Browsed by
Category: Renungan Hidup

Tulisan-tulisan yang berisi pengingat tentang kebaikan terinspirasi dari berbagai hal

Dear January.. Maafkan aku.. 

Dear January.. Maafkan aku.. 

Saat baru saja aku merasakan kehidupan baru diawal tahun yang menggebu-gebu, tapi siapa sangka ia akan hilang begitu cepat?

Aku tau, tak seharusnya aku mengawali 2018 dengan kesedihan. 

Aku tau tak seharusnya aku menuliskan kesedihan di Bulan Januari yang baru. 

Tapi kesedihan itu datang begitu saja menghapus semangat baruku. 

Dan jika aku tak menulisnya. Maka aku tidak bisa melangkah dengan lebih baik. 

Maka.. biarkanlah aku menulisnya…

***

30 Desember 2017 aku berloncat kegirangan melihat hasil testpack dipagi hari. Bergegas memoto hasilnya dan menanyakan keakuratannya. Yah, bagaimanapun juga aku tidak boleh kegeeran dulu dong. Siapa tau alatnya salah? Terlebih aku adalah salah satu penganut paham ‘jangan terlalu bersemangat dengan kegeeran palsu’. Namun, memang hal itu sangat membahagiakan hingga membuatku langsung memberitahu suamiku.

Bagaimana responnya?

Ibarat bertemu dengan anak kecil yang baru saja mendapat doorprize piala dan mainan. Seperti itulah ia membuat ekspresi senang melihat kelakuanku. Bertepuk tangan sambil bilang ‘Yeaay!! Hebaaat!’

Ah, begitulah suamiku. Jangan pernah mengharapkan hal romantis keluar dari mulutnya. 

Bagaimanapun juga itu moment yang menyenangkan. Terlebih saat satu-dua-tiga-empat teman-temanku meng’iya’kan keakuratannya sambil mengucapkan selamat. Aku senang sekali, sudah setahun yang lalu aku ingin hamil. 

***

Setahun lalu aku sudah memantapkan diri melepas KB. Walau sebenarnya suamiku masih ingin menundanya. Yah, aku tak tau jelas kenapa ia tidak terlalu suka dengan kehamilan. Mungkin dia trauma melihat aku dulu terkena babyblues. Takut anak berikutnya akan menimbulkan dampak psikologis yang sama untukku. Maka, walaupun aku melepas kb tapi ia bersikeras masih ingin menundanya. Kesepakatannya, kami melakukan kb alami saja. 

Bulan September dihari ulang tahunku. Akhirnya ia menyetujui proposal program hamilku. Senang rasanya. Bagaimana tidak? Farisha sekarang sudah berumur 4 tahun dan sudah sekolah. Perlahan-lahan ia menjadi anak yang mandiri. Walau ia masih tergolong menggemaskan dengan seribu pertanyaan anehnya tapi aku tau masa-masa romantis ini sebentar lagi akan hilang. Saat ia beranjak SD mungkin ia sudah tidak terlalu menggemaskan lagi. Aku butuh sosok mungil baru yang harus membuatku tetap sibuk. 

Baru kali ini aku merasakan ingin benar-benar hamil. Ironis rasanya mengingat kehamilan pertamaku terlalu banyak diisi dengan air mata karena ketidak-siapanku menjadi seorang Ibu. Aku sempat meminum pil tuntas dengan kebodohanku, saat mengetahui hamil aku bahkan mengatakan “Oh, kenapa ini terjadi terlalu cepat?” dan hingga ia lahir aku bahkan sempat berpikir begitu tak pantas bayi ini berada dipangkuanku. Namun, siapa sangka aku merindukan masa-masa itu lagi? Masa yang dulu sering kuisi dengan tangisan sambil menyusuinya? Betapa rindu dengan sosok mungil dengan bau minyak telon berada lagi dipangkuanku. Aku rindu masa-masa itu. 

Bayi baru.. Cepatlah datang.. 

September.. Oktober.. November.. 

Sayangnya promil kedua tidak selancar kehamilan anak pertama. Tadinya aku berpikir bahwa aku ini makhluk paling subur didunia. Ternyata tidak, kehamilan pertama memang sudah takdir-Nya. Begitupun yang kedua. 

***

30 Desember hatiku dipenuhi dengan perasaan berbunga-bunga. Ucapan selamat datang silih berganti. Seakan tak cukup dengan ucapan itu akhirnya pada tanggal 31 Desember 2017 aku mempublikasikan kabar gembira itu di instagram.

Katakanlah aku pamer.. Ya katakan saja.. 

Sepertinya aku memang punya sifat senang saat mempublikasikan hal yang menyenangkan. Mungkin aku harus mengakui bahwa aku punya pribadi yang agak narsis. Aku tak tau persis bagaimana membedakan benang tipis antara rasa percaya diri-semangat-bangga-sombong-narsis-hingga riya. Jadi maklumi saja jika kalian mungkin salah tafsir dengan postingan instagramku @aswindautari. Tapi serius, aku sepertinya perlu dukungan lagi dan lagi. Dan lebih utamanya, aku perlu Doa. 

Mungkin ini bawaan innerchild yang kumiliki. Sejak kecil aku tidak terlalu ekspresif dalam menggambarkan gembira-senang-sedih-kecewa. Mungkin karena lingkungan keluargaku begitu hingga terbawa keteman-temanku. Namun sejak remaja aku mulai belajar bagaimana berekspresi dengan benar. Dan ekspresi sedih adalah keahlianku. Aku hanya mengenal mengungkapkan ekspresi senang disosial media. Jadi, yah.. Katakanlah aku narsis dengan foto tersebut. 

Katakan aku terlalu ekspresif sehingga Tuhan mengujiku. 

Sebenarnya aku pun tak tau kenapa kehamilan kedua tak pantas kumiliki sekarang, Tuhan? 

***

Beberapa hari yang lalu suamiku sempat mengirimkanku sebuah artikel. Tentang betapa tidak berartinya Susu Hamil. Yah, aku mempercayainya. Toh, Kehamilan pertama dulu juga aku cuma kadang-kadang saja minum susu. Dan bayiku lahir dengan cukup besar dan sehat. 

Sudah beberapa minggu yang lalu aku batuk. Saat belum tahu dengan kehamilanku aku meminum obat batuk biasa beserta obat langganan untuk rhinitis. Namun, ketika mengetahui bahwa aku hamil maka aku berhenti meminum obat dan hanya meminum jeruk nipis dan air hangat untuk mengurangi batuk. 

Tanggal 31 Januari aku memutuskan untuk mudik ke Pelaihari, kampung halamanku. Aku bahkan berencana ingin jalan-jalan. Bagaimanapun juga aku perlu semangat baru bukan untuk mengawali tahun 2018? Aku perlu berfoto dengan keluargaku dengan background yabg menyenangkan untuk kukenang di Banjarmasin nanti. 

Senang rasanya bertemu dan berkumpul dengan keluarga besar. Farisha dapat bermain dengan sepupunya Muthia sembari bertanya seribu pertanyaan dengan Neneknya. Aku bahkan menikmati kecemburuannya dengan Hanzo sepupu kecilnya saat kuasuh. Kok rasanya senang sekali membuatnya menangis begitu? 

Kami menikmati 1 Januari 2018 dirumah Mama dengan kesenangan berkumpul bersama.. 

“Sebentar lagi cucu nenek ada empaat” ucap kakakku bercanda

“Hah? Siapa hamil?” kata Mamaku. 

Aku nyengir. Memang sih, aku sengaja tidak memberi tahu Mama. Ingin surprised. Dan keceriaan keluarga kami berlanjut malam itu. 

Aku lalu merasakan perutku sedikit mengeras saat batuk berkali-kali. Aku kemudian langsung menanyakan Obat Batuk dengan Kakakku yang kebetulan adalah Dokter. Dengan sigap ia langsung memberiku Obat yang aman untuk Ibu Hamil. 

Tapi malam itu aku masih batuk. Air hangat, obat dan jeruk nipis sepertinya tidak mempan untuk batukku. Aku melihat diriku dicermin besar dikamarku. Membuka perutku sembari bergumam, “Kenapa ya.. Kok rasanya besar sekali.. Padahal baru 1 bulan” 

***

Paginya aku terbangun dan kaget melihat bercak coklat dicelanaku. 

“Kok aku M ya?” Tanyaku panik pada kakakku

“Banyak kah?” Tanyanya.. 

“Dikit sih” Kataku cemas. 

“Mungkin flek saat plasentanya melekatkan diri dirahim win,” kata Iparku, Fika

“Fika pernah begini waktu hamil?” tanyaku

“Enggak pernah sih.. Tapi katanya bisa begitu aku pernah baca di artikel” Kata Fika. 

Sinyal di kampungku sangat payah. Namun aku berusaha untuk browsing mengenai flek saat hamil. Alhamdulillah aku mendapatkan artikel yang bisa menenangkanku. Seingatku dahulu, kehamilan pertamaku juga pernah flek 2-5 hari. Tapi, itu saat aku meminum pil tuntas. 

Aku memutuskan untuk tidak memeriksa diri lebih lanjut. Dan menyenangkan hatiku dengan berjalan-jalan hingga berfoto bersama ditempat kuliner dan rekreasi Bon Sawit yang tidak jauh dari rumahku. Pulangnya aku langsung tertidur. 

Sore hari aku tidak mendapati flek keluar lagi dan aku sangat lega. Sepertinya artikel yang aku baca benar. Akhirnya, malam itu pikiranku tenang. Walau aku tak berhenti batuk malam itu padahal sudah minum obat. Aneh, mengingat biasanya obat dari Kakakku langsung manjur. 

Paginya aku dikejutkan dengan begitu banyak darah yang keluar. Ya, Darah segar. Dengan sigap kakakku langsung membawaku ke UGD. 

Pikiranku tidak karuan. Aku tau ini hal buruk. Banyak sekali darahnya. Oleh pihak UGD aku langsung diberi obat penenang Rahim. Tapi aku tidak optimis. Aku tau ini tidak baik-baik saja. 

“Kantung Hamilnya sudah Kosong Bu.. Ini Abortus Complete” Kata Dokter. 

Aku langsung terdiam. Yah, padahal begitu banyak pertanyaan yang muncul tapi aku tidak bisa berkata apa-apa. Karena setiap pertanyaanku diawali dengan “Kenapa?? ” 

“Ibu kecapean mungkin nih? Tahun baruan?”

Aku mengelak “Tahun baru dirumah aja Dok saya enggak jalan” *memang begitukan kenyataannya bukan? 

“Tapi pasti kecapean ini” Kata Dokter menegaskan. 

Aku mengingat aktivitasku 3 hari ini. Tidak ada sedikitpun aktivitas yang membuatku lelah. 

“Nanti seminggu lagi kontrol disini ya.. Obatnya dihabiskan” Kata Dokter lagi

“Oh iya Dok.. Nanti saya Kontrol di Rumah Sakit Banjarmasin saja, kebetulan saya tinggal di Banjarmasin” Ucapku

“Nah, iyakan.. Ibunya kecapean.. Harusnya bulan awal itu ga boleh jalan Bu.. Banjarmasin-Pelaihari itu jauh loh bu” Kata Pak Dokter membenarkan pernyataannya. 

Aku tak tau harus berkata apa, hancur rasanya. Bagaimana bisa aku dikatakan kelelahan? Aku tidak kelelahan! 

Tapi kandunganku? Ya Allah.. Aku ceroboh sekali.. Egois sekali.. 

***

Tiga hari yang lalu aku mengabarkan berita itu, namun tiga hari kemudian aku kehilangannya. 

Siapa sangka? Titipan memang tak sama.. 

Atau mungkin inilah Takdir-Nya.. 

Mungkin sesekali aku harus merasakan bagaimana perasaan kehilangan. Mungkin Ia menyuruhku untuk belajar menghargai bentuk titipan. Dan rasa kehilangan akan membuatku mampu untuk bersyukur dengan cara yang lebih baik. Manusia memang hanya bisa berharap. 

Tapi tak semua harapan akan sesuai dengan kehendak-Nya. 

La Tahzan.. 

Jangan Bersedih.. 

Karena banyak hal yang harus disyukuri dibanding ditangisi. 

Aku pulang dan mendapati anakku menemukanku dalam kondisi remuk. Ia bertanya, “Mama kenapa? Mama Sakit?”  

Aku memandang matanya dengan penuh syukur. 

Ialah Bidadariku..

Hal yang harus kujaga dan kurawat dengan baik..

Bersyukurlah masih memiliki seseorang yang dapat kau peluk..



Banjarmasin, 3 Januari 2018

Ditulis oleh Ibu yang merindukan.. 

Hal-hal yang menyebabkan Istri menjadi Matre

Hal-hal yang menyebabkan Istri menjadi Matre

“Aku baru sadar sekarang kalau istriku itu matre” keluh seorang suami.

“.. Padahal waktu sebelum menikah Aku udah yakin kalau dia ga matre, ternyata dia matre” 

Dan bagaimana tanggapan istri ketika sadar suaminya mengeluh demikian?

“Matre??? aku baru sadar telah menikahi suami yang PELIT” 😛

***

Ya.. Ya.. Keadaan diatas pasti sudah familiar banget ya. Materialisme kini menjadi sebuah paham yang kemudian di ‘kambing hitamkan’ atas permasalahan rumah tangga.

Kenapa bertengkar?

“Istriku.. Dikit-dikit duit”

Kenapa tak kunjung damai dengan suami?

“Suamiku pelit!”

😅

Kenapa sih istri menjadi matre? Sebenarnya dia memang benar-benar matre atau terpaksa matre? Kenapa baru ketahuan ketika sudah menikah?

Nah, berikut adalah beberapa faktor yang mendorong timbulnya paham materialisme pada Istri:

1. Inner Child yang mendukung materialisme

Inner Child adalah faktor yang sangat berpengaruh pada pola pikir seseorang saat dewasa. Pada masa golden age, tantrum yang tidak ditanggulangi dengan benar akan menimbulkan pemahaman materialisme yang akan meracuni pemenuhan kebutuhan seseorang dengan pemberian materi.

Baca juga: Cara sederhana menjauhkan paham materialisme pada anak

Dari artikel sebelumnya, pencegahan materialisme sebenarnya dapat dimulai sejak kecil. Jika berhasil maka besar kemungkinan pola pikir seseorang tidak akan teracuni dengan paham materialisme begitu saja ketika besar.


2. Gaya hidup masa remaja

Semua pasti setuju bahwa gaya hidup masa remaja yang dimanjakan dan salah pergaulan cenderung mengalami kesulitan saat berumah tangga nantinya.

Bagaimana tidak?

Terbiasa shopping di mall, nongkrong di ‘kafe gaul’ hingga tergila-gila pada barang branded. Selalu update dengan segala hal yang ‘kekinian’ sampai lupa dengan apa yang seharusnya di-upgrade. 

Pola konsumtif dalam gaya hidup ‘kekinian’ yang tidak diimbangi dengan produktivitas maka akan menimbulkan paham materialisme yang buruk.

3. Persaingan Dunia Sosialita 

Nah, faktor berikutnya ini merupakan faktor after-married. 

Apa bedanya dengan faktor kedua? Ya, ini adalah dampak negatif berkelanjutan dari faktor kedua yang tidak ditanggulangi.

Persaingan.

Jika pada masa remaja ‘calon istri’ sudah terbiasa memenuhi segala nafsunya dengan materi dan update segala yang ‘kekinian’ maka besar kemungkinan saat berumah tangga ia akan terlibat persaingan dunia sosialita.

Ia terbiasa berteman dengan yang ‘satu level’ dengannya. Kemudian merasa tersaingi jika yang lain memiliki barang prestise yang baru. Pola pikir demikian akan membuka pola hidup konsumtif yang tidak berkehabisan.

4. Mungkin sebenarnya istri anda tidak matre, tapi.. 

Nah, ini mungkin yang ditunggu-tunggu..

Kenapa istri tiba-tiba menjadi matre ketika berumah tangga? Padahal sewaktu zaman ‘pe-de-ka-te’ sang istri terlihat ‘woles’ dan se-der-ha-na. 😅

Bisa jadi faktor 1, 2 dan 3 diatas tidak ada sama sekali dalam diri istri. Istri punya inner child yang baik, gaya hidup remaja yang sederhana, bahkan tidak punya komunitas sosialita yang terbilang ‘wah’.

Tapi kenapa ketika berumah tangga jadi matre sekali? Dikit-dikit DUIT!

Ini dia Faktornya:

a. Suami yang banyak tuntutan

“Hari ini makan apa Ma?”

“Terong sama ceker ayam aja ya Kak, ini kan bulan tua”

“Gimana kalau bikin Steak?”

😌 (cek dompet)

“Ma, kenapa sih ga pernah luluran kayak zaman dulu..dulu kulit mama halus deh..

😌 (cek anggaran belanja bulanan)

..Komedo kamu juga udah keliatan banyak tuh..

😌 (peeling habis, catet anggaran bulan depan)

..Nanti coba beli ini deh.. Ga enak keliatannya bibir kamu biru kalau ga pakai lipstik

😌 (catet: lipscrub, lip mask n lip balm)

..Mama ‘anu’ itu udah punya anak 2 tapi badannya tetap langsing ya..

😌 (baik, coba diet keto!)

.. Biasanya mama kalau sore bikin cemilan, kok sekarang mulai jarang bikin cemilan”

😌 (katanya tadi mau istri langsing?)

Intinya, Bagaimana istri tidak matre jika ia merasa ‘banyak tuntutan’ yang wajib ditunaikan? Sementara stok pemasukan terbatas. Ingin punya istri yang tidak matre? Jangan banyak menuntut ‘Kang Mas’..

b. Tidak terbukanya keuangan Rumah Tangga

Pernahkah anda merasa bingung ketika melihat seseorang yang hanya berprofesi sebagai tukang becak namun memiliki istri yang hidup bahagia? Tapi seseorang yang menjadi manager di perusahaan terkenal bisa saja memiliki istri yang tidak bahagia?

Apa sebabnya?

Ya, keuangan rumah tangga tidak terbuka.

Dalam rumah tangga ‘yang baik’ akan memiliki prinsip dasar dalam mengelola keuangan. Prinsip ini akan mempengaruhi pengelolaan keuangan kedepan nantinya. Prinsip yang didasari oleh rasa percaya dari suami-istri. Prinsip itu adalah ‘Uangku adalah Uangmu’

Tidak sedikit para Kepala Rumah Tangga yang menyembunyikan penghasilannya sebenarnya. Takut karena mungkin jika dia ‘jujur’ maka istri akan mengambil semuanya dan tak menyisakan satu peser pun untuknya.

Karena prinsip keuangan yang tidak transparan serta tuntutan ekonomi dan keluarga yang banyak maka banyak para istri yang memilih menjadi ‘Wonder Woman’, bekerja diluar dan didalam rumah. Ia merasa takut tidak memiliki penghasilan sendiri karena tidak terbukanya keuangan rumah tangganya.

Apakah istri yang terpaksa ‘matre’ itu bisa disebut dengan ‘istri matre’?

THINK!

Apakah Istri akan bahagia dengan materi? Materi hanyalah kebahagiaan sesaat yang tak bisa membeli kebahagiaan yang sebenarnya. Materi hanyalah sebuah ‘pelarian’. Pelarian dari kurangnya cinta yang dibutuhkan.

 

Belajar membangkitkan semangat menulis dari Ahmad Fuadi-Penulis Novel Negeri 5 Menara

Belajar membangkitkan semangat menulis dari Ahmad Fuadi-Penulis Novel Negeri 5 Menara

Halo content writer shezahome? Masih hidup? 😅

Ya, sepertinya bulan ini aku termasuk jarang menulis ya. Berapa tulisan yang aku terbitkan bulan ini? Mana konsisten yang dulu sempat aku bangun? Kemana semangat menggebu-gebu itu pergi?

Apakah aku sudah menjadi pemalas?

Bukan, bukan malas. Lebih tepatnya aku mulai merasa pesimis. Semangat yang dulu ada itu tiba-tiba mulai menurun kualitasnya. Aku juga tidak tau persis apa alasannya. Padahal Domain Authority dari blog shezahome.com sudah meningkat menjadi 22 yang artinya blog aku sudah ‘lumayan’ diperhatikan oleh google.

Tapi seberapa bermanfaatkah tulisanku?

Ya, kata-kata itu muncul begitu saja. Menulis bagiku sekarang adalah terapi yang menyenangkan. Tapi terapi itu tidak berjalan baik jika tidak bisa berguna bagi siapapun. Memang, kebanyakan pengguna internet adalah pasif. Ketika mereka selesai membaca content maka mereka hanya akan ‘closed’ tanpa meninggalkan jejak ataupun ucapan terima kasih.

Mungkin saja itu karma. Sebelum mendalami dunia blog aku juga begitu. Silent Reader. Jadi anggap saja impas. Haha..

Berbicara mengenai traffic. Maka traffic blogku sudah ‘lumayan’ dibanding bulan pertama ngeblog. Terlebih sekarang aku juga punya komunitas dalam menunjang aktivitas ngeblog. Tapi jujur saja, aku butuh alasan lebih.. lebih.. dan lebih lagi supaya bisa tetap konsisten dalam membuat tulisan. Bagaimana cara memperbaiki mood ku yang tidak stabil sehingga blogku pun menjadi terkesan labil.

Itulah alasanku menghadiri ‘Meet and Greet’ penulis Ahmad Fuadi, yang diadakan di Aula Perpustakaan Daerah di Banjarmasin. Ya, siapa yang tidak kenal dengan Ahmad Fuadi? Penulis Novel ‘Negeri 5 Menara’? Aku bahkan terpikat saat pertama kali membaca bukunya.

Apah? Tidak pernah membaca Negeri 5 Menara? Tenggelamkan!

Hahaha.. 😂

***

Sebenarnya saat pertama kali aku menyelesaikan membaca buku Negeri 5 Menara aku tidak mendapat pembelajaran nyata. Aku terpikat, tapi aku iri. Ya, seperti biasa aku hanya bisa bilang “Ya iya dong dia bisa nulis buku keren soalnya ini buku tentang ‘dirinya sendiri’ dengan pengalaman hebatnya”

Lah, aku? Dimana pengalaman hebatku? Apa yang harus aku tulis? Aku kan tidak punya pengalaman hebat? Tidak pernah travelling? Tidak pernah belajar dipesantren? Tidak pernah merantau sejak kecil? Duniaku kotak, mataku hanya belajar pada kertas dan otakku hanya bisa berimajinasi.

Karena itulah sewaktu kecil aku sangat ‘malas’ membaca buku dengan pengalaman ‘nyata’. Aku iri. Aku lebih suka membaca buku imajinasi. Aku suka penulis yang terinspirasi dari buku dan suka mengkhayal. Ya, seseorang seperti JK. Rowling, Rick Riordan, dan Stephanie Meyer serta para pencipta karakter anime. Mereka mungkin lebih masuk akal dijadikan penulis idola untuk orang sepertiku.

Namun, sejak menjadi Ibu Rumah Tangga aku mulai merubah pandangan hidupku. Aku mulai tak suka mengkhayal berlebihan. Sejak menikahi introvert nyata, aku lebih suka membaca buku yang realitas. Sehingga genre novel yang kubaca mulai berubah. Ya.. Ya.. Aku suka Tere Liye dan Ahmad Fuadi. Aku juga mulai suka dengan gaya penulisan klasik oleh Lucy M. Mortgomery.

Karena itu, kenapa tidak belajar menjadi salah satu dari mereka?

***

Sebenarnya, ini bukan pertama kali aku bertemu dengan Ahmad Fuadi. Ini kedua kalinya.

Pertama kali bertemu dengan Ahmad Fuadi adalah saat aku diundang untuk menonton ‘Negeri 5 Menara’ oleh Bank Indonesia. Ya, saat itu aku masih menjadi mahasiswi magang. Aku menonton Negeri 5 Menara secara gratis saat itu. Dan saat selesai menontonnya, penulis novelnya kemudian hadir didepan bioskop sambil bergantian bersalaman dengan kami.

Tapi apa peduliku saat itu? Jujur saja saat melihat Ahmad Fuadi pertama kali dan menonton filmnya aku hanya bisa membatin, “sepertinya orangnya narsis” hahaha..

***

Namun semua pendapatku tentangnya luntur seketika ketika aku bertemu langsung dengannya untuk yang kedua kali dan mendengarnya berbicara.

Aku memang sengaja mengambil tempat duduk ‘lumayan didepan’ walau sadar diri bahwa aku mungkin satu-satunya Ibu Rumah Tangga yang absen dari kegiatan hariannya saat itu untuk menghadiri moment ini. Aku cukup sadar bahwa aku dikelilingi oleh puluhan mahasiswa berbaju almameter dan para dosennya.  Tapi, peduli amat? Ini undangan untuk umum kan? Lagian aku kesana ‘menyamar’ kok. 😆 #bukan pakai daster ya..

Terbukti penyamaranku cukup berhasil kok saat ada yang bertanya, “Mahasiswi mana?” dan aku menjawab singkat “alumnus kok udah” 😂😂

Okeh, kok jadi aku yang narsis? Ehm, bukannya kamu barusan bilang Ahmad Fuadi itu yang narsis?

Ya, ternyata Ahmad Fuadi itu Penulis Narsis yang beralasan.

Jika dia tidak narsis mana mungkin dia bisa menulis buku negeri 5 menara?

Jika dia tidak narsis, siapa yang tidak akan iri mengikuti jejaknya berkeliling dunia hanya karena dia hoby membaca dan menulis?

Jika dia tidak hoby pamer, siapa yang tau tentangnya?

Maka ketahuilah, narsis itu anugerah.

Orang narsis, kita terinspirasi dari narsisnya. Itulah narsis yang benar.

Terlebih seperti Ahmad Fuadi. Selama 1 jam disana terbukti para penonton ternganga lebar melihat foto-fotonya berkeliling dunia. Bagaimana bisa??

Konsisten macam apa yang dia miliki? Pikirku.. Mungkin dia konsisten karena cerita hidupnya memang sangat banyak yang seru dan menantang. Ah.. Seharusnya aku memang tak cocok mendengarnya berbicara, nanti aku minder. Seharusnya aku menanti Tere Liye saja yang datang. *Loh

Sebenarnya aku tidak tertarik mendengar cerita Ahmad Fuadi yang sudah jelas merupakan kisah dari Alif, tokoh utama novel Negeri 5 Menara. Tapi seperti yang kuduga, dia pasti menceritakan itu. Dan aku bosan. Lalu seakan bisa membaca kebosananku beliau berkata..

“Saya heran, kenapa buku Novel ‘Negeri Lima Menara’ menjadi bacaan wajib di beberapa sekolah dan univeritas di luar negeri. Salah satunya di sekolah Xin Min Singapura dan Lote Secondary School di New South Wales Australia. Juga jadi bagian dari mata kuliah di Universitas California Berkeley”

Dan Dosen dari Universitas California Berkeley menjawab, “The Land of 5 Tower is the story about Human Being

Human being.. Itulah rahasia kenapa orang suka sekali dengan buku negeri 5 menara. Ia menceritakan tentang kisah perjalanan manusia. Nyata dan sangat indah. Tiba-tiba aku mulai merasakan dejavu saat membaca buku itu. Ya, harus diakui buku itu luar biasa. Aku hanya iri karena tak bisa berusaha mewujudkan semangat dari man jadda wajada dari buku itu.. 

“Buku adalah Karpet Terbang” Katanya..

“… Jika kalian pernah memimpikan karpet terbang dari film disney Aladin maka bangunlah mimpi itu dari membuat buku, maka buku akan membawamu kemana saja”

Aku langsung merinding. Benar. Ahmad Fuadi dapat berkeliling dunia karena buku. Dia menulis buku dan buku telah menerbangkannya kesegala penjuru dunia. Dia memiliki ‘Karpet terbang’ karena usahanya yang sungguh-sungguh. Man Jadda Wajada.. 

“Buku.. Lebih Tajam dibanding peluru”

“.. Peluru hanya bisa menembus kulit dan daging. Tapi buku dapat membangun gagasan pemikiran seseorang. Buku dapat mempengaruhi seseorang. Satu peluru buku pada satu orang mungkin akan berdampak pada seratus, bahkan seribu

“Buku.. Adalah Keabadian yang dapat kita ukir didunia. Maka, selagi hidup cobalah berusaha menulis walau hanya satu buku saja” 

Aku merinding. Benar. Semua yang dia katakan benar. Satu buku. Satu buku untuk menciptakan sejarah.

Tapi bagaimana? Sulitkah membuat satu buku saja?

“… Saya menyelesaikan buku Negeri 5 Menara dalam waktu satu tahun. Saat itu saya bekerja dan pulang dari bekerja saya menyempatkan diri untuk menulis satu halaman sehari.. Satu tahun menjadi 365 halaman”

“… Kemudian edit, edit, edit dan dalam waktu 2 tahun akhirnya buku Negeri 5 menara berhasil dicetak”

Dan kalian tentu tahu kalimat berikutnya yang bla bla bla.. *bikin iri banget. Okeh, pokoknya bisa cari informasi di google lah ya untuk perjalanan Ahmad Fuadi. 😂

***

Saat sesi tanya-jawab, banyak sekali peserta yang bertanya. Dari Dosen hingga mahasiswanya. Namun banyak juga yang tidak terlalu memperhatikannya. Kupikir sepertinya menghadiri Meet & Greet Ahmad Fuadi ini merupakan kewajiban bagi mereka. Hihi..

Sebenarnya aku juga ingin bertanya tapi karena pertanyaanku mirip dengan penanya pertama kurasa niatku lebih baik kuurungkan. Daripada aku ditanya “mahasiswi mana?” dan aku hanya menjawab “ibu rumah tangga (yang haus ilmu)” 😂

Salah satu pertanyaan yang kuingat adalah “Bagaimana kita dapat konsisten menulis satu halaman perhari sementara kita tidak punya pengalaman ‘nyata’ seperti anda..”

Saat itu beliau langsung menjelaskan..

“Saat saya menulis saya melakukan 5 hal”

Pertama, “Saya masuk kedalam diri dan bertanya kenapa saya menulis? Apa sebenarnya tujuan dari tulisan saya”

Kedua, “Saya memutuskan untuk menulis APA”

Ketiga, “Saya melakukan Riset dari APA yang ingin saya tulis”

Keempat, “LAKUKAN SEGERA, atau ide itu akan hilang begitu saja”

Kelima, “Tulis saja. Tulis segala yang ingin ditulis. Tiap penulis punya gayanya sendiri. Maka, jadilah diri sendiri. Saat anda menikmati proses menulis dan tidak terbebani maka itulah cara bagaimana anda menulis”

Akhir kata, aku benar-benar mendapat pelajaran berharga dari ‘Meet and Greet with Ahmad Fuadi’. Jika suatu saat aku bisa bertemu lagi semoga saja aku dapat kesempatan untuk bertanya.

Sebenarnya aku pulang sebelum acaranya diakhiri. Maklum, emak-emak.. Harus jemput anak sekolah. Hiks..

Tanda tangan pun tak dapat.. 😭

Tapi aku sudah mendapatkan sebagian dari semangat Ahmad Fuadi. Aku akhirnya mengerti kenapa ia bisa terus konsisten menulis. Bukan, ini lebih dari tentang Man Jadda wajada. Ini juga tentang Man Shabara Zhafira. Dan Ini juga tentang menjadi diri sendiri. 😊

Disclaimer: kutipan kata-kata dari Ahmad Fuadi mungkin terdapat sedikit kesalahan. Karena metode dokumentasi penulis hanyalah catatan kecil saja. Harap dimaklumi. 😅

Move On Ngeblog bersama Komunitas Female Blogger Banjarmasin

Move On Ngeblog bersama Komunitas Female Blogger Banjarmasin

I think I’m just the Only One Who have ‘Strange Hobby’.. 
But now.. I know.. I’m not Alone..

Sejak kecil aku merasa memiliki hoby yang aneh. Saat teman-temanku asik bermain dengan sesama, aku lebih suka diam di kelas sambil menghisap permen lolipopku. Salah satu temanku kemudian bertanya, “Kamu ngapain?” dan aku menjawab, “Sedang mengkhayal”

Aku tidak terlalu suka dengan keramaian. Tapi aku suka berpura-pura ramai dipikiranku sendiri. Jikapun aku butuh teman_aku hanya butuh SATU. Ya, cukup satu saja yang mengerti diriku dan paham denganku maka aku akan menjadikannya SEGALANYA.

Nyatanya, menemukan satu teman yang mengerti dirimu itu sulit. Sejak itu aku berpikir, “Aku kah yang terlalu aneh?”

Ketika Guruku bertanya mengenai Cita-cita, aku hanya bisa menjawab menjadi Guru. Namun ketika ditanya, “Apa Hobymu? ”

Aku menjawab, “Mengkhayal”

Lantas seisi kelas mentertawakanku.

Aku tidak mengerti dimana sisi lucu dari jawabanku. Itu benar, aku hoby melamun. Kadang ketika selesai membaca satu buku_aku bisa tersenyum-senyum sendiri. Kemudian aku berbaring dengan wajah berseri-seri hingga berjam-jam lamanya. Ya, sudah terlalu sering orang tuaku mengira ekspresi itu adalah ‘Jatuh Cinta’. Kenyataannya, tidak. 😂

Aku memiliki hoby aneh sejak kecil. Aku suka berimajinasi. Aku bahkan memiliki ‘sebutan lain’ dalam versiku sendiri untuk setiap teman dikelasku.

Kemudian, suatu hari hoby menulis itu muncul begitu saja ketika Sekolah Dasar. Aku suka ‘menulis’ berbagai fenomena disekitarku. Mulai dari keluhan dengan berbagai omelan mama, bertengkar dengan kakak, rasa iri dengan adik kembarku, rasa senang ketika ayah membela segala egoku hingga bully yang dilakukan teman-temanku.

Tadinya, aku menyebut buku itu sebagai buku harian. Sampai suatu hari buku itu ditemukan oleh kakakku dan dibaca ditengah-tengah anggota keluargaku. Memang, aku berharap suatu hari ada yang membaca buku harianku_tapi tidak dalam moment yang memalukan seperti itu. 😅

Aku sempat jera menulis hingga kemudian Ayahku membelikanku kado ulang tahun berupa ‘istana buku’. Ya, itu adalah kado yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Kado istana buku merupakan sebuah istana kertas yang didalamnya berisi buku-buku dongeng mungil. Imajinasi liarku menjadi-jadi.

Sejak itu aku punya ide aneh yang terlintas begitu saja didalam otakku. Aku menulis cerita singkat dengan panjang tiga paragraf. Sangat jelek namun aku senang. Paragraf pertama menceritakan karakter antagonis. Paragraf kedua menceritakan kedatangan tokoh protagonis. Dan paragraf tiga aku mematikan salah satunya atau mendamaikannya. Ya, sesimple itu. 😂

Namun salah seorang teman SD ku menyukainya dan kau tau? Itulah saat pertama aku merasa memiliki ‘fans’ dan teman satu passion.. 😄

***

Kekurangan dari kepribadian melankolis-plegmatis sepertiku adalah tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri, butuh rule mode dalam kehidupan, serta memiliki perasaan yang halus. Ya, kekurangan itu telah membuatku pensiun dengan kegiatan menulis. Hal ini terjadi begitu saja ketika teman sepassionku hilang, nilai pelajaranku tidak bagus, dan aku dinilai sebagai anak kuper dilingkunganku. Setiap remaja butuh sedikit rasa penerimaan bukan? 

Aku pensiun menulis selama 5 tahun lamanya. Kemudian bersambung menulis novel ketika kelas 3 SMA_yang tidak jelas rimbanya kemana sekarang. Lalu hoby menulisku hilang total ketika kuliah. Sampai kemudian aku bertemu dengan dia yang suka menulis. Dan aku mulai melanjutkan menulis lagi. Walau bukan jenis novel tapi hanyalah catatan renungan-renungan kelabu. 

Sepertinya hoby menulisku tak pernah berkembang ke arah yang positif. Karena itulah aku akhirnya berpikir bahwa menulis tidak akan membawaku kemana-mana. Saat menikah dan memiliki anak, suamiku mendorongku untuk terus menulis. Ia membelikan diary, menyuruhku menulis di kompasiana, menyuruhku rajin membaca tapi aku mengabaikan segala ceramahnya. Aku berpikir, “Siapa yang akan menerimaku dengan tulisan? Bukankah aku lebih baik menghabiskan waktu belajar memasak, membersihkan rumah, dan bermain dengan anak?” 

Saat itu aku masih menjadi Ibu Rumah Tangga yang idealis. Menganggap semua pekerjaan rumah harus perfect dan tidak perlu me time. Kenyataannya aku menjadi ibu mengerikan dibalik gaya perfeksionisku. Aku sering kali marah tidak jelas, menangis tidak jelas dan mulai menyalahkan keluargaku atas segala punyusutan dalam diriku. Itulah saat pertama kali aku sadar telah terkena gejala post partum depression. 

Kemudian, bulan January 2017 aku memutuskan membuat blog di wordpress. Aku pikir blog akan membuat kondisi psikologisku membaik pasca beberapa tahun menjadi stay at home mom. Suamiku mendukung secara positif dan dia menekankan padaku betapa pentingnya ‘konsisten’ dalam menulis. Konsisten berarti harus menulis secara terjadwal dan sering. Minimal 3 hari sekali. 

Aku melakukannya. Menulis berbagai hal yang aku pendam selama ini. Jika kehabisan inspirasi, aku akan menulis resep masakan. Namun bulan maret 2017 aku mulai galau dalam menulis. Karena statistik blogku yang tak kunjung naik, follower yang sedikit, dan tidak ada komunitas. Ngeblog itu hanya self healing. Pikirku. 

Tapi dimana serunya ngeblog jika itu hanya berputar pada diriku sendiri saja? Bukankah inti dari ngeblog adalah berbagi? Dimana tempat berbagi? Bagaimana aku bisa move on dengan ngeblog? 


***

Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding menemukan ‘seseorang yang begitu mengerti dirimu’.

Ya, itu benar.

Itulah yang terjadi saat aku bertemu dua orang perempuan ketika seminar Dancow “Katakan, IYA-BOLEH untuk mendukung eksplorasi si kecil” di Hotel Golden Tulip Banjarmasin bulan Februari lalu. Singkat cerita, disana aku diundang sebagai blogger untuk meliput acara Dancow. Aku pikir tadinya mungkin aku disana akan sendirian saja_seperti biasa. 😂

Ternyata aku bertemu dengan dua blogger perempuan lainnya. Mereka bernama Shovya dan Leha. Aku duduk berjejer dengan mereka dan mendengarkan ‘kata-kata yang tidak aku mengerti’. Sebut saja itu niche, tld, hingga monetize dan job. Ya ampun, begitu mengasyikkan-kah dunia ngeblog itu? Pikirku.

Leha, Shovya, dan Aku

Aku memutuskan untuk bertanya tentang komunitas blogger yang ada diindonesia hingga yang khusus di Kalimantan Selatan. Dan mereka antusias. Shovya adalah member dari Blogger Banua dan Leha adalah member dari Female Blogger Banjarmasin. Berhubung aku lebih suka dengan ‘komunitas khusus perempuan’ maka aku memilih bergabung di Female Blogger Banjarmasin.

Saat pertama kali bergabung hanya ada beberapa member disana. Aku pikir jelas alasannya, karena tidak banyak orang yang memiliki passion dibidang menulis. Kenyataannya, sejak aku bergabung hingga sekarang_anggota Female Blogger Banjarmasin semakin bertambah dan kami semakin serius dengan membentuk sistem kepengurusan hingga secara khusus mengelola sosial media kami.

Aku benar-benar bersyukur tergabung dalam komunitas ini. Aku pernah tergabung dalam komunitas ’emak-emak’, komunitas agamis, komunitas ‘alay’ namun tidak pernah merasa secocok dan senyaman ini. Ya, seseorang pernah berkata padaku bahwa, “Kita tidak bisa menjadikan semua orang sebagai teman kita berpijak, kita butuh beberapa topeng dibalik itu semua agar diterima. Tapi yang menerimamu apa adanya_hanyalah keluarga dan mereka yang satu passion denganmu”

Itu benar, dan akhirnya aku memutuskan untuk menjadi member Female Blogger Banjarmasin selamanya. 😂

Anggota famale blogger banjarmasin memiliki jenis niche yang berbeda untuk blog yang dikelolanya. Ada yang memiliki niche Lifestyle, Beauty, hingga Travelling. Tadinya, aku adalah satu-satunya member yang memiliki niche Food didalamnya. Namun sekarang jujur saja niche blogku memuat banyak post lain selain Food. Dan yang paling lucu itu adalah aku mulai suka menulis di label kecantikan bertema lipstik. Dan terakhir, aku sekarang mulai suka berganti-ganti BB Cream. 😂

Itulah yang terjadi ketika dalam komunitas ini banyak Beauty Bloggernya. Maklum, aku memiliki sedikit beberapa sifat plegmatis sehingga suka sedikit terbawa arus.

Tapi itu benar, selama ngeblog aku tidak pernah berpisah dengan skincare maupun make up. Jika beberapa orang berpendapat bahwa make up adalah alat untuk bernarsis ria maka bagiku sendiri make up (khususnya lipstik) merupakan alat penunjang percaya diri saat ngeblog.

Nulis aja perlu lisptik win? Kamu waras?

Katakan saja aneh, tapi inspirasiku datang selalu dari luar rumah.. Sehingga lipstik selalu menemaniku saat mencari inspirasi.. 😂

Contohnya saat aku mengunjungi anakku pada jam istirahat sekolah untuk membawakannya kue. Aku suka sekali mendengar pembicaraan emak-emak dan menjadikannya inspirasi tulisanku. Eits, tapi jangan salah. Aku tidak pernah menulis gosip secara gamblang. Aku hanya menulis dan menangkap kesimpulan agar mendapat pembelajaran. Bukankah itu yang namanya terinspirasi?

Nah, bicara soal lipstik aku punya brand favorite yang bener-bener kece soal make up. Siapa lagi kalau bukan Wardah? I’m so in love with Wardah. Mulai dari Bedak, lipstik, blush on, eye shadow semua dari wardah. Kenapa? Karena aku terlanjur jatuh cinta sama make up wardah sejak acara ‘behantaran’ saat pernikahanku dulu. Wardah merupakan make up pertama yang membuatku jatuh cinta. 😍

Baru-baru ini yang membuatku sangat luar biasa ketagihan adalah mengoleksi berbagai warna lipcream wardah. Ya, sejak pertama kali membeli Wardah Ekslusive Matte Lip Cream No. 5 (Speachless) aku akhirnya mulai mencoba warna lain. Aku sudah memiliki lipcream wardah no. 3, 4, 5 dan 10. Menurutku produk lipcream wardah ini kece banget. Warnanya pigmented dan selalu bikin aku merasa cantik saat mencari inspirasi diluar.

Dan warna yang paling menyenangkan dan membuat wajahku fresh adalah no. 05 (Speachless). Aku selalu ketagihan dengan berbagai warna nude hingga orange karena warna itu bisa ‘sedikit’ menyamarkan usiaku sebenarnya.. 😂

Lipstik adalah senjata percaya diriku dalam mencari inspirasi

***

Oke, itu sekilas cerita tentang Female Blogger Banjarmasin dan hal yang membuatku ‘teracuni’ dengan produk kecantikan hingga brand favorite aku, Wardah. 😘

Sekarang bagaimana kabar Female Blogger Banjarmasin?

Alhamdulillah, Female Blogger Banjarmasin telah berumur satu tahun dan kita sudah banyak kemajuan didepan. Tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 (06-10-2016) Female Blogger Banjarmasin berulang tahun yang pertama. Aku berharap komunitas ini akan lebih maju dan lebih bersemangat sehingga memberi keberkahan untuk setiap member dan memberi manfaat untuk setiap orang dengan tulisan. 😊

Oya, Kami sudah memiliki Struktur Organisasi yang jelas untuk kepengurusan. Siapa saja sih? Yuk, kepoin..

  • Ketua: Ruli Retno Mawarni (www.ruliretno.com)
  • Wakil Ketua: Vina Jihan Faheera (www.reistilldoll.com)
  • Sekretaris: Siti Zulaeha Barsieh (www.syunamom.com)
  • Bendahara: Rima Melaty (www.rima-angel.com)
  • PJ Sosmed: Dina Yulini Fahdina (www.dinalangkar.com)
  • Humas: Antung Apriana (www.ayanapunya.com)

Dan beberapa member lainnya. Saat ini member kami sudah mencapai 20 orang. Dikit ya? Eh banyak kok.. 😂

Soal angka itu tak masalah bukan? Yang penting kami kece dan konsisten nulis setiap bulannya dan dapat job. Hehe..

Berbicara tentang konsisten, hal yang paling membuatku bersemangat bergabung dalam komunitas Female Blogger Banjarmasin adalah kami memiliki jadwal untuk share link setiap hari selasa dan sabtu. Pada jadwal share link kami diwajibkan untuk saling blog walking. Bagaimana jika kami tidak blog walking dan ada yang terlewat meninggalkan komentar? Secara tegas sudah ada sanksi khusus untuk itu, yaitu tidak boleh mengikuti kegiatan share link selama 2 minggu. Ngomong-ngomong, aku juga pernah kena sanksi loh satu kali. Oh, semoga itu yang terakhir. 😂

Oh iya, kami sudah pernah meet up loh. Dan luar biasa menyenangkan bertemu dengan orang-orang yang satu passion denganmu. Rata-rata dari kami memang pendiam tapi siapa sangka kami bisa seriang ini jika berkumpul bersama?

Meet up kedua adalah saat kami menghadiri HP Notebook Gathering Media di Swiss Bell Hotel. Ini ketiga kalinya aku meet up dengan member Female Blogger Banjarmasin. Sayangnya hanya Aku, Rima, dan Kak Pita yang hadir. Tapi tidak apa-apa, aku sangat senang sekali. 😊

Kak Pita, Aku dan Rima

Jika tidak bertemu dengan komunitas kece ini mungkin saja aku tidak bisa begini. Mungkin aku kini hanya Ibu Rumah Tangga biasa yang sangat moody ngeblog karena tidak ada pembaca, komunitas pendukung, job, dan berbagai event blogger. Mungkin kini aku hanya menggerutu dengan berbagai pekerjaan rumahku tanpa bisa move on. Tapi komunitas ini merubahku, benar-benar merubahku

Well, ulang tahun ga ada event spesial?

Ah, siapa bilang..! Ada Kok! 😆

Event spesial berikutnya dari Female Blogger Banjarmasin adalah mengadakan Beauty Class spesial dengan Wardah di Street Food Banjarmasin. Acara ini akan berlangsung pada 22 Oktober 2016. Penasaran dengan acara ini? Bagaimana sih Beauty Class bareng wardah? Tenang saja, aku pasti akan menulis pengalamanku pertama kalinya  mengikuti beauty class di blog ini. 😊

Jadi, Anda perempuan dan seorang blogger yang berdomisili dibanjarmasin? Bingung bagaimana cara move on dalam ngeblog? Tertarik ingin bergabung dengan komunitas Female Blogger Banjarmasin? Yuk, kepo’in tentang kita di instagram dan twitter kami.

Karena komunitas satu passion adalah wadah yang bisa membuatmu move on. Jadi, mari segera move on! Tunggu apa lagi!

Cerita dibalik Si Jilbab Munafik

Cerita dibalik Si Jilbab Munafik

Era baru dalam evolusi hidupku adalah saat aku memutuskan memakai jilbab sejak awal masuk kuliah. 

Aku bukan ikut trend. Saat aku memutuskan berjilbab, belum ada rule mode jilbab syar’i maupun ala hijabers. Niat awal memakainya karena itu adalah salah satu nazarku, nazar jika aku diluluskan disalah satu perguruan tinggi negeri. 

Saat SD, SMP hingga SMA aku tidak berjilbab. Hanya berkerudung saat SMA dan dilepas ketika sore harinya. Sebut saja belang-belang.

Please Dont Judge Me for that. 

Meski tak berjilbab aku tak pernah berpakaian tidak sopan. Alasanku tidak berjilbab karena aku memiliki penyakit tidak percaya diri tingkat akut. Saat itu tidak ada model kerudung cantik, memakai kerudung jenis segiempat biasa saja aku tidak bisa. Sang amatir yang berwajah oval ini selalu berantakan jika memakai kerudung. Jelas, memakai kerudung sama sekali tidak membuatku terlihat cantik. Tidak ada yang memujiku! 

Once again, please dont judge me for that! 

Aku rasa normal ya jika wanita suka dipuji dimasa remaja. Karena itu dia ingin terlihat cantik agar merasa percaya diri. Andai saja.. Saat itu lingkungan sekolahku adalah agamis. Andai saja.. Saat itu yang menyukaiku senang dengan diriku yang berkerudung. Andai saja.. Saat itu trend hijab seperti sekarang mungkin akan berbeda ceritanya. 

Apapun alasan dibalik tak berjilbabnya aku tapi saat masa kuliah aku terpisah dengan teman-temanku. Dan kupikir aku perlu awal yang baru. Aku memberanikan diri bernazar memakai jilbab (saat kuliah). 

Aku memakai rok, jilbab lebar, dan baju kemeja. Aku senang lingkunganku mendukungku. Aku bahkan memberanikan diri mengikuti LKI (Lembaga Keagamaan Islam) yang berujung pada paham yang tidak aku sukai. Sedikit Radikal. Lalu aku memutuskan mencari ilmu yang benar untuk aku pelajari. 

Namun aku tak mengubah penampilanku. Saat reuni sekolah, aku yang berpenampilan baru di ‘wow’ oleh teman-temanku. Bukan ‘wow’ yang positif jelas. 

Aku tau wajahku berubah tak secantik dulu sebelum aku mengenakan jilbab. Aku tau didalam hati mereka menyindir segala perubahanku tentang betapa ‘radikal’ penampilanku. Aku masih ingat betapa merasa asingnya diriku saat itu dikeramaian. Ya, itulah yang terjadi jika anda berjilbab syar’i saat tidak ada trend hijab syar’i. Itulah yang terjadi ketika anda yang bukan siapa-siapa mencoba berubah tetapi malah semakin menjadi bukan siapa-siapa. 

Hanya Allah yang tau bagaimana perasaanku saat itu.. 

Tapi aku tetap konsisten. Setidaknya sampai suatu hari rok lebarku sukses terkait rantai kendaraan. Alhamdulillah aku tidak apa-apa. Namun sejak itu, aku mulai belang dalam memakai celana jeans dan rok. Sebenarnya, aku lebih suka memakai rok, bagiku itu jauh lebih feminine. Tapi aku akui rok tidak cocok untuk wanita yang masih ‘grasah grusuh’ dan jauh dari anggun sepertiku. 

Aku mulai melakukan sedikit penyesuaian. Bukan apa-apa sih. Aku tidak suka dianggap menjadi radikal dengan perubahan penampilanku. Karena itu aku membiarkan beberapa kali keluar rumah dengan jeans, kaos dan kerudung biasa. Aku merasa lebih mudah bergaul dengan penampilan biasa. Aku tidak suka dengan cara mereka memandangku seakan aku ini alim sekali. Aku juga tidak suka dengan cara mereka melihat mataku (yang sudah judes dari sononya) seakan berpikir bahwa aku menganggap penampilan mereka lebih rendah. Padahal tidak begitu. Aku hanya ingin terlihat lebih Friendly. 

Sekali lagi, hanya Allah yang tahu bagaimana hatiku saat itu. 

Selama 1 tahun aku berjilbab syar’i dan mengikuti berbagai kegiatan keagamaan yang kemudian menjurus kepaham ‘agak’ radikal. Satu tahun berikutnya aku memutuskan mengubah komunitasku agar lebih fleksibel. Tahun berikutnya, aku kembali pada krisis percaya diri tingkat akut yang menyebabkan aku lari pada dunia online. Awalnya sosial media hanyalah kugunakan untuk bermain game online. Lama kelamaan, entah perasaan apakah itu.. Aku memajang foto profil tanpa jilbab.

Please dont judge me for that..

Setiap perempuan punya masalahnya sendiri. Masalahku saat itu adalah aku tidak tau harus berteman akrab dengan siapa? Aku tidak suka berteman dengan orang yang suka mengkafirkan seseorang. Aku juga tidak suka berteman dengan teman yang menemaniku saat dibutuhkan saja. Aku adalah type perempuan yang membutuhkan teman karib, begitulah salah satu ciri introvert. Dan saat itu, hanya game online salah satu pelarianku. Hanya teman laki-laki di game online yang bisa membahagiakanku saat itu. Dan aneh, jika perempuan berjilbab bermain game. Dan tak nyaman pula, jika aku memasang foto anime.

Ah, apapun itu.. Please dont judge me for that..

Aku sempat tertarik dengan dunia chating dengan lawan jenis. Sampai suatu hari kemudian dia ingin bertemu denganku, aku menolaknya. Dan hubungan kami berakhir begitu saja sejak itu.

Kenapa menolak?

Karena foto profil didunia maya itu adalah bukan diriku.

Foto tanpa kerudung itu hanya aku gunakan untuk meraih percaya diriku lagi ditengah-tengah kesendirianku pada masa kuliah. Aslinya? Aku berkerudung kok diluar. Dan aku tak mau menemui lawan jenis yang menyukaiku karena foto profilku. 

Please Dont Judge Me For That!

Katakanlah saat itu aku munafik, ya.. Katakan saja…

Tak lama sejak itu, aku merasakan kembali rasanya kekosongan tanpa dunia online. Aku memutuskan pensiun dari game online. Sebenarnya game online cukup membahagiakan. Aku satu-satunya perempuan dari ratusan gamer lelaki. Namun rencana pertemuan itu telah menyadarkanku bahwa aku tak bisa menjadikan dunia onlineku benar-benar nyata. Aku tak bisa membohongi diriku yang ingin berubah_tapi juga ingin diterima secara positif dengan perubahanku. 

Saat itu aku sadar telah mengkhianati nazarku sendiri. 

Aku menghapus fotoku yang tak berjilbab. Mendelete beberapa friendlist yang sempat dekat denganku karena foto itu. Aku berkata siap menguras kebahagiaan semu dari dunia maya. Walau saat itu lamunan tiap kali datang dan menyadarkanku bahwa hidupku mengalami kekosongan. 

Lamunan itu ternyata tak berlangsung lama. Tidak lama aku bertemu dan berkesempatan kenal dengan laki-laki dunia nyata yang (sepertinya) menyukaiku. Aku mengenal pengajian ahlussunnah wal jama’ah darinya. Aku mengenal dunia baca yang rumit darinya. Dan dialah jodohku sekarang.

Dia yang menyukaiku walau wajahku angkuh dan berjilbab.. 

Dia yang menyukaiku walau aku cemberut saat pertama kali melihatnya masuk kedalam kelas.. 

Dia yang menganggap statusku lucu dan jawabanku dikelas rumit dan aneh.. 

Dia yang setahun kemudian melamarku dengan segerombol keluarganya.. 

____________________________________________

Jika anda berkata bahwa jilbab itu bla bla bla.. Sebuah kewajiban dan harus dipakai begini begitu lalu begini dan begini. Lantas kemudian menganggap mereka yang belang dalam berjilbab itu munafik maka anda perlu sedikit merubah pola berpikir anda. Bahwa sebenarnya tak semua orang bisa berpikir seperti anda. 

Anda bilang istiqomah

Istiqomah itu sulit jika tak didukung. Niat saja tidak cukup. Komunitas sejenis bahkan bukanlah jawaban untuk merasa nyaman. Krisis percaya diri adalah hal yang harus dilewati. Terlebih jika perempuan tersebut dulunya sering menerima pujian dengan non hijab. Banyak bukan perbandingan perempuan yang berjilbab dan tak berjilbab wajahnya berubah drastis sekali?

Jilbab itu bukanlah pakaian untuk membuat cantik loh! Itu adalah penutup kecantikan. Makanya jilbab yang benar itu.. Begini.. Begini.. Bukan ala Hijabers begitu.. 

Entah kenapa jika mendengar kaum ‘jilbab’ berkata sedemikian aku agak risih. Bukannya kenapa, tapi mereka tak memahami sebuah usaha.

Style Hijabers sekarang adalah sebuah usaha memperkenalkan dunia dengan kerudung ‘cantik’ dengan pakaian yang sopan. Revolusi jilbab ala hijabers ini menurutku adalah hal positif untuk mengaplikasikan pemakaian jilbab dinegara yang majemuk seperti diindonesia. 

Sebuah perubahan tak bisa secara mendadak. Terlebih jika anda bukan artis. Yah, jika saja Oki Setiana Dewi tidak mempopulerkan gaya Hijab Syar’i apa anda bangga memakainya sekarang? 

Akhir kata, sebagai perempuan yang dulunya sempat terombang ambing dalam memakai jilbab aku tentu tidak menyalahkan para muslimah yang sudah berjilbab dengan benar. Aku bukan pula pendukung para hijabers yang menjadikan gayanya sebagai trend ‘mewah’ untuk kalangan sosialita.

Namun, jika saja anda bertemu satu sama lain_jika saja anda ingin berdakwah_maka berbicaralah dengan sopan dan lembut tanpa menyakiti hati yang lain hanya karena bagaimana penampilannya. Aku pernah merasakan bagaimana pedihnya dianggap munafik. 

Dan jika saja anda melihat mereka yang sempurna jilbabnya, janganlah menganggap mereka sebagai kaum radikal hanya karena penampilannya. Entahlah kenapa, aku lebih suka dibilang munafik dari segi penampilan dibanding dengan radikal. Oh, itu pedih sekali.. 

*tulisan ini bukanlah sebuah pembenaran, namun sebuah renungan bagi wanita yang ingin berjilbab serta wanita yang sudah sempurna jilbabnya.. 

IBX598B146B8E64A