Ketika Anakku mengalami Sakit Telinga (Pengalaman Ibu dengan Anak yang terkena Otitis Eksterna dan Otitis Media)
“Ma, telinga Farisha Sakit”
Begitu kalimat yang terlontar oleh anakku Farisha beberapa bulan yang lalu. Ya, ini memang bukan cerita baru yang aku tulis. Namun, aku tergerak untuk menuliskan hal ini karena aku rasa ‘mungkin’ banyak Ibu diluar sana yang mengalami kejadian sama sepertiku.
Semoga ceritaku dapat membantu…
Aku langsung melihat kearah telinga kanan Farisha. Tak ada yang aneh, namun aku beranikan menciumnya sambil menyinarinya dengan senter. Aku tak terlalu melihat jelas apa persisnya yang ada didalam. Ah, mungkin kotor. Tapi? Tapi kok bau amis begini? Pikirku.
Aku kemudian membersihkannya memakai peniti. Ya, aku tak berani membersihkannya memakai cotton bud karena sepengetahuanku memakai cotton bud hanya akan membuat kotoran telinga semakin kedalam. Aku kemudian mengeluarkan kotorannya. Aku memberanikan diri melawan rasa jijik dengan mencium kotorannya. Dan bergumam, “kok bau ya?”
Ya, bau yang tak biasa. Bukan bau kotoran telinga pada umumnya melainkan bau agak amis. Dan Farisha mengeluh sakit. Aku kemudian memberanikan diri bertanya padanya..
“Farisha ada masukin sesuatu ya ketelinga Farisha?”
Dia hanya menggeleng sambil kesakitan.
“Farisha ada masuk kekamar om dan main cotton bud ya?”
Dia menggeleng. Tapi benar, aku menuduhnya bukan tanpa alasan. Aku pernah memergokinya memegang cotton bud dikamar adikku itu. Perasaan cemas pun langsung meliputiku. Aku terus memaksa Farisha mengaku. Namun dia bersikeras bahwa saat itu dia tak sampai benar-benar memasukkan cotton bud kedalam telinga.
Aku akhirnya menyuruh Farisha istirahat. Selama Farisha tidur, aku tak bisa istirahat. Aku terus memikirkan tentang telinganya dan cotton bud. Ah, kesal sekali aku dengan adikku yang tidak mau disiplin dalam menyimpan barang. Sudah tau aku punya balita!
Belum lagi rasa kesal itu hilang, tiba-tiba saja Farisha mengigau aneh. Ya dia jarang mengigau, tapi malam itu dia berbicara sendiri sambil tidur. Aku kemudian menyentuh kepalanya. Astaga, demam. Panas sekali badannya. Pikirku.
Aku menyuruhnya bangun kemudian meminumkannya Paracetamol. Lalu Dia mengeluh lagi, “Mama, telinga Farisha sakit”
Aku menyentuh daun telinganya hendak menyinari telinganya lagi untuk melihat lubang telinganya. Tapi baru saja aku sentuh sedikit dia langsung menangis lagi..
“Mama jangan dipegang sakit..”
Ya, malam itu aku tak bisa tidur. Memikirkan kira-kira apa mungkin ada kapas didalam telinga Farisha?
Bukan hanya itu, aku lalu mulai mengurutkan kejadian sebelum Farisha sakit telinga hari itu. Berpikir, apa sebenarnya penyebabnya.
Pagi itu Farisha memang flu. Aku tak terlalu worried. Rhinitis Alergi padaku memang menurun secara genetik pada Farisha. Kami alergi dingin, debu serta bulu kucing. Sehingga ketika pagi hari memang ‘bersin’ adalah rutinitas yang sangat biasa.
Karena hari itu hari libur aku membiarkannya berlarut-larut tidak mandi. Baru jam 9 pagi dia memintaku mau berendam di baskom. Aku menuruti permintaannya. Kupikir sesekali tak apa menuruti kesenangannya bermain air dibaskom dengan para ikan plastik. Aku membiarkannya lama dikamar mandi.
Hingga tangannya mengerut dan badannya menggigil. Tapi, wajahnya puas kesenangan. Karena hari libur, kamipun mengajaknya kekebun binatang.
Dan rasa sakit itu tiba-tiba saja ada sepulang dari kebun binatang. Ada apa gerangan? Pikirku bingung. Kenapa tiba-tiba saja telinganya menjadi bau begini? Seingatku tak terjadi apa-apa dikebun binatang.
Malam itu aku benar-benar tidak bisa tidur hingga pagi..
Pagi harinya aku dikejutkan dengan keluarnya sedikit cairan kuning kehijauan keluar dari telinga Farisha. Aku menciumnya. Baunya amis dan Ya Allah, Farisha kesakitan dan semakin demam. Aku lalu memutuskan untuk membawanya kepuskesmas pagi itu.
Dipuskesmas, Farisha diberi antibiotik (aku lupa namanya) dan disarankan kedokter bpjs. Memang bpjs Farisha terdaftar pada dokter yang jadwal praktiknya sore. Tapi karena aku tidak sabar dan takut kenapa-kenapa akhirnya aku bawa kepuskesmas dulu.
Aku lalu meminumkan Farisha obat antibiotik dan anti radang yang diberikan. Namun, Farisha tak kunjung sembuh dan masih merasa sakit walau demamnya mulai berkurang.
Besok Sorenya aku membawa Farisha ke dokter bpjs.
“Ada keluar cairan kuning dok, bisa minta rujukan ke THT?”
Dokter kemudian menulis surat rujukan dengan diagnosanya sementara. Aku berterima kasih dan pulang kerumah.
Aku membaca hasil diagnosa dokter disurat rujukan tersebut.
Ya, kau tau sendiri. Tulisan dokter itu jelek tapi untungnya aku sudah cukup berpengalaman dengan tulisan jelek karena sebenarnya tulisanku tak kalah jelek. Haha.. 😅
Tertulis ‘Otitis Media‘. Dan dimulailah kekepoanku ini. Biasa, emak-emak kepo, dikit-dikit om google. 😂
Jadi, Apa itu Otitis Media?
Otitis media adalah infeksi yang terjadi pada telinga bagian tengah, yaitu ruang di belakang gendang telinga yang memiliki tiga tulang kecil dengan fungsi untuk menangkap getaran dan meneruskannya ke telinga bagian dalam.
Semua orang bisa mengalami otitis media, namun kondisi ini lebih umum terjadi pada anak-anak berusia di bawah 10 tahun dan pada bayi berusia 6-15 bulan. Menurut perkiraan, sekitar 25 persen anak-anak mengalami otitis media sebelum berumur 10 tahun.
Ya, Farisha banget. Pikirku.
Bagaimana gejalanya?
Apakah sama dengan yang dialami Farisha? Berikut gejalanya:
- Sering menarik, menggenggam, dan menggaruk telinga
- Mengalami demam
- Tidak mau makan
- Mudah marah atau rewel
- Mengigau saat tidur
- Gejala berikutnya telinga sakit, mengeluarkan cairan hijau dan berbau
Jika sudah seperti gejala terakhir diharapkan SEGERA membawa kedokter supaya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Karena Rasa sakit yang diakibatkan oleh infeksi ini terjadi karena peradangan dan penimbunan cairan di telinga bagian tengah. Ini bahaya Ibu-ibu.. 😰
Apa yang terjadi jika Otitis media tidak ditangani?
Jika otitis media tidak ditangani, pada kasus yang langka dapat menyebabkan beberapa komplikasi:
1. Infeksi yang menyebar ke tulang telinga
2. Infeksi yang menyebar ke cairan sekitar otak dan saraf tulang belakang
3. Kehilangan pendengaran permanen
4. Pecahnya gendang telinga.
Serem banget ya Ibu-ibu.. 😰
Kalau dalam bahasa familiarnya kita mengenal penyakit ini dengan sebutan Congek. Dan dalam bahasa banjar dikenal dengan sebutan ‘Becorekan’
Kenapa sih bisa kena Otitis Media?
Sebagian besar kasus otitis media muncul karena terjadinya infeksi akibat virus atau bakteri. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya penimbunan mukosa atau lendir di telinga tengah dan mengganggu fungsi penyampaian suara ke telinga bagian dalam.
Tuba Eustachius adalah saluran yang berfungsi untuk menyalurkan udara ke dalam telinga bagian tengah. Pada anak-anak, saluran ini ukurannya lebih sempit dibandingkan dengan yang ada pada orang dewasa. Karena itulah anak-anak lebih rentan terkena otitis media.
Farisha sangat beralasan terkena otitis media. Hal ini karena disamping dia masih kecil juga karena riwayat rhinitis alergi yang menurun dariku. Ya, anak dengan riwayat alergi lebih rentan terkena otitis media. Karena anak seumur Farisha tidak bisa mengeluarkan ‘ingus’ dengan benar. Sedangkan kita tahu bukan, bahwa hidung, telinga dan tenggorokan saling berhubungan.
Lalu, Bagaimana cerita lanjutan pengobatan Farisha?
Ya, besok harinya aku kedokter THT dengan bekal ilmu om google malam harinya supaya bisa ‘nyambung’ berkomunikasi dengan Dokter. Biasalah, aku suka rada sok pinter dikit getooh.. 😂
Setelah lama mengantri (tau sendiri kan pasien bpjs sih sejibun Bu). Aku dan Farisha masuk dan Farisha langsung disuruh berbaring sambil kemudian ditanya.
“Telinga yang mana yang sakit ini?”
“Yang kanan Dok, kemarin sempat keluar cairan kehijauan dan bau. Sekarang dia bilang masih sakit telinganya” aku sengaja menjawab supaya Farisha tidak berceloteh ngalor ngidul seperti igauannya beberapa malam itu. 😂
“oke.. dibersihkan dulu yaaa..” kata Dokter sambil mempersiapkan peralatan membersihkan telinga.
Setelah dibersihkan, Dokter lalu bertanya pada Farisha, “Masih sakit?”
Farisha menggeleng. Aku bertanya pertanyaan serupa, takut dia berbohong pada dokter. Tapi Farisha dengan tegas bilang “Sudah ga sakit lagi ma”
Sebenarnya aku bingung bercampur senang karena setau dan seyakinku anakku terkena Otitis Media karena sempat mengeluarkan cairan hijau ditelinga dan segala gejalanya membenarkan hal itu. Akhirnya aku bertanya kepada dokter untuk meyakinkan kembali.
“Dok, gendang telinga anak saya gapapa ya?”
Dokter berkata dengan santai “Gapapa itu, cuma kotor aja”
Aku meyakinkan lagi “Tapi kenapa sempat bau dan sakit ya dok? Bau amis begitu?”
Dokter masih menjawab dengan santai “Ah, itu kotor aja makanya bau. Masih sakit ga telinganya, dipegang gini sakit ga?” tanya dokter sambil memegang-megang daun telinga Farisha.
“Enggak Dokter” kata Farisha.
Dan aku speachless… Hilanglah perdebatan yang sudah emak siapkan berbekal om google malam tadi.. Hahahaha.. 😂
Tapi yang namanya emak kepo ya nanya lagi aja.
“Tapi dok, diagnosanya bukannya Otitus Media ya? Dan gejalanya sama dok, telinganya itu bau loh dok..dan kemarin sakit” (nanya ulang-ulang, ah pede aja)
Dan sesantai tadi pula dokter lagi-lagi menjawab, “Bukan, ini enggak papa telinganya. Gendang telinganya juga tidak masalah”
Akhirnya, walau masih banyak pertanyaan berkecamuk didiriku. Aku memutuskan untuk berterima kasih dan pulang.
Ya, tanpa obat. Farisha dinyatakan tidak bermasalah dan sembuh. Aku kemudian mengambil kesimpulan bahwa mungkin ketika aku membawa Farisha ke Dokter THT waktu itu bisa saja obat antibiotik yang diberi Puskesmas bekerja dengan baik dan mengobati Otitis Media pada anakku sehingga tidak sampai merusak gendang telinganya.
Apakah masalah sudah selesai?
Ternyata belum pemirsa.
Satu setengah bulan kemudian setelah pulang dari THT aku mencium aroma amis itu lagi dari telinga kanan Farisha. Aku kemudian menyinari telinganya dengan senter dan mendapati sedikit cairan kuning agak ‘cair’ yang berbau. Dan esok harinya aku langsung membawanya ke Dokter Bpjs.
“Kemarin kata Dokter THT-nya apa?”
“Katanya bukan Otitis Media Dok, tapi kotor aja. Tapi kemudian saya pikir mungkin aja waktu itu obat antibiotiknya sudah bekerja sehingga terlihat tidak apa-apa”
“Kalau begitu mungkin tidak apa-apa bu”
“Tapi telinganya bau Dok, dan baunya amis. Berbeda dengan telinga kirinya. Bukannya bau menandakan ada bakteri atau infeksi ya Dok?” sanggahku sambil dalam hati bergumam…
Cium Dok.. Cium telinganya kalo ga percaya.. 😣
(Ya, maklum pemirsa.. Emak-emak sih gitu gayanya..) 😅
Akhirnya sang Dokter menyinari telinga Farisha memakai senter dan melihat sejenak lubang telinganya. Dokter akhirnya mengeluarkan obat tetes telinga dari lemarinya.
“Dua tetes ya bu, tiga kali sehari.. Obat ini antibiotik. Dipakai seminggu secara teratur untuk mengeluarkan bakteri..”
Ya..ini yang aku tunggu pikirku.. Sebenarnya malam hari sebelum itu aku meneruskan kekepoanku lagi dengan membaca Google. Aku curiga, mungkin sekarang ini bisa saja anakku terkena Otitus Eksterna. Karena dia tidak kesakitan dan lubang terlinganya agak berselaput. Aku mengambil kesimpulan bahwa harus melakukan sesuatu dengan bakteri yang ada dilubang telinga anakku. Dan Obat ini adalah jawabannya.
Oke, berikut keterangan lebih lanjut yang tertera pada obat:
Obat Tetes Telinga ErlaMycetin yang mengandung Chloramphenicol base 1% dalam larutan.
Chloramphenicol adalah antibiotika spektrum luas, bekerja sebagai bakteriostatik terhadap beberapa spesies fan pada keadaan tertentu bekerja sebagai bakterisida.
Indikasi: Infeksi superfisial pada telinga luar oleh bakteri gram positif atau gram negatif yang peka terhadap Chloramphenicol.
Cara Pemakaian: Teteskan kedalam lubang telinga 2-3 tetes, 3 kali sehari. Atau menurut petunjuk Dokter.
Peringatan dan Perhatian:
- Hindarkan penggunaan jangka panjang karena dapat merangsang hipersensivitas dan superinfeksi oleh kuman resisten
- Obat tetes ini hanya bermanfaat untui infeksi yang sangat superfisial, infeksi yang memerlukan terapi sistemik.
Efek samping: Iritasi lokal seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler, dan mokulopapular.
Selama seminggu memakai obat ini secara teratur telinga Farisha bersih dan tak berbau lagi. Walau dalam proses pemakaiannya sempat mengalami beberapa kali rasa gatal.
Alhamdulillah.. This is THE END.
Jadi, apalagi itu Otitis Eksterna?
Otitis itu sebenarnya adalah Radang telinga. Otitis dapat dikategorikan berdasarkan lokasi tempat terjadinya peradangan. Apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian luar maka diklasifikasikan sebagai otitis eksterna. Sedangkan apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian tengah, maka diklasifikasikan sebagai otitis media, yang biasanya disebabkan oleh robeknya gendang telinga yang disertai infeksi. Apabila infeksi terjadi pada telinga bagian dalam, maka diklasifikasikan sebagai otitis interna. Gimana? Ngerti kan?
Trus, kenapa sih aku curiga anakku kena Otitis Eksterna? Hal ini karena gejalanya mirip. Anakku tidak mengeluh kesakitan tapi liang telinga luarnya agak berselaput dan ketika dicium berbau amis.
Bagaimana mencegah Otitis Media maupun Otitis Eksterna?
Berikut ini beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko terkena otitis:
1. Jauhkan anak-anak dari lingkungan yang penuh asap atau berada di lingkungan perokok
2. Lengkapi vaksinasi pada anak-anak sesuai jadwal, terutama vaksin pneumokokus dan vaksin DTP/IPV/Hib
3. Utamakan pemberian ASI, bukan susu formula
4. Menghindari kontak langsung dengan anak-anak yang sedang sakit atau terserang infeksi
5. Jangan memberi makan pada anak saat mereka berbaring
6. Setelah anak berusia 6-12 bulan, jangan memberikan dot pada mereka.
7. Usahakan mengeluarkan ‘ingus’ dengan benar saat anak flu.
Demikian Tulisan dari Ibu dengan pengalaman anak yang pernah terkena Otitis Eksterna dan media. Semoga dapat membantu. 😊
Disclaimer!
Obat yang digunakan pada artikel ini diharapkan tidak digunakan tanpa resep Dokter. Jika anak anda mengalami gejala yang sama seperti diatas harap hubungi Dokter.
Sumber bacaan : alodokterdotcom, idai.or.id