Manfaat Wifi Rumah Bantu Gen Alpha jadi Makin Cakap Digital
“Pica!! PICAAA”
Teriakanku pagi-pagi selalu membuat rumahku bagai ramai akan warna emosi. Bagaimana tidak? Pica, anak pertamaku selalu saja sulit melakukan rutinitas sesuai prosedur kedisiplinan yang sudah aku atur. Akhirnya berakhir dengan berbagai omelan tambahan yang keluar.
“Mama kan sudah bilang, kalau pagi-pagi itu bereskan kamar dulu, siram tanaman dulu, makanin kucing. Kenapa malah diam-diam pegang HP mama pas mama di dapur.”
“Tapi, Pica kan cuma pengen whatsapp Naomi temen Pica.. Nanya hari ini sholat dhuha apa enggak.”
“Kamu alasannyaalesannya gitu. Tapi pasti ujung-ujungnya buka tiktok ya kan!”
Dan aku langsung merebut HP milikku sambil memperlihatkan padanya bahwa ia tak hanya membuka Whatsapp tapi juga kepo melihat tiktok.
Sungguh, anak generasi sekarang. Kenapa sih pada suka sekali main tiktok?
Sejak Ada Wifi rumah, Anak Suka Kalap
“Tuh kan main hape lagi!!”
Jam makan siang pun, sempat-sempatnya si Pica mengambil HP milikku.
“Tapi Pica cuma mau nanya sama Syifa, kapan jemput Pica ngaji sore ini”
“Kan jemputnya sore, kenapa nanyanya jam segini. Udah jangan alasan, pasti deh kamu buka tiktok ya kan?”
Dan aku melihat riwayat aplikasi yang dibuka oleh Pica melalui wifi rumah. Benar saja, dia baru saja membuka aplikasi youtube. Langganan tontonannya adalah storytelling tentang cerita horor. Sungguh aku bingung dimana letak keseruannya.
Dulu, sebenarnya aku sudah pernah mengeluh pada suami soal perilaku anak yang mulai suka dengan HP dan internet. Ia mulai kalap dengan aktivitasnya sejak ada Wifi di rumah. Jika aku dan suami sedang sibuk bekerja. Ia pasti diam-diam meminjam HP. Akun tiktok yang dulu atas namaku pun sekarang berubah isinya menjadi berbagai animasi yang aku tak paham isinya.
Tak cukup hanya tiktok, youtube pun mulai diserangnya. Berawal dari suka sekali menonton story telling tentang cerita horror kemudian dia mulai suka menggambar cerita-cerita yang ia sukai. Sedihnya, aku mengamati.. Ia lebih suka memperhatikan tontonannya dibanding mencoba mengerjakan sesuatu yang ia senangi.
Maka, sejak itu juga kami sebagai orang tua sepakat untuk membatasi aktivitas anak dengan gadgetnya. Untuk hari senin sampai jumat anak hanya boleh beraktivitas nyata. Sementara sabtu sore dan minggu anak boleh meminjam HP. Kami menyebut waktu itu adalah Gadget Time.
Aturan Gadget Time yang Bikin Anak Kreatif
Aku sebenarnya sudah lama sekali peka dengan bakat Farisha. Sejak kecil, ia suka sekali mewarnai. Bakatnya cukup bagus sehingga ia juga memenangkan banyak perlombaan mewarna. Anaknya telaten dalam mengarsir. Lekas paham saat diajari tentang gradasi, serta lihai memadu-padankan warna. Aku tahu sejak itu juga bahwa anakku adalah tipe visual. Yang lebih suka melihat dan menonton dibanding mendengarkan bacaan. Yang lebih suka membaca komik dibanding buku pelajaran.
Karena itu, aturan gadget time yang kami terapkan diharapkan bisa menumbuhkan kesenangan Pica lagi akan mewarnai dan menggambar. Aku pun mulai suka mengajaknya keperpustakaan untuk meminjam buku. Aku berharap ia bisa belajar dari buku anak-anak yang ia pinjam.
“Pica lihat gak, setiap buku cerita.. Beda ilustrator maka beda pula gambarannya. Bahkan, ada loh orang yang baru melihat gambarnya saja tapi ia sudah tahu bahwa ini pasti karyanya si ini” Kataku iseng bicara.
Sumber gambar: Buku Harian Cacing Oleh Doreen Cronin. Diilustrasi oleh: Harry Bliss
“Kok bisa gitu ma?” Tanya Pica
“Itulah namanya ciri khas dari ilustrator. Tiap gambaran karakternya.. Itu ‘dia banget’ dan bahkan orang tahu bahwa itu gambarannya dengan sekilas melihat saja”
“Gimana bisa menciptakan ciri khas demikian Ma?” Pica bertanya.
“Sering-seringlah mengamati lingkungan di sekitarmu. Dan sering-seringlah membaca. Tulis dan gambar apapun yang ada terbersit di dalam pikiran Pica. Setiap ide itu berharga. Pica tau gak, bahkan karakter Hello Kitty dan Baby Shark itu bisa bernilai luar biasa. Jangan pernah remehkan sebuah ide dan khayalan. Setiap seni itu berharga.”
Sejak itu, Pica mulai kuberi tugas unik. Yaitu belajar membuat karakter. Dari belajar membuat karakter manusia hingga gabungan manusia dan hewan. Ia akhirnya mulai paham dengan cara membuat ekspresi pada wajah.
Pertanyaannya, bagaimana Pica belajar menggambar? Apakah ia punya guru?
Belajar Melalui Youtube, Akhirnya Anak Jadi Cakap Digital
Aturan gadget time hanya memperbolehkan Pica untuk meminjam HP pada hari sabtu dan minggu. Dan kami sepakat untuk mengawasi apa yang Pica lakukan. Akan lebih baik jika Pica belajar mengasah skillnya dibanding hanya menonton konten yang kurang edukatif.
Pica pun telaten belajar menggambar karakter dari berbagai channel youtube. Meski awalnya begitu sulit untuk menggambar dengan bagus. Tapi, lama kelamaan ia mulai menyukainya. Ia pun mulai iseng membuat gambaran sederhana. Lalu, Pica mulai suka mendokumentasikan karya-karyanya. Ia mulai paham bagaimana caranya melakukan scan. Ia juga mulai paham bagaimana membuatnya pada folder komputer.
Aku pun juga mengikutkan Pica pada Comic Class. Awalnya, niat itu hanya supaya Pica punya kelas dalam mengembangkan minatnya. Lama kelamaan, Pica jadi suka menggambar komik. Bertanya padaku tentang ide cerita. Dan bulan ini ia ingin mengikuti kelas komik lagi.
Tantangan Di Masa Depan Anak Cakap Digital
“Aku sih ikut kelas offline aja bund. Duh, anak itu kalau sudah belajar online. Bukannya belajar fokus, dia malah ngantuk. Atau malah jadi buka aplikasi yang lain” Celetuk salah seorang orang tua murid di SD Pica.
Aku memang mengetahui diluar sana ada kok beberapa kelas offline untuk menggambar. Tapi, entah kenapa itu terlalu sulit dilakukan untuk orang tua seperti aku yang apa-apa serba di rumah. Bekerja di rumah, mencari duit mulai rumah, serta sudah terbiasa menghibur diri di rumah menggunakan wifi rumah pula. Rasanya seakan pergi ke dunia luar itu memakan waktu yang cukup lumayan lama.
Tapi disisi lain, perkataan beliau ada benarnya. Ketika belajar online, anak kadang jadi ‘kepo’ dengan hal-hal baru. Saat belajar menggambar anime lewat youtube saja, pasti kemudian ada beberapa playlist yang tidak diharapkan muncul. Belum lagi, anak suka sekali menginstall aplikasi game baru di handphonenya. Huft.
Tapi, kurasa hal sedemikian hanya tinggal masalah waktu. Seberapapun sering kita mencegah anak untuk tidak menyentuh gadget, kelak dia pasti akan menyentuhnya juga. Karena bagi generasi alpha, teknologi adalah sebuah kebutuhan. Bahkan mungkin kelak ia bisa saja bekerja di rumah sepertiku hanya dengan bermodal teknologi.
Dari situpun aku sadar bahwa teknologi dan risikonya hanya bisa dikontrol dengan cakap digital. Kebijakan dalam berinteraksi di dunia digital adalah kunci seorang anak bisa cakap digital. Memang, ada risiko bahwa anak akan tergelincir pada hal yang tidak baik di dunia digital. Tapi, itu tergantung dari bagaimana orang tua mengontrol dan mengawasi mereka. Mulai dari bagaimana ia bersosial media hingga bagaimana ia berkembang. Sebagai orang tua sudah barang tentu menginginkan hal-hal positif bagi anggota keluarganya.
Aman dan Cakap Di dunia Digital untuk Anak
Anj*r cakep banget karya lo
P
P
Aku mengernyitkan dahi membaca chat Pica dan komentarnya pada konten temannya. Ya ampun, anak zaman sekarang gak bisa ya luput dari kata sembarangan.. 😭
Perlahan, akupun mulai bertanya pada Pica.
“Kenapa sih suka banget ngomong bahasa gitu sama temen-temen?“
“Teman-teman Pica juga gitu Ma..”
“Ya masa kamu harus ikut-ikutan begitu juga. Mereka ya mereka. Kamu ya kamu. Mulai kecil kayak kamu ini yang harus dibiasakan berkomunikasi dengan baik. Kalau sudah dewasa, sudah telat.”
Pica menunduk lesu. Baginya, mungkin bahasa itu seru dan kekinian. Ah, kamu belum tau aja nak. Kalau tulisan negatif itu jejak digitalnya akan terekam selamanya. Beda dengan halnya kamu bicara. Ucapanmu mungkin hanya akan menguap sebentar saja.
Ini benar loh. Saat aku mengikuti acara Makin Cakap Digital 2022, Bang Awan Ruang Ide juga menyampaikan hal serupa. Mungkin, anak memang merasa nyaman dengan bahasanya sekarang di sosial media. Anak bahkan bisa berkreatifitas disana. Tapi, rambu rambu bersosial media bukanlah hal yang bisa diremehkan. Karena jejak digital lebih abadi dan tak akan hilang.
“Akan lebih baik, dibanding komentar dengan bahasa yang tak baik mending Pica bikin adalah konten yang inspiratif atau bisa membantu orang lain.. Karena komentar dengan kata-kata demikian, mungkin biasa saja bagi yang lain. Tapi mungkin sebagian lagi tidak merasa demikian” Kataku pada Pica
Karena bagiku, sosial media adalah salah satu yang bisa membangun diriku dari keterpurukan. Konten inspiratif dari orang lain, membuatku bangkit ingin bercerita dan menulis juga. Konten tentang semangat hidup, membuatku merasakan syukur tak terhingga. Tak heran jika I Wayan Adi Karnawa memberikan edukasi bahwa cakap digital adalah kunci dari kita bertumbuh di era yang sekarang. Lihatlah konten yang baik, dan buatlah karya digital yang baik itulah kunci untuk bertumbuh.
Hal ini dibenarkan oleh Irwa Rochimah Darkasi, bahwa Creativity is a Key Skill for Success. Maka, dibanding untuk membiarkan anak berkomentar dengan bahasa anehnya di konten orang lain. Akan lebih baik jika ia memanfaatkan dunia digital untuk mengasah kreativitasnya.
Bikin Anak Makin Kreatif di Rumah bersama Wifi
Awal nikah, sebenarnya aku termasuk salah satu Ibu yang gaptek. Tak paham tentang teknologi. Hanya tau dengan BBM ria saja. Pasang status receh, upload foto makanan.
Tak paham dengan blog, apalagi aktif di sosial media yang lain. Aku menyibukkan diri di dunia nyata dan sempat berjualan kue. Namun, semuanya terasa tak produktif. Terasa hambar.
Keadaan justru berubah sejak aku kenal sosial media. Facebook dan instagram mendorongku terjun ke dunia blogging. Dunia blogging dan bisnis IT suami mendorong kami untuk memiliki Wifi di rumah. Dan Kepercayaan kami jatuh pada IndiHome.
IndiHome adalah bagian dari Telkom Grup yang jangkauannya sudah luas. Bahkan, di desa tempatku tinggal sewaktu kecil dulu juga sudah ada. IndiHome juga memiliki fitur Internet Positif yang membantu kita agar dapat mengakses internet dengan aman.
Menurutku, dunia digital sangat mendukung diri sendiri untuk menjadi manusia yang kreatif. Dan aku ingin menyalurkan mindset sendiri pada anak. Bahwa, dunia digital itu seru. Dan kita punya peluang untuk berdaya di dalamnya.
Aku sangat bersyukur, sejak adanya wifi di rumah Pica begitu semangat mengikuti kelas komik. Ia juga mulai menjadikan kegiatan membuat komik sebagai hobi di rumah. Kadang, aku menyumbang sedikit ide pada komiknya dari beberapa drakor yang aku tonton.
Terima kasih Internet, Terima kasih IndiHome. Tanpa kalian mungkin kami sekeluarga tak akan bisa menjadi kreatif di dunia digital.