Anak Jajan itu Boleh Ga Sih?
“Anak kamu dibolehin ga sih jajan di luar?” tanya salah seorang teman masa kecilku.
Mendengar hal itu aku hanya diam sambil tersenyum tipis, bingung kiranya jawaban apa yang pas untuk salah seorang temanku yang terbilang cukup ‘pembersih’ itu. Jika berkaca dengan masa lalu kami maka jelas sudah ia tahu bahwa sejak kecil aku jarang sekali jajan. Ya, aku lahir di keluarga yang sangat bersih dan menjaga kesehatan. Uang jajan untukku kala itu hanya habis untuk aku tabung.
“Jangan beli jajan sembarangan, nanti sakit perut. Ini mama kasih bekal kue aja.” Kata Mamaku setiap kali aku berangkat sekolah.
Aku tumbuh sebagai anak pembawa bekal di sekolahku. Tidak pernah sekalipun aku jajan. Ya, kecuali 1 bungkus permen cap jempol kaki dan balon tiup transparan. Mungkin aku akan terkenal sebagai anak terpelit di sekolah andai saja aku tak mau berbagi bekalku dengan yang lain. Hihi..
Tapi, suatu hari aku mulai berubah karena menemukan pandangan baru terhadap penjual makanan. Kala itu, aku tidak sengaja mendengarkan salah seorang penjual pentol mengeluh dengan penjual di warung sekolahan.
“Padahal untung saya tidak seberapa, tapi semenjak ada desas desus obat pengawet mayat di setiap jajanan pentol akhirnya jualanku tidak pernah laku lagi.” Keluh Penjual Pentol dengan wajah sedihnya.
“Sabar Mas, aku juga begitu. Ga seberapa untung dari jualan ini, cukup buat makan juga sudah Alhamdulillah. Anak kamu berapa sudah mas?”
“Dua Mba, satunya sudah sekolah dan satunya masih kecil. Masih satu tahun umurnya.” Kata penjual pentol dengan raut wajah iba.
Mendengar percakapan itu, tidak ada satu hal pun yang dapat aku lakukan. Karena aku sudah terlanjur sangat berhati-hati dalam membelanjakan uang sehingga aku bahkan meninggalkan uang jajanku di rumah. Esok harinya, aku mulai berbelanja pentol seperti anak-anak yang lain. Tidak banyak, hanya sedikit dengan niatan untuk membantu sang penjual makanan.
***
Dan saat ini, aku bukanlah anak sekolahan biasa lagi. Melainkan seorang Ibu dengan Anak berusia lima tahun yang bersekolah di TK Nol Kecil. Kini, aku mulai merasakan rasa cemas yang dulu sempat singgah pada Mamaku. Ya, overprotective.
Ketika Jajan Adalah Problematika Utama Anak Sekolah
Sebelum anakku Farisha mulai bersekolah, aku sangat jarang sekali memperbolehkan ia jajan bahkan hampir tidak pernah. Aku bersikeras bahwa ia harus memakan makanan buatanku saja jika ingin makan. Sebagai Ibu yang terbiasa serba homemade tentu ini bukan masalah besar untukku. Aku sudah cukup biasa membuat kue dan hidangan makan sendiri. Selain untuk menghemat pengeluaran rumah tangga, hal ini juga kulakukan untuk memperhatikan kesehatan keluargaku.
Aku rasa hasil pendidikan oleh Mama dulu sangat melekat padaku. Lain Mama, lain pula Mertua dan para keponakanku. Rumah Mertuaku berdekatan dengan sekolah dasar (SD) sehingga banyak penjual makanan di sekitar sana. Hal ini membuat para sepupu Farisha senang memberikan jajan kepada Farisha.
Sebagai Ibu, aku hanya bisa menggeleng-geleng kasar setiap kali Farisha mengisyaratkan ingin jajan seperti para sepupunya. Alhamdulillah, dia sangat penurut. Kecuali jika ia tak sengaja mendapatiku jajan. Dia pasti mengulang perkataanku, “Kok mama Jajan? Kan ga boleh ma jajan sembarangan?”
Kalau sudah tertangkap basah seperti itu yang bisa kulakukan hanya nyengir sambil menahan malu. Hihi
***
Tepat bulan Juni 2017 lalu, Farisha mulai bersekolah. Jadwal rutinitas rumah tangga yang kulakukan setiap pagi pun harus dapat lebih cepat selesai agar dapat menyiapkan bekal sekolah Farisha, mengantar, dan menemaninya sekolah. Ya, Sebagai Mama yang baik kita harus melakukan observasi di lingkungan sekolah anak bukan?
Baca juga: Tips membuat anak merasa senang di sekolah
Hal yang sangat kuperhatikan pertama kali adalah lingkungan luar sekolah anakku. Alhamdulillah, sejak pagi itu aku tak melihat satu pun penjual makanan. Namun, saat jam istirahat para penjual makanan ternyata mulai datang. Sekitar 2-3 penjual makanan mulai nangkring manis di depan sekolah dan para teman Farisha pun menggerumuninya. Bagaimana dengan anakku? Ia duduk manis sendirian sambil memakan bekal kemudian ternganga melihat hasil jajan yang dibeli oleh teman-temannya.
Awalnya, aku kalem. Kujelaskan pada Farisha bahwa bekal yang ia bawa jauh lebih sehat, enak dan mengenyangkan. Namun…
“Maukah Farisha?” Kata salah seorang temannya sambil memberikan satu permen miliknya.
Farisha nyengir kearahku, meminta pendapatku untuk meng’iya’kan atau tidak. Aku hanya bisa mengangguk saat itu, aku tau Farisha paling tidak bisa menahan nafsu kalau berbau dengan hal manis-manis. Bagiku, bertoleransi dengan menghargai pemberian orang lain rasanya lebih mendidik dibandingkan dengan keras kepala dengan ideologi sendiri. Hihi..
Kemudian Farisha mulai berbisik padaku, “Ma, permennya enak. Mama bisa ga bikin permen kayak gitu?”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya bisa bergumam kecil dalam hati.. “Bikin Permen? Ya tentu saja tidak bisa. Kalau bikin kue, apapun jenisnya Mama tantang nak..”
Ya, Jajan adalah Hal yang tidak bisa dihindari
Hari demi hari bersekolah berlalu. Ada satu hal yang sangat jelas aku pelajari saat anakku mulai sekolah. Taukah apa itu? Ya, Jajan adalah hal yang mungkin tidak bisa dihindari bagi anak kecil.
Kita bisa saja membuat perjanjian kecil padanya tentang pembagian uang jajan dan tabungan serta alokasi jajan yang baik. Namun, anak mana yang bisa menolak jika diberikan jajan oleh temannya? Hanya anak yang terlalu jaim kurasa. Anakku? Tidak seperti itu, jika diberikan sesuatu ia pasti sangat senang dan mengucapkan terima kasih.
Satu kali, dua kali, tiga kali. Aku membiarkan hal itu berlangsung. Tapi pada suatu hari..
“Oek”
Farisha memuntahkan seluruh makan siangnya. Hal ini tak seperti biasanya, tanpa berpikir lagi aku langsung saja menghakiminya sendiri.
“Farisha tadi pasti makan permen terus ya? Gini deh kalau kebanyakan makan permen. Jadi gak nafsu lagi makan masakan mama kan. Lain kali kalau diberi teman bilang aja Farisha sakit gigi ya.”
Ia mengangguk pelan sambil sedikit menyeka air matanya. Lalu bilang kepadaku,”Tadi Farisha ga diberiin permen sama teman ma. Tapi Farisha sendiri yang ngasih permen. Tadi uang jajan Farisha dibelikan ke permen aja terus Farisha bagi-bagi ke teman yang sering kasih Farisha”
Aku langsung terdiam. Astaga, ternyata ia ingin belajar untuk membalas budi teman-temannya yang pernah memberinya permen dan lain-lain. Ibu macam apa yang langsung menghakimi anaknya tanpa tahu permasalahan sebenarnya.
Akhirnya, aku perlahan mengerti bahwa jajan adalah hal yang tidak bisa dihindari pada dunia sosial anak.
Anak Boleh Jajan, Asalkan…
Perlahan aku mulai mencoba berkomunikasi dengan anakku tentang problematika jajan. Aku memberinya apresiasi atas apa yang telah ia lakukan dengan membagikan jajan kepada teman-temannya. Lantas kemudian bertanya, “Sayang, coba bayangkan bagaimana kalau permen yang Farisha kasih tadi bikin teman-temannya muntah juga dan ga nafsu makan.. Farisha senang ga?”
Farisha terdiam. Lantas kemudian berkata, “Mm.. Nanti teman farisha dimarahin mamanya juga ya?”
Aku menahan tawa, lalu berkata, “Mungkin Mamanya marah lalu bertanya ‘jajan apa tadi di sekolah?’. Nah, Bagaimana kalau teman Farisha bilang kalau mereka makan permen yang diberi sama Farisha?”
“Mamanya marah ya sama Farisha?”
“Pasti ga ada yang marah sayang. Tapi mulai sekarang Farisha harus hati-hati kalau jajan dan memberikan jajan dengan teman Farisha.”
“Berarti Farisha ga boleh jajan lagi dong Mama. Bawa bekal aja ya? Tapi Farisha suka permen? Mama bisa ya bikin permen?”
Ah, lagi-lagi pertanyaan itu yang muncul. Haha..
“Mama gak bisa bikin permen sayang. Tapi Mama bolehin Farisha jajan kalau permennya memang benar-benar bagus.”
“Permen bagus itu seperti apa ma? Kan Permen yang Farisha beli sudah bagus. Warna Pink lagi..”
“Tapi kenapa bisa bikin muntah hayo? Berarti permen yang Farisha beli masih kurang bagus.”
Wah, percakapan ini tiada habisnya ya. Memang kalau berbincang dan memberikan penjelasan kepada si kecil percakapannya selalu seru dan lucu. Hihi..
Secara garis besar aku menerangkan kepada Farisha bahwa ia boleh saja jajan permen dan jajanan lainnya asalkan:
1. Halal
2. Tidak Expired
3. Terdaftar di BPOM
4. Bergizi, sehat dan aman dikonsumsi
Lantas bagaimana menjelaskan 4 hal tersebut kepada anak kecil yang masih berusia empat tahun itu? Nah ini dia cara unik saat aku berkomunikasi dengan anakku tentang pemilihan jajan:
1. Harus punya lingkaran dengan huruf hijaiyah di dalam lingkarannya
“Sayang tau kalau orang Islam itu harus mengkonsumsi makanan yang halal saja. Tau apa artinya halal sayang?”
“Ulun tau Ma.. Yang ga ada ba*inya kan?”
Sambil menahan tawa aku melanjutkan penjelasanku, “Iya, jelas dong ga ada ba*inya. Nah, tau ga Farisha kalau di indonesia sudah ada ulama-ulama spesial yang menangani halal-haram makanan kemasan ini. Namanya Majelis Ulama Indonesia. Nah, Majelis ulama ini punya label khusus untuk makanan yang sudah halal. Yaitu lingkaran dengan huruf hijaiyah didalamnya yang bacaannya Halal. Jadi, kalau Farisha jajan harus ada lingkaran spesial ini. Kalau ga ada bilang sama mama dulu ya.”
Farisha langsung berangguk-angguk tanda mengerti. Jujur, ia sebenarnya masih tidak bisa membaca huruf arab tapi ia mengerti kalau huruf hijaiyah berbeda karakternya dengan huruf yang ia kenal. Karena hal ini pula akhirnya setiap kali kami ke super market ia sibuk memperhatikan dan mencari tanda lingkaran. Jika tidak ada, ia tak sungkan berteriak nyaring. Bahkan dengan polos ia sering bertanya, “Ma, kenapa orang itu beli makanan yang tidak ada lingkarannya?”
Pernah juga suatu hari aku membeli kue pada temanku. Lalu ia dengan suara nyaring bertanya, “Mana lingkarannya maa?”
Dan aku pun malu sendiri. Haha.
2. Ada tanggalnya di kemasan yang tidak boleh dikonsumsi jika kurang dari tanggal hari ini maupun bulan ini
Berbicara mengenai tanggal kadaluarsa dengan anak tak sesulit berbicara tentang logo MUI. Karena anakku lebih cepat mengenal angka dibandingkan dengan huruf hijaiyah dan huruf latin. Namun, problematikanya adalah ia tak terlalu mengerti dengan bilangan diatas 2 digit. Hihi.
Untunglah, kode kadaluarsa pada makanan kemasan biasanya hanya berjumlah 6 digit yang mewakili tanggal, bulan dan tahun yang masing-masing berjumlah dua digit. Sehingga penjelasannya lebih mudah dimengerti.
3. Ada tulisan BPOM dan digit nomor
Setiap produk makanan itu harus ada izin BPOM supaya aman. Betul? Lantas bagaimana menjelaskan BPOM pada anak kecil yang lugu dan polos ini?
“Sayang, tiap makanan yang baik itu pasti ada izin BPOM-nya. BPOM itu Badan yang mengawasi obat dan makanan. Dia bantuin MUI supaya makanannya bagus. Nah, kalau udah ada izin BPOM ini cirinya di kemasan ada tulisan BPOM sama digit angka. Berarti itu aman dikonsumsi.”
Farisha langsung mengangguk sambil memperhatikan tulisan BPOM pada salah satu produk makanan.
4. Bergizi, sehat dan aman dikonsumsi
“Nah, memilih jajan itu harus selektif nak. Banyak jajan yang tidak terlalu bergizi dan mungkin merugikan. Untuk itu, Farisha harus jajan yang baik-baik saja. Permen tentu baik. Tapi apa setiap permen mengandung gizi, sehat dan aman dikonsumsi sehingga tidak bikin muntah?”
“Berarti yang boleh permen apa ma?”
“Permen susu sayang..”
“Permen susu itu yang ada gambar sapinya ya?”
“Nah, mama ada rekomendasi permen susu yang baik buat kamu sayang..”
“Apa itu Ma?”
Ini Dia Permen Susu yang Cocok Buat Kamu Nak!
Aku langsung mengeluarkan 3 bungkus permen pindy susu dengan rasa yang berbeda yaitu strawberry, coklat, dan susu. Sebelum membukanya aku menyuruh Farisha untuk memperhatikan point-point dalam memilih jajan seperti diatas.
“Ada label halal Sayang?”
“Ada Ma.. ”
“Ada tulisan BPOM sayang?”
“Ada Ma..”
“Tanggalnya bagaimana sayang?”
“040419 Ma.. Berarti belum basi, masih boleh dimakan ma.. Oya ma, ada gambar sapinya. Berarti permen susu ma.. ”
“Kalau begitu boleh dimakan..”
“Yeay… Mmm.. Yang strawberry enak banget!”
“Nah, kalau yang begini baru boleh dikasih ke teman ya sayang. Kalau memberikan sesuatu ke teman itu, yakinkan dulu yang kita kasih memang baik..”
“Yeay.. Aku bawa permennya ke tempat nayka ya ma. Dia pasti suka..”
Saat Farisha memberikan permen pindy dengan tulus pada temannya, aku kemudian teringat tentang penjual pentol saat aku sekolah dulu. Aku tersenyum dan hati kecilku berdoa,”Semoga Kelak kamu dapat menolong orang-orang yang tak beruntung itu ketika sudah besar ya sayang..”
Sekilas Tentang Permen Pindy Susu
Pindy susu adalah kembang gula lunak dengan rasa susu (milk chewy candy) yang enak dan aman dikonsumsi anak-anak. Permen ini bertekstur chewy sehingga sangat cocok untuk dikonsumsi anak-anak karena dapat dikunyah dan bersahabat dengan giginya. Nah, permen ini terdiri dari 3 rasa yaitu strawberry, coklat dan susu.
Permen ini halal dan memiliki izin BPOM loh. Apa? Pernah dengar gosip permen ini mengandung narkoba?
Uhuk… Masa? Yang bener aja? Itu HOAX ya ibu-ibu. Silahkan search dan gali informasi dari BPOM. Bahkan BPOM sendiri sudah mengklarifikasi loh kalau itu Hoax. Yuk, cerdas dalam memilih berita.
Nah, bagaimana dengan komposisi dan gizi dari permen pindy? Alhamdulillah, Komposisi dari permen ini juga aman untuk anak-anak. Berikut komposisinya:
Gula, Sirup Glukosa, Lemak Nabati, Bubuk Buttermilk (2,47%), Lemak Susu Anhidrat (1,23 %), Pembentuk Gelatin Sapi, Pengental Gom Arab, Perisa Sintetis Susu, Pengemulsi Nabati Lesitin Kedelai.
Nah, untuk infotmasi nilai gizi dapat dilihat di sini:
Permen Pindy tidak mengandung lemak, protein, dan natrium/sodium. Permen ini memiliki kandungan kalori di setiap permennya sebanyak 10kkal dan 2 gram karbohidrat dari gula.
Seperti kita tahu bahwa gizi untuk anak usia 1-3 tahun itu kebutuhan energinya rata-rata hanya 1000 kkal, jadi kebutuhan gula maksimal hanya 25 gram dalam satu hari. Hmm.. Itu setara 5 sendok teh gula ya..
Sedangkan pada anak usia 3-6 tahun, kebutuhan energi rata-rata adalah 1550 kkal, atau kebutuhan gulanya tidak lebih dari 38 gram perhari. Berarti untuk seumur Farisha sekitar 8 sendok teh gula. Berarti permen ini baik dikonsumsi untuk anak asalkan ajari dia berbagi dan tak menghabiskan satu bungkus besar permen sendirian. Hihi.. Betul?
Hmm.. Bagaimana? Masih bingung tentang dilema anak jajan? Yuk, coba berkomunikasi dengan anak memakai cara di atas.
Kepo dengan permen pindy susu ini? Yuk, stalking instagramnya di @permenpindy_id.. 😊
Jangan takut dengan jajan anak lagi ya Bunda.. Karena Kita tak bisa menghindari jajan untuk anak, maka minimal ajari anak untuk memilih jajan yang benar.
Happy Parenting!