Browsed by
Tag: Kulit Hitam dan Putih

Ketika Anak Pertama dan Kedua Terlihat Berbeda

Ketika Anak Pertama dan Kedua Terlihat Berbeda

“Wah, si Humaira ini kok gak mirip sama kakaknya ya?”

“Iya nih. Kakaknya item. Si Humaira kayak Cina.. “

“Tapi Humaira mungil ya. Beda sama Kakaknya dulu yang super montok. Hihi.. “

Aku senyum-senyum mendengar komentar orang tentang Farisha dan Humaira. Memang kedua kakak beradik ini terlihat sekali perbedaannya. Mungkin, beberapa orang akan terkejut jika tau keduanya bersaudara. Karena secara fisik keduanya terlihat berbeda.

Bukan hanya secara fisik, tapi perbedaannya juga terlihat dari sisi-sisi lainnya. Dan yang paling menonjol adalah motoriknya. Humaira jauh lebih lincah dibandingkan dengan Farisha sewaktu seumur dengannya. Nada suara mereka berdua sewaktu kecil pun berbeda. Humaira lebih nyaring dan ekspresif dalam bersuara, sedangkan Farisha lebih kalem dan merdu.

So far, aku tidak pernah mempermasalahkan perbedaan Farisha dan Humaira. Menurutku keduanya sama-sama spesial. Aku juga hanya senyum-senyum saja kalau ada yang bilang bahwa Humaira jauh lebih cantik.

Tapi, masalah itu datang ketika Farisha mendengar celotehan perbedaan itu langsung dari telinganya. Kupikir, awalnya dia biasa saja. Hmm.. Ternyata sepertinya aku salah.

Mama, Kenapa Kulitku Lebih Hitam dari Humaira?

Ini adalah body shaming pertama yang Farisha dapatkan. Ketika ia menyadari bahwa  kulitnya lebih hitam dibanding adiknya dari celotehan orang-orang. Bahkan ia juga merasa bahwa bibir Humaira lebih pink dan tipis. Ditambah lagi setiap orang yang datang ke rumah memang selalu bilang bahwa, “Humaira Cantik.. ” Tanpa menghiraukan kehadiran si Kakak yang sama-sama berada di rumah.

Disitulah naluri keibuanku terasa sedikit tidak nyaman. Karena hei…

Sesungguhnya aku pun pernah mengalami hal yang sama sewaktu kecil dulu. Ingatanku lalu menggali kenangan lama yang sudah lama aku tutupi. Entah kenapa, aku merasa kenangan itu mungkin akan bermanfaat bagi Farisha.

Dan suatu malam, ketika Farisha ingin tidur.. Aku mendapatinya sedikit terisak. Ia melihatku menyusui Humaira sambil berusaha terlihat baik-baik saja.

Tapi aku tau.. Farisha sedang tidak baik-baik saja.

Sebuah Kenangan Lama, Tentang Cerita Anak Itik yang Jelek

“Pica kenapa? Sedih ya? Sedih kenapa?” Kataku pura-pura ingin tahu.

“Pica bingung..”

“Bingung kenapa Pica?”

“Bingung kenapa kulit Humaira putih, rambut Humaira hitam dan lurus. Bibir Humaira Pink. Humaira sering dibilang bayi cina. Tapi kenapa Pica berbeda?”

Aku tersenyum pada Pica. Tidak bisa berkata apa-apa. Bagiku, Pica sudah jujur pun adalah hal yang patut aku apresiasi. Aku hanya bisa memeluknya. I feel u.. Pica.

“Pica, tau gak sih Pica ini mirip sama siapa?”

“Kata orang mirip Abah ma.. Tapi Abah kulitnya Putih.. “

Aku lalu tersenyum pada Pica. Kemudian berkata, “Pica itu mirip Mama.. Mama dulu waktu kecil juga mirip sama pica. Jauh lebih jelek bahkan.. “

“Masa sih ma? Tapi mama gak sehitam Pica.. “

“Mama dulu sehitam Pica. Dan muka mama waktu kecil mirip banget sama Pica”

Aku lalu memperlihatkan foto kecilku pada Farisha. Sontak Farisha terkejut lalu tertawa..

“Ini mama? Kok beda banget?”

“Serius ini mama. Ini mama waktu TK. Masih lebih cantik Farisha kan?”

“Tapi, mama waktu kecil sering dibilang jelek lah sama temen-temen mama?”

“Sering.. Mama sering enggak ditemani. Makanya dulu mama cuma punya nenek buat jadi teman mama. Mama dulu juga sering dibilang monyet karena kulit mama penuh bulu. Bahkan waktu sudah besar, tahi lalat mama yang gede dimuka ini sering jadi bahan bullyan. Katanya muka mama kotor sampai ada lalat yang ee disitu.. Hahahaha”

Pica pun langsung tertawa geli. Ia bertanya lagi, “Tapi kenapa mama terlihat berbeda sekali sekarang?”

“Itulah namanya teori evolusi. Pica tau cerita anak itik yang jelek bukan?”

“Itik yang berubah jadi angsa waktu sudah besar?”

“Iya. Kita para perempuan.. Akan mengalami setidaknya 3 kali perubahan dalam kehidupan. Dan perubahan pertama dimulai pada masa pubertas.”

“Apa itu mama?”

“Itu adalah tahapan dimana manusia mulai belajar untuk dewasa.. “

“Jadi, kalau sudah mau dewasa itu otomatis jadi cantik ya ma?”

“Bukan Pica. Ketika orang sudah mulai dewasa.. Dia punya sesuatu yang membuat dirinya berubah menjadi lebih baik.. “

“Apa itu Ma?”

Tentang Mensyukuri dan Mencintai Diri Sendiri

Aku terdiam mendengar pertanyaan Farisha. Kemudian mengingat masa remajaku dulu. Saat aku duduk di kelas 2 SMP.

Salah seorang teman lelakiku tertawa melihat kaos kakiku yang panjangnya hampir selutut. Di kelasku saat itu, hanya aku yang suka sekali memakai kaos kaki panjang. Bukan tanpa alasan aku memakainya. Aku memakainya karena kakiku penuh dengan bulu. Itulah kondisi spesialku. Aku adalah perempuan paling berbulu di sekolah. Dan itu sangat membuatku tidak percaya diri.

“Dia bahkan punya kumis.. Hahaha.. ” Sorak salah seorang temanku

“Lihat, bulu kakinya bahkan tembus dari kaos kaki.. ” Sorak temanku yang lain.

Mereka bilang padaku bahwa itu hanya bercanda. Tapi serius, aku tidak mengerti dimana sisi lucunya. Sumpah, saat itu ingin sekali aku mengambil silet dan merontokkan semua bulu yang ada di badanku. Tapi, jika ingat pesan Ayahku.. Semuanya aku urungkan. Ayahku bilang bahwa, “Perempuan berbulu adalah Satu dari seribu perempuan paling beruntung di dunia..”

Dan aku mempercayai hal itu. Aku menunggu sebuah keberuntungan datang setiap hari. Dari semua bully, aku yakin ada seseorang yang memujiku.

Ialah teman pertamaku. Gadis putih berambut tipis dengan mata sipit layaknya cina. Ia berkata padaku, “Alismu tebal banget. Rambutmu juga. Aku mau punya alis dan rambut seperti kamu.. “

Kata-katanya, bagaikan segelas air es di gurun pasir. Ingin rasanya aku mengambil kaca segera. Dan saat itu, aku hanya bisa nyengir kuda sambil tersipu malu. Singkatnya, kami berteman.

Si putih dan si sawo matang.
Si sipit beralis hampir zonk.. Dan si alis tebal.
Si rambut merah buntut kuda.. Dan si rambut hitam lurus dan tebal.
Si mungil dan si jangkung..
Dan jangan lupa.. Si kulit mulus.. Dan si kulit penuh bulu.

Persahabatan yang benar-benar berlawanan fisik. Tapi kami sangat akrab. Kami akrab karena perbedaan itu. Kami saling iri terhadap fisik masing-masing. Kami saling memuji dan itulah sisi yang menyenangkan.

Yah. . Kisah Farisha dan Humaira mengingatkanku pada persahabatan itu. Aku tau betul apa yang dirasakan oleh Farisha. Ia haus akan pengakuan dan pujian. Aku pun menceritakan cerita persahabatanku. Dan Farisha langsung nyeletuk..

“Pasti banyak yang mau berteman sama teman mama tuh.. “

“Enggak. Temannya cuma mama..”

“Dulu banyak lah yang suka sama mama?”

“Seiring dewasa.. Mama tidak mempermasalahkan lagi tentang banyak yang suka atau tidak. Ada satu hal yang lebih penting dibanding ‘banyak yang suka’ pica..”

“Apa itu ma?”

“Pica harus mencintai diri sendiri..”

“Tapi pica mau putih juga kayak Humaira.. Mau bibirnya pink juga..”

“Pica cantik kok. Kulit pica bersih. Pica tinggi. Pica alisnya tebal. Bulu matanya lentik. Dan Pica juga pintar mewarnai. Pica juga mulai pintar bercerita dan menulis. Buat mama, Pica itu spesial.. Biarkan orang bilang Pica gak secantik Humaira. Buat mama, Pica kakak yang keren.. “

Pica terdiam mendengarku.

“Lihatlah suatu hari nanti. Pica pasti akan bertemu dengan seseorang yang menghargai apa yang ada pada diri pica. Asal.. Pica percaya diri. Jangan minder. “

Karena Mama Tau, Kedua Anak Mama Spesial

Kupikir, aku perlu julukan untuk kedua anakku. Aku perlu melakukan sesuatu untuk membuat mereka merasa spesial. Agar mereka bangga pada apa yang mereka miliki. Bangga dengan kekurangan, maupun kelebihannya.

Untuk Si sulung, anak yang memiliki kulit hitam manis juga bakat visual yang bagiku sudah luar biasa.. Aku menjulukinya Si Tangan Kreatif.

Aku percaya suatu hari nanti kreativitasnya akan dihargai. Percaya bahwa tangannya ajaib. Bahwa apapun yang dia sentuh, akan memiliki fungsi yang lebih baik. Bahwa apapun yang dia sentuh, akan menjadi lebih indah. Jadilah dirimu sendiri Pica. Mama percaya Pica penuh dengan kejutan.

Baca juga: Tentang Hobi Mewarnai Pica, Terima Kasih Sudah Menjadi Anak yang Membanggakan

Untuk Humaira, anakku yang sangat ceria dan aktif. Bahkan aku mengakui sendiri bahwa ia 2 kali lipat lebih lincah dibanding kakaknya dulu. Motoriknya berkembang pesat. Ia bahkan hobi sekali berjoget ria sendiri. Mungkin aku perlu menjulukinya Anak Periang. Karena apapun yang dilakukannya di rumah ini, selalu membuat kami tertawa.

Hei anak-anak perempuanku, kalian memang berbeda. Tapi mama tau, kalian spesial. ❤

IBX598B146B8E64A