Browsed by
Tag: hal tidak menyenangkan namun mendidik

Ajarkan Anak untuk Merasakan 5 Hal yang tidak Menyenangkan

Ajarkan Anak untuk Merasakan 5 Hal yang tidak Menyenangkan

Adakah emak yang mengernyitkan dahi sebagai ekspresi bingung melihat judul diatas?

Kok bisa hal yang tidak menyenangkan diajarkan?

Bukannya kita harus menanamkan memory kebahagiaan pada anak kita?

Tunggu.. Memangnya hal yang tidak menyenangkan itu apa sih?

Sadar tidak sih, kalau sebenarnya tidak semua kenangan bahagia dapat membentuk mental kuat pada si kecil. Kadang kala sedikit luka mungkin saja membuat si kecil tumbuh dengan lebih kuat. Masa kecil yang sangat bahagia bukan menjadi jaminan bahwa si kecil akan tumbuh menjadi anak yang kuat mental di masa dewasanya.

Tidak percaya?

Aku mengenalnya dengan sebutan Pendidikan Mental Baja. Sebut saja begitu karena aku hanya mengambil kasus pada leluhur zaman dahulu. Zaman dimana para emak zaman dahulu dikenal dengan pola asuh yang mana mungkin saja pada zaman sekarang dianggap otoriter. Pola asuh tersebut terbukti dapat menghasilkan anak yang berkualitas dimasa depannya.

Baca juga: Kenapa emak sih emak zaman dulu selalu bisa?

Memang, tidak semua pola asuh orang zaman dulu sempurna. Sebagian lagi juga dapat menyisakan luka innerchild yang sulit untuk disembuhkan. Tapi, dari sebuah cerita inspiratif aku belajar bahwa kenangan sulit pun dapat berdampak positif terhadap mental anak.

Baca juga: Berdamai dengan Innerchild, Mungkinkah?

Sebagai emak pembelajar, ada baiknya agar kita juga mengajarkan beberapa hal yang tidak menyenangkan untuk membuat pribadi anak menjadi lebih kuat, teguh dan percaya diri. Nah hal apa saja itu?

1. Ajarkan anak merasa kecewa

source: today’sparent. com

Pastinya setiap orang tua akan merasa senang jika segala permintaan anak dapat dituruti. Melihat kepuasan dalam diri anak akan menimbulkan sensasi menyenangkan pada batin orang tua. Namun, sebenarnya apakah itu adalah hal yang baik?

Hati-hati jika hal ini terjadi berkelanjutan hingga besar, maka anak akan cenderung dimanjakan oleh pola asuh permisif. Anak akan merasa bahwa hidupnya harus selalu sempurna. Bahwa segala keinginannya harus selalu dapat terpenuhi. Sudah banyak bukan beberapa kasus tentang anak yang tidak dapat move on saat menghadapi kesulitan. Bunuh diri hanya gara-gara skripsi ditolak. Besar kemungkinan penyebabnya adalah anak tersebut tak pernah merasakan tahap kekecewaan.

Merasa kecewa itu perlu. Ajarkan anak untuk merasakan perasaan itu sejak kecil. Sebagai orang tua kita tidak perlu menuruti segala permintaannya. Kita perlu menghentikan tangisan anak dengan sesuatu yang lebih baik. Apakah itu?

Empati..

Ajarkan anak untuk mengerti dengan keadaan dan kesulitan kita. Tidak perlu malu untuk mengakuinya didepan anak. Jika hal itu akan menumbuhkan rasa empatinya, kenapa tidak?

2. Ajarkan anak menerima kekalahan

source: parents.com

Anak yang sudah bersosialisasi di lingkungan tentu akan mengenal menang dan kalah. Baik itu dalam dunia bermain kecil-kecilan hingga berkompetisi pada lomba. Apa jadinya jika anak selalu menang?

Ia akan merasa bahwa dirinya lah yang terhebat, sehingga ia tidak perlu belajar lebih baik. Betul?

Aku mengalaminya sendiri saat melihat anakku. Ketika suatu hari ia mendapatkan juara 1 lomba mewarna tingkat TK di Trio Motor, ia sangat senang. Hal ini membuatnya sedikit malas untuk belajar pada lomba berikutnya karena ia yakin bahwa ia pasti menang.

Pada lomba mewarna kedua yang diadakan Biolysin di sekolah, ia juga mendapat juara 1. Ia sangat senang dan sangat percaya diri bahwa ialah yang terbaik diantara semua temannya.

Lalu suatu hari, aku mengajaknya untuk mengikuti lomba yang diadakan oleh Faber Castel. Dengan percaya diri, ia yakin bahwa ia pasti akan menang lagi. Ternyata, ia kalah. Dan saat itu ia menyadari bahwa masih banyak anak-anak yang lebih baik di bandingkan dengan dirinya.

Kecewa? Pastinya…

Tapi dari kekalahan ia belajar bahwa ia harus lebih baik. Malam harinya, ia langsung berlatih teknik gradasi seperti para pemenang. Aku tidak memaksanya, tapi ia bersemangat untuk dapat lebih baik lagi. Ia bahkan hanya meminta dibelikan pewarna untuk ulang tahunnya.

Kekalahan telah banyak mengajarinya untuk belajar lebih baik lagi.

3. Ajarkan anak merasakan sendirian

Maksudnya? Mengunci anak sendirian di kamar? Sementara emaknya jalan-jalan?

Jangan ya, itu terlalu kejam.. 😂

Maksud dari sendirian ini adalah ajari anak untuk tak membuntuti segala aktivitas kita. Ya, kita memang role mode baginya. Tapi apa jadinya jika ia terus bersama kita dari bangun tidur hingga tidur lagi?

Ia jadi tidak mandiri dan kurang kreatifitas.. Betul?

Hal ini aku rasakan sendiri dengan anakku. Sangat berbeda rasanya ketika aku terus menemaninya bermain dengan membiarkannya bereksplorasi sesuka hatinya dalam keadaan sendirian.

Ketika aku terus menemaninya, maka aktivitasnya terpaku padaku. Ia menjadi malas untuk melakukan hal-hal ringan. Sebaliknya, jika ia ditinggalkan sendirian maka berbagai eksplorasi akan muncul. Mulai dari menggambar, membuat buku kecil, belajar menulis dll.

Ya, itu anakku.. Bagaimana dengan anakmu?

4. Ajarkan anak tidak memiliki pilihan

source: inliv.com

“Mama, hari ini makan ayam goreng tepung ya..”

“Ayam goreng enggak ada hari ini, adanya ikan goreng aja..”

“Tapi aku tidak suka ma..”

“Ya sudah, gak usah makan..”

Ada yang begini? 😂

Itu aku, haha. Terus terang ini adalah kebiasaan turunan dari keluargaku. Hal ini juga yang membuatku tidak memiliki makanan yang tidak disukai. Karena aku harus memilih antara menahan lapar demi lauk kesukaan atau mengganjal perut seadanya. 😅

Kebiasan ini menurutku adalah hal yang baik dan aku harus berhasil menurunkannya pada anakku. Awalnya sangat sulit mengingat si kecil memang picky eater sejak 6 bulan. Tapi, sejak ia sekolah aku mulai tegas dalam mengatur menu makan siangnya. Sejauh ini, ia tidak pernah melewatkan makan siang apapun lauknya karena ia sangat lapar sehabis pulang sekolah.

Bukan hanya dalam hal makanan saja, aku juga mengaturnya memilih dalam mengelola uang jajannya yang sebesar 4000 rupiah. Kami sepakat untuk menabung 2000 rupiah dari uang jajannya sementara sisanya sebesar 2000 lagi untuk jajannya di sekolah.

“Mama, Farisha mau beli Pukis”

“Tapi kalau beli Pukis gak boleh beli mainan ya”

“Tapi Farisha mau beli mainan juga”

“Ya udah, ga usah pulang..”

Dan konflik berakhir. Ya, sesederhana itu.. 😂

Apa sih manfaatnya hal ini?

Tentu hal ini bermanfaat sekali jika suatu hari nanti kehidupan anak kita dihadapkan pada pilihan yang sulit. Ia harus siap memilih hal yang terbaik untuknya dan lingkungannya. Karena itu, sejak kecil kita harus mengajarinya untuk berada diposisi terdesak dengan pilihan.

5. Ajarkan anak merasa kehilangan

Kehilangan?

Bukan kehilangan sejauh itu ya.. Maksud kehilangan dalam hal ini adalah masih dalam kehilangan hal yang wajar. *Jangan galau dulu mak sampai mikir mau bunuh diri segala.. 😂

Contoh simplenya adalah kehilangan barang berharga miliknya. Entah itu boneka kesayangannya hingga hal lainnya seperti buku gambarnya dll. Apa yang akan terjadi?

Tentunya anak akan sedih sekali. Tapi dibalik kesedihan itu ia akan belajar menjadi pribadi yang lebih berhati-hati dalam menjaga barang miliknya. Selain itu, dengan kehilangan anak juga akan belajar arti dari ‘tidak ada yang abadi di dunia ini’. *Eaa..

Ya, demikian tulisan singkat ini dibuat oleh emak yang baru saja mendapat pelajaran berharga dari anaknya. Semoga hal ini dapat berguna bagi emak lainnya.

Happy Parenting.. 😊

IBX598B146B8E64A