“Ma, kenapa Nabi Muhammad ga ada gambarnya?”
Glek. Tiba-tiba otakku langsung berputar menyiapkan jawaban.
Tapi belum lagi benar susunan jawaban itu pertanyaan lainnya muncul lagi.
“Kenapa ma, hanya Huruf aja? Kayak Allah. Memangnya Nabi Muhammad seperti apa? Seperti Allah?”
Duar. Otak saya mulai meledak. Ya ampun, mau mendongeng Nabi Muhammad untuk membuat Rule Mode diotak Anak malah si emak yang kurang pengetahuan. Jadi seperti apa Nabi Muhammad? Rupanya? Matanya? Hidungnya? Badannya dijelaskan? Aish.. Aish.. Kenapa jadi membayangkan Pangeran Arab? Tak boleh.. Tak boleh..
Akhirnya pertanyaan saya jawab dengan sekenanya. Sebenarnya jawabannya jauh lebih pendek dibanding ketika dia mempertanyakan tentang Allah. Dan Alhamdulillah dia tak lagi mempertanyakan detail. Sampai suatu ketika saya mendongeng Nabi Musa.
“Jadi, kenapa Nabi Musa boleh digambar kemudian Nabi Muhammad tidak boleh. Kenapa Nabi Musa punya Mukjizat banyak dan Nabi Muhammad tidak seperti itu?”
😅
Ya, pertanyaan liar? Lebih tepatnya rasa ingin tahunya tinggi. Mungkin, ada beberapa emak-emak yang anaknya begitu manggut-manggut saja mendengar cerita Nabi sejak bayi hingga besar. Entah kenapa untuk jenis emak amatiran seperti saya tidak tertarik untuk membacakan cerita Nabi sejak Farisha bayi.
Kenapa? Karena dia tidak mengerti. Begitu simplenya bagi saya.
Dunia Bayi Farisha lebih sering kuisi dengan nyanyian dan cerita tentang binatang. Entah kenapa dimata anak-anak dunia binatang sungguh mengasyikkan. Farisha sangat bersemangat jika diceritakan tentang binatang. Apalagi jika buku ceritanya bergambar lucu. Baginya sangat menyenangkan jika binatang benar-benar bisa berbicara seperti itu. Tanpa sadar aku membiarkan imajinasi Farisha terlalu liar untuk berkembang.
Aku rasa aku bukan tipikal emak-emak yang agamis. Sangat minder jika membandingkan diri dengan para emak-emak hafiz Al-Qur’an. Aku termasuk jarang mengajak Farisha untuk menghafal Surah. Belakangan aku sering mendengar kritik bahwa tak seharusnya aku mengajarkan nyanyian dan dunia binatang terlebih dahulu pada Farisha.
Kritik itu semakin mengena dalam ketika bertemu dengan anak seumur Farisha yang sudah bisa menghafal berbagai surah dengan fasih. Sementara Farisha? Aku baru sukses mengajarkan syahadat dan Al-Fatihah. Terkadang pikiranku agak nakal dan mencela “Hafal sih, tapi apa ngerti”. Astagfirullah… 😅
Iya, tiap Ibu memang punya caranya sendiri untuk membuat anaknya belajar. Berhubung aku bukanlah seorang hafizah dan hanyalah seorang Ibu yang masih dalam pencarian yang betul dalam mencari ‘Jalan Kebenaran’ dan jelas tidak alim-alim amat. Maka mengajarkan Syahadat aja sudah sulit.. 😂
“Siapa Tuhan Farisha?”
“Allah..”
“Siapa Nabi Farisha?”
“Nabi Muhammad”
Nah kadang saya suka nanya lagi nih kalo dia jawab ga seru gitu. “Jadi kenapa mesti disembah Allahnya?” 😂
Mau tau cerita lanjutannya? Ahh panjang..entar jadi OOT artikelnya.
Jadi, bagi saya mengajari dua syahadat itu untuk anak saya udah luar biasa susahnya. Iya, dia harus kenal sama Allah. Bagaimana sifat dan nama Allah (bukaan.. Dia ga hapal sama sifat n nama Allah.. Ga hapaaal) 😅
Bagi emak amatiran seperti saya menumbuhkan rasa Iman adalah hal utama dalam konsep pendidikan agama si kecil. Kenapa? Ya karena bagi saya percuma juga si anak diajak hapal surah sampe se Al-Qur’an usia 5 tahun tapi Imannya masih ngambang. Percumaaa.. Eh tapi ini konsep saya loh. Ga perlu diambil hati.
Bagaimana menumbuhkan Iman? Dari Cinta.
Anak harus punya alasan kenapa dia harus menyembah Allah. Tunjukkan padanya bahwa Allah mencintainya dan cara berterima kasih pada-Nya melalui sholat. Ini susah. Susah sekali.
Anak harus punya alasan kenapa dia harus mencintai Nabi Muhammad. Kenapa Nabi Muhammad menjadi Nabi terakhir. Kenapa Nabi Muhammad menjadi Nabinya walau Mukjizatnya bukanlah membelah lautan.
Sementara otaknya yang sudah terbiasa dengan berkembang melalui imajinasi gambar harus dihadapkan pada kenyataan bahwa Nabi Muhammad hanyalah Huruf Hijayah pada buku cerita. Dan inilah Nabiku. Pikirnya.
Aku tidak tau apa yang ada dalam pikirannya. Wujud menyenangkan apa sebenarnya yang dia harapkan dari Nabinya. Aku berkata bahwa wujud Nabi Muhammad bisa dilihat di surga nanti.
Dari beberapa referensi yang kubaca dan jelas aku lupa persisnya darimana Nabi Muhammad tak boleh digambar karena berbagai alasan.
Aku menjelaskan sebagai alasan pertama kepada Farisha bahwa konon zaman dulu ada Nabi sebelum Muhammad yaitu Ibrahim dan Ismail. Nabi Ibrahim dan Ismail pernah dijadikan patung oleh masyarakat jahiliyah kemudian disembah oleh para penyembah berhala.
Nabi Muhammad tidak mau itu terjadi. Karena itu ia melarang keras jika ada yang melukisnya ataupun membuat patung yang menyerupainya.
Untunglah Farisha tidak bertanya lebih lanjut seperti “Terus kenapa ada foto ulama didinding rumah kita?”
Karena jawabannya lebih panjang dan hanya bisa dicerna oleh yang mempunyai level ilmu tertentu. 😅
Penjelasan selanjutnya yang kemudian membuat Farisha manggut-manggut sambil diam dan sukses tak bertanya lagi hingga sekarang adalah jawaban yang aku karang sendiri. Ini adalah alasan kedua yang menyelesaikan masalah.
“Farisha tau Nabi Muhammad diciptakan Allah lebih mulia? Dia sudah ditakdirkan menjadi Nabi terakhir. Nabinya orang islam seperti Farisha. Farisha tau bagaimana jadinya kita sekarang tanpa Nabi Muhammad? ”
” Jadi apa?” ucap Farisha polos.
“Entahlah, mungkin saja jadi masyarakat jahiliyah seperti pada zaman sebelum ada nabi..”
“Jadi nabi kesinilah buat ngajarin mama?”
(Ya ampun..kamu kira emak sama nabi Muhammad seumuran) 😅
“Bukan, Mama ini diajarin mamanya mama ato neneknya Farisha terus diajarin abahnya mama terus diajarin guru-guru agama mama waktu sekolah, guru-gurunya mama belajar dengan guru-guru yang lebih tua. Karena Farisha tinggal diindonesia yang membawa islam kesini namanya Wali Songo. Nah, Farisha tinggal di Banjarmasin juga ada ulama disini yang ngajarin agama seperti Wali Songo. Itu, yang sering kita datangin dimesjid yang ada air mancurnya”
Farisha ber “Ooo” (kupikir ceritaku terlalu panjang.. Haha)
Kemudian aku bilang “Coba kalau dulu Ga ada Nabi Muhammad gimana?”
Farisha bilang “kan ada Nabi Musa…”
😅
“Nabi Musa itu membimbing kaum Bani Israel supaya menyembah Allah. Tapi Bani Israel itu gak bener-bener patuh. Akhirnya cucu-cucunya tetap menyembah berhala. Karena itu, sebagai penyempurnanya Nabi Muhammad diturunkan dengan wahyu berupa Al-Qur’an”
“Terus kenapa Nabi Muhammad ga boleh digambar?”
Aku jawab “Karena Nabi Muhammad terlalu mulia untuk diduakan wujudnya sayang. Nabi Muhammad itu manusia paling sempurna yang diciptakan Allah. Zaman ketika nabi Muhammad lahir ga ada yang namanya Kamera. Yang ada hanya pelukis. Coba kalo Mama gambar muka Farisha mirip ga sama Farisha aslinya? ”
Farisha,”Mirip ma”
(loh.. loh…) 😅
Aku: “Enggak.. Enggak mirip sayang! Karena imajinasi dan kemampuan menggambar mama terbatas diciptakan Allah.. Sangat tidak pantas jika ada orang yang mencoba melukis Nabi Muhammad karena daya imajinasi dan kemampuannya melukis pasti ga akan sama dengan Nabi Muhammad yang asli. Lagi pula seperti mama bilang tadi. Nabi Muhammad sejak dulu mengharamkan ada yang menggambar dirinya karena tak mau lukisannya dijadikan berhala. Jadi, tidak ada sama sekali lukisan Nabi Muhammad. Yang ada hanya hadist tentang fisiknya yang beredar dari para pencatat hadist ”
Farisha: “Tapi kenapa Nabi yang lain boleh digambar dibuku cerita?”
Mama: “Sebenarnya semua nabi tidak boleh digambar Farisha. Namun, seiring berjalan waktu orang-orang yang seperti Farisha ini semakin banyak. Suka bercerita dengan media gambar. Makanya mereka bikin buku cerita bergambar. Niatnya baik, supaya anak-anak seperti Farisha menjadi senang membaca cerita Nabi. Tapi, Beberapa aliran agama lain memang bersikeras tidak mau menggambar wujud Semua Nabi, mereka cukup bercerita nabi tanpa gambar. Mama tau Farisha pasti tidak senang membaca buku biasa seperti Mama. Iya kan? Karena itu buku cerita Nabi sekarang bergambar, kecuali Nabi Muhammad”
Farisha: “Jadi Nabi Muhammad aja yang ga boleh ya Ma?”
Mama: “Iya, karena Nabi Muhammad itu spesial, dia Nabi terakhir. Semua orang alim sepakat bahwa haram (tidak boleh) menggambar Nabi Muhammad. Mama yakin Farisha tidak butuh gambar nyata untuk membayangkan Nabi Muhammad. Cukup wujud Nabi Muhammad hanya ada pada imajinasi Farisha dan pada hati Farisha”
Farisha kemudian ber “Ooo” ringan. Berpikir sejenak kemudian memutuskan untuk diam.
Aku menghela nafas lega. Memang pertanyaan ini sangat kontroversi sekali. Kemudian hatiku tergelitik untuk membatin lagi.
Tapi bagaimana dia bisa benar-benar meneladani nabinya tanpa membayangkan seperti apa sebenarnya wujudnya?
Lalu aku tersenyum seraya menatap buku Nabi Muhammad. Ya, Dengan Bercerita.
Aku kemudian melayang pada beberapa buku kenangan yang pernah kubaca dulu. Buku tanpa gambar. Aku kemudian melayang pada masa kecilku. Teman imajinasi.
Sungguh berimajinasi dan membayangkan cerita dipikiran kita itu lebih menyenangkan dibanding menonton film dan menyaksikan gambar mentah sekalipun.
Karena itu aku yakin. Tulisan indah berhuruf Hijaiyah bertuliskan Muhammad sudah sangat mewakili untuk awal pelajaran Imajinasi Farisha.
Mama hanya dapat berdoa semoga dengan bercerita Farisha dapat meneladani sifat Nabi Muhammad walau tidak ada wujud gambar seperti pada buku cerita yang biasa dia baca.
Disclaimer: Tulisan ini ditulis oleh seorang Ibu yang berlatar belakang pendidikan agama yang terbatas. Segala jawaban atas pertanyaan anak diatas hanyalah sekedar pengetahuan umum dari Ibu yang ditulis hanya agar dapat dipahami oleh ‘anak kecil’. Diharap tulisan ini tidak menimbulkan salah paham dalam perbedaan mahzab.