Untold Story Tale yang Sangat Bermakna di Film Its Okay To Not Be Okay
Siapa yang belum bisa move on sehabis menonton film ‘Its Okay To Not Be Okay’ yang diperankan oleh Seo Ye Ji dan Kim Soo-Hyun? Mungkin aku bisa dikatakan salah satunya.
Bukan, bukan karena kegantengan Kim Soo-Hyun dan penampilan Seo Ye Ji yang sangat elegan di film tersebut. Melainkan karena film ini mengangkat tema psikologis sebagai brandingnya. Well, dari judulnya saja sudah kelihatan sekali bukan?
Nah, Uniknya setiap episode film ini diberi judul dengan nama-nama dongeng. Sebagian besar diberi judul dengan dongeng yang universal. Namun ada juga dongeng lokal dari korea selain itu juga ada cerita anak-anak yang ditulis oleh Ko Moon Young. Setiap episode sungguh diulas dengan sangat bermakna dan unik. Film ini diperankan oleh 3 tokoh utama yang sedang mencari jati dirinya masing-masing dengan background masa lalu masing-masing yang kelam.
Oh well, apa perlu aku menuliskan secara lengkap tentang tokoh dan sedikit alur ceritanya?
Kurasa tidak perlu, karena teman ngeblogku Mba Antung Apriana sudah menjelaskan tentang itu dalam tulisannya tentang review drama Its okay to not be okay.
Apa aku perlu menjelaskan tentang dongeng-dongeng Ko Moon Young yang penuh makna? Hmm.. Kurasa juga tidak. Karena Mba Lendy Agashi juga sudah membahas tentang makna dan cerita dongeng-dongeng Ko Moon Young dengan sangat apik di blognya.
Dongeng dan Pesan Moral didalamnya versi Drama Its Okay To Not Be Okay
Apa itu dongeng?
“Dongeng adalah Fantasi kejam yang menggambarkan kebrutalan dan kekerasan dunia ini dalam bentuk paradoks.”
Ko Moon Young
Yup, Blogpost kali ini khusus aku tulis untuk menceritakan sudut pandang aka ‘fantasi kejam’ lain tentang dongeng-dongeng yang pernah kita dengar. Dan sudut pandang penulis Ko Moon Young dalam drama Its Okay To Not Be Okay ini sedikit membuka pemahamanku tentang cerita dongeng yang pernah aku dengar serta pesan moral didalamnya. Dongeng apa saja itu? Yuk, kita bahas bersama.
The Ugly Duck
Pada zaman dahulu kala hiduplah seekor bebek. Bebek ini sangat berbeda diantara saudaranya. Tubuhnya besar dan kulitnya berwarna putih keabuan. Paruhnya juga sedikit berbeda.
Karena itu Ibu bebek dan saudara-saudaranya sering tidak menghiraukan bebek tersebut. Mereka meninggalkannya ketika berenang bersama. Pun ketika makan bersama. Mereka menjuluki bebek itu ‘Bebek yang Jelek’.
Waktu berlalu. Anak bebek sering melihat perubahannya di bayangan air. Ia merasa bahwa ia bukanlah seperti saudara-saudaranya. Akhirnya, anak bebek memutuskan untuk pergi menjauhi Ibu dan saudaranya.
Dua musim berlalu. Anak Bebek bertemu dengan gerombolan kawanan Angsa. Salah satu dari Angsa mendekatinya dan berkata, “Kamu cantik sekali..”
Bebek itupun sadar bahwa selama ini dia bukanlah seekor bebek. Melainkan seekor Angsa. Ibunya telah kehilangannya sejak ia masih berwujud telur. Kini, setelah menyadari siapa sebenarnya dirinya.. Ia pun bisa hidup bahagia bersama kawanan angsa lainnya.
Tamat
Sejak kecil, aku dihadapkan pada moral story yang sangat bijak dalam memandang dongeng ini. Bahwa kita harus mencari sebuah komunitas yang bisa menerima kita dengan baik. Bukan hanya itu, cerita ini adalah cerita terbaik untuk memberikan semangat pada diri kita yang mungkin sedang mengalami fase down karena tidak adanya penerimaan dari lingkungan. Cerita ini juga yang mengajarkan padaku pentingnya merasa percaya diri dalam wujud yang berbeda.
Tapi dalam sudut pandang Ko Moon Young, cerita ini memiliki pesan moral yang berbeda.
Ko Moon Young menegaskan bahwa segala drama dalam kehidupan anak Angsa tidak akan terjadi andai saja Ibunya tidak ceroboh dalam memelihara dan menyimpan telurnya. Andai saja Ibu Angsa tidak meninggalkan telurnya di sarang Ibu Bebek mungkin anak itu akan tumbuh besar dan mengenali jati dirinya dengan baik sejak kecil. Anak Angsa tidak perlu mengalami ‘bully’ hingga mengalami perjalanan panjang untuk mencari jati diri.
Untold story dalam drama ini adalah Kecerobohan Ibu Angsa yang tidak bisa menjaga anaknya sendiri.
Well, sesungguhnya dalam kehidupan kita hal ini sangat sering terjadi. Bagaimana contohnya?
Betapa sering kita mendidik anak kita dengan bercermin pada kehidupan keluarga lain? Betapa sering kita kadang tidak sengaja membandingkan anak kita dengan anak orang lain sehingga anak kita kehilangan hobi dan passionnya sendiri?
Kadang, kita juga membuatnya berkawan dengan kelompok yang tidak disenanginya. Untuk apa? Untuk sekedar mendapatkan penerimaan dalam masyarakat.
Sudut pandang Ko Moon Young dalam mengambil moral story sungguh membuatku belajar bahwa jati diri seorang anak terbentuk dari melihat punggung orang tuanya. Ketika orang tuanya ceroboh dalam mengambil sikap. Maka, anak pun akan kehilangan hal baik yang seharusnya ada padanya sejak kecil.
Raja Bertelinga Keledai
Dahulu kala, hiduplah seorang pangeran yang akan menjadi penerus tahta di kerajaan Silla. Setelah dinobatkan menjadi raja, hal aneh terjadi. Telinga pangeran berubah menjadi telinga keledai. Tidak ada yang mengetahui tentang hal ini termasuk orangtua sang raja.
Raja menutup rapat-rapat rahasianya.
Masalah terjadi saat pesta rakyat akan diadakan. Raja membutuhkan mahkota baru. Maka ia pun mengundang pembuat mahkota untuk mengukur kepalanya. Dan betapa terkejutnya pembuat mahkota ketika melihat kepala sang raja. Lihatlah Raja Bertelinga Keledai.
Raja yang malu akan kondisinya mengancam pembuat mahkota untuk tidak menceritakan kondisi itu pada siapapun. Pembuat mahkota itupun patuh pada titah Raja.
Pembuat mahkota pun semakin ia menua. Ternyata, rahasia itu semakin membebaninya setiap hari. Maka ia berjalan-jalan untuk menenangkan pikirannya. Dalam perjalanan, ia menemukan hutan bambu yang sunyi.
Ia pun hanyut dalam keheningan hutan bambu lantas kemudian berteriak “RAJAKU BERTELINGA KELEDAI!!” Dan setelah meneriakkan rahasia itu, ia pun meninggal dengan tenang.
Sepeninggal pembuat mahkota, angin bertiup di sekitar hutan bambu dan membawa kabar tersebut ke desa-desa tempat raja memerintah. Angin tersebut seolah meneriakkan “Rajaku bertelinga keledai!!”
Desa yang awalnya penuh ketenangan, menjadi semakin ribut karenanya. Hingga berita itu akhirnya terdengar oleh raja.
Akhirnya, Raja pun jujur kepada rakyatnya. Bahwa ia memiliki telinga keledai. Ia menyimpan rahasia karena takut dan malu. Rakyat yang mendengar kejujuran Rajanya menjadi bersimpati dan kagum. Mereka pun sepakat untuk menghargai privasi Sang Raja dengan menebang hutan bambu.
Ajaibnya, setelah hutan bambu di tebang. Telinga Sang Raja kembali normal. Ia pun senang karena itu. Raja dan rakyatnya pun hidup penuh dengan kesejahteraan.
Tamat….
Jujur aku baru kali ini mendengar dongeng ini. Setelah aku telusuri, dongeng ini berasal dari negeri korea. Oh.. Pantas saja tidak familiar bukan? Ada yang baru membaca ceritanya sama sepertiku? Aku pernah membaca sayup-sayup saja sih di perpustakaan daerah. Dan cerita lengkapnya aku sudah lupa. Cerita diatas kutulis ulang setelah mendapatkannya dari berbagai sumber.
Moral story dalam cerita ini adalah tentang keterbukaan antara Raja dan Rakyatnya. Bahwa jika antara Raja dan Rakyat tidak memiliki rahasia maka rakyat akan hidup sejahtera. Adapula yang mengambil moral story bahwa kejelekan fisik seorang raja tidak bisa dijadikan patokan dalam menilai baiknya seorang raja.
Cerita ini sendiri memiliki berbagai versi berbeda dengan ending yang berbeda. Namun, aku fokus untuk membahas pesan moral dari Ko Moon Young untuk cerita ini. Bahwa sesungguhnya, sebuah rahasia itu harus diceritakan. Karena kalau tidak, rahasia itu akan meledak dengan cara yang memalukan.
Didalam dunia ini kita memerlukan tempat untuk berbagi cerita. Entah itu dengan teman, orang tua hingga sahabat atau suami sendiri.
Ketika kita merasakan hal yang tidak nyaman, maka rahasia itu harus dikeluarkan untuk dipecahkan solusinya bersama-sama. Ungkapkanlah rahasia tersebut pada orang yang paling bisa dipercaya. Karena jika tidak, rahasia itu akan membebani hidup kita. Cepat atau lambat, sebuah rahasia pasti terbongkar. Rahasia yang terlambat menemukan solusinya akan keluar dengan cara yang tidak menyenangkan.
Beauty And The Beast
Ehm, haruskah aku menulis dongeng ini juga?
Mengingat dongeng ini sudah sangat mendunia hingga ada beberapa versi filmnya di disney maka aku akan skip cerita versi lengkapnya ya.
Dongeng yang bercerita tentang seorang gadis cantik dan lelaki yang buruk rupa ini memiliki ending bahagia. Lelaki Jelek yang terkena kutukan berubah menjadi pangeran tampan setelah mendapatkan cinta sejati dari seorang wanita. Tapi tahukah untold story versi Ko Moon Young dalam cerita ini?
Bahwa sesungguhnya, Beauty And The Beast adalah cerita tentang Stockholm Sindrom. Ya, katanya.. Si Cantik mengalami Stockholm Sindrom.
Apa itu Stockholm Sindrom?
Stockholm sindrom adalah respon psikologis dimana dalam kasus-kasus tertentu para sandera penculikan menunjukkan tanda-tanda kesetiaan kepada penyanderanya tanpa memperdulikan bahaya atau risiko yang telah dialami oleh sandera itu.
Wikipedia
Well? Bagaimana bisa dongeng Beauty and The Beast dikaitkan dengan stockholm sindrom?
Besar kemungkinan, ketika Si Cantik ditawan di kastil oleh si Buruk Rupa ia mengalami over empati pada si Buruk Rupa. Padahal, bisa saja si Buruk Rupa ini memperlakukannya dengan tidak baik. Namun, karena Si Cantik terkena stockholm sindrom maka ia jadi membenarkan segala tindakan tercela dari Si Buruk Rupa. Karena over-reframing, si Cantik akhirnya bisa memahami jalan pikiran Si Buruk Rupa. Empatinya menjadi berlebihan sehingga benih cinta itu muncul begitu saja. Dan rasa cinta itulah yang pada akhirnya mengubah sikap si Buruk Rupa.
Mendapati pengandaian bahwa mungkin saja dongeng Beauty and The Beast adalah kasus stockholm sindrom, aku jadi ingat pada dua tokoh di film The World Of Marriage yaitu Hyun Seo dan In Gyu. Aku baru tersadar bahwa mungkin saja Hyun Seo adalah salah seorang wanita yang terkena stockholm sindrom. Ia mencintai pacarnya In Gyu yang suka memukul dan menyiksanya. Bahkan saat In Gyu meninggal, Hyun Seo sangat sedih dan berharap dokter Ji menerima karma.
Loh, kok jadi nyasar ke baper di film TWOM? Ah sudahlah. Hahaha..
Anak Laki-Laki dan Serigala
Dahulu kala..di sebuah desa.. Tinggallah seorang anak laki-laki dan orang tuanya. Orang tuanya bekerja sebagai petani. Namun setiap hari mereka juga memelihara Domba. Domba-domba itu adalah milik keluarga mereka.
Suatu hari sang anak laki-laki ditinggal oleh orang tuanya ke kota. Sang anak dititipkan beberapa domba. Mereka menyuruh sang anak agar menjaga dan memberi makan domba-domba tersebut.
Sang anak menjaga domba itu dengan tekun.
Tapi, hingga hari ke tiga.. Orang tuanya tak kunjung datang. Maka, ia mulai merasa bosan dengan rutinitasnya sehari-hari.
Ketika menjaga domba, pikiran anakpun mulai jahil. Ia kemudian berteriak, “Serigalaaa… serigala.. Tolooong!”
Penduduk desa pun datang berlarian. Mereka langsung mencari keberadaan serigala disekitar anak tersebut. Sang anak senang sekali melihat respon para penduduk. Ia pun tersenyum dan berkata, “Haha.. Tidak ada serigala kok!”
Para penduduk pun kesal. Mereka langsung pulang kerumah.
Besoknya, Anak lelaki itu mengulangi hal yang sama, ia berteriak dengan lebih nyaring, “Serigala.. Serigala..! Astagaa tolong akuu!”
Penduduk desa awalnya tidak mau datang. Tapi karena teriakan anak itu begitu nyaring dan serius. Akhirnya mereka tiga tega. Mereka pun segera lari kearah suara anak tersebut.
Dan betapa kesalnya mereka ketika melihat sang anak tertawa terbahak-bahak.
Besok harinya, anak lelaki tersebut duduk tenang sambil menjaga dombanya yang sedang makan. Betapa terkejutnya ia ketika tiba-tiba melihat serigala datang ke arah domba tersebut. Sang anak pun berteriak panik, “Toloong.. Serigala.. Toloong.. Domba saya dimakan.. Tolong!”
Tapi tidak ada satupun yang datang.
Penduduk desa sudah tidak percaya lagi dengan teriakan anak tersebut. Dan akhirnya, domba-domba pun habis dimakan serigala.
Tamat.
Ini adalah salah satu cerita anak-anak yang cukup familiar di sekitar kita. Namun aku tulis ulang karena mungkin saja ada yang tidak tau. Dongeng ini cukup sering aku ceritakan pada Pica. Bahkan, ada salah satu episode upin dan ipin yang menceritakan tentang dongeng ini.
Pembelajaran berharga dari dongeng ini yang sering aku ceritakan pada Pica adalah begitu besarnya dampak kebohongan. Satu kebohongan akan membuat orang kesal. Dua kebohongan akan membuat orang menyesal. Tiga kebohongan akan menghilangkan kepercayaan dari semua orang pada kita. Karena itu, aku selalu menekankan pada Pica untuk jangan pernah berbohong.
Tapi sudut pandang Ko Moon Young dalam memaparkan moral story dari dongeng ini berbeda.
“Pernahkah kau memikirkan kenapa anak itu berbohong?” Kata Ko Moon Young
“Tidak.. Berbohong tidak baik. Berbohong anak nakal.. ” Kata Gang Tae
“Anak itu berbohong karena kesepian.. Dia kesepian tinggal sendirian di gunung.. “
Waw, mendengar kata dari Ko Moon Young aku lantas langsung memperhatikan lebih jeli tentang alur cerita anak ini.
Ya, anak ini kesepian. Ia ditinggalkan sendirian oleh orang tuanya untuk menjaga Domba. Ia bosan dan sangat kesepian. Karena itu ia berbohong untuk menarik perhatian. Supaya ada teman yang duduk disampingnya dan mengajaknya bicara. Itulah sebenarnya yang ia butuhkan. Itulah sebabnya kebohongan itu ia ulangi di hari yang berikutnya.
Sebenarnya, masih ada beberapa dongeng lagi dari episode-episode Its Okay to Not Be Okay ini. Ada dongeng The Father of Two Sisters yang jujur saja aku tidak tahu cerita komplitnya. Dongeng yang lainnya ceritanya juga sudah jelas dan tidak memiliki untold story seperti dongeng diatas. Yaa, jujur hanya dongeng-dongeng diatas saja yang pesan moralnya berasa banget diingatan aku. Mungkin karena saking ‘bapernya’ dengan beberapa kuote dan pesan moralnya. Haha..
Kalau kalian bagaimana? Sudah nonton Its Okay to Not Be Okay juga? Sharing denganku dong dongeng dari episode yang mana yang kalian senangi? Dan kuote apa yang paling berkesan?
Apapun itulah ya.. Yang jelas mari move on ke drakor selanjutnya agar pikiran bisa rileks menghadapi pandemi ini.. #dasarmamakdrakor 😀