rumahnya kok berantakan. Wah, bersihin anak pup kok begitu. Bla bla..”
Orang nyinyir yang bahkan tak tau bahwa anakku adalah makhluk hidup yang butuh bereksplorasi. Yang bukanlah robot dan bisa kukontrol. Dan mereka bahkan tak tau bahwa aku punya waktu sendiri kapan harus membereskan rumah dan kapan tidak. Mengapa mereka tidak tau adab bertamu yang seharusnya memberitahu terlebih dahulu pada pemilik rumah jika ingin bertamu?
Alih-alih klarifikasi, membela diri atau melakukan apa yang ‘orang nyinyir’ inginkan. Jauh lebih baik bagi seorang ibu untuk memahami apa prioritas hidupnya sendiri.
Saat memiliki anak bayi, prioritas aku ya si bayi. Bukan rumah yang perfect.
Saat anak sudah mulai besar, prioritas aku adalah mengasah habbit anak agar bisa disiplin. Bukan membiarkan anak berlama-lama dengan gadget agar rumah dan dapur kita sempurna.
Saat anak sudah mulai mandiri, prioritasku adalah mulai mengejar mimpi yang sempat tertunda. Mulai bonding ulang dengan suami agar kerja sama kami bagus. Tak sungkan mengeluarkan budget untuk kelas belajar hingga membeli lingerie.
Nikita Willy ada benarnya bahwa You Only Live Once.. Just Do What You Want.. Not What They Wanted…
Hanya saja, kita dan Nikita memang berbeda. Dan memang harus berbeda. Kenapa pula Nikita Willy harus sama dengan kita yang mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri? Kan dia berhak melakukan hal yang lain. Bukan berarti dia tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, tapi dia punya privileged untuk meninggalkannya. And its good. Aku pun jika senasib dengan Nikita dengan senang hati lebih memilih work out atau ngegym diluar dibanding mengerjakan pekerjaan rumah. Akan lebih senang jika separuh waktuku diisi dengan belajar dan berkarya.
Tapi YOLO Mother bagiku.. Ada Batasnya
“Yah.. You Only Live Once. Dalam artian, kalau pekerjaan itu bikin kamu pusing as a mother, gak usah dikerjain”
Jujur, selain Nikita.. Ada satu orang lagi yang bilang kata-kata begini ke aku.
Kalian tau siapa??
Suami… HAHAHA
Suami tuh pernah bilang gini ke aku pas aku kecapean kerja di rumah, “Kalau capek gak usah dikerjain. Selesai kan urusannya”
Langsung deh, aku mendegap degupkan langkah kakiku. KODE KERAS bahwa aku sedang marah saat dibilang begitu. Berkata di dalam hati, “Harusnya solusinya dibantu dong. Bukannya enggak dikerjain.”
Baca Juga: Jika Ingin Istri Seperti Nikita Willy
Sebagai Young Mom diusia 22 tahun, bagiku semua pekerjaan rumah itu jujur saja MEMUSINGKAN. Menyusui anak saat perut masih nyeri dan lukanya tak sembuh itu menyakitkan. Tidak tidur malam karena anak selalu bangun, itu memusingkan. Ditambah jadi manusia yang harus makan demi teirisinya ASI itu juga memusingkan. Karena kalau ditanya, apa yang tidak memusingkan as a mother itu cuma dua hal. Lihat wajah anak yang lucu dan tidurrrrr.
Dan bagaimana bisa itu terjadi jika anak terus menangis, perut lapar dan perlunya kebersihan. Kita diciptakan sebagai manusia yang bisa survive dengan makanan bergizi dan lingkungan yang bersih. Kalau itu tidak bisa tercipta dengan tidur maka apa boleh buat bukan?
YOLO Mother punya batasan. Diakui atau tidak, setelah menjadi Ibu tidak ada kata-kata ‘Ayolah Nikmati Hidup karena Hidup Cuma Sekali’
Karena… Masa kecil anakpun.. Tak akan terulang lagi… Anak kita hidup hanya sekali. Dan Tak Akan Terulang. Itu yang harus sangat disadari.
Berkorban itu nyata adanya. Anak memang tak meminta dilahirkan, tak meminta kita berkorban. Kita memilih langkah itu sendiri karena insting seorang ibu yang menyayangi dan melindungi.
Jika dibilang pusing. Semuanya pusing. Semuanya melelahkan. Tapi jika dipikirkan lagi Kenapa aku tetap mengerjakannya? Dan merasa wajib mengerjakannya?
Karena Cinta. Sesimple itu.
Capek. Mengomel saat kelelahan dan tak dibantu. Meski menangis sambil menahan sakit tetap dikerjakan. Karena semua pekerjaan saat itu prioritas dan tak bisa didelegasikan.
YOLO Mother punya batasan, saat seorang Ibu tau bahwa untuk kualitas hidup anaknya.. Ia perlu berlelah-lelah sebentar.
YOLO Mother punya batasan, saat seorang Ibu tau bahwa keluarganya dalam kesulitan.. Ia perlu merasakan pusing sebentar.
Kita memang bukan Nikita Willy, tapi kitalah yang paham seperti apa persisnya hidup kita sendiri.