Bedakan antara Suami Pelit dan Suami Hemat

Bedakan antara Suami Pelit dan Suami Hemat

“Sayang, kayaknya bulan ini keperluannya bakal lebih deh. Buku anak mesti dibeli karena tahun ajaran baru. Pengeluaran yang lain juga ada nih..”

“Ya dicukup-cukupkan dulu bisa gak Ma. Soalnya uang kita juga ngepas kan..”

“Tapi bukannya Papa kemarin dapet uang sampingan dari kerjaan?”

“Ya tapi kan buat Mama. Kan kasian loh adek aku juga masih sekolah.”

Sang Istri pun menunduk lantas tak sengaja meneteskan air mata. Sudah berkali-kali rasanya suaminya seperti itu. Sering sekali. Seakan ia hanyalah orang kedua yang membutuhkan nafkah darinya. Seakan hanya dia-lah yang harus berputar-putar mencari cara agar keuangan rumah tangga kami mencapai kata ‘cukup’. 

Dan kadang, Sang Istri sering bertanya pada diri sendiri.. 

“Apakah suamiku ini pelit? Atau terlalu hemat?”

Suami Terkesan Pelit, Salahkah? 

Abaikan cerita diatas. Berhentilah berimajinasi seolah-olah itu adalah cerita curhat dariku. Jujur, enggak juga sih mirip, tapi aku yakin pasti diantara pembaca disini pernah mengalami posisi yang sama. Terutama di ujian awal pernikahan. Iyakan? Nafkah lahir memang ujian sensitif.

Huft. Yup ujian pernikahan terberat memang pada tiang ekonomi. Masa ketika punya ambisi memiliki rumah sendiri, berdiri sendiri, ditambah sudah memiliki anak dengan gajih yang pas-pasan. Belum lagi soal cobaan menjadi sandwich generation. Digeronggoti sana dan sini. Lalu kemudian keadaan menjadi serba salah. Ingin bekerja, tetapi anak harus bagaimana? Tak bekerja namun keuangan tak memadai. 

Merajuk, tapi kenyataannya tidak bisa. Karena begitulah keadaannya. Lalu kemudian setan-setan mulai berbisik ramai ditelinga.. 

“Dia pelit sekali”

“Bahkan anaknya sendiri tidak penting baginya.”

“Dia lebih memilih Ibunya dibanding dirimu.”

“Harusnya dia menikah dengan Ibunya saja.”

Setan-setan itu, membuat istri yang keadaannya serba salah menjadi bertanya-tanya pula. Lalu kemudian berakhir dengan tetesan air mata. Ingin berkomunikasi takut ditekan lantas dianggap tak bisa mengatur keuangan rumah tangga. Tapi jika terus dipendam maka kapan ada jalan keluar? 

Pernahkah kalian berada diposisi demikian ketika ingin berkomunikasi tentang keadaan ekonomi? Aku? Pernah banget! 

Lalu apa yang aku lakukan? Apakah aku langsung menangis bombay dan berteriak parau dihadapan suami? Tidak. Aku mencari ‘jeda’. 

Jeda itu aku gunakan untuk mengoreksi diri. Mengekspresikan kemarahan melalui jempol-jempolku. Mengukir prasasti pada WA story yang aku atur privasinya. Berharap ada 10 dari teman dekatku yang memiliki nasib yang sama lalu memelukku. Kadang, harapanku tak muluk-muluk. Hanya ingin didengar. Itu saja. Itulah kenapa, diantara 10 kontak itu. Suamiku adalah salah satunya. Aku berharap dia bisa membaca luapan amarah itu. Aku ingin dia tau bahwa aku marah tapi aku takut marah dihadapannya. 

Saat itu setan sedang ramai sekali menari di jemariku. Mungkin mereka tertawa. Aku tidak tau apa yang ada dibenak teman-teman yang membaca status privasiku. Tapi satu hal yang jelas. Aku lega. Dan jeda itu aku ulang lagi dan lagi. Seperti menjadi candu. 

Saat waras menghinggapiku. Dan setan itu sudah lelah dan tertidur. Aku menatap nanar ke arah suamiku yang kelelahan dalam tidur malamnya. Berkata dalam hati, “Mungkin, sebenarnya dia memiliki beban yang tak kalah besar dariku.. Apakah aku yang selama ini menutup mata akan bebannya? Apakah selama ini kami saling memendam rasa karena ‘malu pada beban masing-masing’?”

Bagaimana kalau.. Memang dia tidak punya pilihan? Atau dia takut berkomunikasi? 

Dan hal yang paling aku takutkan saat itu adalah, “Bagaimana kalau ternyata aku tidak dipercayai..?”

Lalu, aku terlempar pada masa lalu. Masa saat kami masih berkenalan dulu. Aku ingat dia pernah berkata padaku.. 

“Dalam kehidupan. Kita harus punya mimpi yang tinggi. Prinsipku adalah aku harus punya mimpi setinggi bintang. Walau senjataku hanyalah tangga. Setidaknya aku punya pijakan untuk melangkah. Walau ujungnya hanyalah atap rumah atau bahkan buah mangga sekalipun. Setidaknya aku sudah menaiki tangga itu.”

Kadang aku melamun dan berpikir. Bagaimana kalau ia sedang membuat anak tangga sendiri? Namun tidak melibatkanku karena ia takut jika aku terlibat maka aku akan memberikan opsi yang tidak maksimal untuk kualitas anak tangganya? 

Jangan-jangan selama ini kami memasang senjata yang salah. 

Ia pelit dan sukar berkomunikasi untuk senjata dan tamengnya. Sedangkan aku diam dan marah untuk senjata dan tamengku sendiri. 

Hidup kami pun pernah mengalami masa-masa itu. Masa dimana kami tidak terbuka, saling curiga. Dia menganggapku tidak bisa mengatur uang karena aku tak pernah melibatkannya. Dan aku menganggapnya pelit karena dia tak pernah mengikutsertakan diriku dalam membangun anak tangganya. 

Akhirnya aku mengerti. Ini bukan perkara pelit. Ini soal saling mengerti. 

Jika Suami Pelit, Mungkin… 

Mungkin sebenarnya.. Dia sedang membangun mimpi. Maka, berusahalah masuk kedalam mimpinya itu. Libatkan dirimu. 

Rasakan bebannya, kemudian ringankan beban itu. Berusahalah memahami. Tekan ego itu, walau butuh sekalipun berusahalah untuk tetap membangun anak tangga itu. Karena pernikahan harus memiliki mimpi. Semua mimpi dilalui dari rasa susah. Ini berat. Banget. Tapi, sebisa mungkin. Berkomunikasilah. 

Jika rasa pelit itu sudah sangat berlebihan tak ada salahnya untuk mencoba jurus-jurus yang pernah aku tulis ini

Baca juga: Jurus-jurus jitu ketika budget keuangan pas pasan

Memiliki suami yang tak paham dengan pengeluaran rumah tangga itu adalah cobaan sejuta wanita. Banyak sekali wanita diluar sana yang memiliki cobaan yang sama apalagi diawal-awal pernikahan. Sesungguhnya, pelit itu tidak bisa disalahkan selama banyak unsur mimpi didalamnya. Seperti yang pernah terjadi padaku. Tapi jika karena faktor lain, mungkin jurusnya pun berbeda pula. Suami pelit itu salah. Tapi tak sepenuhnya salah. Yang bisa kita lakukan adalah meyakinkan diri dan pasangan. 

“Kita harus hemat, bukan pelit..”

Suami Hemat dan Pelit? Apa Bedanya? 

Ya beda dong marimar. 

Suami Pelit itu egois, mengesampingkan kepercayaan dan menganggap goalsnya paling benar. Sedangkan Suami Hemat itu memiliki visi dan misi di masa depan dan melakukannya disertai dengan sifat keterbukaan bersama istri sehingga jikapun ‘susah’ maka susahnya terkesan bersama. Bukan dipikul sendirian. Berjalan masing-masing. Heh, pernikahan macam apa itu. 

See? Dalam menikah itu komunikasi adalah koentji. Termasuk itu dalam hal mengkategorikan suami pelit atau hemat. Mau si Suami punya Duit segudang kek, kalau ‘enggak terbuka’ sama pemasukan dan pengeluarannya.. Maka tetep aja namanya SUAMI PELIT. Catet tuh! 

So, kembali ke pembuka artikel ini. Tentang percakapan diatas, apakah menurut kalian suami tersebut adalah suami yang pelit atau terlalu hemat? 

Suami sudah berkata pada istri bahwa uang sampingannya ia berikan pada keluarganya karena mereka juga membutuhkan. Akan tetapi, ia memberikannya begitu saja tanpa berkomunikasi terlebih dahulu pada istri. Mungkin, suami takut si istri tidak memperbolehkan tindakannya. Apakah itu salah? 

Perlu koreksi diri, apakah selama ini sebagai istri kita sering ‘mendikte’ suami ketika ia memberikan uangnya pada yang lain sehingga menyebabkan adanya ketidak-terbukaan. 

Sebaliknya, reframing diposisi istri. Ketika istri sudah ‘meminta’ itu artinya ia sedang membutuhkan. Maka, tentu saja ia berharap bisa diberi. Kalimat balasan suami sedemikian akan menyebabkan istri merasa dinomor-duakan. Kembali lagi, dalam pernikahan.. Sungguh komunikasi adalah kunci. 

Karena andai saja suami tidak gengsi berkata, “Maaf..” Karena sudah tidak jujur soal uang sampingan dsb. Lalu kemudian berusaha agar ia menunaikan kewajibannya. Maka tentu tidak akan ada konflik dan berburuk sangka dalam diam. 

Jika masalah dibiarkan dan istri selalu ‘diam’ maka suami tidak akan merasa bersalah. Maka harus dikomunikasikan. 

Ketahuilah, permasalahan ekonomi ini adalah tiang dalam kesejahteraan rumah tangga. Maka, keterbukaan adalah penawarnya. Ini bukan soal suami pelit atau hemat aja. Bukan soal ‘mengatur uang’ saja. 

Percayalah, bahkan suami boros sekalipun mungkin masih lebih baik dibanding suami hemat tapi tidak terbuka. Dalam catatan suami boros tersebut terbuka tentang keuangannya. 

So.. Suami Misua Hubby Honey diluar sana.. 

Percayailah Istrimu. Itu saja. 

Komentar disini yuk
0 Shares

14 thoughts on “Bedakan antara Suami Pelit dan Suami Hemat

  1. Yang jelas dalam.berumah tangga itu harus saling jujur dan terbuka agar tidak terjadi konflik atau terjadi salah faham…hemat dengan pelit berbeda,hemat itu untuk membangun , meraih impian kedepan untuk kepentingan bersama (keluarga), tetapi tetap memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari hari, kalau pelit sama sekali gak memikirkan kebutuhan rumah tangga seperti apa …?

  2. iya, masalah ekonomi ini adalah masalah sensitif, yang jika tak dibicarakan secara terbuka antara suami istri, bisa jadi ganjalan yang makin besar dan saat meledak bisa berakibat fatal

  3. Dalam keluarga pasti pernah melewati masa-masa begini, apalagi kalau bukan berasal dari keluarga Sultan.
    Tapi aku selalu yakin, apapun yang diberikan suami kepada kedua orangtuanya, pasti akan balik beribu-ribu kali lipat ke keluarga juga.
    Entah anaknya jarang sakit atau selalu ada rejeki yang tak terduga..

    Yakin aja..
    Bakti anak laki ke orangtua harus tetap dijaga.

  4. Wah, ini menarik sekali mbk bahasannya. Pastinya beda banget suami pelit dan suami hemat. Yang pasti kalo suami hemat bisa mengatur keuangan dengan baik.

  5. Suami pelit dan suami hemat itu beda jauh, ya. Kalau suami hemat, sudah pasti bisa mengatur keuangan dan bisa membedakan antara kebutuhan primer dan lainnya. Kalau suami pelit biasanya apa-apa gak boleh. Padahal buat belanja kebutuhan sehari-hari.

  6. Masih ada pasutri yang susah komunikasi soal keuangan. Padahal udah saling mengenal dan pacaran bertahun tahun. Padahal kalau komunikasi bagus, jadinya lebih enak ngobrolnya

  7. hmm… menarik nih pembahasan mengenai suami pelit atau hemat, sejauh ini suamiku gak pelit kalo memang ada uang lebih. terutama buat anak. tapi kalo lagi pas-pasan yaudah kita berhemat

  8. Suami pelit vs suami hemat hehehe. Kalo punya suami yang terbiasa ikutan untuk belanja, pastinya dia paham kondisi ekonomi saat ini. Jadi ya gitu, pastinya istri mampu membedakan yg mana suami pelit & hemat.

  9. Setuju .. pasti beda hemat dan pelit.

    Khas perempuan seperti dalam tulisan ini, bermain2 dengan suara2 dalam pikiran dan hatinya. Butuh tempat cerita, butuh pendengaran, butuh insight yang positif. Kalau diberi pengertian, in syaa Allah bakalan baik lagi …

  10. Makna pelit maupun hemat ga mudah sih, tiap pasangan kan beda2 sikon keuangan rumah tangganya. Yang jelas kalau suamiku sih kasih aku pengelolaan keuangan sejak menikah dulu. Aku pun membuat anggarannya 🙂 Kalau suami senangnya beliin isteri dan anak2nya apa aja selama ‘ada’ isi dompetnya dan memang dibutuhkan, ga semata2 diinginkan ya. Jadi berada di tengah lah. Ga pelit, ga hemat2 amat hehehe 😀

Komentari dong sista

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IBX598B146B8E64A