Siapa Bilang Media Eksplorasi Permainan Anak Harus Mahal?
Aku salah satu ibu yang sering ditanya, “Bun.. Anaknya dikasih apa supaya anteng dirumah? Ko masih bisa masak, jualan dan nulis?”
Mendengar itu aku kadang hanya tersenyum tipis sambil nyengir. Ya, aku tau, mereka pasti mengira anakku diberi fasilitas mahal dan gadget untuk membuatnya diam. Padahal, bagiku sendiri diamnya anak itu berarti tidak beres. Rumah rapi dalam jangka waktu lama itu mustahil. Rumah berantakan itu adalah normal sekali bagiku. Mereka kan cuma tidak tau saja_Apa sebenarnya yang terjadi dirumah ini.
Ya, Aku adalah seorang Ibu Rumah Tangga biasa dengan segudang aktifitas. Segala pekerjaan rumah hingga mengurus anak dan suami adalah pekerjaanku sehari-hari. Aku mengerjakan semuanya sendirian_setidaknya sampai sore hari hingga suamiku datang. Kondisi ekonomi keluarga kami masih tidak memungkinkan untuk memiliki Asisten Rumah Tangga untuk membantuku bereksplorasi dengan passion khusus apalagi untuk menyediakan fasilitas penunjang khusus untuk eksplorasi anakku, Farisha.
Tapi aku tak mau menyerah. Bagiku mendidik anak dengan mewariskannya segala kebaikan adalah salah satu misi utama. Aku tidak mau hanya karena sibuk dengan pekerjaan rumah maka aku harus mengorbankan anakku dan menyerahkan pengasuhannya hanya kepada TV dan gadget agar dia ‘diam’. Aku tak mau menyerah walau aku tidak punya Asisten Rumah Tangga apalagi Baby Sister.
Aku tau, aku bukan wonderwoman. Aku takkan bisa membagi diriku menjadi beberapa bagian untuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumah sekaligus bermain dengan anak. Aku bukan pula ahli hipnotis yang bisa menyuruh anakku untuk diam dan membereskan semua mainannya. Aku hanyalah ibu biasa yang hobi bereksplorasi dirumah.
Hanya satu yang aku yakini dalam usia anakku yang dini. Anakku butuh sosok yang bisa ditiru olehnya. Karena itu, aku membawanya kemana saja saat aku beraktivitas. Permainannya sehari-hari adalah bagian kecil dari aktivitasku. Jadi, bila kamu bertanya apa media penunjang untuk mendidik anakku? Jawabannya hanya Aku dan aktivitasku.
Lalu, sering juga pertanyaan ini muncul, “Bun, kenapa sih ko ga dimasukin PAUD aja anaknya? Kan kasian dirumah terus. Biar dia cepet pinter dan bisa berteman”
Hmm, mungkin ada beberapa Ibu yang menyekolahkan anaknya di PAUD pada usia dimulai dari 2 tahun dengan berbagai hal yang mendasarinya. Tapi untukku, belajar dirumah dulu adalah hal bijak untuk membentuk ikatan antara kami. Aku tentu punya misi untuk tetap meningkatkan kemampuan sensori-motorik, komunikatif, sosial emosi, kemandirian, kognitif, serta kreatifitas anakku walau faktanya aku hanya berada dirumah dan hanya sesekali bergaul dilingkungan sekitar rumahku.
Sejatinya anak-anak suka bermain, maka untuk mengembangkan kemampuan sensori-motorik, komunikatif, sosial emosi, kemandirian, kognitif, serta kreatifitas hanya bisa dilakukan dengan bermain. Bermain dengan anak tentu tak bisa aku lakukan dengan sekedar duduk manis sembari bermain bersamanya. Tidak bisa! Karena aku juga punya banyak kegiatan dirumah yang harus aku selesaikan. Lantas, Bagaimana?
Saat aku sedang mencuci baju aku membawanya bersamaku. Dia aku masukkan kedalam baskom bersama dengan ikan-ikan mainan. Saat aku sedang membersihkan lantai dia aku biarkan bermain diatas ranjang_hingga ketika sudah agak besar dia mengerti untuk ikut membantuku membersihkan tempat tidurnya. Bagiku, asalkan aktivitas anakku aman dan nyaman maka tak ada masalah.
Tapi yang paling spesial dari semua aktivitasku dan anakku adalah saat aku sedang membuat kue. Dia begitu senang melihatku dan membantuku membuat kue. Dia selalu protes setiap kali dirinya tak ikut dibawa dalam kegiatan baking yang kulakukan. Dia bilang, “Farisha sukaa membentuk kue sama Mama”
Ya, moment membuat kue adalah cerita cintaku dengan Farisha. Kami tak perlu waktu senggang khusus untuk membeli mainan apalagi mainan berkelas dengan harga yang mahal. Kami tak perlu pergi kerestoran atau toko kue untuk membahagiakan hati kami. Kami hanya perlu tepung, telur, mentega, susu, gula dan air. Itu sudah sangat melengkapi kebahagiaan kami.
Banyak pelajaran tercipta dari membuat kue. Membuat kue ibarat pepatah “sekali mendayung, dua, tiga pulau terlampaui”. Mencampur setiap bahan adonan, mengulen adonan roti hingga membentuk roti adalah bagian yang paling Farisha sukai. Membuat kue telah mengasah kemampuan sensori-motorik, imajinasi dan kreativitas anakku.
Sebagai Ibu, tugasku adalah membiarkan anak berkarya dengan kehendaknya sendiri. Anak berumur 4 tahun seperti Farisha mulai memiliki segudang imajinasi. Maka, bagiku tak penting bentuk Roti dan Kue harus sesuai dengan keinginanku nan elegan dan indah. Terkadang aku membiarkannya membentuk sebagian dari adonan roti dan kue keringku.
Dari kue pula Farisha sudah mengenal berbagai warna. Tak cukup hanya dengan 12 warna standar dia mulai menanyakan apa beda ungu kegelapan dan agak muda serta muda sekali. Awalnya aku bilang bahwa ungu itu satu, maksudku untuk mempersimple pemikirannya. Ternyata anakku lebih suka mengorganisir warna menurut keinginannya sendiri.
“Ini Merah, Merah Muda, Merah pink, Nah, ini Ungu, Ungu muda, terus.. Jingga sama Orange apa bedanya ma? ”
“Farisha bilangnya Jingga aja ya, jangan Orange.. Orange itu bahasa inggris bukan bahasa indonesia..”
Namun, sampai sekarang dia lebih suka menyebut orange, bukan jingga.
Proses selanjutnya dari mengenal warna adalah dia mulai suka menggambar. Menggambar dan mewarnai adalah hobi barunya. Terkadang aku dibuatnya pusing dengan permintaannya untuk mengeluarkan cat air. Dia tidak pernah puas dengan hanya bermodalkan pencil warna, crayon dan spidol. Terkadang dia bisa saja mengambil pewarna kueku dikulkas dan menuangnya kebuku gambarnya. Wajahnya puas akan hasilnya. Tinggallah aku yang panik dengan segala warna warni yang diciptakannya disekitar rumah.
Farisha anakku tak cukup puas dengan aktivitas mewarnai. Setiap siang dan malam dia mulai suka dibacakan buku cerita. Segala buku mulai menjadi bahan Eksplorasinya. Awalnya dia senang membaca semua buku bergambarnya. Lama-kelamaan dia mulai menjelajah buku Ayahnya dan bukuku. Setiap gambar sampul yang dilihatnya menarik akan langsung dilahap olehnya. Tinggallah Aku yang kewalahan menjawab semua pertanyaannya.
Dan untuk buku sendiri? Aku hanya membeli sebagian besar buku Farisha di cuci gudang. Di cuci gudang masih banyak buku bagus yang masih lengkap dengan plastiknya. Aku yakin, untuk anak-anak seperti Farisha tidak butuh buku mahal yang bermerk khusus. Dia hanya butuh pendongeng yang bisa berimajinasi.
Belakangan ini aku bahkan mulai rutin meminjam buku keperpustakaan daerah di Banjarmasin. Farisha sangat senang melihat buku baru dikamarnya. Namun bingung ketika minggu berikutnya buku itu sudah tidak ada. Aku bilang bukunya terbang ketempat anak yang lain.
Tentu tidak semua media permainan Farisha bersifat homemade. Terkadang ketika sesekali kami jalan-jalan, Farisha menarik tanganku dan menunjuk beberapa mainan ditoko mainan. Aku sebagai Ibu hanya bisa membujuknya agar tidak membelinya. Aku punya cara bijak sendiri untuk membeli mainan dengan penjual yang tepat.
Yaitu membeli dari pedagang mainan kaki lima didekat SD tempat tinggal mertuaku. Aku menanamkan empati kepada diri Farisha bahwa membeli mainan tentu boleh, tetapi bukan di mall atau toko mainan bergengsi lainnya. Cukup membelinya dari Penjual yang terlihat kasihan seperti pedagang kaki lima.
“Beli mainan itu sama paman yang terlihat kasihan aja, dia punya anak dan Istri yang perlu makan. Maka, belilah mainan yang dijualnya”
Pilihan media mainan untuk Farisha biasanya jatuh pada jenis Lilin dan Clay. Aku memperbolehkannya menonton berbagai tutorial membentuk lilin dan clay di Youtube sesekali. Menurutku Youtube tak selalu berakibat negatif jika disalurkan kepada hal yang benar. Aku punya aturan sendiri agar anakku merasa aman dan nyaman dalam aktivitasnya. Yang tak kalah penting bagiku, anakku tumbuh menjadi anak yang kreatif. Lihatlah baju barbie ini, ia berhasil membuatnya sendiri.
Tak cukup hanya berimajinasi dan beraktivitas bersamaku, kini Farisha mulai mencoba mengeksplorasi lingkungannya. Mencoba mencari teman. Ini adalah fase tersulit untukku. Aku terbiasa membuatnya nyaman berada dirumah dengan segala aktivitasku. Kini aku harus menemaninya diluar rumah dan meninggalkan eksplorasiku dirumah.
Ternyata hal itu tak berlangsung lama. Anakku cenderung komunikatif dan temannya senang bergaul dengannya. Dia mulai mengajak temannya bermain dirumah kami. Akupun bersemangat membuatkan temannya berbagai cemilan untuk dimakan. Setiap hari temannya datang kerumah untuk bermain dengan anakku. Memang sesekali mereka berkelahi, tapi tak pernah lama. Beberapa jam kemudian mereka lupa dan bermain lagi. Aku sangat senang karena dengan mengenal teman, kemampuan sosial-emosinya mulai terbentuk. Kini dia tak belajar bersamaku saja. Dia mulai mengenal unsur kebersamaan hingga kompetisi.
Dan, permainan dibawah ini juga adalah salah satu permainan yang berkesan diantara Farisha dan temannya. Mereka mendirikan sandal bersama kemudian melemparnya dengan sendal lain. Siapa yang berhasil merobohkan bangunan sendal ini, dialah yang menang. Permainan yang murah meriah dan berkompetisi bukan?
Dari mengenal kompetisi, anakku tumbuh menjadi semakin mandiri. Dia tak mau kalah dengan temannya. Ketika pertama kali dia melihat temannya bisa bersepeda, dia semangat untuk bisa. Sepeda adalah benda mahal pertama yang dia dapatkan dari hadiah ulang tahunnya yang ke-3. Tentunya sepeda juga adalah hasil dari tabungan kami selama ini. Penghematan untuk anak boleh, tapi itu demi menunjang eksplorasinya lebih jauh, yaitu dengan membeli yang seharusnya.
Sepeda telah membawanya jauh bereksplorasi dengan kedua temannya. Berapa kali jatuh? Jangan ditanya. Kehujanan? Kepanasan? Sering sekali. Pernah sakit? Tentu. Sakit adalah reaksi wajar saat anak kelelahan, tertular penyakit temannya dan terkena anomali cuaca. Apalagi untuk anakku yang dulunya hanya dirumah saja kemudian tiba-tiba senang berteman dan bersepeda berkeliling komplek. Tapi aku tidak khawatir, cukup menyediakan Tempra Syrup dirumah ketika anakku mulai menunjukkan gejala demam. Kemudian esok harinya kondisinya pasti mulai membaik.
Sejak Farisha menyukai aktivitas diluar rumah dia tergila-gila mengajak Aku dan Ayahnya keluar rumah jika Ayahnya Libur. Kami pun sepakat untuk berekreasi kecil setiap seminggu sekali. Entah itu berjalan-jalan di Siring_tepi Sungai Banjarmasin, ke Kebun Binatang, hingga Outbond. Farisha senang dan menikmatinya. Yah, Bagiku asal dia merasa nyaman, maka aku hanya perlu terus menjaganya agar selalu aman.
Sejauh ini aku yakin bahwa berkata positif dengan penuh dukungan kepada setiap eksplorasi si kecil akan membawa dampak positif terhadap tumbuh kembangnya. Sejauh eksplorasi si kecil aman dan nyaman maka aku tak sungkan untuk selalu menjadi “Yes Mom”. Ya, tak perlu khawatir bilang “No” jika bersedia Tempra Syrup dirumah.
Jadi, sudah siapkah Bunda Bereksplorasi? Masih mikir Eksplorasi anak harus mahal? Loh, yang penting aman dan nyaman nomor satu Bunda. Selalu ingat sedia Tempra dirumah.. 🙂
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog Tempra yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Taisho. Artikel ditulis berdasarkan pengalaman dan opini pribadi. Artikel ini tidak dapat menggantikan hasil konsultasi dengan tenaga kesehatan profesional.