Cerita anak ku korban bully [Tips Mengatasi]
Sebagai seorang orang tua, kita tentu tidak selalu bisa mengawasi anak dimanapun berada, anak kena bully di sekolah maupun lingkungan dimana dia bergaul dapat menjadi hal yang umum terjadi. Berikut dijelaskan tips agar anak yang menjadi korban bully tegar bukan tips tidak dibully lagi tapi lebih agar dia mampu menghadapinya. Ya disini di ceritakan anak ku yang jadi korban bully dalam tulisan yang mengalir naratif ya pembaca, agar mudah dan menarik dibaca.
Cerita anakku dimulai dari sini
“Farisha kenapa? Kok sendirian mana temannya?” Tanyaku sambil menghampiri Farisha yang bermain ayunan TK sendirian kala jam istirahat di sekolahnya tiba.
Tanpa tertahan lagi, air mata Farisha langsung tumpah sambil memelukku. Ia kemudian berkata, “Teman Farisha gak mau temenan sama Farisha Ma..”
Aku langsung menoleh kearah 3 teman ‘sekelompoknya’. Sambil menuntun tangan anakku aku berkata kepada ketiga temannya, “Halo.. Kenapa ya anak tante gak ditemenin? Kalian kan berteman biasanya?”
Sang ‘ketua genk’ dalam kelompok itu menyahut lantang, “Aku gak mau temenan sama Farisha, Jilbab Farisha BAU.”
Hatiku panas. Meski beristigfar di dalam hati aku merasa ‘sangat GEMAS’ dengan mulut teman Farisha yang satu ini. Tapi, aku berusaha tersenyum (walau hati ingin menjambak-jambak rambutnya.. 😂) sambil berkata,”Oh yaa? Padahal sudah tante cuci loh. Pakai pengharum lagi. Masa bau sih?”
“Iya mama Farisha bau..”
“Oh gitu.. Cela (nama samaran) suka gak sih kalau ada yang bilang rambut Cela itu keriting jelek dan bau?”
“Tapi, rambut Cela ga bau. Udah keramas kemarin. Iya kan? Gak bau kan?” Tanyanya sambil meyakinkan ke teman ‘sekelompok’ nya.
“Oh.. Cela gak suka kan berarti tante bilang rambutnya bau? Nah, gitu juga perasaan anak tante. Dia sedih dibilang Jilbabnya bau, ga ditemenin lagi.. ”
Cela menoleh kearah Farisha, sementara Farisha masih menangis memelukku. Aku kemudian menyuruh mereka berdua bermaafan dan berkata kepada Cela..
“Cela, kalau enggak mau temenan sama Farisha enggak papa. Tapi tolong ya, jangan pernah meledek jilbab Farisha lagi. Nanti Anak tante kehilangan percaya dirinya.”
Dear Mama, “Aku merasa sendirian dan ‘berbeda’ di sekolah”
“Mama, Farisha besok gak mau lagi sekolah pakai jilbab..”
“Kenapa Sayang? Bukannya kemarin Farisha sendiri yang pengen pakai jilbab?”
“Tapi teman Farisha gak ada yang pakai jilbab..”
“Terserah anak mama, kemarin Farisha gak pakai kan awal masuk sekolah? Tapi Farisha sendiri yang tiba-tiba mau pakai. Its your choice. Mama gak wajibin Farisha, tapi mama tau Farisha lebih merasa nyaman pakai jilbab.”
“Tapi kenapa teman Farisha gak ada yang pakai ma? Padahal mereka orang islam.”
“Karena mereka belum merasa nyaman seperti nyamannya Farisha dalam memakai jilbab.”
Farisha terdiam. Setelah berdandan rapi dengan rambut dikuncir, akhirnya ia mengambil jilbabnya lagi. Aku menghela nafas, ya.. Itulah anakku. Aku sebenarnya tidak pernah memaksanya untuk berjilbab. Sebagai seorang ibu aku tahu tantangannya. Saya saja baru memutuskan berjilbab ketika kuliah. Tapi Farisha? Lihatlah.. Dia memakainya karena merasa nyaman.
Nyaman. Mungkin ada yang bertanya kenapa merasa nyaman? Inilah yang dinamakan Innerchild positif. Sejak Farisha kecil, aku membiasakannya untuk berjilbab. Awalnya, hal itu untuk menutupi rambutnya yang baru ‘dibotakin’. Lama-kelamaan malah semakin terbiasa. Hingga besar, ia merasa ‘nyaman’ dengan tampilannya yang berbeda ini.
Ia tau ia terlihat berbeda. Tapi begitulah ‘style’ nya. Ia nyaman dengan tampilannya sampai suatu hari ia sadar bahwa ia merasa sendirian dan berbeda di kelompoknya.
Hati Ibu mana yang tidak sedih mendengar bully temannya Farisha secara langsung? Saat itu juga aku merasa berdosa telah ‘salah’ menyekolahkan Farisha di sekolah TK umum. Awalnya aku ingin mengajarkan toleransi kepada Farisha. Aku tidak ingin ia berpikiran sempit.
Tapi lihatlah? Mengapa teman-temannya memperlakukannya dengan berbeda hanya karena penampilannya berbeda? Sungguh. Aku merasa bersalah. Aku tidak tau apakah keputusanku untuk memakaikan jilbab kepada Farisha sejak dini adalah keputusan yang benar atau benar-benar salah.
Dear Farisha, “Maafkan Mama membuatmu terlihat berbeda. Percayalah, Mama akan buat Anak Mama menjadi Bintang Merah yang bersinar terang.”
Seperti Ibu pada umumnya, aku mulai bertanya-tanya bagaimana cara ampuh untuk mengatasi bully sehingga tidak mengakibatkan anak menjadi percaya diri dan menarik diri dari pergaulan. Aku membaca artikel, cerita tentang korban bully hingga bertanya pada psikolog saat seminar parenting. Dan aku tak pernah benar-benar puas dengan jawaban yang ada. Karena sungguh, praktiknya luar biasa sulit.
Apakah bully Pada Farisha berakhir saat aku ‘menasehati’ temannya? Tidak. Bully terjadi lagi dan lagi. Sampai suatu ketika aku menjenguk Farisha lagi di sekolahnya dan lagi lagi.. Aku menyaksikan anakku di bully di depan banyak teman dan gurunya.
Petualangan ‘sang emak’ dalam mengatasi BULLY sungguh panjang. Awalnya, aku juga kehabisan ide dan bergumam, “Ya Tuhan, Aku harus bagaimana lagi?”
Kenyataannya, anakku butuh dukungan namun aku sadar sepenuhnya bahwa aku tak bisa terus melindunginya dari bully. Aku harus punya cara lain..
Dan.. Sebagai kesimpulan terakhir aku akhirnya berani untuk menuliskan tahap-tahap yang kulakukan untuk menghentikan bully itu sendiri. Berikut adalah tips yang telah aku terapkan di shezahome:
1. Katakan padanya bahwa, “Maaf, Mama tidak bisa selalu Membelamu..”
Ada beberapa orang tua yang sangat amat kesal ketika tau anaknya di bully. Mereka langsung mendatangi sang anak pem-bully dan menasehatinya. Bahkan, adapula yang sampai ke konflik besar sampai-sampai orang tua masing-masing juga turut berkelahi.
Aku pernah membela Farisha. Aku menasehati temannya dan mengajak mereka berdamai. Tapi, sungguh.. Apa kalian pikir dengan begitu semua sudah berakhir?
Tidak. Itu adalah awal yang buruk.
Pada beberapa ‘teman spesial’ campur tangan orang tua dalam hubungan pertemanan anak kecil adalah hal yang ‘tidak sportif’. Beberapa kasus bahkan akan menyebabkan pembelaan menjadikan sang pem-bully semakin menjadi-jadi dengan mengatakan, “Anak Mami.. Bisanya di ngadu Mama aja..!”
Aku pernah mengalami hal ini sewaktu kecil ketika Mama membelaku. Dan buruknya, aku mengulanginya pada kasus anakku.
Bully semakin menjadi-jadi. Aku akhirnya memutuskan untuk tidak ikut campur tangan secara langsung kedalam urusan ‘pertemanan’ mereka.
Ketika Farisha curhat padaku tentang teman yang mem-bullynya, aku meyakinkan diriku dan berkata, “Sayang, Mama tak bisa terus membelamu. Farishalah yang harus membuktikan diri sendiri dan bersinar sendiri.”
Bagaimana respon anak? Semakin merasa ‘sendirian’. Ya, benar.
Tapi jika kita terus membelanya secara langsung, ia akan menjadi pribadi yang pengecut dan penakut. Percayalah.
2. Buatlah Anak ‘Bersinar’
Kita harus lepas dengan ‘urusan pertemanan’ mereka secara langsung, kita hanya bisa mengawasi mereka dari kejauhan. Tapi, kita tak boleh lepas tangan dalam urusan ‘menjadi penyemangat mereka’.
Ya, tiap anak itu punya sinarnya masing-masing.
Jika bully telah menghalangi sinar tersebut, maka buatlah sinar tersebut makin terang dan menyilaukan.
Anda percaya bahwa tiap anak itu Spesial? Carilah dan terus gali bakat yang ia miliki. Biarkan ia menunjukkan bakatnya pada semua orang. Suatu saat, kerja kerasnya dalam mengasah bakatnya akan mencapai titik keberhasilan.
Tahap ini sulit memang dan prosesnya memakan waktu yang lama. Dalam kasus Farisha, aku memutuskan untuk menggali bakat mewarnanya. Karena aku melihatnya suka sekali berurusan dengan gambar dan pewarna.
Awalnya bagaimana? Tentu hasilnya jelek. Tapi, anak yang benar-benar menyenangi aktivitasnya tidak peduli dengan hasilnya yang jelek. Ia akan mengulanginya lagi dan lagi sampai tiada bosannya.
Pada tahap ini sangat penting peran orang tua untuk mendukungnya dan mengarahkannya ke hal yang benar-benar ia senangi. Karena jika kita mengarahkan bakatnya kepada hal yang tidak ia senangi, ia akan berputus asa.
Contohnya ya, Si Pembully adalah anak yang punya bakat dibidang mengenal huruf, berhitung dan membaca. Ia meledek anak kita tidak bisa seperti dia dan sangat lambat. Kadang, kita malah menantang si pembully dengan membuat anak kita tidak kalah dengannya. Mengajarkan kepada anak kita calistung pada usia dini padahal ia ‘tidak suka’.
Percayalah jika hal ini dipaksakan anak kita tidak pernah benar-benar bersinar. Karena kita telah mencoba menghidupkan sinar yang tidak dominan.
Tiap anak itu spesial. Carilah bakat uniknya sendiri dan ia akan bangkit dari bully dengan cara yang menakjubkan.
Baca juga: Cara Sederhana untuk Mendukung dan Mengembangkan Bakat pada Anak
Prestasi akan membuat lawan bully-nya mengakuinya dan menerimanya..
Tapi ingat, prestasi juga akan menimbulkan bunga-bunga IRI pada lawan bully-nya.
3. Katakan Pada Anak, “Jangan Pernah Takut Memusuhi yang Salah.”
Prestasi akan menimbulkan bunga-bunga IRI pada lawan bully. Itu benar.
Kupikir, dengan membuat Farisha bersinar di sekolahnya akan membuat perasaan bangga diantara teman-teman kelompok bermainnya. Ternyata… Aku salah.
Bunga-bunga IRI itu tumbuh di hati ‘Sang Ketua’. Ia mulai mem bully Farisha dengan hal yang tidak pantas dan berlebihan. Bahkan, aku merasa bahwa ‘Sang Ketua’ ini berani denganku.
“Farisha lomba mewarna dibantu Mamanya Bu Guru..” Teriaknya nyaring saat upacara bendera. Saat itu, aku berada disana. Padahal, jarang sekali aku ikut kesekolah anakku. Teriakan itu terjadi 3 kali. Pada awal upacara, tengah upacara dan terakhir upacara.
Aku mulai berpikir, Apa anak ini sering melakukannya? Ada aku saja dia berani begini, apalagi tidak ada aku?
Semua anak tau bahkan Guru TK Farisha pun tau bahwa Farisha anak mandiri. Ia telah lepas dari pengawasanku sejak satu minggu di TK. Aku memang membantunya mewarna di rumah. Tapi, aku tak pernah membantunya mewarna diluar apalagi berkompetisi. Farisha telah mengikuti banyak lomba mewarna dan maaf saja.. Ia tak pernah didiskualifikasi. Oke, aku mulai ‘baper’.
Aku melihat raut sedih di mata Farisha dan matanya mulai berbinar. Saat ‘Sang Ketua Genk’ mau meledeknya lagi, aku langsung menatapnya dengan tatapan tajam dan marah. Oke, aku emosi.
Dan saat pulang sekolah, aku dengan lantang berkata pada Farisha, “Jangan mau berteman dengan si Cela lagi.”
Farisha berkata dengan mata berbinar, “Tapi kalau Farisha gak berteman sama dia nanti dia bilang sama teman-teman kalau jangan nemenin Farisha, nanti Farisha gak ditemenin di sekolah.”
“Masa sih? Masa Farisha anak mama yang pintar mewarna ini gak punya teman di sekolah hanya karena gak mau menemani satu orang anak aja? Mama yakin banyak kok yang mau berteman dengan Farisha. Si anu baik.. Si itu juga baik Mama lihat..”
“Tapi Ma..”
“Pokoknya mulai besok, Farisha gak boleh temenan sama anak yang suka ngeledek begitu. Gak boleh sebelum dia minta maaf sama Farisha.”
Kalian tau apa yang terjadi besok?
Farisha pulang dengan wajah ceria sambil membawa ‘bros rusak’ bermotif kuda poni. Ia berkata, “Cela beriin Farisha ini Ma..”
“Oh ya, Cela udah minta maaf sama Farisha?”
“Pagi tadi Cela gak Farisha temenin. Terus, Farisha temenan sama Anu dan Eno aja trus Farisha ajak lagi si Ino. Trus, Farisha main berempat. Terus, si Cela liatin Farisha terus. Kemudian, dia deketin Farisha sambil minta maaf dan ngasih bros kuda poni..”
Aku tertawa mendengarnya. Lihatkan? Jangan pernah takut memusuhi yang salah. Karena jika anak kita sudah punya ‘Power’ maka teman akan mendekatinya dan ia berkesempatan untuk membentuk ‘Genk Baru’ dengan kualitas yang lebih baik.
4. Katakan Pada Anak, “Jangan Pernah Mau ‘Menjadi Pengikut Pem-bully’, Jadilah sang Perangkul yang BAIK”
Hal yang paling membuatku sebal pada diri Farisha adalah kepribadiannya yang plegmatis.
Ya, entah kenapa ia sangat suka membuntut pada ‘Ketua Genk’ walau ketua tersebut dulu sering membullynya. Sampai sekarang pun, aku tetap merasa bahwa sikap ketua genk tak jauh berubah. Hanya sedikit berubah saja, itupun mungkin terpaksa.
Ya, aku yakin Farisha bisa membuat genk dengan kualitas yang lebih baik. Ia mampu menjadi ketua yang baik dengan sifatnya yang sangat berempati. Ketahuilah, Kebanyakan anak plegmatis itu rawan dibully dan gampang terpengaruh, catat.
Aku yakin ada cara yang lebih baik untuk membuat pribadi anakku lebih dominan di kelompoknya. Setidaknya, aku harus yakin bahwa ia tidak ‘menjadi bawahan’. Dan aku ingin teman-temannya menghargainya dan menghormatinya. Sehingga, dia bisa lepas sepenuhnya dari ancaman bully.
Satu dua anak kulihat sudah dominan memihak Farisha dikelompoknya. Aku hanya butuh satu lagi untuk meyakinkan diri bahwa anakku benar-benar disayangi oleh teman-temannya.
TING. Ide itu muncul begitu saja.
Aku tau, teman-teman Farisha suka melirik bekal Farisha. Farisha aku suruh untuk membagikan bekalnya pada teman-temannya. Ya, Aku sengaja membawakannya bekal berlebih.
So, is that work?
Noooo… Anak-anak butuh perhatian lebih banyak. Suatu ketika cara itu mampir begitu saja.
Suatu hari Farisha mengikuti lomba mewarna 17 Agustus yang diadakan di sekolahnya. Setiap anak membayar 35ribu untuk lomba mewarna ini, karena dipastikan semua anak yang ikut akan mendapatkan piala sebagai penyemangatnya.
Alhamdulillah, Farisha mendapatkan juara 1. Kupikir, hanya satu piala yang Farisha dapat. Ternyata sang guru menyerahkan dua piala yaitu Piala Juara 1 dan Piala Peserta seperti yang semua teman Farisha dapatkan.
Tiba-tiba, saat jam pulang sekolah salah satu teman Farisha menangis mencari Pialanya. Hilang. Pialanya benar-benar hilang. Semua orang tua murid dan Guru berputar-putar mencarinya. Dan hasilnya Nihil.
Aku membujuk Farisha untuk memberikan satu pialanya kepada temannya. Dan? Ya, ia mau melakukannya. Temannya memeluknya dan berterima kasih padanya.
Seketika itu pula, Farisha dikenal sebagai anak yang berhati luas. Ia tak hanya dicintai oleh ‘Teman Satu Genk’ nya, tapi juga semua anak. Semua ramai memujinya..
Ya, solusi terakhir sebagai obat Bully adalah… Tetaplah menjadi Anak yang Baik, lebih baik, dan lebih baik lagi. Karena Anak Baik selalu dicintai teman-temannya. 😊
source: www.schooltattoos.ca