Belajar Berempati Dengan Guru di Masa Belajar Online
“Kok kamu nulis beginian sih di blog? Cerita tentang Sekolah Online ditulis. Udah gitu kritik Guru pula.. “
Kata-kata itu sontak dilontarkan begitu saja ketika suamiku membaca tulisan curhat di blog tentang sekolah online.
Mau baca? Ini dia : “Sekolah Negeri Masa Pandemi, Gini Amat?”
Sertakan juga kritikan kalian ya. Kalau memang aku julid disana jujur saja dan berkomentar.. 🙂
Lalu, berulang-ulang aku membaca tulisan di blog tersebut. Berpikir keras. Apakah aku ‘mengeluh banget?’ , Apakah aku julid hanya karena menuliskan proses pembelajaran di sekolah negeri masa pandemi? Apakah aku lupa menuliskan ‘sisi baiknya?’
Iya, memang sejak awal blog ini berdiri rata-rata tulisannya adalah tentang curhat dan curcol ringan. Dan ciri khas aku memang selalu mengangkat masalah diawal tulisan. Biasa diawali dengan bumbu sedikit mengeluh bla bla.. Yaa.. Aku melakukan itu supaya aku bisa menulis dengan mengalir ringan. Tidak dibuat-buat dan bisa menjadi diriku sendiri. Karena tujuanku membuat blog adalah agar suaraku dapat didengar.
Tapi, biasanya aku selalu menuliskan hal positif disela-sela dan akhir curhatanku tersebut.
Dan suamiku hanya melihat sisi negatif dari tulisanku tersebut, yaitu.. Aku kecewa dengan sistem belajar online. Kecewa dengan gurunya. Itu saja.
Well, jujur aku sedikit kecewa sih dengan sudut pandangnya dalam membaca tulisan. Hiks..
Karena sungguh disana aku juga menulis sedikit tentang betapa guru tidak punya pilihan dan juga sisi positif belajar online versi sekolah negeri di masa pandemi. Tapi hanya secara singkat. Aku juga sedikit menyarankan tentang inovasi belajar online disana.
Dan baiqlah. Kali ini aku akan menuliskan empati versi terpanjangnya. Sebagai penyeimbang tulisan sebelumnya
I Feel You Teacher..
FYI, orang tuaku adalah seorang Guru. Keduanya adalah Guru. Begitupun Suamiku.
Secara keseluruhan tentu aku sudah sangat mengerti tentang siklus hidup Guru. Berapa banyak gajihnya, betapa berat pekerjaannya, dan risiko kena ‘omelan’ dari orang tua murid karena mengajar yang tidak becus. Apalagi Mamaku sendiri adalah guru TK, uh.. Sudah sering aku mendengar cerita dari Mama tentang kasus bully anak sekolah yang berlanjut jadi pertengkaran guru dan orang tua.
Dan situasi pandemi ini sungguh sangat menyulitkan posisi guru. Apalagi guru yang bukan termasuk dalam kalangan generasi milenial. Kebanyakan tidak begitu mengerti dengan smartphone. Sehingga ya ampun, bahkan ada loh guru yang baru saja berkenalan dengan Whatsapp.
Apakah itu salah? Tentu tidak. Karena generasi boomers lebih senang dengan dunia nyata dibandingkan dunia maya. Tak pernah terpikir situasi belajar akan beralih ke online.
Di tulisan sebelumnya aku mengungkapkan bahwa pembelajaran hanya berlangsung via WA. Dan pesan di WA pun hanya berbentuk tugas saja. Sontak banyak orang tua murid yang sering bertanya dan mengusulkan perubahan metode pembelajaran. Ada yang meminta untuk dikirimnya materi lebih jelas dengan video. Ada pula yang meminta untuk dibuatkan kelompok belajar dan dapat bergantian masuk sekolah secara social distancing. Tapi sungguh, keduanya sangat sulit dilakukan.
“Sebenarnya Ibu sangat ingin belajar normal seperti biasanya.. “
Kalimat itu aku putar berulang-ulang. Ya, kalimat dari potongan video perkenalan dengan murid di kenaikan kelas kemarin. Aku pandangi wajah beliau bersama Pica. Aku yakinkan pada Pica bahwa inilah wali kelasnya sekarang. Dan memang itulah hal maksimal yang bisa beliau lakukan. Apalagi saat melihat beliau yang mungkin seusia dengan Mamaku. Mungkin saja beliau merasa kesulitan bahkan untuk membuat video perkenalan.
But who knows? Mungkin saja bukan beliau adalah Guru terbaik pada zamannya?
“Tidak ada satupun guru yang senang dengan sistem pembelajaran online yang demikian. Tapi, situasi pandemi ini memaksa Guru untuk berubah. Termasuk merubah cara mengajarnya.”
Ketika Guru Harus Belajar Berinovasi dalam Mengajar di Masa Pandemi
“Tapi bagaimanapun juga, dia adalah Guru. Orang yang berkewajiban menyampaikan ilmu kepada murid. Tolonglah bagaimanapun caranya.. Apalagi Aku tidak punya waktu untuk mengajari anak. Aku harus bekerja siang malam lalu… bla bla bla.. “
Inilah salah satu percakapan di grup orang tua murid. Inilah kenyataannya. Bahwa banyak orang tua yang kesulitan di masa pandemi ini. Bahkan ada juga yang terang-terangan berkata jujur bahwa tugas dari Guru dikerjakan olehnya, bukan oleh anaknya. Kenapa? Karena tidak ada waktu untuk mengajari.
Hal inilah yang membuatku secara singkat menulis di tulisan sebelumnya bahwa:
“Ah, kuharap setidaknya Guru juga mengirim video pembelajaran sesekali. Sebulan sekali juga tidak apa-apa. Memang kelas zoom atau google meet masih tidak bisa diaplikasikan. Tapi tidak ada salahnya bukan Guru mencoba belajar memiliki channel youtube? Supaya murid dan Guru juga memiliki sedikit keterikatan emosi. Dan memiliki video belajar begini mungkin saja bisa dijadikan ladang adsense suatu hari nanti. Wah, emejing banget kalau peluang ini bisa dimanfaatkan oleh guru honorer.”
Sungguh kata-kata itu dikritik. Dan aku sadar sekali bahwa tentu membuat channel youtube bukanlah hal yang gampang. Tapi tentu bisa dipelajari. Apalagi, setahuku di setiap kelas Guru senior selalu memiliki guru pendamping yang rata-rata adalah generasi milenial. Tentu sangat bisa jika guru belajar untuk membuat video dan dikirimkan ke grup WA di kelas. Tidak perlu berpanjang lebar dan hanya untuk menenangkan hati para orang tua murid saja.
Kenyataannya, guru memang dituntut untuk berinovasi di masa pandemi ini. Aku hanya menulis untuk mengungkapkan isi hati para Orang Tua murid. Menulis untuk berkembang, bukan hanya sekedar nyinyir. Bukankah orang tua dan murid adalah partner dimasa pandemi?
Guru, Bekerja samalah dengan Kami.
Jujur, aku sangat berempati dengan keadaan guru. Apalagi di masa pandemi ini. Apalagi jika Guru tersebut juga Perempuan yang mana juga merupakan seorang Ibu dari anak-anak. Tentu tidak mudah membagi peran. Apalagi kan yaa.. Nah diputar lagi deh.. Misalnya anak Guru tersebut juga memiliki keadaan yang sama dengan anakku. Banyak pula. Kan pusing juga.
Karena itu aku sangat mengapresiasi jika ada guru yang dengan aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dari orang tua di WA. Karena sungguh ketika tugas diberikan, banyak para orang tua murid yang bertanya di grup. Bahkan, pernah suatu hari ada murid yang bertanya berkali-kali. Ia mengeluh tidak paham dengan tugasnya, sementara mamanya tidak ada di rumah.
Aku harap para guru bisa lebih aktif memantau grup WA. Tidak meninggalkannya begitu saja setelah memberi tugas. Karena di masa pandemi ini.. Sangat dibutuhkan kerja sama yang kompak antara orang tua dan guru.
Aku tau, selain tugas mengajar guru juga diberikan tugas administratif dari sekolah yang berjibun banyaknya. Aku tau. Aku tau sekali. Karena diam-diam aku juga sering memantau status WA dari para Guru.. Hehehehe..
Dan sepertinya di masa pandemi ini tugas administratif malah bertambah banyak. Oleh karena itu, sepertinya ini bisa menjadi perhatian pemerintah. Setidaknya berilah keringanan tugas guru ‘disisi yang ini’. Karena selain bekerja sama dengan pemerintah, guru juga punya peranan yang lebih penting di masa pandemi ini.
Yaitu bekerja sama dengan orang tua murid.
Mari menjadi partner terbaik dalam memajukan generasi bangsa.. Duhai Guru..!