Nostalgia masa kecil dengan “Anne of Green Gables”, Novel Klasik berusia lebih dari 100 tahun
Anne of Green Gables, novel tentang cerita kasih sayang, persahabatan dan imajinasi. Ditulis oleh Lucy M. Montgomery tahun 1908.
Ya, novel yang sudah cukup tua. Tapi aku memutuskan untuk membelinya dicuci gudang 2 minggu yang lalu saat melihat kata imajinasi dan membaca tulisan dibelakang novel tersebut. Wow, sepertinya ini bakal seru. Pikirku.
Memang ya, jika melihat cover dari novel ini kesannya seperti kuno sekali, tidak ada unsur modern sama sekali. Aku bahkan tidak ingin membelinya sebelum benar-benar memastikan buku ini bagus dengan membaca tulisan-tulisan pertimbangan didepan dan belakang buku. Jujur saja, mengingat pengalamanku membaca novel klasik milik Ayah dulu membuatku agak selektif memilih novel klasik.
Keinginanku untuk membelinya bertambah kuat saat melihat tulisan diatasnya “Novel klasik yang penjualannya mengalahkan Harry Potter, To Kill a Mockingbird dan Gone with the Wind“. Ya, pasti ada alasan bukan kenapa novel ini begitu laku?
Berapa harganya? Cuma 20ribu dicuci gudang. Dan ini satu-satunya seri pertamanya yang ada disana dari serial buku Anne. Aku langsung membelinya.
Agak terkejut ketika membuka sampul plastiknya dirumah. Astaga, alangkah tuanya umur novel ini pikirku. Benarkah ini ditulis tahun 1908, pasti didalamnya bakal kuno sekali gaya penulisannya, keluhku.
Sempat bosan membaca novel ini hingga chapter ke-6. Saat itu aku berpikir penulisnya hanya mengandalkan karakter Anne yang imajinatif dan ekspresif dalam segala tindakan dan cara berbicaranya. Alurnya biasa-biasa saja dan tidak ada tantangan spesial, pikirku. Tapi kemudian aku memutuskan untuk terus membacanya. Kenapa? Karena karakter Anne mirip denganku dimasa kecil. Dan lama kelamaan aku mulai suka dengan sudut pandang gaya penulisnya yang menerapkan ‘pengarang serba tau’, aku sudah lama ingin belajar bagaimana cara menulis dengan gaya begini. Menurutku cara menulis Lucy memang patut diacungi jempol, apalagi untuk novel setua ini.
Novel ini menceritakan Anne yang merupakan seorang anak Yatim-Piatu yang diadopsi oleh kakak beradik Matthew dan Marilla. Ya, ya.. Aku tau aku bukan sepertinya. Yang mirip denganku adalah imajinasinya dan segala sudut pandang caranya berpikir. Dia bahkan mengaku kepada Marilla_yang mengadopsinya bahwa ia memiliki teman imajinasi saat dipanti asuhan. Mirip sekali denganku, pikirku.
Tentu saja Novel ini bukan tentang cerita imajinasi yang didalamnya ada tokoh imajinasi seperti Harry Potter. Sejak berumur 20an aku lebih suka membaca buku yang realistis. Seperti cerita Anne ini, ceritanya natural sekali tanpa dibuat-buat dengan konflik yang lebay seperti skenario pada sinetron di TV itu.
Entahlah darimana sang penulis mendapatkan inspirasi tentang Anne. Apakah ini tentang masa kecilnya? Atau dia terinspirasi dari anaknya (aku ga tau juga dia punya anak atau enggak). Yang jelas pribadi Anne dalam novel ini begitu menyentuh hati. Hingga aku sebagai seorang Ibu berharap anakku akan tumbuh seimajinatif dan seekspresif Anne.
Apa saja karakter unik Anne dalam cerita ini yang membuatku selalu terngiang dengan kisahnya dan kata-kata inspiratif didalamnya? Ini dia..
1. Kepolosan. Anne adalah anak yang sangat polos dan pandai berbicara atau mungkin Marilla lebih senang menyebutnya Cerewet. Salah satu contohnya adalah Ketika Anne bertanya tentang cara berdoa yang benar. Ya, Aku tau Anne bukan pemeluk agama Islam dalam novel ini. Tapi caranya bertanya tentang sebuah doa adalah pertanyaan yang benar-benar polos. Secara tidak langsung dia mengajari tentang arti doa yang tidak melulu sesuai dengan ‘buku’ dia bahkan berdoa dengan sangat lucu dan polos. Mengingatkanku akan diriku_mengingatkanku akan Farisha. Selain itu, Anne juga gadis yang gampang tersinggung saat ada seseorang yang meledek bintik-bintik diwajahnya hingga menyebut rambut merahnya ‘Wortel’. Lucu sekali, kepolosan dan kemarahan dari anak kecil ini mengingatkanku dengan diriku sendiri.
2. Imajinasi, ya.. Anne adalah anak periang dan sangat ekspresif yang tak sungkan mengeksplorasi imajinasinya. Dia bahkan memberi nama semua tempat permainannya. Dulu, dia pernah bercerita dengan Marilla orang tua angkatnya bahwa ketika dipanti asuhan bahkan dia punya teman imajinasi. Segala Imajinasi Anne benar-benar mengingatkanku dengan masa kecilku didesa. Aku dengan kesendirianku menamai segala macam pepohonan dan memiliki setidaknya 3 teman imajinasi. Dan aku benar-benar iri melihat begitu ekspresifnya penggambaran sosok Anne bahwa ia tak sungkan mengumbar imajinasinya dimanapun. Terkadang aku berharap bisa kembali kemasa lalu dan menjadi seperti Anne.. Ya, kuharap aku memiliki Diana. Teman yang bisa menangkap segala imajinasiku dan tak menganggapku anak yang aneh.
3. Ambisi. Novel Seri pertama Anne ini benar-benar sebuah panutan bagi kehidupan seorang anak perempuan. Mungkin nanti Aku akan bersikeras menyuruh Farisha membacanya saat dia sudah remaja. Bagiku, karakter Anne cocok untuk dijadikan Rule Mode untuk anak-anak karena ia selalu bisa membuat hidupnya berwarna dan penuh akan ambisi. Sesulit apapun pilihan didalam hidup Anne, dia selalu dapat membuat jalan yang inspiratif sebagai solusinya.
Buku ini menonjolkan karakter unik Anne yang begitu hidup didalamnya. Aku tak heran kenapa buku ini tak lekang oleh zaman. Bagiku sekarang, buku ini lebih bagus dibanding Harry Potter. Bahkan, untuk gaya penulisannya aku jatuh cinta. Bagaimana bisa, kisah yang memiliki alur konflik biasa saja akan menjadi seindah ini? Ya, hanya Lucy yang bisa melakukannya. Ini benar-benar buku klasik yang indah dan cocok dibaca disegala zaman.
Moral cerita Anne juga terbungkus dengan sangat rapi dan elegan. Ceritanya mengalir dengan polos dan jernih. Dan moral yang paling berkesan dalam buku ini adalah menanamkan semangat pada kasih sayang. Benar-benar buku yang sangat menginspirasi.
Overall, aku sangat luar biasa suka dengan buku ini, mungkin aku akan mengoleksi ketujuh seri yang lain. Buku ini hampir tak memiliki kekurangan kecuali covernya yang benar-benar terlihat kuno. Aku pikir versi cover pertamanya jauh lebih baik, terlihat lebih elegan. Iya kan?