Browsed by
Month: December 2018

Ketika Teman Bertanya, “Ngeblog Dapet Duit ya? Mau dong!”

Ketika Teman Bertanya, “Ngeblog Dapet Duit ya? Mau dong!”

“Kayaknya kamu akhir-akhir ini ada tulisan yang kayak sponsor gitu ya win? Ehm, itu dapet duit ga sih?”

Itulah salah satu pertanyaan dari salah seorang temanku yang tiba-tiba saja kepo basa basi menanyakan keadaanku, anakku, keluargaku, tempat tinggalku hingga akhirnya pada part ini. Ya, kepo tentang blog dan sosial mediaku. Juga tentunya.. Kepo dengan komunitas blogger yang kumasuki.

Lantas, apa jawabanku?

“Kamu mau juga? Yuk, mulai nulis di blog..” jawabku optimis.

“Dapet duit ga sih? Kamu sebulan dapet berapa?”

Dan pertanyaan itupun tidak ku jawab. Bukannya kenapa, tapi aku sangat teramat amat amat bete jika ada yang menanyakan hal seperti ini.

Bukan, bukan karena penghasilan ngeblogku tergolong receh. Sehingga aku tidak berani menyombongkan diri dihadapannya. Jujur saja, aku tidak pernah sharing sekalipun tentang job blogger, fee blogger, nyombong begini begitu di sosial media yang memiliki viewer ‘lumayan’. Kalaupun aku pernah mengeluarkan uneg-uneg tentang job, fee dan bla bla.. Maka itu hanya pada WA story dengan privasi yang sudah kuatur. Hanya teman teramat sangat dekat, keluarga, dan teman blogger saja yang tau tentang hal itu.

Jadi, apa alasanku tidak membalas pertanyaannya?

Karena keinginan ngeblog yang tiba-tiba ada pada dirinya bukan karena ia benar-benar ingin menulis, melainkan ingin dapat DUIT INSTAN.

Ya, itulah kesimpulanku.

Arti Ngeblog Buat aku

Bagiku, sebelum menjadi seorang blogger sangat penting untuk membangun niat ngeblog. Ya, ngeblog itu buat apa sih?

Apa cuma pengen dapet duit?
Apa cuma pengen hadir ke event-event beken dan terkenal di mata brand?
Apa cuma pengen dapet produk gratis?

Jika niat Anda ngeblog hanya untuk mendapatkan ‘reward’ seperti hal-hal diatas. Saranku, mending enggak usah ngeblog. Enggak usah ikut-ikut gabung ke komunitas blogger. Malu-maluin. *tuh kan gelaa.. Emosi saya.. Haha.

Silahkan protes ya.. Aku siap di bully.. 😂

Namanya juga blog aku, suka-suka aku nulis apa. Tapi serius deh, fenomena begini pastinya bukan cuma aku yang mengalami ya? Kutebak blogger-blogger senior pun pasti banyak yang mengalami hal seperti ini. Ditanyain orang begini begitu tentang monetize blog, padahal mereka bikin blog aja belum.. Niat nulis bener-bener aja gak ada. Aku sih kalau ketemu makhluk begini males banget ngeladenin. Tapi mungkin kalau blogger senior jauh lebih sabar menanggapinya. Maklum, aku kan masih newbie banget dalam dunia blog. Emosinya masih labil. *emak-emak labil (makabil.. 😂)

Tapi serius, dulu waktu awal aku punya blog itu enggak pernah terpikir olehku bahwa blog bisa begini begitu. Yang aku pikirin saat awal pengen punya blog itu adalah.. Aku harus punya me time yang bisa bikin aku waras di rumah, aku perlu aktualisasi diri, aku perlu dunia maya yang berkualitas dibanding sosmed, aku perlu mengeluarkan kata-kata yang terpendam hingga hatiku puas, aku perlu berguna di dunia, aku perlu sharing hal positif, aku perlu teman berkualitas yang satu hobi denganku. Ya, itu. Itu yang mendasariku ingin ngeblog. Bukan sekedar, “Aku pengen dapet duit dari blog..”

Dia kira enak apa ya dunia monetize blog itu.. Pikirku.

Bagiku, dunia monetize blog itu….

Kejam. Hiks.

Asik sih ya kalau hobi yang kita geluti betul-betul itu bisa menghasilkan uang. Serasa apa yang kita lakukan itu benar-benar membahagiakan dan tidak membuat stress. Tapi, jujur saja aku sempat loh merasakan stress dalam memasuki job blogger dan lain-lain. Kenapa?

Pertama, karena waktu awal dapet job itu aku agak udik. Jadi, terima saja semua job yang menawarkan fee ‘sekian’. Sekalipun itu bukan tentang passion aku.. Terima saja.. *anaknya pasrahan lagi musim matre-matrenya dan udik melihat barang gratis.. 😂

Ternyata? Ternyata nulis sesuatu hal yang ‘enggak aku banget’ itu… Enggak enak beb.. Ada yang janggal. Apalagi kalau dapat placement artikel, serasa ingin dirombak semua tuh. Haha..

Dan aku anaknya jujur dan enggak ingkar janji. Jadi kalau dapat tawaran job permanent link dan bleh bleh bleh syaratnya aku itu gak bakal mengkhianati orangnya. Ternyata, hal ini sempat bikin blog aku enggak sehat.

Yes, blog aku sempat punya banyak brokenlink dan walau sudah dibersihkan entah kenapa setiap kali aku komentar di blog teman-teman maka sering sekali komentarku masuk spam. Padahal ya, aku kalau komentar itu lumayan panjang dan kepo. Dan akupun termasuk jenis yang gak banyak-banyak banget blog walking dalam sehari.

Akhirnya, aku putuskan untuk libur ngejob selama beberapa bulan dan membuang link-link ‘tidak sehat’ di blog. Hasilnya? Blogku sehat kembali. Haha. Jadi, dikira enak apa ya dapat job melulu itu.

Kadang suka agak baper saat ada tawaran job dengan fee ‘lumayan’ dan aku sering menolaknya. Hiks

Halah sombong win.. Haha.. 😂

Serius, Sempat ngiri gak sih melihat teman-teman dengan Domain Authority yang tinggi dapat banyak job? Sempat lah. Apalagi kalau fee nya lumayan. Aduh, nafsu belanja bulanan aku kadang bisa kumat. Tau sendiri lah ya, hiburan emak-emak receh rumahan begitu tuh.

Lantas, apa aku enggak dapat job serupa? Mm.. Kadang ada sih. Entah itu placement artikel atau nulis sendiri dengan fee sekian. Ada beberapa job yang diterima.. Tapi kebanyakan itu.. Ditolak.. Hiks..

Kenapa?

As you know, aku itu orangnya transparant dengan suami luar dalam. Bahkan rekening aja kami blak-blakan soal pemasukan dan pengeluaran serta saling terbuka password dan bla bla. Ketika suamiku dapat job membuat program dari bla bla aja dia pasti ngasih tau sama aku. So, kenapa aku enggak? Iya.. Tiap ada job apapun aku selalu sharing dengan suami. Dan kebanyakan memang ditolak sih. Hiks.

Alasannya?

Pertama, aku gak mau menulis tentang topik tulisan yang enggak sesuai sama blog aku.

What? Bukannya blog kamu masuk kategori gado-gado? Apa aja dimasukin?

Iya, tapi begini-begini aku masih punya ciri khas beb. 😂

Diantaranya aku gak mau nulis topik finansial yang gak sesuai sama prinsip hidup aku. Iya walaupun aku Sarjana Akuntansi, aku juga punya prinsip tentang sharing tulisan tentang finansial. Aku punya kok tulisan tentang ekonomi rumah tangga tapi memang gak ada sama sekali yang membahas hal krusial.

Jangan, jangan bilang aku orangnya suci banget. Enggak, biasa aja. Haha. Aku dan suami juga pernah kok investasi di saham dan bla bla. Pernah ikutan kelas Bursa Efek Indonesia. Tapi, memang concern tulisan aku gak bisa membahas sesuatu yang enggak aku sukai dan membawa pada riba. Aku suka membaca topik tentang investasi dan bla bla, tapi gak suka kalau gak sesuai sama prinsip hidup. Udah itu aja.

Padahal job finansial begini fee nya lumayan ya beb. 😂

Nah, itu adalah tentang prinsip ngeblog aku. Bagi aku, se gado-gadonya blog tapi blog itu harus punya prinsip. Harus punya kesenangan tersendiri. Bukan cuma ngeblog karena pengen dapet duit, pengen dapet barang gratis. Blogger yang sudah sampai ketahap itu butuh perjuangan beb. Perlu nulis tulisan organik sekian banyak. Perlu promosi di sosmed sekian cerewet. Perlu sok-sok pamer. Kalian mah liatnya ‘enaknya’ aja.

Iya, kayak aku misal.. Perlu curhat sekian banyak.. Hahaha.. 😂

Kalau niat ngeblog cuma pengen ‘dapet duit’ maka tulisan di blog itu jadi gak berkualitas. Iya, ibaratnya kalian mau nonton TV tapi isinya Iklan melulu? Yang ada pengunjung pada bete.. Ya kaaan?

Dan lagi, kalau ngeblog niatnya cuma buat monetize doang.. Please jangan nanya hal beginian ke aku. Aku itu blogger perempuan yang ngeblog itu dari hati (ciee.. 😂). Nanya aja sama para blogger lelaki yang bisa ngurus 50-100 blog. Yang bisa membangkitkan blog-blog zombie dengan Domain Authority yang tinggi. Yang punya relasi freelance writer dimana-mana. Yang entah bagaimana caranya bisa menghasilkan adsense satu juta rupiah per harinya. Aku mah apa? Rerecehan yang kalau dapet job aja tulisannya pada curhat. Hahaha.

Sekian tulisan kali ini, spesial buat kalian-kalian yang akhir-akhir ini suka nanya “Pengen juga dong ngeblog.. Biar dapet duit..”

Maaf saja, buatku Blogger sejati itu orang yang suka nulis, bukan sekedar ‘pengen dapet duit’…

Bakat Itu Perlu Modal, Yay Or Nay?

Bakat Itu Perlu Modal, Yay Or Nay?

Konon katanya, setiap anak itu spesial. Semua memiliki bakat masing-masing. Tidak ada istilah anak idiot apalagi anak yang tak berguna. Sesungguhnya, bakat anak akan muncul seiring dengan aktivitasnya dalam bereksplorasi. Dan tugas kita sebagai orang tua adalah memperhatikan minat terbesarnya. Jika kita sudah menemukan hal yang paling senang ia kerjakan maka ‘mungkin’ itulah bakatnya.

Kita akan sangat senang jika bakat itu mendapatkan sebuah apresiasi entah itu berupa piala kemenangan ataupun sekedar pujian dari beberapa orang. Untuk menunjang bakatnya kita sebagai orang tua menyediakan berbagai hal, baik itu berupa sarana prasarana, waktu spesial untuk mengajarinya dan lain-lain. Kadang, semua hal yang kita lakukan tidaklah cukup. Apalagi konon zaman sekarang semuanya serba DUIT. Lalu, Bagaimana mengembangkan bakat anak secara sempurna untuk orang tua yang memiliki kondisi ekonomi yang masih dalam tahap perjuangan?

Ya, ini adalah ceritaku. Tentang bagaimana aku membangun bakat pada anakku Farisha…

Tentang bagaimana kegalauan dan rasa iriku muncul saat menyadari bahwa bakat saja tidaklah cukup.

Dan mari simak cerita ini dari awal…

Tentang Anak yang Memiliki Bakat

Sejak Farisha berumur 3 tahun, aku mulai menyadari kesenangan yang ia lakukan. Ia sangat suka menyuruhku menggambar, menggangguku saat membuat kue, membentuk adonan kue menjadi karakter yang ia suka dan menghilangkan stok pewarna makanan di dapur. Dalam tahap eksplorasinya, ia sangat tertarik pada aktivitas yang menghubungkan pewarna dan bentuk. Repot memang, aku harus banyak bersabar melihat rumah yang berwarna-warni tiada habisnya. Syukurlah anakku masih tergolong patuh saat aku atur. Ia tidak pernah mencoret-coret tembok maupun kasur. Ia tetap pada area aman dalam bermain. Anakku Farisha termasuk jenis anak yang rapi dan telaten dalam mengorganisir mainannya.

Nah, sejak berumur 4 tahun ia mulai menyadari bahwa menggambar dan mewarna di kertas sudah sangat cukup untuk menuangkan imajinasinya. Maka, ia mulai memintaku menggambar, memprint, hingga membelikannya berbagai jenis pewarna. Hal ini berlangsung hingga ia berumur 4,5 tahun dan mulai sekolah di TK Nol Kecil. Ia pun sangat bersemangat jika di TK tersebut ada aktivitas mewarnai. Dan ia juga sangat senang mengikuti berbagai lomba mewarna.

Meski awalnya sering kalah, namun Farisha termasuk pribadi yang abai dengan kekalahan. Kadang aku berpikir, apa dia tidak mengerti dengan konsep menang-kalah? Haha. Ya, ia tidak peduli dengan kekalahannya. Yang ia mau adalah ia harus selalu ikut dalam setiap kompetisi. Dan akupun mengikuti kemauannya itu. Hingga 5-6 kali kekalahan, akhirnya Farisha berhasil mendapatkan juara 1 di kompetisi mewarna mengalahkan murid di TK Nol Besar pula. Alangkah bangganya aku. Dan Piala pertama itu adalah hasil memuaskan dari kerja kerasnya bagi Farisha. Piala tersebut juga merupakan awal semangat yang baru untukku.

Tentang Hal yang Membangun Bakat Anak Hingga Berkelanjutan

Sejak Piala pertama mulai dimenangkan Farisha, kemenangan demi kemenangan mulai berdatangan. Sebagai ibunya, tentu aku merasa sangat bangga. Walau berselang seling dengan kekalahan namun pada kompetisi selanjutnya Farisha terus mendapat kemenangan. Kemenangan ini membuat Farisha bersemangat.

Aku pun turut mendukung hobinya dengan membelikannya berbagai pewarna. Meski sempat bosan, namun anak yang sudah memiliki hobi hanya perlu inovasi baru untuk mengembangkan hobinya. Salah satu inovasi itu adalah colouring book yang karakternya dapat dihidupkan dengan aplikasi di smart phone.

Baca juga: Faber Castell Colour to Life, Sang Pembangun Bakat Anakku yang hilang

Ya, jika ditanya apakah bakat anakku hanya mewarnai? Bagaimana ia bisa konsisten dengan bakatnya? Sebenarnya jawabannya adalah..

Bakat anakku tidak hanya mewarnai. Tapi itulah yang paling sering ia lakukan. Bagiku, sangat jarang sekali ada anak yang hanya menyukai aktivitas yang itu-itu saja. Jika ia bosan mewarnai itu sangat wajar. Aktivitas mewarnai butuh mood yang sempurna, kesabaran dan ketelatenan. Hal yang membuatnya bersemangat adalah inovasi baru dalam belajar dan dukungan dari orang tuanya.

Karena tidak dipungkiri ya, zaman sekarang kita sangat tau anak-anak dituntut serba bisa. Bahkan anak seumur Farisha sudah banyak sekali yang dituntut bisa mengaji dan membaca oleh orang tuanya. Padahal? Padahal mereka belum siap. Padahal mereka belum bisa. Hal ini hanyalah untuk meningkatkan status persaingan sosial bagi ‘orang tuanya’. Yah, you know lah.. Something like… “Anakku udah bisa begini begitu..bla bla…”

“Wah anakku belum..bla bla…”

Persaingan seperti ini membuat anak melupakan dunia yang ia sukai. Maka jika ingin anak konsisten pada bakatnya biarkan ia melakukan hobinya bukan memaksakannya mengikuti standar lingkungan pada umumnya.

Baca juga: “Ketika Topik Perkembangan Anak dijadikan Persaingan Sosial oleh Orang Tuanya”

Ketika Bakat Terkalahkan, Harus Apa?

Sudah 5 kali sepertinya aku membawa Farisha mengikuti kompetisi mewarna yang diadakan se-TK Banjarmasin. Saingan yang dulunya hanya se-Banjarmasin Utara saja kini mulai bertambah luas kebeberapa penjuru. Saat itulah aku menyadari bahwa… Waw.. Skill mewarna Farisha tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Anak dari TK bla bla dan bla bla..

Apa yang kulakukan?

Tentu aku mengajari Farisha lebih keras dari sebelumnya. Walau skill mewarnaiku tergolong biasa saja namun kami selalu mendapat inovasi baru setiap kali melihat tutorial mewarna di youtube. Aku sangat senang melihat Farisha terus bersemangat mengasah bakat mewarnanya. Akan tetapi…

Kekalahan selalu datang lagi dan lagi. Yah, tidak hanya sekali namun sudah 3 hingga 4 kaki berturut-turut Farisha kalah. Harus kuakui, semangatnya yang dulu tinggi sekali saat belajar kini mulai menurun kualitasnya. Farisha sangat terobsesi dalam mendapatkan piala. Dan dalam beberapa kali lomba mewarna, walau harus kuakui kualitas mewarna Farisha sudah meningkat tapi ia selalu kalah dan tidak mendapatkan piala. Farisha sering mendapatkan hadiah favorite untuk posisi ke 4-6 dengan hadiah piagam penghargaan maupun voucher. Bagiku sih itu sudah amat membanggakan. Tapi tidak baginya..

“Tapi Farisha gak pernah dapat piala lagi.. “

“Tapi kan piala Farisha sudah banyak, lihat.. Ada 8. Ini sudah banyak loh..”

Untuk membuatnya bangkit dalam kekalahan aku telah mencoba berbagai cara. Kalian bisa membaca tulisan ‘tentang caraku mengajari anak pahit manis kekalahan’ ini pada blog Kumpulan Emak Blogger.

Bakat itu Perlu Modal Gak ya?

Salah satu alasan kuat kekalahan Farisha adalah ia tidak memiliki modal seperti saingan diatasnya. Ia hanya bersekolah di sekolah TK biasa yang tidak memiliki guru khusus mewarna. Ia juga tidak mengikuti sanggar mewarna seperti anak berbakat mewarna pada umumnya. Ya, modal Farisha selama ini hanyalah semangat dariku, pewarna Faber Castell hadiah ulang tahun dari neneknya dan smartphone untuk melihat tutorial mewarna di youtube. Hanya itu.

Kenapa hanya itu saja? Kenapa kami sebagai orang tua tidak ‘memodali bakatnya’ dengan cara yang jauh lebih baik?

Karena keluarga kami masih dalam tahap ekonomi pembangunan. Yah, bagi kalian yang sering melihat instastory di instagramku @aswindautari pasti setidaknya tau betapa hematnya aku dalam mengatur pengeluaran dalam satu bulan. Sebagai ibu yang terlahir dari keluarga yang juga merintis dari awal hal ini tidaklah terlalu sulit bagiku. Bagi kami, sekolah dan pengembangan bakat memang merupakan hal yang penting. Tapi memodali bakat anak dengan mengorbankan kebutuhan primer bukanlah hal yang bijak bagi kami.

Wait, Kebutuhan primer? Apakah masalah perut? Tidak, banyak hal yang lebih diprioritaskan disamping hal itu.

Baca juga: “Cara menghemat pengeluaran rumah tangga ala shezahome”

So.. Yay or Nay?

Bakat itu perlu modal? Tentunya ‘Yay’ buat aku.

Yah, memang berbeda sekali ya anak yang rutin ikut sanggar mewarna seminggu sekali dan dimodali dengan perlengkapan mewarna yang berjut jut harganya. Selama ini kupikir aku saja sudah sangat cukup untuk mengajari Farisha dan pewarna Farisha itu kupikir sudah paling lengkap dibanding yang lain..

Ternyata tidak.. 😂

Masih banyak jenis pewarna yang lebih unggul dan harganya berkali-kali lipat lebih mahal dari lipcream emaknya..😅😅

Memang yang namanya kemenangan itu perlu modal. Yang namanya prestasi dan terkenal itu perlu modal. Ini itu perlu modal. Modal Duit.. Duit.. Duit.. So, jangan ditanya kenapa emak-emak terkadang matre. Emak matre itu buat keluarga juga loh jeng..

Lantas, kalau tidak punya modal haruskah bersedih? Kecewa? Atau mau berusaha jungkir balik supaya dapat duit dan punya modal yang cukup?

Mamaku adalah tipe yang terakhir. Berusaha jungkir balik agar modal cukup untuk menyekolahkan anak kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tapi, aku bukanlah tipe yang seperti itu.

Ya, kadang aku berpikir jika aku memang memiliki uang berlebih dan bekerja keras siang malam tentu saja memasukkan Farisha ke sanggar mewarna dan membelikannya pewarna mahal adalah hal yang gampang. Tapi…

Tapi aku tidak punya waktu spesial untuknya.

Tidak bisa memotong sayur sambil memperhatikannya.

Tidak bisa menulis sambil mengajarinya membaca.

Tidak bisa membuat kue sambil mengajarinya mencampur-campur pewarna.

Kadang, aku berpikir. Jika aku bekerja diluar sana dan memiliki uang banyak tidak selalu hasilnya akan seperti begini begitu. Bisa saja, awal semangat dari Farisha yang senang mewarna karena ia mencintai aktivitasku di rumah.

Jadi, bakat memang perlu modal mak.

Tapi, modal yang utama dan sangat terutama itu adalah Kehadiran kita dalam memberi semangat untuknya.

Guru berkualitas memang dapat mengajarinya skill terbaik. Tapi yang memberikan kasih sayang terbaik tentu saja orang tuanya. Dan ia sangat membutuhkan itu melebihi segalanya.

Ditulis oleh seorang Ibu yang bangga pada bakat anaknya dan hanya bisa berharap bahwa

Semoga kami orang tuanya tak pernah putus memberikan semangat untuknya..

IBX598B146B8E64A