Browsed by
Month: January 2018

Mengembangkan Karakter Positif Anak: PR Besar untuk setiap Orang Tua di Dunia

Mengembangkan Karakter Positif Anak: PR Besar untuk setiap Orang Tua di Dunia

“Orang tua mana yang tidak ingin melihat anaknya sukses?” 

Ya, kata-kata itu sering kali muncul setiap kali aku bertemu dengan para orang tua. Mulai dari Ibuku sendiri, tetanggaku, hingga akhirnya lubuk hatiku membenarkan kata-kata itu. Namun lambat laun aku mulai bertanya lagi,”Sebenarnya bagaimana definisi sukses itu?”

Apakah ketika ia tumbuh besar dengan memiliki segala materi sehingga hidupnya terjamin? 

Apakah ketika ia tumbuh besar dengan membawaku turut menemaninya tanda ia telah berbakti?

Apakah ketika ia tumbuh besar dan terus dapat menuruti segala perintahku tanpa protes?

Dengan begitu, Apakah aku termasuk dalam golongan orang tua yang sukses?

Ilmu parenting memang rumit, pikirku. Bagaimana bisa segala sesuatu ditulis sedemikian rupa namun praktiknya hanya dapat sekian persen diterapkan. Belum lagi alasan kewarasan yang selalu menghambat pembenaran ilmu parenting.

Baca juga: “6 hal yang perlu emak tau sebelum belajar parenting”

Atas dasar pertanyaan mendesak itulah aku berpikir bahwa sepertinya aku perlu mendapat ilmu parenting baru. Apapun itu walau hanya sekedar seminar kecil. Alhamdulillah doaku terjawab ketika dapat mengikuti “Mother’s Day Gathering with Wardah” dengan gratis. Tidak hanya mendapat ilmu beauty class gratis namun aku juga dapat mengikuti seminar parenting tentang “Pengembangan Karakter Anak” dengan nara sumber Psikolog Emma Yuniarrahmah.

Wow, How Lucky! 

Para Ibu di acara Mother’s Day Gathering with Wardah

Pada dasarnya orang tua ingin anaknya sukses. Untuk mewujudkan hal itu maka para orang tua sering kali berusaha maksimal agar anaknya dapat berprestasi. Namun kurangnya pengetahuan dari orang tua menyebabkan ketidakseimbangan porsi IQ dan EQ untuk menunjang keberhasilan anak. Sudah Sering bukan kita melihat ada anak yang sangat pintar dalam pelajaran sekolah namun tidak memiliki sopan santun. Sering pula kita melihat anak yang tidak dapat berekspresi dengan benar diluar namun sangat aktif didunia maya.

Hal ini yang membuatku kadang kala sering berpikir bahwa karakter introvert dan ekstrovert itu adalah pengaruh lingkungan dan gaya pendidikan bukan bawaan genetik. Ya, sebenarnya sejak kecil jika anak kita dididik untuk berkarakter positif dengan teladan positif pula maka ia akan menjadi pribadi yang luar biasa.

Bunda emma menjelaskan pendidikan karakter

Harapan terbaik orang tua adalah anaknya dapat menjadi pribadi yang mandiri, santun, berperilaku baik, mampu mengambil keputusan, percaya diri, cerdas, bertanggung jawab serta optimis. Untuk mewujudkan karakter positif itu, kita memerlukan pola pengasuhan yang tepat dengan turut memahami perkembangan anak.

Kesempatan kita untuk mendidik anak hanya terjadi satu kali. Maka, jangan sia-siakan kesempatan emas itu. Karena ia tidak akan terulang. Didik anak untuk mematangkan karakternya diusia dini karena jika ia sudah besar hal ini akan sedikit terlambat. Berikut ini merupakan alasan mengapa karakter anak harus dibentuk sejak kecil:

1. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadi perubahan. 

2. Pengalaman masa kecil berpengaruh kuat terhadap perkembangan berikutnya

3. Membantu anak dalam mengembangkan diri dan memecahkan masalah.

4. Upaya Pencegahan jika suatu hari nanti anak di hadapkan pada pilihan yang buruk. 

Dalam persentase perkembangan manusia dijelaskan bahwa pada umur 0-4 tahun karakter anak dapat berkembang hingga 50%. Pada umur 4-8 tahun karakter dapat berkembang hingga 30%. Sementara pada umur 8-18 tahun karakter dapat berkembang hingga 20%.

Jadi, sudah tau alasan kenapa kalau anak kecil itu polos sekali sementara anak remaja itu suka protes?

Sudah tau alasan kenapa kita sulit menghilangkan innerchild kita saat kita sudah besar?

Kesimpulannya, gaya asuh yang orang tua terapkan sejak kecil sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Begitu pula segala aturan dan interaksi yang orang tua bentuk. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan anak.

Bagaimana pola asuh yang sering diterapkan oleh orang tua?

Seringkali pola asuh dibawah ini sangat familiar di sekeliling kita:

  • Orang tua memberikan fasilitas tanpa tahu dampaknya
  • Orang tua overprotective sehingga tidak percaya dengan anaknya
  • Orang tua menerapkan disiplin yang ketat dan penuh aturan

Sebenarnya, pola asuh yang disarankan adalah:

  • Tidak terlalu keras, namun juga tidak terlalu lunak tanpa aturan
  • Pola hubungan sejajar (bersahabat) bukan top down (pada moment tertentu)
  • Minimalkan tekanan
  • Jadilah contoh/teladan yang baik, bukan hanya bisa mengucapkan
  • Tunjukkan perhatian dan kasih sayang
  • Hadirlah dalam kehidupan anak, bukan hanya ada secara fisik tapi sibuk sendiri dan tidak ada artinya bagi anak
  • Pola asuh Ibu dan Bapak harus Konsisten

Jika pola asuh diatas dapat diterapkan dengan baik maka kemungkinan besar anak akan memiliki karakter yang positif. Karakter positif pada anak dapat bersifat universal yang dapat diterima diberbagai budaya. Hal ini mencakup cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak (semuanya harus sejalan). Karakter positif akan tercipta dari pembiasaan yang tentunya tidak cukup dengan diajarkan saja. 

Memang, butuh waktu untuk berhasil dan menanamkan karakter positif pada anak. Untuk itu kita perlu mengenalkan, melatih, serta membiasakan anak sejak kecil. Berikut adalah cara-cara detail membentuk karakter pada anak:

1. Bersikap konsisten dan berkelanjutan

Sepertinya sikap konsisten berlaku untuk resolusi apa saja. Setiap ingin melakukan perubahan kita harus menetapkan hati dan tujuan. Ketetapan yang kuat inilah yang akan menciptakan konsisten berkelanjutan. 

Sebagai contoh, kita ingin anak kita berhenti kecanduan gadget. Maka kita harus membuat jadwal batasan untuknya. Kita juga tidak boleh ingkar terhadap jadwal tersebut karena pola pikir anak sudah terbentuk untuk membedakan boleh dan tidak. Apa jadinya jika kita sendiri saja tidak konsisten dalam memberikan aturan? 

Baca juga: “Mendidik anak generasi milenial dengan CERDIK”

2. Jangan lupa beri pendidikan keagamaan

Pendidikan agama harus diberikan sejak kecil. Hal yang harus dijadikan dasar diantaranya adalah Iman. 

Aku sendiri belum mengajarkan hal lebih detail tentang agama seperti hapalan surah dan lainnya. Bagiku, dia mengerti Allah dan Nabi Muhammad saja rasanya sudah syukur sekali. Basicnya, kalimat syahadat adalah dua hal yang harus dia pahami. Selebihnya adalah metode santai. 

Baca juga: “Ketika anakku bertanya Nabi Muhammad yang tak boleh digambar” 

Selain Iman hal yang lebih penting diterapkan adalah takwa. Yah, tidak dipungkiri bahwa pendidikan agama adalah dasar bahwa anak harus mengenal istilah takwa. Dalam praktik pembelajarannya biasanya aku menerapkan malaikat kiri kanan sebagai pengawas tindakannya. Hal ini akan membuat anak merasa berdosa jika ia telah melakukan kesalahan dan akan berusaha memperbaikinya. Ia juga akan lebih bersemangat dalam mengerjakan kebaikan.

3. Berikan penjelasan dan diskusi tentang karakter positif 

Nah, kelanjutan dari point no. 2 adalah penjelasan tentang karakter positif. Kenapa karakter positif harus diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam pendekatan agama aku mengajaknya untuk mengenal Surga. 

Anak-anak senang berimajinasi tentang surga. Di imajinasi mereka surga bagaikan tempat indah yang luas yang dipenuhi dengan permen, coklat dan mainan. Sebagai orang tua tugas kita adalah mengarahkan mereka bagaimana cara untuk mencapai surga. Ya, kedengarannya simple. Tapi percayalah, mereka akan tetap tergoda untuk mencoba berbuat kejelekan. Maka, tugas kita untuk membimbing mereka.

4. Memberikan contoh

Semua pasti setuju jika anak kecil itu senang protes. 

“Mama ini bilangin ga boleh main hape tapi mama sendiri main hape terus” 

😅

Sejatinya anak adalah peniru ulung dari orang tuanya. Karena itu istilah ‘buah tak jatuh jauh dari pohonnya’ terkenal sekali. Maka, ketika ingin membuat aturan untuk buah hati sebaiknya perbaiki diri sendiri terlebih dahulu. Jika kita belum sanggup menjadi contoh maka berikan aturan kecil yang kita sudah sanggup melakukannya.

5. Tidak memanjakan

Aturan yang dibuat tidak boleh terlalu ketat namun juga tidak boleh terlalu longgar, setuju? 

Khawatirnya, jika kita melonggarkan aturan anak kita akan cenderung manja. Nah, tanpa sadar kita malah terbawa pada pola asuh permisif. Efek negatif dari pola asuh ini adalah anak menjadi lambat dalam kemandirian, cenderung mengandalkan orang lain hingga takut akan kegagalan dan kekalahan. 

6. Lakukan hal-hal kecil yang positif

Mendidik anak itu tidak perlu dimulai dengan hal besar sekaligus, setuju? 

Anak kecil lebih senang memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan oleh orang tuanya. Ia akan mencontoh semua hal detail yang dilakukan oleh orang tuanya. Maka, berilah contoh yang terpuji. 

source: kar4kids.org

Membuang sampah pada tempatnya, memberi makan binatang, menyiram tanaman, menyapa teman adalah contoh hal kecil positif yang dapat kita lakukan untuk membuat si kecil meniru kita. 

7. Lakukan pengulangan dan pembiasaan 

Hal apa yang biasanya selalu terlupa untuk di ucapkan si kecil? 

Banyak, tapi jangan sampai si kecil lupa untuk berkata ‘Terima Kasih’ saat diberi, berkata ‘Maaf’ saat berbuat kesalahan, dan berkata ‘Tolong’ saat ingin meminta tolong. Tiga hal ini adalah hal dasar untuk mengembangkan karakter anak. 

Untuk terbiasa mengucapkan hal tersebut maka kita harus tidak bosan mengulangnya. Terkadang, anak kecil bukannya lupa mengucapkan hal tersebut tapi perasaannya masih sedikit malu dan mereka sering merasa terburu-buru sehingga sulit mengucapkan kata tersebut. Maka, jangan bosan untuk terus membiasakan mereka. 

8. Nyatakan salah jika memang salah

Sering melihat anak yang senang mengadu? 

Apa yang kita lakukan jika si kecil mulai mengadu dan mencurahkan konflik dengan temannya? 

Ada sebagian orang tua yang senang membela anaknya. Bagaimanapun sudut pandang cerita konflik tapi orang tua tersebut tidak mau tau dan sering membela anaknya bagimanapun keadaannya. Padahal jika hal itu terus berkelanjutan maka anak akan merasa bahwa dirinya selalu benar. 

Sebagai orang tua kita harus menjadi pendengar dan penasehat yang baik bukan sebagai pelindung egonya. Nasehatilah ia jika memang ia melakukan hal yang salah. Jika ia menangis dan membela diri maka biarkan saja. Lambat laun ia akan menyadari kesalahannya dan berani meminta maaf. 

9. Lakukan tindakan koreksi jika ada yang tidak sesuai 

Sebagai orang tua hal yang perlu kita lakukan diantaranya adalah evaluasi. Kita perlu memantau sejauh mana anak kita telah berkembang dan memahami pola asuh mana yang tidak sesuai dengannya. Karena sejatinya, tidak semua anak berkepribadian dasar yang sama. 

Sebagai contoh, kadang kala anak perempuan terlahir jauh lebih sensitif dibanding anak laki-laki sehingga ia lebih sering protes dan mengeluarkan air mata. Maka kita sebaiknya tidak menerapkan pola asuh yang sama untuknya. Akan lebih baik jika Ibu dan Ayah bekerja sama dalam pengembangan kepribadian anak. 

source: elderlaw-solution.com

Membentuk karakter positif pada anak bukanlah hal mudah. Terlihat mudah sekali menonton dan menuliskannya disini. Percayalah praktiknya sangatlah sulit.

Namun, seperti prinsipku dahulu. Jika aku tak menulisnya, maka aku tak akan bisa belajar apa-apa. Kuharap tulisan ini berguna bagi pembacanya juga dapat menjadi pengingat untuk diriku sendiri, seorang Ibu baru dengan satu anak.

Happy Parenting.. 😊

Dear January.. Maafkan aku.. 

Dear January.. Maafkan aku.. 

Saat baru saja aku merasakan kehidupan baru diawal tahun yang menggebu-gebu, tapi siapa sangka ia akan hilang begitu cepat?

Aku tau, tak seharusnya aku mengawali 2018 dengan kesedihan. 

Aku tau tak seharusnya aku menuliskan kesedihan di Bulan Januari yang baru. 

Tapi kesedihan itu datang begitu saja menghapus semangat baruku. 

Dan jika aku tak menulisnya. Maka aku tidak bisa melangkah dengan lebih baik. 

Maka.. biarkanlah aku menulisnya…

***

30 Desember 2017 aku berloncat kegirangan melihat hasil testpack dipagi hari. Bergegas memoto hasilnya dan menanyakan keakuratannya. Yah, bagaimanapun juga aku tidak boleh kegeeran dulu dong. Siapa tau alatnya salah? Terlebih aku adalah salah satu penganut paham ‘jangan terlalu bersemangat dengan kegeeran palsu’. Namun, memang hal itu sangat membahagiakan hingga membuatku langsung memberitahu suamiku.

Bagaimana responnya?

Ibarat bertemu dengan anak kecil yang baru saja mendapat doorprize piala dan mainan. Seperti itulah ia membuat ekspresi senang melihat kelakuanku. Bertepuk tangan sambil bilang ‘Yeaay!! Hebaaat!’

Ah, begitulah suamiku. Jangan pernah mengharapkan hal romantis keluar dari mulutnya. 

Bagaimanapun juga itu moment yang menyenangkan. Terlebih saat satu-dua-tiga-empat teman-temanku meng’iya’kan keakuratannya sambil mengucapkan selamat. Aku senang sekali, sudah setahun yang lalu aku ingin hamil. 

***

Setahun lalu aku sudah memantapkan diri melepas KB. Walau sebenarnya suamiku masih ingin menundanya. Yah, aku tak tau jelas kenapa ia tidak terlalu suka dengan kehamilan. Mungkin dia trauma melihat aku dulu terkena babyblues. Takut anak berikutnya akan menimbulkan dampak psikologis yang sama untukku. Maka, walaupun aku melepas kb tapi ia bersikeras masih ingin menundanya. Kesepakatannya, kami melakukan kb alami saja. 

Bulan September dihari ulang tahunku. Akhirnya ia menyetujui proposal program hamilku. Senang rasanya. Bagaimana tidak? Farisha sekarang sudah berumur 4 tahun dan sudah sekolah. Perlahan-lahan ia menjadi anak yang mandiri. Walau ia masih tergolong menggemaskan dengan seribu pertanyaan anehnya tapi aku tau masa-masa romantis ini sebentar lagi akan hilang. Saat ia beranjak SD mungkin ia sudah tidak terlalu menggemaskan lagi. Aku butuh sosok mungil baru yang harus membuatku tetap sibuk. 

Baru kali ini aku merasakan ingin benar-benar hamil. Ironis rasanya mengingat kehamilan pertamaku terlalu banyak diisi dengan air mata karena ketidak-siapanku menjadi seorang Ibu. Aku sempat meminum pil tuntas dengan kebodohanku, saat mengetahui hamil aku bahkan mengatakan “Oh, kenapa ini terjadi terlalu cepat?” dan hingga ia lahir aku bahkan sempat berpikir begitu tak pantas bayi ini berada dipangkuanku. Namun, siapa sangka aku merindukan masa-masa itu lagi? Masa yang dulu sering kuisi dengan tangisan sambil menyusuinya? Betapa rindu dengan sosok mungil dengan bau minyak telon berada lagi dipangkuanku. Aku rindu masa-masa itu. 

Bayi baru.. Cepatlah datang.. 

September.. Oktober.. November.. 

Sayangnya promil kedua tidak selancar kehamilan anak pertama. Tadinya aku berpikir bahwa aku ini makhluk paling subur didunia. Ternyata tidak, kehamilan pertama memang sudah takdir-Nya. Begitupun yang kedua. 

***

30 Desember hatiku dipenuhi dengan perasaan berbunga-bunga. Ucapan selamat datang silih berganti. Seakan tak cukup dengan ucapan itu akhirnya pada tanggal 31 Desember 2017 aku mempublikasikan kabar gembira itu di instagram.

Katakanlah aku pamer.. Ya katakan saja.. 

Sepertinya aku memang punya sifat senang saat mempublikasikan hal yang menyenangkan. Mungkin aku harus mengakui bahwa aku punya pribadi yang agak narsis. Aku tak tau persis bagaimana membedakan benang tipis antara rasa percaya diri-semangat-bangga-sombong-narsis-hingga riya. Jadi maklumi saja jika kalian mungkin salah tafsir dengan postingan instagramku @aswindautari. Tapi serius, aku sepertinya perlu dukungan lagi dan lagi. Dan lebih utamanya, aku perlu Doa. 

Mungkin ini bawaan innerchild yang kumiliki. Sejak kecil aku tidak terlalu ekspresif dalam menggambarkan gembira-senang-sedih-kecewa. Mungkin karena lingkungan keluargaku begitu hingga terbawa keteman-temanku. Namun sejak remaja aku mulai belajar bagaimana berekspresi dengan benar. Dan ekspresi sedih adalah keahlianku. Aku hanya mengenal mengungkapkan ekspresi senang disosial media. Jadi, yah.. Katakanlah aku narsis dengan foto tersebut. 

Katakan aku terlalu ekspresif sehingga Tuhan mengujiku. 

Sebenarnya aku pun tak tau kenapa kehamilan kedua tak pantas kumiliki sekarang, Tuhan? 

***

Beberapa hari yang lalu suamiku sempat mengirimkanku sebuah artikel. Tentang betapa tidak berartinya Susu Hamil. Yah, aku mempercayainya. Toh, Kehamilan pertama dulu juga aku cuma kadang-kadang saja minum susu. Dan bayiku lahir dengan cukup besar dan sehat. 

Sudah beberapa minggu yang lalu aku batuk. Saat belum tahu dengan kehamilanku aku meminum obat batuk biasa beserta obat langganan untuk rhinitis. Namun, ketika mengetahui bahwa aku hamil maka aku berhenti meminum obat dan hanya meminum jeruk nipis dan air hangat untuk mengurangi batuk. 

Tanggal 31 Januari aku memutuskan untuk mudik ke Pelaihari, kampung halamanku. Aku bahkan berencana ingin jalan-jalan. Bagaimanapun juga aku perlu semangat baru bukan untuk mengawali tahun 2018? Aku perlu berfoto dengan keluargaku dengan background yabg menyenangkan untuk kukenang di Banjarmasin nanti. 

Senang rasanya bertemu dan berkumpul dengan keluarga besar. Farisha dapat bermain dengan sepupunya Muthia sembari bertanya seribu pertanyaan dengan Neneknya. Aku bahkan menikmati kecemburuannya dengan Hanzo sepupu kecilnya saat kuasuh. Kok rasanya senang sekali membuatnya menangis begitu? 

Kami menikmati 1 Januari 2018 dirumah Mama dengan kesenangan berkumpul bersama.. 

“Sebentar lagi cucu nenek ada empaat” ucap kakakku bercanda

“Hah? Siapa hamil?” kata Mamaku. 

Aku nyengir. Memang sih, aku sengaja tidak memberi tahu Mama. Ingin surprised. Dan keceriaan keluarga kami berlanjut malam itu. 

Aku lalu merasakan perutku sedikit mengeras saat batuk berkali-kali. Aku kemudian langsung menanyakan Obat Batuk dengan Kakakku yang kebetulan adalah Dokter. Dengan sigap ia langsung memberiku Obat yang aman untuk Ibu Hamil. 

Tapi malam itu aku masih batuk. Air hangat, obat dan jeruk nipis sepertinya tidak mempan untuk batukku. Aku melihat diriku dicermin besar dikamarku. Membuka perutku sembari bergumam, “Kenapa ya.. Kok rasanya besar sekali.. Padahal baru 1 bulan” 

***

Paginya aku terbangun dan kaget melihat bercak coklat dicelanaku. 

“Kok aku M ya?” Tanyaku panik pada kakakku

“Banyak kah?” Tanyanya.. 

“Dikit sih” Kataku cemas. 

“Mungkin flek saat plasentanya melekatkan diri dirahim win,” kata Iparku, Fika

“Fika pernah begini waktu hamil?” tanyaku

“Enggak pernah sih.. Tapi katanya bisa begitu aku pernah baca di artikel” Kata Fika. 

Sinyal di kampungku sangat payah. Namun aku berusaha untuk browsing mengenai flek saat hamil. Alhamdulillah aku mendapatkan artikel yang bisa menenangkanku. Seingatku dahulu, kehamilan pertamaku juga pernah flek 2-5 hari. Tapi, itu saat aku meminum pil tuntas. 

Aku memutuskan untuk tidak memeriksa diri lebih lanjut. Dan menyenangkan hatiku dengan berjalan-jalan hingga berfoto bersama ditempat kuliner dan rekreasi Bon Sawit yang tidak jauh dari rumahku. Pulangnya aku langsung tertidur. 

Sore hari aku tidak mendapati flek keluar lagi dan aku sangat lega. Sepertinya artikel yang aku baca benar. Akhirnya, malam itu pikiranku tenang. Walau aku tak berhenti batuk malam itu padahal sudah minum obat. Aneh, mengingat biasanya obat dari Kakakku langsung manjur. 

Paginya aku dikejutkan dengan begitu banyak darah yang keluar. Ya, Darah segar. Dengan sigap kakakku langsung membawaku ke UGD. 

Pikiranku tidak karuan. Aku tau ini hal buruk. Banyak sekali darahnya. Oleh pihak UGD aku langsung diberi obat penenang Rahim. Tapi aku tidak optimis. Aku tau ini tidak baik-baik saja. 

“Kantung Hamilnya sudah Kosong Bu.. Ini Abortus Complete” Kata Dokter. 

Aku langsung terdiam. Yah, padahal begitu banyak pertanyaan yang muncul tapi aku tidak bisa berkata apa-apa. Karena setiap pertanyaanku diawali dengan “Kenapa?? ” 

“Ibu kecapean mungkin nih? Tahun baruan?”

Aku mengelak “Tahun baru dirumah aja Dok saya enggak jalan” *memang begitukan kenyataannya bukan? 

“Tapi pasti kecapean ini” Kata Dokter menegaskan. 

Aku mengingat aktivitasku 3 hari ini. Tidak ada sedikitpun aktivitas yang membuatku lelah. 

“Nanti seminggu lagi kontrol disini ya.. Obatnya dihabiskan” Kata Dokter lagi

“Oh iya Dok.. Nanti saya Kontrol di Rumah Sakit Banjarmasin saja, kebetulan saya tinggal di Banjarmasin” Ucapku

“Nah, iyakan.. Ibunya kecapean.. Harusnya bulan awal itu ga boleh jalan Bu.. Banjarmasin-Pelaihari itu jauh loh bu” Kata Pak Dokter membenarkan pernyataannya. 

Aku tak tau harus berkata apa, hancur rasanya. Bagaimana bisa aku dikatakan kelelahan? Aku tidak kelelahan! 

Tapi kandunganku? Ya Allah.. Aku ceroboh sekali.. Egois sekali.. 

***

Tiga hari yang lalu aku mengabarkan berita itu, namun tiga hari kemudian aku kehilangannya. 

Siapa sangka? Titipan memang tak sama.. 

Atau mungkin inilah Takdir-Nya.. 

Mungkin sesekali aku harus merasakan bagaimana perasaan kehilangan. Mungkin Ia menyuruhku untuk belajar menghargai bentuk titipan. Dan rasa kehilangan akan membuatku mampu untuk bersyukur dengan cara yang lebih baik. Manusia memang hanya bisa berharap. 

Tapi tak semua harapan akan sesuai dengan kehendak-Nya. 

La Tahzan.. 

Jangan Bersedih.. 

Karena banyak hal yang harus disyukuri dibanding ditangisi. 

Aku pulang dan mendapati anakku menemukanku dalam kondisi remuk. Ia bertanya, “Mama kenapa? Mama Sakit?”  

Aku memandang matanya dengan penuh syukur. 

Ialah Bidadariku..

Hal yang harus kujaga dan kurawat dengan baik..

Bersyukurlah masih memiliki seseorang yang dapat kau peluk..



Banjarmasin, 3 Januari 2018

Ditulis oleh Ibu yang merindukan.. 

IBX598B146B8E64A