Mengembangkan Karakter Positif Anak: PR Besar untuk setiap Orang Tua di Dunia
“Orang tua mana yang tidak ingin melihat anaknya sukses?”
Ya, kata-kata itu sering kali muncul setiap kali aku bertemu dengan para orang tua. Mulai dari Ibuku sendiri, tetanggaku, hingga akhirnya lubuk hatiku membenarkan kata-kata itu. Namun lambat laun aku mulai bertanya lagi,”Sebenarnya bagaimana definisi sukses itu?”
Apakah ketika ia tumbuh besar dengan memiliki segala materi sehingga hidupnya terjamin?
Apakah ketika ia tumbuh besar dengan membawaku turut menemaninya tanda ia telah berbakti?
Apakah ketika ia tumbuh besar dan terus dapat menuruti segala perintahku tanpa protes?
Dengan begitu, Apakah aku termasuk dalam golongan orang tua yang sukses?
Ilmu parenting memang rumit, pikirku. Bagaimana bisa segala sesuatu ditulis sedemikian rupa namun praktiknya hanya dapat sekian persen diterapkan. Belum lagi alasan kewarasan yang selalu menghambat pembenaran ilmu parenting.
Baca juga: “6 hal yang perlu emak tau sebelum belajar parenting”
Atas dasar pertanyaan mendesak itulah aku berpikir bahwa sepertinya aku perlu mendapat ilmu parenting baru. Apapun itu walau hanya sekedar seminar kecil. Alhamdulillah doaku terjawab ketika dapat mengikuti “Mother’s Day Gathering with Wardah” dengan gratis. Tidak hanya mendapat ilmu beauty class gratis namun aku juga dapat mengikuti seminar parenting tentang “Pengembangan Karakter Anak” dengan nara sumber Psikolog Emma Yuniarrahmah.
Wow, How Lucky!
Pada dasarnya orang tua ingin anaknya sukses. Untuk mewujudkan hal itu maka para orang tua sering kali berusaha maksimal agar anaknya dapat berprestasi. Namun kurangnya pengetahuan dari orang tua menyebabkan ketidakseimbangan porsi IQ dan EQ untuk menunjang keberhasilan anak. Sudah Sering bukan kita melihat ada anak yang sangat pintar dalam pelajaran sekolah namun tidak memiliki sopan santun. Sering pula kita melihat anak yang tidak dapat berekspresi dengan benar diluar namun sangat aktif didunia maya.
Hal ini yang membuatku kadang kala sering berpikir bahwa karakter introvert dan ekstrovert itu adalah pengaruh lingkungan dan gaya pendidikan bukan bawaan genetik. Ya, sebenarnya sejak kecil jika anak kita dididik untuk berkarakter positif dengan teladan positif pula maka ia akan menjadi pribadi yang luar biasa.
Harapan terbaik orang tua adalah anaknya dapat menjadi pribadi yang mandiri, santun, berperilaku baik, mampu mengambil keputusan, percaya diri, cerdas, bertanggung jawab serta optimis. Untuk mewujudkan karakter positif itu, kita memerlukan pola pengasuhan yang tepat dengan turut memahami perkembangan anak.
Kesempatan kita untuk mendidik anak hanya terjadi satu kali. Maka, jangan sia-siakan kesempatan emas itu. Karena ia tidak akan terulang. Didik anak untuk mematangkan karakternya diusia dini karena jika ia sudah besar hal ini akan sedikit terlambat. Berikut ini merupakan alasan mengapa karakter anak harus dibentuk sejak kecil:
1. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadi perubahan.
2. Pengalaman masa kecil berpengaruh kuat terhadap perkembangan berikutnya
3. Membantu anak dalam mengembangkan diri dan memecahkan masalah.
4. Upaya Pencegahan jika suatu hari nanti anak di hadapkan pada pilihan yang buruk.
Dalam persentase perkembangan manusia dijelaskan bahwa pada umur 0-4 tahun karakter anak dapat berkembang hingga 50%. Pada umur 4-8 tahun karakter dapat berkembang hingga 30%. Sementara pada umur 8-18 tahun karakter dapat berkembang hingga 20%.
Jadi, sudah tau alasan kenapa kalau anak kecil itu polos sekali sementara anak remaja itu suka protes?
Sudah tau alasan kenapa kita sulit menghilangkan innerchild kita saat kita sudah besar?
Kesimpulannya, gaya asuh yang orang tua terapkan sejak kecil sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Begitu pula segala aturan dan interaksi yang orang tua bentuk. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan anak.
Bagaimana pola asuh yang sering diterapkan oleh orang tua?
Seringkali pola asuh dibawah ini sangat familiar di sekeliling kita:
- Orang tua memberikan fasilitas tanpa tahu dampaknya
- Orang tua overprotective sehingga tidak percaya dengan anaknya
- Orang tua menerapkan disiplin yang ketat dan penuh aturan
Sebenarnya, pola asuh yang disarankan adalah:
- Tidak terlalu keras, namun juga tidak terlalu lunak tanpa aturan
- Pola hubungan sejajar (bersahabat) bukan top down (pada moment tertentu)
- Minimalkan tekanan
- Jadilah contoh/teladan yang baik, bukan hanya bisa mengucapkan
- Tunjukkan perhatian dan kasih sayang
- Hadirlah dalam kehidupan anak, bukan hanya ada secara fisik tapi sibuk sendiri dan tidak ada artinya bagi anak
- Pola asuh Ibu dan Bapak harus Konsisten
Jika pola asuh diatas dapat diterapkan dengan baik maka kemungkinan besar anak akan memiliki karakter yang positif. Karakter positif pada anak dapat bersifat universal yang dapat diterima diberbagai budaya. Hal ini mencakup cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak (semuanya harus sejalan). Karakter positif akan tercipta dari pembiasaan yang tentunya tidak cukup dengan diajarkan saja.
Memang, butuh waktu untuk berhasil dan menanamkan karakter positif pada anak. Untuk itu kita perlu mengenalkan, melatih, serta membiasakan anak sejak kecil. Berikut adalah cara-cara detail membentuk karakter pada anak:
1. Bersikap konsisten dan berkelanjutan
Sepertinya sikap konsisten berlaku untuk resolusi apa saja. Setiap ingin melakukan perubahan kita harus menetapkan hati dan tujuan. Ketetapan yang kuat inilah yang akan menciptakan konsisten berkelanjutan.
Sebagai contoh, kita ingin anak kita berhenti kecanduan gadget. Maka kita harus membuat jadwal batasan untuknya. Kita juga tidak boleh ingkar terhadap jadwal tersebut karena pola pikir anak sudah terbentuk untuk membedakan boleh dan tidak. Apa jadinya jika kita sendiri saja tidak konsisten dalam memberikan aturan?
Baca juga: “Mendidik anak generasi milenial dengan CERDIK”
2. Jangan lupa beri pendidikan keagamaan
Pendidikan agama harus diberikan sejak kecil. Hal yang harus dijadikan dasar diantaranya adalah Iman.
Aku sendiri belum mengajarkan hal lebih detail tentang agama seperti hapalan surah dan lainnya. Bagiku, dia mengerti Allah dan Nabi Muhammad saja rasanya sudah syukur sekali. Basicnya, kalimat syahadat adalah dua hal yang harus dia pahami. Selebihnya adalah metode santai.
Baca juga: “Ketika anakku bertanya Nabi Muhammad yang tak boleh digambar”
Selain Iman hal yang lebih penting diterapkan adalah takwa. Yah, tidak dipungkiri bahwa pendidikan agama adalah dasar bahwa anak harus mengenal istilah takwa. Dalam praktik pembelajarannya biasanya aku menerapkan malaikat kiri kanan sebagai pengawas tindakannya. Hal ini akan membuat anak merasa berdosa jika ia telah melakukan kesalahan dan akan berusaha memperbaikinya. Ia juga akan lebih bersemangat dalam mengerjakan kebaikan.
3. Berikan penjelasan dan diskusi tentang karakter positif
Nah, kelanjutan dari point no. 2 adalah penjelasan tentang karakter positif. Kenapa karakter positif harus diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam pendekatan agama aku mengajaknya untuk mengenal Surga.
Anak-anak senang berimajinasi tentang surga. Di imajinasi mereka surga bagaikan tempat indah yang luas yang dipenuhi dengan permen, coklat dan mainan. Sebagai orang tua tugas kita adalah mengarahkan mereka bagaimana cara untuk mencapai surga. Ya, kedengarannya simple. Tapi percayalah, mereka akan tetap tergoda untuk mencoba berbuat kejelekan. Maka, tugas kita untuk membimbing mereka.
4. Memberikan contoh
Semua pasti setuju jika anak kecil itu senang protes.
“Mama ini bilangin ga boleh main hape tapi mama sendiri main hape terus”
😅
Sejatinya anak adalah peniru ulung dari orang tuanya. Karena itu istilah ‘buah tak jatuh jauh dari pohonnya’ terkenal sekali. Maka, ketika ingin membuat aturan untuk buah hati sebaiknya perbaiki diri sendiri terlebih dahulu. Jika kita belum sanggup menjadi contoh maka berikan aturan kecil yang kita sudah sanggup melakukannya.
5. Tidak memanjakan
Aturan yang dibuat tidak boleh terlalu ketat namun juga tidak boleh terlalu longgar, setuju?
Khawatirnya, jika kita melonggarkan aturan anak kita akan cenderung manja. Nah, tanpa sadar kita malah terbawa pada pola asuh permisif. Efek negatif dari pola asuh ini adalah anak menjadi lambat dalam kemandirian, cenderung mengandalkan orang lain hingga takut akan kegagalan dan kekalahan.
6. Lakukan hal-hal kecil yang positif
Mendidik anak itu tidak perlu dimulai dengan hal besar sekaligus, setuju?
Anak kecil lebih senang memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan oleh orang tuanya. Ia akan mencontoh semua hal detail yang dilakukan oleh orang tuanya. Maka, berilah contoh yang terpuji.
Membuang sampah pada tempatnya, memberi makan binatang, menyiram tanaman, menyapa teman adalah contoh hal kecil positif yang dapat kita lakukan untuk membuat si kecil meniru kita.
7. Lakukan pengulangan dan pembiasaan
Hal apa yang biasanya selalu terlupa untuk di ucapkan si kecil?
Banyak, tapi jangan sampai si kecil lupa untuk berkata ‘Terima Kasih’ saat diberi, berkata ‘Maaf’ saat berbuat kesalahan, dan berkata ‘Tolong’ saat ingin meminta tolong. Tiga hal ini adalah hal dasar untuk mengembangkan karakter anak.
Untuk terbiasa mengucapkan hal tersebut maka kita harus tidak bosan mengulangnya. Terkadang, anak kecil bukannya lupa mengucapkan hal tersebut tapi perasaannya masih sedikit malu dan mereka sering merasa terburu-buru sehingga sulit mengucapkan kata tersebut. Maka, jangan bosan untuk terus membiasakan mereka.
8. Nyatakan salah jika memang salah
Sering melihat anak yang senang mengadu?
Apa yang kita lakukan jika si kecil mulai mengadu dan mencurahkan konflik dengan temannya?
Ada sebagian orang tua yang senang membela anaknya. Bagaimanapun sudut pandang cerita konflik tapi orang tua tersebut tidak mau tau dan sering membela anaknya bagimanapun keadaannya. Padahal jika hal itu terus berkelanjutan maka anak akan merasa bahwa dirinya selalu benar.
Sebagai orang tua kita harus menjadi pendengar dan penasehat yang baik bukan sebagai pelindung egonya. Nasehatilah ia jika memang ia melakukan hal yang salah. Jika ia menangis dan membela diri maka biarkan saja. Lambat laun ia akan menyadari kesalahannya dan berani meminta maaf.
9. Lakukan tindakan koreksi jika ada yang tidak sesuai
Sebagai orang tua hal yang perlu kita lakukan diantaranya adalah evaluasi. Kita perlu memantau sejauh mana anak kita telah berkembang dan memahami pola asuh mana yang tidak sesuai dengannya. Karena sejatinya, tidak semua anak berkepribadian dasar yang sama.
Sebagai contoh, kadang kala anak perempuan terlahir jauh lebih sensitif dibanding anak laki-laki sehingga ia lebih sering protes dan mengeluarkan air mata. Maka kita sebaiknya tidak menerapkan pola asuh yang sama untuknya. Akan lebih baik jika Ibu dan Ayah bekerja sama dalam pengembangan kepribadian anak.
Membentuk karakter positif pada anak bukanlah hal mudah. Terlihat mudah sekali menonton dan menuliskannya disini. Percayalah praktiknya sangatlah sulit.
Namun, seperti prinsipku dahulu. Jika aku tak menulisnya, maka aku tak akan bisa belajar apa-apa. Kuharap tulisan ini berguna bagi pembacanya juga dapat menjadi pengingat untuk diriku sendiri, seorang Ibu baru dengan satu anak.
Happy Parenting.. 😊