Dear January.. Maafkan aku..
Saat baru saja aku merasakan kehidupan baru diawal tahun yang menggebu-gebu, tapi siapa sangka ia akan hilang begitu cepat?
Aku tau, tak seharusnya aku mengawali 2018 dengan kesedihan.
Aku tau tak seharusnya aku menuliskan kesedihan di Bulan Januari yang baru.
Tapi kesedihan itu datang begitu saja menghapus semangat baruku.
Dan jika aku tak menulisnya. Maka aku tidak bisa melangkah dengan lebih baik.
Maka.. biarkanlah aku menulisnya…
***
30 Desember 2017 aku berloncat kegirangan melihat hasil testpack dipagi hari. Bergegas memoto hasilnya dan menanyakan keakuratannya. Yah, bagaimanapun juga aku tidak boleh kegeeran dulu dong. Siapa tau alatnya salah? Terlebih aku adalah salah satu penganut paham ‘jangan terlalu bersemangat dengan kegeeran palsu’. Namun, memang hal itu sangat membahagiakan hingga membuatku langsung memberitahu suamiku.
Bagaimana responnya?
Ibarat bertemu dengan anak kecil yang baru saja mendapat doorprize piala dan mainan. Seperti itulah ia membuat ekspresi senang melihat kelakuanku. Bertepuk tangan sambil bilang ‘Yeaay!! Hebaaat!’
Ah, begitulah suamiku. Jangan pernah mengharapkan hal romantis keluar dari mulutnya.
Bagaimanapun juga itu moment yang menyenangkan. Terlebih saat satu-dua-tiga-empat teman-temanku meng’iya’kan keakuratannya sambil mengucapkan selamat. Aku senang sekali, sudah setahun yang lalu aku ingin hamil.
***
Setahun lalu aku sudah memantapkan diri melepas KB. Walau sebenarnya suamiku masih ingin menundanya. Yah, aku tak tau jelas kenapa ia tidak terlalu suka dengan kehamilan. Mungkin dia trauma melihat aku dulu terkena babyblues. Takut anak berikutnya akan menimbulkan dampak psikologis yang sama untukku. Maka, walaupun aku melepas kb tapi ia bersikeras masih ingin menundanya. Kesepakatannya, kami melakukan kb alami saja.
Bulan September dihari ulang tahunku. Akhirnya ia menyetujui proposal program hamilku. Senang rasanya. Bagaimana tidak? Farisha sekarang sudah berumur 4 tahun dan sudah sekolah. Perlahan-lahan ia menjadi anak yang mandiri. Walau ia masih tergolong menggemaskan dengan seribu pertanyaan anehnya tapi aku tau masa-masa romantis ini sebentar lagi akan hilang. Saat ia beranjak SD mungkin ia sudah tidak terlalu menggemaskan lagi. Aku butuh sosok mungil baru yang harus membuatku tetap sibuk.
Baru kali ini aku merasakan ingin benar-benar hamil. Ironis rasanya mengingat kehamilan pertamaku terlalu banyak diisi dengan air mata karena ketidak-siapanku menjadi seorang Ibu. Aku sempat meminum pil tuntas dengan kebodohanku, saat mengetahui hamil aku bahkan mengatakan “Oh, kenapa ini terjadi terlalu cepat?” dan hingga ia lahir aku bahkan sempat berpikir begitu tak pantas bayi ini berada dipangkuanku. Namun, siapa sangka aku merindukan masa-masa itu lagi? Masa yang dulu sering kuisi dengan tangisan sambil menyusuinya? Betapa rindu dengan sosok mungil dengan bau minyak telon berada lagi dipangkuanku. Aku rindu masa-masa itu.
Bayi baru.. Cepatlah datang..
September.. Oktober.. November..
Sayangnya promil kedua tidak selancar kehamilan anak pertama. Tadinya aku berpikir bahwa aku ini makhluk paling subur didunia. Ternyata tidak, kehamilan pertama memang sudah takdir-Nya. Begitupun yang kedua.
***
30 Desember hatiku dipenuhi dengan perasaan berbunga-bunga. Ucapan selamat datang silih berganti. Seakan tak cukup dengan ucapan itu akhirnya pada tanggal 31 Desember 2017 aku mempublikasikan kabar gembira itu di instagram.
Katakanlah aku pamer.. Ya katakan saja..
Sepertinya aku memang punya sifat senang saat mempublikasikan hal yang menyenangkan. Mungkin aku harus mengakui bahwa aku punya pribadi yang agak narsis. Aku tak tau persis bagaimana membedakan benang tipis antara rasa percaya diri-semangat-bangga-sombong-narsis-hingga riya. Jadi maklumi saja jika kalian mungkin salah tafsir dengan postingan instagramku @aswindautari. Tapi serius, aku sepertinya perlu dukungan lagi dan lagi. Dan lebih utamanya, aku perlu Doa.
Mungkin ini bawaan innerchild yang kumiliki. Sejak kecil aku tidak terlalu ekspresif dalam menggambarkan gembira-senang-sedih-kecewa. Mungkin karena lingkungan keluargaku begitu hingga terbawa keteman-temanku. Namun sejak remaja aku mulai belajar bagaimana berekspresi dengan benar. Dan ekspresi sedih adalah keahlianku. Aku hanya mengenal mengungkapkan ekspresi senang disosial media. Jadi, yah.. Katakanlah aku narsis dengan foto tersebut.
Katakan aku terlalu ekspresif sehingga Tuhan mengujiku.
Sebenarnya aku pun tak tau kenapa kehamilan kedua tak pantas kumiliki sekarang, Tuhan?
***
Beberapa hari yang lalu suamiku sempat mengirimkanku sebuah artikel. Tentang betapa tidak berartinya Susu Hamil. Yah, aku mempercayainya. Toh, Kehamilan pertama dulu juga aku cuma kadang-kadang saja minum susu. Dan bayiku lahir dengan cukup besar dan sehat.
Sudah beberapa minggu yang lalu aku batuk. Saat belum tahu dengan kehamilanku aku meminum obat batuk biasa beserta obat langganan untuk rhinitis. Namun, ketika mengetahui bahwa aku hamil maka aku berhenti meminum obat dan hanya meminum jeruk nipis dan air hangat untuk mengurangi batuk.
Tanggal 31 Januari aku memutuskan untuk mudik ke Pelaihari, kampung halamanku. Aku bahkan berencana ingin jalan-jalan. Bagaimanapun juga aku perlu semangat baru bukan untuk mengawali tahun 2018? Aku perlu berfoto dengan keluargaku dengan background yabg menyenangkan untuk kukenang di Banjarmasin nanti.
Senang rasanya bertemu dan berkumpul dengan keluarga besar. Farisha dapat bermain dengan sepupunya Muthia sembari bertanya seribu pertanyaan dengan Neneknya. Aku bahkan menikmati kecemburuannya dengan Hanzo sepupu kecilnya saat kuasuh. Kok rasanya senang sekali membuatnya menangis begitu?
Kami menikmati 1 Januari 2018 dirumah Mama dengan kesenangan berkumpul bersama..
“Sebentar lagi cucu nenek ada empaat” ucap kakakku bercanda
“Hah? Siapa hamil?” kata Mamaku.
Aku nyengir. Memang sih, aku sengaja tidak memberi tahu Mama. Ingin surprised. Dan keceriaan keluarga kami berlanjut malam itu.
Aku lalu merasakan perutku sedikit mengeras saat batuk berkali-kali. Aku kemudian langsung menanyakan Obat Batuk dengan Kakakku yang kebetulan adalah Dokter. Dengan sigap ia langsung memberiku Obat yang aman untuk Ibu Hamil.
Tapi malam itu aku masih batuk. Air hangat, obat dan jeruk nipis sepertinya tidak mempan untuk batukku. Aku melihat diriku dicermin besar dikamarku. Membuka perutku sembari bergumam, “Kenapa ya.. Kok rasanya besar sekali.. Padahal baru 1 bulan”
***
Paginya aku terbangun dan kaget melihat bercak coklat dicelanaku.
“Kok aku M ya?” Tanyaku panik pada kakakku
“Banyak kah?” Tanyanya..
“Dikit sih” Kataku cemas.
“Mungkin flek saat plasentanya melekatkan diri dirahim win,” kata Iparku, Fika
“Fika pernah begini waktu hamil?” tanyaku
“Enggak pernah sih.. Tapi katanya bisa begitu aku pernah baca di artikel” Kata Fika.
Sinyal di kampungku sangat payah. Namun aku berusaha untuk browsing mengenai flek saat hamil. Alhamdulillah aku mendapatkan artikel yang bisa menenangkanku. Seingatku dahulu, kehamilan pertamaku juga pernah flek 2-5 hari. Tapi, itu saat aku meminum pil tuntas.
Aku memutuskan untuk tidak memeriksa diri lebih lanjut. Dan menyenangkan hatiku dengan berjalan-jalan hingga berfoto bersama ditempat kuliner dan rekreasi Bon Sawit yang tidak jauh dari rumahku. Pulangnya aku langsung tertidur.
Sore hari aku tidak mendapati flek keluar lagi dan aku sangat lega. Sepertinya artikel yang aku baca benar. Akhirnya, malam itu pikiranku tenang. Walau aku tak berhenti batuk malam itu padahal sudah minum obat. Aneh, mengingat biasanya obat dari Kakakku langsung manjur.
Paginya aku dikejutkan dengan begitu banyak darah yang keluar. Ya, Darah segar. Dengan sigap kakakku langsung membawaku ke UGD.
Pikiranku tidak karuan. Aku tau ini hal buruk. Banyak sekali darahnya. Oleh pihak UGD aku langsung diberi obat penenang Rahim. Tapi aku tidak optimis. Aku tau ini tidak baik-baik saja.
“Kantung Hamilnya sudah Kosong Bu.. Ini Abortus Complete” Kata Dokter.
Aku langsung terdiam. Yah, padahal begitu banyak pertanyaan yang muncul tapi aku tidak bisa berkata apa-apa. Karena setiap pertanyaanku diawali dengan “Kenapa?? ”
“Ibu kecapean mungkin nih? Tahun baruan?”
Aku mengelak “Tahun baru dirumah aja Dok saya enggak jalan” *memang begitukan kenyataannya bukan?
“Tapi pasti kecapean ini” Kata Dokter menegaskan.
Aku mengingat aktivitasku 3 hari ini. Tidak ada sedikitpun aktivitas yang membuatku lelah.
“Nanti seminggu lagi kontrol disini ya.. Obatnya dihabiskan” Kata Dokter lagi
“Oh iya Dok.. Nanti saya Kontrol di Rumah Sakit Banjarmasin saja, kebetulan saya tinggal di Banjarmasin” Ucapku
“Nah, iyakan.. Ibunya kecapean.. Harusnya bulan awal itu ga boleh jalan Bu.. Banjarmasin-Pelaihari itu jauh loh bu” Kata Pak Dokter membenarkan pernyataannya.
Aku tak tau harus berkata apa, hancur rasanya. Bagaimana bisa aku dikatakan kelelahan? Aku tidak kelelahan!
Tapi kandunganku? Ya Allah.. Aku ceroboh sekali.. Egois sekali..
***
Tiga hari yang lalu aku mengabarkan berita itu, namun tiga hari kemudian aku kehilangannya.
Siapa sangka? Titipan memang tak sama..
Atau mungkin inilah Takdir-Nya..
Mungkin sesekali aku harus merasakan bagaimana perasaan kehilangan. Mungkin Ia menyuruhku untuk belajar menghargai bentuk titipan. Dan rasa kehilangan akan membuatku mampu untuk bersyukur dengan cara yang lebih baik. Manusia memang hanya bisa berharap.
Tapi tak semua harapan akan sesuai dengan kehendak-Nya.
La Tahzan..
Jangan Bersedih..
Karena banyak hal yang harus disyukuri dibanding ditangisi.
Aku pulang dan mendapati anakku menemukanku dalam kondisi remuk. Ia bertanya, “Mama kenapa? Mama Sakit?”
Aku memandang matanya dengan penuh syukur.
Ialah Bidadariku..
Hal yang harus kujaga dan kurawat dengan baik..
Bersyukurlah masih memiliki seseorang yang dapat kau peluk..
Banjarmasin, 3 Januari 2018
Ditulis oleh Ibu yang merindukan..