Hal-Hal Yang Perlu diperhatikan Saat Jadi Orang Tua Baru
Ngomongin soal jadi OTB aka Orang Tua Baru. Jadi inget banget zaman aku awal ngelahirin si Pica. Tahun 2013. Dimana Juli 2012 aku nikah. Eh, Februari 2013 udah punya anak. Cepet banget gak tuh. Iya, cepet. Makanya kalau ada yang ‘curigation’ aku sih ikut bengong aja. Lah, aku sendiri aja bengong kok sampe 4 bulan kehamilan. Bingung mikir kenapa semudah dan segampang ini punya anak? Buat orang yang saat itu pengen ‘nunda’ punya anak karena ada berbagai goals yang belum tercapai.. Langsung punya anak sejak nikah itu macam tak terlukiskan sekali perasaanku.
Perasaanku masih ‘agak’ gimana saat memiliki anak pertama. Disatu sisi ada rasa semangat tak terlukiskan karena wow.. Aku jadi ibu baru diumur 22 tahun. Tapi disisi lain, macem ngerasa.. Aku bakal jadi Ibu yang baik gak ya? Jangan-jangan aku gak bisa sempurna kayak Ibu yang lain.
Setelah 10 tahun menjalani pernikahan. Dari anak pertama yang sekarang sudah berumur 10 tahun dan anak kedua yang sudah berumur 4 tahun. Aku sadar, bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat jadi orang tua baru. Nah, berikut adalah point-pointnya:
1. Pahami Prioritas, Gak Usah Terlalu Sempurna
Apa sih prioritas utama saat sudah memiliki anak? Apa iya, anak harus 24 jam bersama kita sang Ibu? Apa iya, anak harus lengket dan tak boleh berpisah dari Ibu? Apakah anak ‘harus’ memiliki standar ideal seperti pandangan orang diluar sana? Apakah ibu ‘harus’ memiliki standar ideal seperti pandangan yang lain?
Jujurly, saat ngelahirin Pica dulu aku tuh termasuk Ibu yang apa-apa pengen yang terbaik. Buat anak, buat pandangan orang disekitar aku. Karena rumusnya tuh gini. Kalau anak dapat yang terbaik, maka aku senang. Kalau aku dinilai baik oleh orang lain, aku dapat energi yang bisa buat aku semangat agar anakku jadi lebih baik.
Semuanya, berputar disitu-situ aja. Menjadikan anak yang terbaik-Dinilai orang sebagai Ibu yang baik.
Aku ngasih anakku ASI selama 2 tahun. Umur 6 bulan, aku sudah ngajarin anak buat toilet training. Umur setahun anak sudah mulai jarang pipis sembarangan. Sudah terpola dan gampang diajarkan. Umur 2 tahun anak sudah gak pernah pipis di celana lagi. Anakku juga selalu aku buatkan MPASI yang kubuat sendiri. Oya, dan aku tak jarang sekali memakaikan anakku diapers. Selalu membacakan buku sebelum tidur, cek perkembangan anak, bikin DIY bla bla bla…
Apa yang kalian lihat dari ceritaku? Ibu sempurna? Ibu yang sukses menghemat pospak?
Sebaliknya, kadang aku berpikir bahwa aku terlalu memporsir diriku agar aku terlihat menjadi Ibu yang baik. Lantas lupa pada apa yang sebenarnya prioritas.
Bonding dengan anak, Itu prioritas. Quality time. Bukan hanya tentang membersamai anak 24 jam. Tapi juga benar-benar hadir untuk anak selama sekian waktu saja.
Menghargai diri, Itu prioritas. Membeli skincare untuk merawat diri. Menyempatkan waktu untuk upgrade diri. Workout sebentar untuk membangkitkan semangat. Jika diri sendiri dihargai dengan baik. Maka, ia tak perlu validasi dari orang lain untuk terlihat sebagai Ibu yang baik.
Menjadi Istri yang baik, Itu prioritas. Banyak diantara wanita yang sudah berstatus sebagai Ibu mulai lupa bagaimana cara menjalin hubungan lebih baik bersama suami. Karena terlalu sibuk mengurus anak seorang diri. Padahal, kunci kerja sama dengan pasangan akan ‘unlock’ andai saja kita bisa melepas sejenak peran Ibu tersebut. Menjadi Istri yang baik sejenak, berbicara dari hati ke hati sejenak bahwa kita butuh ‘pertolongan’ loh untuk menjadi Ibu yang baik.
Ya, mengasuh anak.. Menjadi Orang Tua Baru.. Sebenarnya bukanlah peran Ibu semata. Namun peran Ayah dan Ibu. Sayang sekali jika kita berada pada sistem patriarki yang begitu mengunci peran ayah di dalamnya. Tak apa. Jadilah istri yang baik untuk bisa ‘unlock’ peran ayah. Bagaimanapun juga mengasuh anak adalah kewajiban ayah dan ibu. Bukan Ibu saja.
2. Pahami Pembagian Peran, Gak Usah Sok Multitasking ‘Sendiri’
Hal kedua yang perlu diperhatikan saat menjadi orang tua baru adalah Gak usah deh sok multitasking sendirian
Gak usah sok serba bisa. Apa-apa dikerjain sendiri. Masak, Nyuci, Bersih-bersih, gendong anak, ke pasar dll dsb.
Sungguh, aku sih bisa memahami kalau ekonomi keluarga masih dalam keadaan kurang baik. Sehingga pilihan yang ada ya demikian. Misal, LDR dengan suami sehingga terpaksa demikian. Itu gakpapa. Semoga bisa lebih sabar dan keadaan membaik. (Percaya deh, aku dulu juga gitu. Tapi ketika keadaan membaik, ya gak gitu lagi)
Tapi, jika ekonomi telah membaik dan tidak LDR aku sedikit bertanya-tanya kenapa kita harus serba sempurna dan tak memiliki pembagian tugas? Kenapa? Patriarki yang terlalu kental kah? Atau ada masalah pada hubungan suami istri? Atau pekerjaan domestik terlalu banyak dicampuri pihak lain seperti mertua, ipar, tetangga sotoy dll..
Yang pasti, rumah tangga itu adalah tentang kerja sama suami istri. Peran Ayah dan Ibu yang sama-sama bertujuan kuat untuk membangun generasi lebih baik lagi. Orang tua baru, harus sadar bahwa memiliki anak artinya siap berbagi peran dalam pengasuhan. Okeh??
3. Pahami CINTA
Banyak ilmu baru yang aku dapat ketika ikut kelas rangkul keluarga kita. Mulai dari mengelola dan memahami emosi. Hingga menjalani peran sebagai Ibu dengan memahami hakikat dari Cinta yang sesungguhnya.
Ya, CINTA.
C.. Artinya Cari Cara Sepanjang masa
Gak ada cara terbaik yang berlaku ‘setiap masa’. Misalnya, cara aku yang cenderung sempurna dan sok multitasking sendiri dalam pengasuhan anak pertama. Tak bisa aku terapkan kembali dalam pengasuhan anak kedua. Karena saat memiliki anak kedua, aku sudah burnout sekali dengan sekian aktivitas rumah tangga. 3 tahun cukup lah meneladani pola parenting seperti anak pertama. Selebihnya aku mulai paham bahwa tak apa kok untuk menitipkan anak di daycare. Aku happy dan waras karena bisa memberdayakan diri pada hal lain. Bisa mulai pacaran kembali dengan Suami. Humaira juga happy karena mulai bisa berkumpul dengan teman sebayanya. Justru sejak dimasukkan daycare perkembangan Humaira meningkat pesat. Dan perkembangan hubungan pernikahan kami juga meningkat.
I.. Artinya Ingat Cita-cita tinggi
Sebagai orang tua baru, menurutku boleh banget kita punya impian. Boleh banget kita halu memiliki cita-cita setinggi langit pada anak kita. Yang tidak diperbolehkan itu menurutku adalah mencari pengakuan kemana-mana sampai menjadi ambisius tanpa memperdulikan keadaan anak.
Yah, related kan sama drakor-drakor berbau parenting kayak Sky castle atau Green mothers club sampai yang terakhir Crash course in romance. Drakor-drakor itu adalah gambaran dari bagaimana ambisiusnya orang tua dapat membunuh psikis anak perlahan. Dan aku gak mau karena cita-cita tinggi, anak jadi demikian.
Intinya kita perlu banget punya cita-cita tinggi. Punya goals dalam hidup. Tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami bagaimana cara ternyaman dan tak menyakiti untuk menggapainya.
N.. Artinya Nerima Tanpa Drama
Related dengan point I sebelumnya bahwa kita tuh perlu punya goals. Tetapi kita juga harus paham dengan keadaan anak kita sendiri. Bisakah kita menerima keadaan Anak kita Seapa-adanya?
Dulu, aku punya tetangga yang mana salah satu anak mereka tidak bisa berbicara dan menunjukkan ciri ADHD. Orang tuanya sibuk ‘menutupi’ hal tersebut. Sang anak dikurung di kamarnya sepanjang hari. Karena ‘malu’. Padahal, hal itu hanya memperburuk keadaan bukan? Andai saja keadaan anak tersebut diterima dan bahkan berusaha diobati dengan therapy mungkin keadaannya akan jauh lebih baik.
Sebagai orang tua, kita perlu menerima apa kekurangan anak. Kita harus menyadari bahwa tidak ada anak yang terlahir sempurna di dunia ini. Tugas kita bukan turut menghakimi kekurangannya. Tapi mencari celah positif dari itu semua.
T.. Artinya Tidak Takut Salah
Pernah melakukan sekian banyak kesalahan saat membersamai anak? Tak apa.
Aku dulu pernah marah-marah luar biasa pada Pica. Bahkan sekarang pun aku akui masih sangat sering melakukannya. Meski sempat menyesal, aku kembali akrab lagi dengan anakku. Ego ku memang terlalu tinggi untuk bisa meminta maat. Tapi aku sadar, menjadi orang tua itu bukan selalu tentang lemah lembut penyayang. Ada kalanya kita harus tegas. Ada kalanya kita mengakui kesalahan kita sendiri.
Dalam hidup, aku yakin manusia punya batas kesalahan. Dan yang terburuk itu adalah berhenti mencoba mencari cara terbaik, bukan menghindari kesalahan. Teruslah cari cara terbaik, teruslah mencoba menjadi orang tua yang baik. Tanpa takut salah.
A..Artinya Asyik Main Bersama
Kenapa ya kalo bermain bersama anak 5 menit itu rasanya kayak satu jam. Tapi kalau scrool medsos, nonton drakor satu jam itu rasanya kayak 5 menit. Anyone like me? HAHA
Gakpapa kok, itu artinya bukan kita yang gak bakat nemenin anak. Tapi memang kita sedang membutuhkan waktu yang seimbang.
Setidaknya seorang Ibu itu butuh 4 keseimbangan waktu. Waktu untuk dirinya sendiri, waktu bersama pasangan, waktu bersama anak dan waktu sosial. Terbayang gak misalnya kita sudah dari pagi sampai hampir siang di dapur saja bersama anak sambil mengerjakan pekerjaan domestik. Pastinya, setelah itu kita butuh waktu untuk diri sendiri. Karena merasa sudah menemani anak ‘sambil’ nginem. Yah, padahal waktu nginem bukan termasuk dalam 4 keseimbangan waktu. Tapi mana ada seorang Ibu yang bisa diam di rumah saat anaknya butuh makan, rumahnya butuh dibersihkan dan cucian menumpuk.
Maka, tak apa kok kalau sesekali jika ekonomimu sudah membaik mulai delegasikan hal yang seharusnya bukan pekerjaanmu. Tak apa kok membeli makanan untuk makan siang sesekali, tak apa hari ini ngeloundry dulu misal, tak apa absen membersihkan rumah. Meski memang praktiknya sangat sulit. Tapi percayalah Asyik Main Bersama akan dapat dilakukan maksimal jika energi dan tangki cinta kita telah terisi dengan baik.
Aku sendiri terbiasa menyelesaikan pekerjaan domestik di pagi hari. Siang hari biasanya aku masak praktis asal sehat saja sesekali. Jadi, antara jam 8-9 pagi aku bias menyisihkan waktu untuk sholat dan workout sebentar. Sesudah itu energi akan terasa penuh dan siap bermain dengan anak.
4. Pahami Dirimu Sendiri, Maka kamu akan memahami anakmu
Saat menjadi orang tua baru, kadang kala kita melupakan siapa diri kita sendiri. Mengasuh bayi sejak umur 0 bulan sampai 2 tahun dengan dibebani setumpuk pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sendirian akan membuat kita lupa siapa sebenarnya diri kita sendiri. Karena tak ada keseimbangan waktu. Karena tidak ada me time. Waktu kita kadang terbuang pada hal yang sama setiap hari.
Saranku, kalau bisa.. Kalau ada duitnya.. Janganlah jadi ibu yang demikian. Dan jangan lupa berdoa juga untuk keajaiban. Siapa tau ada yang memiliki anak saat ekonomi sedang down, percayalah doa dan usaha akan membantu hal itu. Karena aku paham rasanya. Aku bukanlah seorang Ibu yang ‘langsung’ sukses secara ekonomi.
Perlahan, cobalah kembangkan diri sendiri. Carilah celah waktu senggang yang kiranya bisa dimanfaatkan untuk menjadi diri sendiri. Mengerjakan apa yang benar-benar disenangi. Mencoba menjadi orang yang turut berkontribusi sosial. Percayalah, itu bikin bahagia. Dan jenis bahagia yang demikian berbeda dengan jenis bahagia setelah menonton drakor atau setelah workout. Bahagia yang demikian sifatnya jangka panjang. Akan terisi terus meski kita merasa lelah. Akan terisi terus meski kita merasa sedih.
Carilah bahagia yang ‘sedemikian’ dengan mulai memahami dirimu sendiri. Dengan mulai memahami potensi diri. Percaya deh, dengan mulai memahami diri sendiri perlahan kamu juga akan memahami anakmu. Karena anak sebenarnya adalah hasil copy paste orang tuanya.
Demikian 4 hal yang perlu diperhatikan saat menjadi orang tua baru. Tentunya setiap rumah tangga dan setiap perbedaan zaman mungkin tidaklah sama. Aku hanya sharing berdasarkan dengan pengalamanku saja. Pengalamanku membersamai 2 buah hatiku.
Happy Parenting