Membuat Rendang Penuh Cinta dan Ceritaku Tentang Suka Duka Memasak
Namanya Rendang. Masakan daging yang sangat populer di indonesia bahkan hingga ke luar negeri. Siapa saja tentu kenal dengan masakan fenomenal yang satu ini. Dan yah, hari ini aku harus mengakui bahwa aku baru saja satu bulanan ini benar-benar berhasil membuatnya. Sedikit memalukan memang untuk seseorang yang memiliki hobi masak sepertiku.
Hoby masak?
Iyes, buat kalian yang menyimak blog shezahome sejak awal tentu saja tau bahwa awalnya aku sering share resep makanan dan pengalaman baking disini. Kemudian seiring berjalan waktu genre tulisan di blogku lebih dominan ke ‘curcolan mak-emak’ hingga paranting. Ah ya, karena aku perempuan lantas salahkah aku juga turut menulis review produk kecantikan terutama lipstik disini? Sepertinya tidak ya. Haha. Mari jangan sebut blog ini adalah blog gado-gado dan tidak punya masa depan. Karena dari namanya saja kalian tentu tau blog ini adalah ruang evolusi yang terjadi di shezahome. *mamak kebanyakan alasan
Terus, mana resep rendang yang endes itu win? Yang dari kemarin-kemarin gembor banget testimoninya di WA (testimoni keluarga lebih tepatnya.. Haha). Oke, sebelum aku sharing mengenai keberhasilan ini, aku terlebih dahulu mau sharing mengenai kegagalan demi kegagalan saat aku membuat rendang dan masakan lainnya.
Kuharap kalian menyimak dengan baik karena ini juga merupakan cerita awal mula aku menikah dengan skill masak yang yah.. Biasa saja..
Tentang Kegagalan dan Cerita Pengalamanku Memasak
Adalah bohong besar bahwa aku bisa memasak sejak dahulu. Aku adalah anak perempuan manja dari 4 bersaudara (yang semuanya laki-laki) dan tidak bisa memasak.. Yah, aku hanya mengandalkan masakan dari mama dahulu. Keinginanku belajar memasak tumbuh begitu saja saat aku akhirnya mengontrak rumah dengan kakakku saat kuliah. Dengan jumlah biaya konsumsi yang saat itu dipercayakan kepadaku, tentu saja insting pertahanan diri ala perempuanku begitu saja muncul.
“Uang ini harus cukup, bahkan harus bersisa.. Lumayan kan buat ditabung.. Hehe..” Pikirku kala itu.
Aku membeli buku resep-resep makanan, kepasar, membeli peralatan kecil untuk memasak dan tadaa.. Jadilah aku chef remaja sang peniru resep makanan. Terkadang masakanku berhasil, terkadang (sepertinya banyak) yang tidak berhasil. Tapi dibalik belajar memasak aku mendapat banyak pembelajaran dan sisi positif. Ya, ternyata memasak dapat menumbuhkan rasa cinta, seni dan kreatifitas dalam mengatur menu. Untuk standar anak kuliahan sepertiku dahulu masakanku terbilang sukses jika anggaran makan dengan memasak ternyata lebih hemat dibanding membeli makanan diluar. Soal rasa, nomor 2.
Nah, setelah aku menikah dan merasakan ‘indahnya’ hidup bersama suami di ‘pondok mertua indah’ akhirnya aku menyadari bahwa skill memasak yang kumiliki sejak kuliah tidaklah cukup. Siapa sangka suamiku adalah type lelaki yang memiliki lidah ‘ulala’. Hal ini karena Ibunya atau mertuaku sendiri adalah seorang tukang masak ahli yang terkadang membuka orderan untuk katering kecil-kecilan dan konon dahulu sekali pada zaman susah-susahnya mertuaku bahkan sempat berjualan masakan untuk makan siang. Masakan beliau terkenal memiliki ciri khas dilidah terutama ‘sambal acannya’.
Bagaimana rasanya punya suami yang memiliki Ibu tukang masak sekaligus membuka usaha katering?
Berat beb. Sungguh.
Suamiku itu addicted dengan vetsin, royco, maggie dsb. Sementara aku? Jujur saja sejak belajar memasak aku berusaha untuk menjauhi semua ‘racun lidah’ itu. Saat pertama kali memasak di tempat mertua, aku selalu ingat bahwa mertuaku suka sekali bersaing denganku tentang rasa makanan ini. Dengan wajah merah padam masakanku sering diperbandingkan dengan masakan mertua dan tentu saja suamiku selalu bilang.. “Enak punya mama..”
Saat itu aku dalam kondisi hamil. Dan you know perasaan orang hamil yang serba sensitif. Entah kenapa aku menjadikan mertuaku sendiri sebagai musuh bebuyutanku dalam mencuri perhatian pada masakan. Saat mertua bertanya padaku tentang berbagai bumbu dapur masakan, aku dengan hati yang angkuh mencoba dengan benar menjawabnya namun selalu enggan belajar betul-betul dengan beliau. Padahal suamiku selalu dan selalu bilang padaku, “Belajar masak sama mama. Jadi nanti bisa..”
Aku dengan segala keangkuhan hatiku hanya menjawab, “Enggih..” seraya bergumam dalam hati, “Ya tentu aja enak, vetsin bejibun royco bejibun.. Aku juga bisa bikin enak begitu..”
Selama berbulan-bulan hidup di pondok mertua indah aku mengabaikan resep jitu memasak ala mertuaku karena selalu berprasangka buruk terhadap vetsin. Aku hanya sesekali memperhatikan beliau memasak dan membantunya sementara selebihnya aku sibuk mengurus anakku.
Dan saat memiliki rumah sendiri, bisa ditebak bahwa suamiku berkali-kali kecewa dengan hasil masakanku. Akupun akhirnya merobohkan ‘pertahanan antivetsin’ milikku. Aku tidak peduli dengan pemahamanku tentang vetsin. Yang penting bagiku adalah “Aku harus mendapatkan pujian dari suamiku.. Seperti layaknya ia memuji masakan ibunya.”
Apakah vetsin berhasil?
Ramuan Rahasia dalam Proses Memasak
Pernahkah kita menuruti setiap resep yang beredar di buku dan internet? Membaca benar-benar langkah demi langkah dengan berhati-hati. Bahkan untuk menunjang keberhasilan, kita tak sungkan untuk membeli peralatan yang sama dengan yang disarankan, entah itu timbangan, panci presto, oven, dll. Namun, hasil akhirnya tidaklah sesuai dengan yang kita harapkan. Tentunya kita kecewa dan mulai berpikir, “Dimana kesalahannya?”
Dan kali ini aku akan menyebutkan kesalahanku dalam memasak sehingga hasil masakanku dahulu sering mengalami kegagalan. Ya, kesalahan utamaku adalah:
1. Hanya terpaku pada Resep
Bagi seorang newbie dalam hal masak memasak membaca resep adalah segalanya. Tanpa petunjuk resep maka seorang newbie akan kebingungan dengan hal yang seharusnya dilakukan selanjutnya dan selanjutnya lagi. Karena terbilang masih baru dalam hal masak memasak, bisa saja masakan yang seharusnya hanya memakan waktu 15 menit dalam pengerjaannya bisa memakan waktu 1 jam. Pernah begini? Hihi.
Saranku untuk para pemula, jangan mengandalkan google saja sebagai sumber informasi. Tapi, bergurulah. Bergurulah pada orang yang benar.
Ya, aku tau bahwa buku adalah jendela dunia. Membaca resep adalah senjata memasak, browsing dan membaca artikel memasak adalah ilmu kekinian. Tapi sampai kapanpun juga kita tidak bisa menghilangkan adab nomor 1 ini. Berguru.
Tentu aku sangat menyesal dengan rasa gengsiku untuk belajar dengan mertuaku. Juga menyesal karena dulu aku tidak terlalu sering membantu mamaku membuat kue. Ah, jika saja waktu bisa diulang lagi mungkin kali ini aku akan lebih serius berguru.
Bayangkan, hanya dalam waktu 1 jam saja aku berguru tentang masakan rendang dengan mertua akhirnya aku bisa membuat rendang yang sungguh enak.
Bahkan suamiku berkata, “Lebih enak dari pada punya Mama.”
Yes, ini adalah pencapaian baru untukku.
2. Cara Hemat yang tidak Tradisional
Sebagai tim ’emak ngirit garis keras’. Sebisa mungkin aku harus berusaha menghemat pengeluaran dalam bidang apapun, termasuk itu memasak.
Karena itu aku menerima paham baru dalam memasak. Kenapa tidak sesekali memasak ikan memakai kayu bakar? Kenapa tidak sesekali belajar membersihkan ikan sungai sendiri? Ya, cara ini aku dapatkan cuma-cuma dari belajar dengan Mertuaku.
Baca juga: Pepuyu Beubar dan Daun Kelakay, Kuliner Khas Banjarmasin.
Cara hemat yang tradisional sungguh punya cita rasa tersendiri. Kalian sang penikmat kuliner tentu tau betapa berbeda rasanya ikan yang dipanggang dengan bara api dan ikan yang dipanggang dengan teplon kekinian.
Tapi, ketika kita mencoba untuk hemat dengan mengabaikan cara tradisional rasa akan jauh berbeda.
Tidak percaya?
Ya, sekedar cerita.. Aku membeli panci presto untuk menghemat gas dalam memasak daging. Setiap kali memasak daging, khususnya rendang.. Aku selalu memakai panci ini. Selain hemat, rasanya sayang saja. Masa cuma memasak 250gr daging kita harus memasak secara tradisional tanpa panci presto? Itu pemborosan. Betul?
Ternyata aku salah, cara hemat yang tidak tradisional ini menyebabkan kuah rendang tidak mengental sempurna. Bumbu tidak meresep sempurna pada daging. Dan Daging juga tidak terlalu empuk.
So, untuk membuat masakan penuh cinta, kita memang perlu modal. *Catat duhai suami.. 😂
3. Mengabaikan proses penuh kesabaran
Mama said, “Memasak itu harus sabar. Enggak boleh grasah grusuh. Nanti hasilnya berantakan”
Harus diakui aku adalah anak mama yang sangat tidak sabaran dan suka berkelempangan dalam hal memasak. Aku tidak suka mengerjakan hal yang monoton berulang ulang tanpa mengerjakan hal lain. Seperti fokus dalam melapis kue, fokus mengaduk caramel, fokus membentuk kue supaya sama. Aku tidak bisa melakukan itu semua. Bagiku waktu terlalu berharga untuk memperhatikan hal yang itu-itu saja. Hihi.
Ternyata aku salah, aku belajar dari mama bahwa untuk membuat rendang diperlukan proses sabar yang tiada bandingnya. Menjadikan santan berminyak, mengaduk dan terus mengaduk hingga matang, fokus dan tidak membuat santan pecah-pecah.
Sabar adalah syarat utama dalam memasak. Catat.
Ternyata benar, segalanya harus dimulai dengan rasa Cinta
Mengabaikan gengsi dalam mulai berguru, mencoba cara-cara tradisional yang terkesan ‘ribet’, melakukan segala proses memasak dengan penuh kesabaran itu TIDAK MUDAH.
Tapi semuanya terbayar lunas saat kita menatap suami dan anak yang begitu lahapnya makan. Memuji disetiap kata “tambah” dan mengulangnya lagi dan lagi pada makanan berikutnya. Ibu mana yang tidak bahagia saat moment itu?
Hanya Ibu yang merasakan Cinta itu yang mengerti Apa Maksud dari Memasak Penuh Cinta sesungguhnya.. 😊
Nah, terima kasih sudah membaca petualanganku dalam belajar memasak. Maaf, aku memang begini setiap menulis blog. Tidak bisa fokus pada satu titik tema tanpa petualangan yang panjang. Haha
Kalian penasaran dengan resep rendang? Resep ini aku dapat setelah belajar dari mertua, mama, dan dipadukan dengan resep dari salah satu foodstagram favoritku Mbak Ricke. Yuk, simak bahan dan cara membuatnya dibawah ini:
Resep Rendang Padang
Bahan:
1 kg daging sapi
1 liter santan amat kental
10 butir telur itik aluh-aluh
Irisan gula merah secukupnya
Air jeruk nipis
Garam dan penyedap secukupnya.
Bumbu halus:
125 gr lombok keriting (aku pakai 150 gr lombok besar merah)
20 bawang merah
10 bawang putih
3,5 ruas jari lengkuas muda
2 ruas jari jahe
1 batanh serai (putihnya saja)
Bumbu rempah:
2 batang serai (memarkan)
5 butir cengkeh
1 buah kembang lawang
1 lembar daun kunyit (iris)
4 lembar daun salam segar
8 lembar daun jeruk segar
5 cm kayu manis
1 sdt merica
1 sdt jintan bubuk
1 sdt pala bubuk
Cara membuat:
1. Bersihkan potongan daging kemudian lumuri dengan air jeruk nipis, sedikit garam, dan irisan gula merah.
2. Haluskan bumbu halus, masak bersama 1 liter santan. Masukkan bumbu rempah kecuali irisan daun kunyit. Masak sambil diaduk hingga santan mengeluarkan sedikit minyak.
3. Masukkan irisan daging masak hingga setengah matang. Kemudian masukkan rebusan telur itik aluh-aluh.
4. Proses memasak memakan waktu yang sangat lama, kurang lebih 4 jam. Bisa saja sih, waktu disingkat dengan menggunakan panci presto. Tapi sepengalamanku, hasilnya mengecewakan. Ingat tips diatas ya.. Hehe
5. Nah, setelah 4 jam rendang akan mengeluarkan bau yang luar biasa menggoda. Dengan bumbu yang meresap sempurna serta mengeluarkan minyak kelapa alami.
Selamat mencoba..
Memasaklah dengan penuh cinta.. 💖