Pengalaman menyusui pasca Operasi Caesar

Pengalaman menyusui pasca Operasi Caesar

Dari masa hamil, melahirkan, hingga menyusui mana yang paling berkesan buat kalian? 

Buatku, masa yang paling berkesan yaitu masa menyusui. Benar-benar pengalaman romantis dengan bayi dan penuh warna warni drama. Ah, jika mengenang masa itu aku jadi merasa rindu. Rindu dengan tangisannya setiap malam, rindu mengganti popoknya, rindu dengan bau bayi yang memenuhi seisi ruangan kamar. Ya, aku rindu. Rindu dengan kelelahan karena cinta. 

Masa romantis kami berdua bukanlah seindah bayangan kalian. Entahlah, bagiku hal yang dinamakan romantis itu bukanlah sesuatu yang dipenuhi dengan moment berbunga-bunga dan senyum bahagia_seperti iklan Mom and Baby di televisi pada umumnya. Romantis dalam definisiku sendiri adalah saat kami dapat melalui segalanya dengan indah. Ya, segalanya.. drama suka dan drama duka. 

Kenyataan romantis pertama adalah menyusui bukanlah perkara mudah yang bisa dilakukan hanya dengan mengeluarkan payudara saja. Ya, seandainya aku tau bahwa menyusui akan sesulit ini mungkin aku akan mengambil kelas menyusui sebelum melahirkan.

Sulit?

Ya, siapa sangka menyusui itu menuai banyak drama. Terlebih jika proses melahirkan secara caesar. Jika ingat hari pertama aku mencoba menyusui anakku, rasa menyerah itu selalu menggodaku untuk mencoba susu formula. 

Jika saja saat itu aku tidak tinggal bersama mama dan kakakku mungkin aku sudah menjejalkan dot berisi susu formula kedalam mulut anakku yang tak kunjung berhenti menangis. Tapi beruntunglah aku, berkat dukungan dari orang-orang yang menyayangiku maka anakku dapat memperoleh ASI ekslusif dariku.

Beberapa uraian dibawah ini adalah tahapan proses tentang bagaimana akhirnya aku bisa menyusui anakku walau dengan keadaan yang tak menentu. 

1. Menahan sakit luka dan jahitan

Hal pertama yang harus aku lalui pasca operasi caesar adalah menahan sakit dari jahitan besar diperutku. Luka itu sungguh nyeri dan menyakitkan. Aku tidak tahu bagaimana rasa sakit dari melahirkan secara normal. Konon mereka bilang melahirkan secara normal sangat sakit saat prosesnya kemudian lebih cepat sembuhnya. 

Sementara aku? Aku tak merasakan apapun saat melahirkan. Tidak ada jeritan kencang yang aku keluarkan tanda sebuah perjuangan. Kemudian saat aku terbangun dari obat bius, saat itulah aku merasakan sakit luar biasa.

Pasca melahirkan aku hanya bisa berbaring saja. Bahkan sekedar duduk saja aku takut. Aku tak menyangka caesar akan semengerikan ini. Yah, siapa suruh caesar? 

Mungkin suatu saat aku akan bercerita tentang alasan dibalik proses melahirkan secara caesar. Yang jelas kalaupun boleh memilih, tentu aku ingin sekali melahirkan secara normal. 😊

IMD pun dilakukan. Bayi itu datang dan mendekap dipelukanku. Ia membuka mulutnya sambil mencari puting dan langsung menghisapnya dengan kuat. 

Saat itulah aku sadar, ternyata sakit jahitan ditambah dengan isapannya menjadi dua kali lebih sakit. 

Ya, katakan saja aku tidak bersyukur melihat bayiku yang lucu membuka mulut dengan badannya yang mungil dan wajah tak berdosa itu. Kenyataannya, aku saat itu tidak mau menyusuinya. Rasanya Sakit. Oh, ternyata menyusui itu sakit sekali, keluhku. 

2. ASI tidak keluar 

Saat aku melahirkan, disamping kiri dan kananku juga ada beberapa pasien Ibu hamil. Mereka melahirkan lebih dulu dengan jeritan yang aku dengar tepat bersebelahan denganku. Aku melihatnya menyusui anaknya setelahnya. Langsung lancar, setidaknya tanpa drama sepertiku. Aku dengar bahwa itu anaknya yang keempat. 

Sementara aku? Anakku menangis paling kencang dibanding yang lain. Tadinya aku mengira itu karena dia memang lebih besar dibanding bayi lain sehingga dia terkesan lebih kuat. Ternyata setelah beberapa kali menyusu dengan durasi yang sangat lama tapi masih saja dia menangis. Saat itu aku sadar, ASI ku tidak keluar. 

Panik? tentu saja. Terlebih Rumah Sakit tempat aku melahirkan sangat pro ASI sehingga tidak memperbolehkan satu sendok susu formula pun sampai masuk di rongga mulut bayi. Bukan hanya itu, saat mereka tau bahwa ayahku meminumkan bayiku air putih mereka langsung melarang dengan keras. 

Aku berpikir, “Bagaimana lagi?” 

Bayiku haus, ASIku tak keluar. Putingku lecet dan berdarah-darah. Sementara jahitan perutku? Jangan ditanya. Nyeri sekali. 

Suamiku? Tidak ada. 

Aku melahirkan tanpa didampingi oleh suami. Please Don’t ask me why? Cause every people have different problem, Yes? 

Saat itulah aku mencoba beberapa ide konyol. Seperti mencari ibu susuan lain hingga diam-diam ingin membeli susu formula. Ayahku mendukungku, dia khawatir melihat bayiku yang terus menangis. Ibuku kasian padaku, dia sempat beberapa kali menghisapkan payudaranya demi tak tahan melihat aku kesakitan. 

Kakakku? Bersikeras bahwa aku tidak boleh berhenti menyusukan anakku. Ia bilang bahwa kalau tidak disusui maka ASIku tidak akan bisa keluar, karena tidak ada rangsangan. Tapi bagaimana? Ini SAKIT! serius. 

3. Daun Binahung, Penolong pertama 

Aku berkata, “Andai jahitan perut ini tidak sakit maka tentu saja akan terus aku susui Farisha. Tapi ini sakit sekali. Andai ada yang bisa mengurangi rasa nyerinya” 

Besok harinya pertolongan itu datang. Calon Iparku membawakanku Daun Binahung. Konon, daun ini dapat mengurangi rasa nyeri pada luka jika dikonsumsi. Alhamdulillah, aku tertolong. 

Aku mengkonsumsi daun itu dan langsung merasakan efeknya. Nyeri pada perutku berangsur-angsur berkurang. Akupun bersemangat untuk terus menyusui Farisha hingga ASIku dapat keluar. 

Esok harinya, aku sudah dapat duduk, berdiri dan berjalan. Aku sangat bersyukur. Tapi ternyata bayiku.. 

4. Bayiku Kuning

“Bayi Ny. Aswinda harus di sinari dulu karena Kuning” kata Bidan saat itu. 

Aku shock. Ya, tentu saja dia kuning pikirku. Dia kelelahan menyusu denganku yang mungkin saja tak ada apapun yang dia isap. Ia haus, dia lapar. Dan kalian membiarkannya terus menyusu padaku yang jelas-jelas tidak memiliki ASI? 

Tapi mereka bilang tidak apa-apa. Itu wajar. Tapi Bagaimana bisa itu sangat wajar? 

Bayiku terus menangis, kulit wajahnya kuning, matanya kuning, dan berat badannya turun. Dulu beratnya 3,4 kg dan sekarang hanya 3, 2 kg. Dan ini baru hari kedua dia lahir. 

Aku menyusuinya diruangan penyinaran sambil menunduk. Ingin sekali menangis. Salah seorang ibu juga memiliki nasib sama sepertiku disana. Dia berbicara padaku, “Coba kalau mereka memperbolehkan susu formula, mungkin bayi saya tidak begini” 

Aku mengangguk membenarkan. Ya, aku juga Ibu yang sangat peduli ASI. Tapi jika sampai begini bagaimana bisa kami masih keras kepala memberinya ASI. Bagaimana kalau bayi kami menginap lama di ruang ini? Bagaimana kalau berat badannya tak kunjung naik? Bagaimana kalau.. 

5. Dilema antara mengakhiri nyeri atau dia kelaparan

Aku mulai mengumpulkan informasi tentang cara memperbanyak ASI. Aku meminum segala suplemen penambah ASI. Memakan segala sumber sayur penambah ASI hingga mulai mencari informasi tentang daun binahung. 

Bukannya kenapa, tapi aku hanya ingin tahu dosis memakan daun ini ‘yang benar’. Dan saat membaca salah satu artikel (yang entahlah hoax atau tidak) menjelaskan bahwa daun binahung dapat mengurangi produksi ASI. Saat itulah aku terdiam kaku. 

Aku lalu menghentikan konsumsi daun binahung itu. Mendengus dengan perawat dan bidan yang membenarkan efeknya tanpa memperhitungkan efek negatifnya. Aku terus menyusui bayiku dengan menahan-nahan rasa sakit dan nyeri pada perutku. 

Shock terus membayangiku saat pagi dan pagi besoknya. Berat Farisha terus menurun hingga hanya 3 kg. Tangisannya tak kunjung berubah durasinya. Dia tidak bisa tidur nyenyak karena kehausan. 

Walau masih kuning dan berat badan yang terus menurun_Farisha dan aku diperbolehkan pulang saat itu. Aku lega, berpikir bahwa jika kata ‘pulang’ berarti bahwa ia baik-baik saja

6. Baby Blues

Episode berikutnya adalah terbebas dari bau tidak menyenangkan di Rumah Sakit. Aku senang berada dirumah. Mama dan Ayah sangat membantuku untuk mengurus bayiku. Mama menemaniku begadang setiap malam. Aku senang karena semua perkakas bayi yang dibeli sekarang terpakai dengan cantik dikamarku. 

Tapi entah kenapa perasaan tidak menyenangkan itu datang tiba-tiba saja. Perasaan berbisik yang mengatakan,

Mana Suamimu? Kenapa dia tidak disini? Tidak bisakah pulang sebentar untuk menengok anaknya yang sudah lahir?” 

“Taukah? Kehidupanmu mulai sekarang akan berputar begini-begini saja. Menyusui, mencuci, begadang, menyusui lagi, menangis lagi, oooh.. Tidakkah kamu rindu dengan masa mudamu dulu? Tidak mau keluar sebentar menghirup udara kebebasan?” 

Kebebasan. Ya, aku membutuhkannya. Pikirku. Aku ingin keluar sebentar dari rutinitas ini. Entahlah apa itu, aku ingin makan diluar, bertemu teman dan ‘memamerkan’ bayiku atau mengajaknya berjalan-jalan di luar sana berdua saja. Bukankah itu menyenangkan? 

Tapi kalimat mama menekankan “Tidak boleh membawa bayi keluar kalau umurnya belum 40 hari” 

Dan aku stress. Baby blues mulai menghantuiku. Aku mulai menangis tidak jelas. Keadaan itu diperparah dengan warna kuning yang tak kunjung hilang dari wajah dan mata anakku. Ya Allah, dia kehausan dan ASI ku masih begini-begini saja. 

7. Habbatussauda? Yes

“Jintan Hitam bagus buat memperlancar ASI” kata salah seorang temanku. 

Aku langsung membelinya. Memakannya 2 kali sehari. Dua hari sejak aku mengkonsumsi jintan hitam, ASIku mulai keluar. Farisha bisa tidur nyenyak setidaknya satu jam setelah menyusu denganku. Aku sangat bersyukur. Entahlah itu karena jintan hitam atau karena sudah satu minggu Farisha bekerja keras dengan terus menghisap_yang jelas aku sangat bersyukur. 

Aku lalu melanjutkan mengkonsumsi daun binahung lagi agar nyeri pada luka jahitanku segera sembuh. Dan daun binahung benar-benar bisa diandalkan. Alhamdulillah.. 

8. Finally, Berat badan kembali Normal, suami datang dan Selamat tinggal Baby Blues.

Pasca aku menyusui dengan lancar, berat badan Farisha mulai kembali pada berat awal kelahiran. Aku senang, walau masih ada kekuningan dimatanya. Sensasi senang yang aku rasakan saat itu menghapus bisikan dari baby blues yang sempat aku rasakan. Saat itu aku berkata dalam hati, “Ya, untuk kamulah mama hidup!”

Beberapa saat setelah itu suamiku pulang. Dan sensasi menjadi keluarga kecil bahagia telah memperlancar ASIku hingga mengucur deras keluar. Saat itu aku mengerti, bahwa ASI booster terbaik adalah dengan terus menyuplai perasaan bahagia.

***

Demikian cerita tentang proses menyusui pasca persalinan caesar dariku. Semoga dapat menginspirasi para bunda yang sedang berjuang menyusui dan merasakan kesulitan karena konon persalinan caesar membuat ASI tidak terangsang keluar.

Berikut beberapa saran dariku dalam proses menyusui:

1. Yakinkan diri, aku pasti bisa menyusui

2. Jangan menyerah, karena beberapa ibu memang mengalami keterlambatan pengeluaran ASI apalagi jika anak pertama.

3. Bahagiakan diri dan jangan stress.

4. Mengkonsumsi makanan bergizi pendukung  dan pelancar ASI

Happy Breastfeeding.. 😊

Komentar disini yuk
7 Shares

One thought on “Pengalaman menyusui pasca Operasi Caesar

  1. Ini sama dengan yg aku alamin sekarang mba ? dan anak aku juga namanya sheza..
    Aahh jd makin mewek ?

Komentari dong sista

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IBX598B146B8E64A