Browsed by
Category: Renungan Hidup

Tulisan-tulisan yang berisi pengingat tentang kebaikan terinspirasi dari berbagai hal

#FBB Collaboration: Surat Untuk Mama, Maafkan Aku yang Terlambat Reframing

#FBB Collaboration: Surat Untuk Mama, Maafkan Aku yang Terlambat Reframing

“Nanti kalau kamu sudah jadi Ibu.. Baru tau rasanya.. “

Itulah kalimat yang sering mama ucapkan setiap kali kami bertengkar. Berulang-ulang layaknya kaset rusak. Sudah diputar kebelakang.. Tapi malah masuk lagi di gendang telinga. Sampai-sampai.. Lelah mendengarnya. 

Lalu aku mendengus di dalam hati, “Nanti kalau aku jadi emak-emak.. Aku harus jadi emak yang bijak.. Yang enggak ngomong kalimat itu-itu saja setiap kali marah.. Aku bakal menjadikan anak sebagai teman lalu aku bla bla bla.. “

Begitu kiranya keluhanku di dalam hati. 

Perkenalkan, Aku adalah Anak yang Paling Sering Bertengkar dengan Mama

Aku adalah anak kedua dalam empat bersaudara. Kakakku yang pertama adalah laki-laki, berjarak 3 tahun dariku. Sementara adikku kembar.. Laki-laki juga, berjarak 8 tahun dariku. Yaa.. Aku adalah anak perempuan satu-satunya.. 

Seharusnya.. Akulah yang paling disayangi. Itulah ego yang sering muncul di kepalaku. 

Nyatanya, diantara 4 bersaudara tersebut.. Akulah yang paling sering mencari masalah dengan mama. 

Sewaktu kecil dulu.. Aku sering menangis karena selalu mendapat baju lungsuran dari kakak. Aku iri dengan teman-teman perempuanku. Aku ingin memakai baju cantik seperti mereka. Aku tidak suka terlihat seperti laki-laki. Aku bilang  pada mama, “Ma, Winda mau seperti xxxx juga. Winda mau cantik juga.. “

Aku.. Tidak tau bagaimana perasaan mama saat itu.. 

Kami hanya bertengkar. Dan berakhir saling memeluk di malam hari. 

Aku masih ingat ketika aku beranjak remaja dulu. Aku yang mengamuk saat tidak diperbolehkan ikut berkemah. Aku yang protes dengan lantang saat tidak diperbolehkan ikut acara ‘masak-masak’ di malam hari. Aku yang berdebat karena dibilang boros dan langsung membandingkan uang sakuku dengan temanku. 

Tak terhitung rasanya pembenaran demi pembenaran aku ucapkan dengan lantang dihadapan mama. Aku selalu merasa bahwa akulah yang paling menderita di dalam circle pergaulanku. Dalam circle keluargaku. 

Itu terjadi begitu saja. Perasaan insecure. 

Ketika kakakku lulus kedokteran. Ketika adikku terlihat kepintarannya. Sementara aku si anak tengah? Aku terlihat biasa saja. Tidak memiliki kelebihan. 

Ketika itu.. Setiap kali aku ingin mengembangkan diri dengan caraku.. Mama selalu mengatakan ‘jangan’ dan ‘jangan’ yang lain. Mama seakan menjadi pagar dalam kehidupanku. Membuat duniaku yang seharusnya bulat menjadi kotak. 

Saat itu.. Sungguh.. Aku tidak tahu perasaan mama.. 

Aku hanya berteriak dan membangkang… 

‘Kebebasan!’ teriakku.. 

Antara Mama dan Anak Perempuan

Perasaan paling menyenangkan yang aku rasakan hingga sekarang salah satunya adalah ketika mama bercerita.. Bahwa ia sangat menginginkan anak perempuan. 

Ya, katanya.. Saat ia hamil anak kedua ia menginginkanku. Sang anak perempuan. Bukan hanya itu.. Ayah dan kakakku juga. 

Mereka menantikan kehadiranku! 

Katanya, aku sangat lama keluar. Hampir 11 bulan. Aku yang seharusnya lahir bulan Juli malah lahir di bulan September. Mama mengeluarkanku kedunia ini penuh dengan perjuangan. Mama harus diinduksi. Konon itu rasanya sakittt sekali. Aku? Sampai sekarang aku yakin tak ada rasa sakit yang aku lalui dan bisa menyamai rasa sakit itu. 

Saat itu, kondisi ekonomi keluarga kami sangat pas-pasan. Mama dan Abah berjuang mulai nol. Aku masih ingat ketika kami memiliki rumah yang baru dulu. Kami bahkan tidak punya toilet. Jangan tanyakan bagaimana. Itu hal yang tidak nyaman diceritakan. 

Aku berlarian kesana kemari dengan memakai baju lungsuran kakakku yang laki-laki. Tidak ada perasaan kecewa saat itu. Yang aku rasakan hanya cinta dan penuh Terima kasih. 

Aku masih ingat, baju perempuan pertama yang paling berkesan. Baju Sailor Moon yang mama belikan sebagai oleh-oleh saat pergi penataran dulu. 

Aku masih ingat, boneka susan pertama di desaku dulu. Akulah yang pertama kali memilikinya. Saat itu.. Aku begitu merasa disayangi. 

Entah apa yang membuatku berkata kalimat pembandingan itu. Entah setan apa yang menggodaku untuk merasakan perasaan kurang dan kurang. Hingga aku sakiti perasaan mama… Yang saat itu sedang jatuh bangun menyejahterakan ekonomi keluargaku. 

Aku menyakiti mama sejak sekecil itu. Dengan kalimatku yang polos.. Dengan wajahku yang lugu. 

Tidak cukup sampai disitu, Aku pernah bertengkar paling mengerikan dengan mama saat hamil anak pertama dahulu. Aku yang merasa down saat fase ekonomi sedang tidak stabil. Aku yang berkata pada mama, “Memangnya siapa yang menyuruhku untuk menikah semuda ini? Siapa yang menyuruhku menunda cita-citaku? Kenapa Mama begitu egois. Aku sudah menuruti semua permintaan Mama…”

“Ma.. Aku sudah berusaha menjadi Winda versi terbaik bagi Mama..”

Aku mengeluarkan semua emosiku. Tapi, aku terlambat untuk Reframing. Aku tidak tau.. Bahwa segala keputusan mama memang selalu dilandasi oleh Kasih Sayang. 

Hei, ternyata begini rasanya menjadi Seorang Mama.. Mama dari Anak Perempuan.. 

Kini, aku mengerti segala keputusanmu Ma. Setelah melahirkan Farisha. Membesarkannya dan menyelami segala kelakuannya. Kini aku mengerti bagaimana perasaan seorang Ibu. 

Bahwa seorang Ibu hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. 

Untuk segala pikiran kerasmu dalam mendidikku.. 

Untuk semua pagar demi pagar yang engkau berikan.. 

Aku mengerti..

Untukmu yang menghalangi mimpiku dahulu.. 

Aku memaafkanmu atas segala perlindungan kerasmu untukku.. 

Aku kini mengerti, kau lakukan itu semua karena aku adalah si Anak Spesial. Satu-satunya perempuan yang harus dilindungi.

Segala perlakuanmu padaku.. Aku sudah mengerti segala manfaatnya. 

Lihatlah anakmu yang memiliki dua anak perempuan. Masih sekecil ini saja sudah berapa aturan yang aku terapkan untuk melindunginya. Ternyata, memiliki anak perempuan tidak semudah yang dibayangkan. 

Perempuan cenderung berbicara dengan perasaan. Terkadang emosinya turut ikut andil. Jika kita sangat sering bertengkar karena itu.. Maka kini aku mengerti kenapa anakku sering menangis saat aku nasehati. Ya, dia masih kecil saja begini. Bagaimana jika sudah besar nanti? Konflik macam apa yang akan terjadi? Pagar macam apa yang harus aku berikan? Dan bisakah aku sesukses mama dalam mendidiknya nanti? 

Ah, entahlah. 

Mama, kini aku bisa memahamimu. 

Izinkan aku berterima kasih, meminta tolong dan meminta maaf padamu. 

Ya, kau kan yang mengajariku 3 kata ajaib itu? 

Terima kasih Mama

Aku memang hidup dalam lingkungan yang patriarki sekarang. Namun aku bersyukur memiliki seorang mama feminis yang selalu menjunjung tinggi tugas domestik di rumah. Atas segala pembelajaran berharga mu untukku.. Sungguh aku merasakan sekali manfaatnya sekarang. 

Lihatlah, karenamu aku bisa melakukan segalanya di rumah. Aku tidak terkejut dengan tugas domestik di rumah. Aku sudah terbiasa. Karenamu aku bisa memasak, melipat baju dengan rapi dan merawat anak-anakku dengan baik. 

Please.. Mom.. 

Tolong ma.. 

Tolong percayalah sepenuhnya pada langkah hidupku. Hanya doamu yang aku harapkan. Dan aku ingin kau bangga padaku. Walau aku satu-satunya yang bukan seorang dokter dari semua anak-anakmu.

Menjadi Ibu rumah tangga itu tidak berat ma. Lelah hanya begitu-begitu saja. Yang paling membuatku lelah adalah tidak ada apresiasi. Tidak ada kata-kata Terima Kasih atas usaha yang aku berikan di rumah. Tolong berilah aku perasaan bangga itu. Aku sungguh sangat membutuhkannya. 

Tolong lindungi aku dari orang-orang yang memandang rendah diriku. Orang-orang yang berkata bahwa aku tidak bisa apa-apa. Mereka yang sering berkata Susah-susah dikuliahkan tapi malah tidak bekerja, apa yang dikerjakan di rumah? Dan pertanyaan memojokkan lainnya. Aku tau kau sudah menerimaku dan please.. Banggakan aku di mata orang-orang tersebut. 

Maaf Ma..

Maaf karena aku hanya bisa menjadi Ibu Rumah Tangga. Jauh dari cita-cita mandiri secara finansial yang engkau harapkan. 

Maaf karena tidak bisa menemanimu di rumah. Maaf karena aku harus menjauh mengikuti suamiku. 

Terakhir.. Maaf karena aku terlambat reframing perasaanmu. Sungguh, aku menyesali pertengkaran demi pertengkaran dahulu. Andai saja aku bisa berkomunikasi dengan lebih baik dahulu. Mungkin aku bisa membuatmu mengerti tentangku. Andai saja emosiku tidak menggebu-gebu.. Mungkin aku bisa menjadi Winda yang lebih baik. 

Ah, menyesal memang selalu terlambat bukan? Tapi semoga tidak ada kata terlambat untuk menyayangimu lagi.

Dariku, sang anak yang sudah berubah menjadi Ibu. 

NB: Tulisan ini diikutsertakan dalam FBB Collaboration dengan tema Hari Ibu

Tentangku yang memutuskan #AyoHijrah dan Bank Muamalat Indonesia

Tentangku yang memutuskan #AyoHijrah dan Bank Muamalat Indonesia

“Jangan pernah menganggap remeh orang yang kau lihat sekarang. Karena kau tidak pernah tau akan seperti apa ia di masa depan..”

Ya, dunia ini penuh dengan pekerjaan membolak balik keadaan. Setiap orang bisa berubah.

#Hijrah, dapat mengubah segalanya..

Dan Ini adalah Kisah Hijrahku

Aku masih ingat dengan jelas moment yang terjadi 10 tahun yang lalu. Aku dengan seragam putih abu-abu mengisi formulir pendaftaran SBMPTN. Saat itu, dengan separuh semangat yang masih ada aku menyemangati diriku sendiri sembari berkata dalam hati, “Masih ada kesempatan win. Kamu pasti bisa..”

Yah, tidak ku pungkiri.. Semangatku saat itu bukanlah semangat yang penuh. Separuh dariku masih sangat merasa terpukul karena tidak lulus pada PMDK dan STAN. Melihat teman-temanku yang satu persatu sudah mendapatkan bangku kuliah sungguh membuatku sangat iri. Apalagi jika melihat teman yang saat itu toh kupikir ‘tidak pintar-pintar amat’ kok bisa lulus di kampus idamanku? Ah, keberuntungan macam apa itu.. Pikirku nyinyir saat itu. Sungguh, kampus macam mana yang berani sekali tidak meluluskanku sang juara kelas berkali-kali ini. Ya, seangkuh itu pemikiranku.

Dan hari pengumuman SBMPTN pun tiba. Betapa kecewanya aku saat aku tak melihat namaku lagi di pengumuman kelulusan. Kesalnya, teman-temanku sudah mendapatkan kampus idamannya masing-masing. Ya.. Mereka dengan keberuntungan yang mereka miliki. Aku? Mengutuk nasib sialku. Menjerit dan menangis dalam hati.. Oh, Sebegitu gelapnya masa depanku. Kenapa Allah begitu kepadaku? Apa salahku? Tidak bisakah Allah meluluskanku pada salah satu kampus negeri?

Allah tidak adil! Teriakku saat itu. Lihatlah, aku dengan segala kerja kerasku. Berusaha untuk selalu juara kelas, belajar dan belajar. Tidak pernah tergoda untuk berpacaran, hanya les demi les yang menemaniku setiap sore. Impianku hanya satu saat itu. Aku ingin lebih kaya dibanding kakakku. Jika kakakku lulus di Fakultas Kedokteran, maka aku yang memiliki otak biasa saja ini paling tidak dapat berusaha untuk bisa lulus di Fakultas Ekonomi Akuntansi.

Dan inilah akhir dari obsesiku. Terdampar tidak tau arah. Setelah SBMPTN berakhir, maka aku hanya memiliki 3 pilihan. Pertama, mendaftar pada jalur mandiri di Fakultas Ekonomi UNLAM. Kedua, mendaftar di Kampus Swasta. Ketiga, mendaftar pada tes gelombang kedua di Politeknik Negeri Banjarmasin. Oh ya, aku masih punya pilihan lain untuk bisa kuliah di kampus yang aku inginkan.. Yaitu mencobanya lagi ditahun berikutnya. Tapi tentu saja aku terlalu gengsi untuk mencobanya.

Dan kalian tau aku berakhir dimana?

Aku melawan gengsiku. Aku mendaftarkan diri untuk mengikuti tes gelombang kedua di Politeknik Negeri Banjarmasin. Aku tak boleh lepas dari cita-cita menjadi Sarjana Akuntansi. Politeknik memang bukanlah seperti Fakultas Ekonomi di UNLAM. Kampus yang konon katanya mencetak generasi lulusan siap kerja ini tidak menyediakan program S1. Program yang ada hanyalah D3 Akuntansi, D3 Komputer Akuntansi dan.. Hei apa ini?

Aku membaca daftar tulisan pilihan jurusan di dinding itu untuk meyakinkan diri. Dan mataku tertuju pada pilihan terakhir. Masih sangat unik dan asing namanya ditelingaku. Lihatlah, D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah (ALKS). Jurusan unik macam apa ini? Pikirku.

ALKS adalah program studi baru di Jurusan Akuntansi Poliban. Terhitung baru 2 tahun berdiri. Aku memberanikan diri untuk bertanya lebih lanjut tentang prodi itu pada salah seorang petugas di Politeknik. Setelah mendengarkan jawaban sekaligus membolak-balik membaca brosur dari prodi baru itu maka aku memantapkan diri. Ya, aku akan mendaftar disini.

Hal yang membuatku tertarik dengan prodi ALKS ini sungguh banyak. Prodi Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah ini menjawab masalah dunia kerja diluar sana. Ya, saat itu lembaga-lembaga keuangan syariah sedang menjamur. Dimulai dari Bank Syariah, Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Pembiayaan Syariah. Sayangnya, menjamurnya lembaga-lembaga syariah ini tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang ahli dibidang tersebut. Kebanyakan pekerja di lembaga keuangan syariah tersebut adalah lulusan akuntansi yang tidak memahami proses pencatatan akuntansi syariah. Bahkan kebanyakan sumber daya manusia di lembaga keuangan syariah tidak begitu tau dengan dasar dari konsep syariah.

Tahukah? Sebelum aku melakukan tes di Poliban aku berdoa dan bersujud di malam harinya. Aku memohon pada Allah agar aku diterima di prodi tersebut. Tak puas hanya sampai disitu.. Aku mengucapkan nazar. Nazar yang akan membuat duniaku berubah 180 derajat.

“Jika aku diluluskan di sini.. Maka aku berjanji akan memakai Jilbab..”

***

Singkat cerita, hari pengumuman kelulusan pun tiba. Alhamdulillah, aku diterima di Prodi ALKS. Prodi yang benar-benar aku inginkan. Maka sejak adanya pengumuman itu, aku mulai memakai jilbab.

Sungguh ini adalah hal yang sangat tidak biasa. Aku adalah remaja yang dikenal jarang memakai jilbab diluar saat itu. Bukannya apa, jujur saja wajahku ini jauh lebih cantik ketika tidak memakai jilbab (ya.. Dalam sudut pandangku dan teman-teman dekatku). Apalagi di zaman itu, belum ada yang namanya jilbab ‘ala ala hijabers’. Kalau tidak salah, saat itu adalah musim film ayat-ayat cinta. Jilbab yang ngetrend saat itu ya.. Cadar. Haha..

Tentu saja yang namanya perubahan itu selalu menuai tantangan. Dimulai dari teman-teman terdekat yang bilang, “Duh, winda sekarang masuk islam aliran apa sih?”

Hingga kritik konyol seperti.. “Lucu win kamu pakai jilbab lebar gini.. Kayak Ustadzah anu..”

Sampai hal yang paling tidak aku sukai saat itu. Yaitu jika aku lewat di gerombolan laki-laki mereka akan berkata, “Assalamualaikum Ustadzah..” atau “Assalamualaikum Ukhti..”

Sungguh, aku tidak merasa pantas dipanggil seperti itu. Toh, aku belum alim-alim amat. Ini barulah langkah awal perubahanku. Selanjutnya rasa penasaranku akan ilmu akuntansi syariah adalah jalan baru menuju hijrahku.

***

Aku yang pantang menyerah untuk dapat lulus di jurusan akuntansi sebenarnya memiliki tujuan yang sama dengan rata-rata cewek pada umumnya. Apa itu? Ya, Aku ingin kaya.

Lihatlah profesi para lulusan akuntansi. Bekerja di Bank, kantor pajak, perusahaan keren, hingga memiliki usaha mandiri yang keren. Pastilah ilmu akuntansi itu akan membawa pada kesuksesan bukan? Itulah alasan kenapa aku terobsesi sekali dengan akuntansi. Aku harus lebih keren dibanding kakakku yang lulus di fakultas kedokteran. Seragam dokter itu sih biasa saja dibanding seragam kerja kantoran milikku kelak.

Dan ternyata, selama belajar di ALKS pandanganku tentang akuntansi berubah 180 derajat lagi.

Lihatlah aku yang dahulu begitu meterialistis. Menilai segala sesuatu hanya dalam bentuk uang dan benda berharga lainnya. Terdampar disini dan berkutat pada pelajaran Ekonomi Islam, Akuntansi Syariah, Manajemen Syariah, hingga Akuntansi Perbankan dan Akuntansi Lembaga Non Bank syariah. Dunia meterialisku mulai diwarnai dengan nilai-nilai islami. Aku mulai merubah mindset. Bahwa begitu pentingnya nilai-nilai islam diterapkan dalam kehidupan ekonomi termasuk pada pencatatannya. Akuntansi Syariah telah meracuni pola pikirku.

Inilah tahapan Hijrah yang telah mengubahku hampir 360 derajat..

***

“Ngapain sih win yang beginian aja di jurnal?” kata temanku saat itu. Ia adalah temanku yang kuliah di Jurusan Akuntansi di Kampus dambaanku.

“Iya, memang dalam akuntansi syariah.. Jurnal dimulai bahkan saat awal kita memulai akad. Bukan hanya itu, coba lihat.. Bagi Hasil pun berbeda perhitungannya dengan margin..”

“Sepertinya catatan jurnalmu jadi 2x lebih panjang dibanding catatan jurnal biasa jadinya deh. Belum lagi.. Duh.. Murabahah.. Mudharabah.. Musyarakah.. Hapal banget kamu beginian ya? Aku mungkin bakal kebolak balik.. Haha..”

“Iya, memang dari segi pencatatan.. akuntansi Syariah lebih ribet ya. Tapi, dari segi kesehatan ekonomi.. Sistem non riba ini bakal besar dampaknya kalau benar-benar diterapkan. Bayangkan, jika saja ya seluruh lembaga keuangan bank dan non bank memakai sistem ekonomi islam hingga memakai sistem pencatatan akuntansi syariah. Tentunya Perekonomian kita lebih baik.. ”

Temanku pun mengangguk setuju. Kemudian berkata,” Apa daya win.. Aku aja nabung masih di bank konvensional.. ”

Aku tertawa kemudian berkata,” Ah, aku juga gitu kok kemarin. Sama aja kita. Aku saja baru semester 2 kemarin baru pindah ke Bank Syariah..”

“Memangnya beda ya win? Lebih gede mana bunganya?”

“Wah, disini gak pakai bunga. Tapi pakai bagi hasil..”

“Ahh.. Bunga sama bagi hasil sama aja kok..”

“Beda laah. Mereka bukan cuma beda nama. Bagi Hasil itu jelas Halal. Kenapa? Karena diperoleh dari penyaluran kredit yang halal juga. Bank Syariah tidak asal asalan dalam menyalurkan kreditnya. Tapi berdasarkan akad-akad yang halal. Nah, kita sebagai si penabung disini diberikan bagi hasil kalau ada keuntungan dari itu. Makanya, kadang bagi hasil dari bank syariah lebih besar dibanding bank konvensional.. Dan tentunya hati jadi lebih terjaga dengan menabung di Bank Syariah. Karena pihak bank enggak mungkin menggunakan duit kita ke penyaluran kredit yang non halal.. ”

Dan temanku pun mengangguk setuju.

“Kamu punya rekomendasi Bank Syariah yang bagus buat aku nabung win?”

“Yakin mau Hijrah Bank?”

“Yakin aja lah. Supaya hati tenang..”

#Ayo Hijrah, Karena Menabung di tempat yang Benar Memberikan Ketenangan..

Selain Hijrah dari segi penampilan dan pola pikir, hijrahku juga merambah ke halal dan haram. Dan menabung ditempat yang benar merupakan salah satu hijrah terbaruku saat itu. Aku mulai berpindah pada bank syariah karena ingin merasakan ketenangan. Ketenangan yang sederhana, aku ingin menjauhi riba dimulai dari diri sendiri dulu.

Tak puas hanya dengan hijrah pada diri sendiri, aku juga tanpa sengaja menularkan semangatku pada teman-teman disekitarku. Ya, teman-teman yang tadinya mengatakan padaku, “kamu masuk islam aliran apa sih?”

Awalnya, proses hijrahku penuh air mata. Aku sempat merasa berbeda. Tidak mendapatkan banyak teman seperti dahulu lagi. Lama-kelamaan aku merasa bangga dengan perubahanku. Bahwa sepertinya prodi ALKS memang ditakdirkan untukku.

Sejak kuliah di ALKS, aku dan teman-temanku mulai gencar menularkan semangat syariah yang kami dapatkan. Organisasi Islam di kampusku juga merupakan salah satu komunitas yang membuatku senang dalam proses Hijrah ini. Organisasi itu bernama KSEI (Kelompok Studi Ekonomi Islam).

Sejak bergabung dengan KSEI, aku akhirnya merasakan percaya diri lagi. Aku mulai menularkan semangat Hijrah pada teman-temanku saat SMA dulu. Beberapa teman meminta rekomendasi Bank Syariah yang tepat, seperti percakapan sebelumnya. Saat itu, aku menceritakan pada mereka tentang Bank Muamalat Indonesia-Bank Syariah Pertama di indonesia.

Ya, Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah Bank Umum pertama yang menerapkan Prinsip Syariah Islam sejak tahun 1992, Bank Syariah Murni yang memiliki Captive market kuat dengan jumlah penduduk Muslim Indonesia terbesar. Perlu diketahui bahwa Bank Muamalat tidak menginduk ke Bank Lain sehingga terjaga kemurnian syariahnya.

Kenapa aku bercerita tentang Bank Muamalat? Karena, Sejarah Bank Muamalat inilah yang membuat teman-temanku tergerak untuk hijrah bank. Bank Muamalat terbukti sebagai bank yang bertahan saat krisis moneter tahun 1998. Sistem non riba yang muamalat pakai telah terbukti tahan dari badai inflasi kala itu. Bank Muamalat mengharamkan aksi spekulasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kala itu dan cenderung bergerak pada sektor riil, karena itulah kredit dari Bank Muamalat masih tergolong stabil.

BMI juga sering meraih penghargaan, salah satunya yaitu sebagai Best Islamic Bank in Indonesia dari Islamic Finance News (IFN) Best Bank Poll di Kuala Lumpur tahun 2016. Bank Muamalat juga memiliki produk dan layanan keuangan lengkap yang ditunjang dengan berbagai fasilitas seperti Mobile Banking, Internet Banking Muamalat dan jaringan ATM dan Kantor Cabang hingga ke luar negeri. Maka, tidak heran jika Bank Muamalat juga pernah diganjar penghargaan Mobile Application Best Choice Award – Infobrand 2018.

Muamalat memiliki terobosan baru yaitu gerakan #AyoHijrah. Hijrah disini bermakna “lebih baik”. Secara keseluruhan #AyoHijrah adalah gerakan yang mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama selalu meningkatkan diri ke arah yang lebih baik dalam segala hal.

Karena Islam bukan hanya agama yang mengatur hubungan kita dengan Sang Pencipta bukan? tapi juga merupakan jalan hidup (way of life). Gerakan #AyoHijrah dilakukan untuk mengajak kita menjalani hidup sesuai tuntunan Islam yang baik dan berkah.

Dengan gerakan #AyoHijrah ini Bank Muamalat mengajak masyarakat untuk berhijrah dalam hal layanan perbankan (pengelolaan keuangan) dengan memanfaatkan layanan perbankan Syariah untuk hidup yang lebih berkah.

Keberkahan Hidup Berkat Rasa Syukur dan Berhijrah

Hanya hijrah kecil yang aku lakukan. Ya, aku tau.. Aku bukanlah orang yang sempurna. Untuk hijrah kecil saja kadang aku belum konsisten. Masih suka malu jika memakai jilbab secara ‘benar’, terkadang juga masih ikut-ikutan dengan teman, terkadang trend sangat mempengaruhiku. Tapi satu hal yang aku tau bahwa berubah itu harus dimulai. Karena, kegagalan utama bagiku bukan gagal karena mencoba berubah tapi gagal karena tidak pernah mencoba sama sekali.

Meski jatuh bangun dalam proses hijrah, namun aku selalu bersyukur. Sejak berhijrah, rasanya hati menjadi lebih tenang. Penampilanku yang berubah, pola pikirku yang mulai sedikit agamis, hingga materialistisku yang mulai memudar. Selama 4 tahun kuliah di ALKS aku bukanlah diriku yang sama dengan waktu SMA lagi.

Aku menatap diriku di kaca. Hmm.. Masihkah ada yang ingin menikah denganku walau aku tidak seperti perempuan pada umumnya lagi? Aku sadar sekali diriku toh tidak secantik waktu SMA dan hubunganku dengan laki-laki sepertinya sudah hilang sepenuhnya sejak masuk di ALKS. Apalah itu laki-laki yang dulu menghubungiku terus sewaktu SMA. Nyatanya, sejak aku berhijrah.. Hubungan kami putus total.

Yah, itu pikiran konyolku sewaktu kuliah di semester 7. Mungkin, kalian berpikir aku ingin segera menikah. Sebenarnya tidak, jalanku masih amat sangat panjang. Aku saat itu bercita-cita ingin menjadi Dosen di kampusku. Setelah selesai kuliah D4 ALKS, aku ingin sekali meneruskan S2 di STIE TAZKIA. Bagiku, ekonomi islam adalah ilmu yang harus disebar-luaskan. Dan aku ingin menjadi salah seorang pelaku terbesarnya. Cita-citaku saat itu.. Seperti itu.

Tapi ternyata, Allah menjawabnya dengan berbeda.

Aku menikah pada bulan Juni 2018. Saat itu aku masih membuat Tugas Akhir atau Skripsi.

Mungkin, kalian bertanya-tanya. Siapa gerangan laki-laki yang mau dengan wanita sepertiku?

Yah, siapa sangka aku menikah dengan asisten dosenku sendiri saat di kampus. Seorang PNS baru yang beberapa kali menyusup ke kelas kami saat salah seorang dosen sedang tidak masuk. Mulai semester 5 lalu aku telah berhubungan dengannya. Yah, sekedar saling sapa di sosial media yang sebenarnya tidak disengaja.

Dan siapa sangka aku langsung hamil begitu menikah? Ya, cita-cita untuk kuliah lagi pun gagal. Begitulah manusia, ia hanya bisa berkehendak. Allah yang menentukan segalanya.

Tapi, sejak menikah aku mulai merasakan keberkahan pada hidup. Dan aku merasa keberkahan ini mulai ada sejak kami memutuskan untuk menjauhi riba secara totalitas.

Saat itu, aku yang masih dalam kondisi hamil dan sudah lulus kuliah sangat ingin bekerja. Hal ini karena kondisi perekonomian kami saat awal pernikahan tidaklah terlalu bagus. Namun, suamiku tidak memperbolehkan. Ia berkata bahwa aku harus menunggu hingga anakku lahir dan berumur 6 bulan. Jika aku mematuhinya maka aku boleh bekerja dimana saja yang aku suka.

Ketika anakku berumur 6 bulan, aku diam-diam mendaftar bekerja pada bank konvensional. Putus asa, stress, dan himpitan ekonomi membuatku melupakan prinsip hidupku untuk menjauhi riba. Namun, keputusanku yang diam-diam itu ketahuan juga oleh suami. Tentu saja ia menolak mentah-mentah. Dia berkata, “Lebih baik pemasukan yang sedikit namun berkah dibanding banyak tapi tidak berkah..”

Sebagai istri, aku hanya bisa berpura-pura patuh saat itu. Hatiku penuh dengan perasaan ingin melawan. Aku dan segala ilmu tentang ekonomi islam yang aku punya tidak memiliki penyaluran positif untuk dituangkan. Paling tidak, aku dapat membantu perekonomian rumah tangga dengan bekerja. Apalah itu berkah? Aku sudah lupa.

Dalam tangis aku selalu berdoa supaya dipilihkan oleh Allah jalan terbaik. Dan doaku tersebut diijabah beberapa bulan kemudian.

Suamiku memutuskan untuk mendirikan CV. Share system. Ia memutuskan untuk memiliki usaha sampingan, yaitu menjadi Programmer. Dan Alhamdulillah, sejak itu rejeki keluarga kami terus mengalir pada pintu yang tidak disangka-sangka.

Aku Yakin #Hijrahku Sudah Mencapai Balasannya

Inilah aku yang sekarang. Aku dengan segala lika liku hidupku yang dahulu selalu dipenuhi dengan kebimbangan. Aku kini memutuskan untuk menyalurkan kemampuanku pada dunia menulis. Blog ini adalah salah satunya. Menjadi Full Time Mother dan penulis sampingan adalah pilihanku.

Perjalanan hidupku dari remaja biasa yang labil hingga memasuki ALKS dan menikah bukanlah kebetulan. Segalanya sudah diatur oleh Allah. Ketidaklulusanku di beberapa universitas idamanku hingga bertemu jodoh di kampus adalah sebuah takdir. Dan takdir yang baik akan terjadi ketika kita ikhlas dalam rencananya disertai dengan usaha untuk peningkatan kualitas diri dengan berhijrah kejalan yang lebih baik.

Jika kalian bertanya, Apa kunci utama untuk keberkahan rumah tangga? Maka, mengikuti jalan yang halal adalah jawabannya. Yah, Mencari rejeki yang halal, menyalurkannya ke yang halal pula dan tentu saja.. Menabung di tempat yang halal.

Kalian tau? hijrah itu harus totalitas. Tidak separo-separo. Menjalankan syariat islam dalam kehidupan sehari-hari haruslah secara kaffah. Karena itulah berkali-kali aku menekankan pada tulisan ini untuk menyimpan dan menyalurkan rejeki pada tempat yang halal.

Sebagai muslim, aku ingin turut serta dalam mewujudkan cita-cita Bank Muamalat, yaitu sebagai pusat dari Ekosistem Ekonomi Syariah yang menyetarakan pertumbuhan nasabah bank syariah agar setara dengan kondisi rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Selain itu Bank Muamalat bercita-cita untuk turut membangun industri halal di Indonesia dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Karena itu aku mendukung gerakan #AyoHijrah Bank Muamalat.

Beberapa produk Bank Muamalat memiliki nama baru dalam #AyoHijrah loh, diantaranya sebagai berikut:

  • Tabungan iB Hijrah
  • Tabungan iB Hijrah Haji dan Umrah
  • Tabungan iB Hijrah Rencana
  • Tabungan iB Hijrah Prima
  • Tabungan iB Hijrah Prima Berhadiah
  • Deposito iB Hijrah
  • Giro iB Hijrah
  • Pembiayaan Rumah iB Hijrah Angsuran Super Ringan dan Fix and Fix (masih dalam proses pengajuan kepada Regulator/OJK)

Yuk, Carl tau lebih banyak tentang gerakan #AyoHijrah Bank Muamalat melalui sosial medianya:

Facebook : BankMuamalatIndonesia

Instagram : Bank.Muamalat

Twitter : BankMuamalat

Youtube : Bank Muamalat

Websites : www.bankmuamalat.co.id

Tunggu apalagi? #AyoHijrah!

Tentang Sebuah Penerimaan yang Benar dari Seorang Ibu

Tentang Sebuah Penerimaan yang Benar dari Seorang Ibu

Pernahkah merasa bahwa kehidupan itu sejatinya tidaklah lurus?

Ia selalu menghadapkan kita pada pilihan.

Pilihan itu tidak cukup sekali.

Ia bercabang.

Lagi, lagi dan lagi.

Tiada habisnya.

Dan terkadang. Pilihan itu membuat pola tujuan kita berubah. Cita-cita yang berbelok dan terus berbelok. Sehingga kadang kita bertanya-tanya, “Masihkah aku dijalan yang benar? Sudah seberapa jauh aku dari tujuan awalku?”

“Apakah Passionku sudah sedemikian terdepresiasi?”

Ya, Pertanyaan tidak asing bagi seseorang yang telah membagikan seluruh hidupnya untuk mengabdi menjadi Ibu Rumah Tangga ‘Sejati’

Sebenarnya, Apa Passion Itu?

Seseorang berkata padaku, “Jika kau mengerjakan sesuatu selama berulang-ulang. Tiada bosannya. Bahkan ingin selalu meningkatkan kualitas dari pekerjaan itu. Kemudian, kamu senang melakukannya. Kamu bahagia untuk itu. Maka hal yang telah kau lakukan adalah Passion. Senjata yang membuatmu dapat menghadapi dunia.”

Passion adalah salah satu makanan batin untuk bertahan hidup. Passion adalah skill menyenangkan untuk menghadapi dunia.

Maka, bohong besar kalau selama manusia hidup ia tak pernah memiliki kesenangan hal yang dilakukan. Tidak punya hoby. Tidak punya bakat. Tidak punya tujuan. Bohong besar.

Seseorang yang telah kehilangan passionnya berarti ia tidak punya makanan batin untuk dirinya sendiri. Hei, benarkah itu?

Bagaimana Jika Passion kita Terkubur?

source: dream dictionary

Kadang, pilihan itu sulit. Bercabang. Membuat masalah-masalah baru. Memaksa kita untuk beradaptasi. Berubah. Berubah dan terus berubah. Syukurlah jika dari ulat menjadi kupu-kupu. Tapi bagaimana jika perubahan ulat menjadi kepompong telah memakan waktu terlalu lama? Tidur lama yang membuat kita lupa. Untuk apa sebenarnya kulit kepompong ini menyelimuti kita?

Masa Kepompong adalah Masa yang tidak bisa dihindari..

Terkuburnya Passion bagi seorang Ibu adalah masa kepompong. Masa yang bagi mereka ‘kita telah hilang’ tapi sebenarnya kita tidaklah hilang, kita hanya mengubur passion yang biasanya. Mengubah passion dan mendalami makna baru fase kehidupan bagi seorang ibu.

Yaitu, mengerti arti dari pengorbanan.

Bagaimana bisa seseorang yang dulunya ketika remaja begitu lincah kesana kemari, mengejar ini dan itu lantas kemudian menjadi ‘upik abu’ di rumahnya sendiri?

Karena ia memiliki si mungil yang membutuhkannya. Makhluk kecil yang selalu mengikutinya kemana saja. Memanggil dan menangis menyebut nama kita yang tak lagi berupa ‘nick name’ tapi…

“Mama..”

Ya, kita memang bukan diri kita yang dulu. Bukan seorang gadis yang memiliki kebebasan. Tapi kita lebih dari itu. Kepompong yang berdiam diri dalam selimutnya. Membentuk dirinya yang baru.

Karena untuk mengerti arti ‘pengorbanan’ itu tidaklah mudah.

Ya, kadang kita harus mengganti passion menjadi hal yang lebih terlihat berguna.

Menyapu, menyusui, memasak, mengepel, mencuci, lantas berbolak-balik lagi. Siklus rutinitas yang tiada habisnya. Bukan tidak mungkin passion dan kesenangan yang dulu tidak terdepresiasi.

Lalu, merugikah kita akan hal itu? Menyesalkah?

Percayalah, Perempuan adalah Makhluk Multitalenta. Hilang Satu Passion.. Tumbuh Seribu

Mama pernah berkata padaku, “Nanti kalau kamu udah jadi Mama juga baru ‘merasa’..”

Kalimat sama yang berulang-ulang bagai kaset rusak yang selalu aku abaikan maknanya ketika remaja dulu. Mama adalah penceramah nomor satu dalam hidupku. Siapa sangka kata-kata cerewetnya kini menjadi panduan dalam kehidupan rumah tanggaku.

Tidak pernah ada cerita bahwa seorang Ibu kehilangan Passion. Yang ada, seorang Ibu kehilangan dan lupa ‘tujuan yang benar’

Merasakan passion yang sedikit demi sedikit mulai terdepresiasi itu tentu pernah aku rasakan. Beberapa bulan lalu aku bahkan kesulitan untuk memasukkan pos neraca dalam CV kami. Woi, bukannya aku dulu gampang sekali membuat basic kerjaan akuntansi ini?

Aku bahkan blank saat mengurus pajak dan menyadari melupakan segala teorinya. Hei, bukannya dulu aku hapal pph sekian sekian?

Otak ’emak-emak’ ku mulai tak sengaja membuang memory akuntansi dan memasukkan memory baru. File parenting, resep masakan, metode baking, jejalan virus drama korea yang tak sengaja aku jadikan ‘me time’ dikala melipat baju dan menyetrika. Mana mungkin aku mengingat-ngingat kembali pelajaran dahulu?

Apakah akuntansi berguna untuk kebahagiaan kehidupan rumah tanggaku? Tidak sepenuhnya. Ia hanya berguna sebagai catatan pertanggungjawaban keuangan rumah tangga. Untuk memanajemen keuangan rumah tangga? Aku sang manajer bukanlah berkostum rapi bak sekretaris perusahaan. Tapi menjadi ‘Upik Abu’. Ya, profesi yang konon merupakan profesi ‘Emak Maha Benar’. 😂

Dan tanpa sengaja, profesi itu telah membuatku menjadi makhluk multitalenta.

Tidak mengapa passionku yang dulu telah menghilang, ucapkan selamat tinggal pada impian menjadi bintang kelas di kelas selama-lamanya. Itu sudah berlalu. Tidak perlu disesali, tidak perlu dikejar berlebihan. Seperlunya saja.

Passion Ada Dimana-mana. Ia Berkembang Sesuai Kebutuhan Orang yang Kita Sayangi

Jika kalian bertanya siapa orang paling ‘labil’ di dunia maka mungkin jawabannya adalah aku.

Aku tidak punya cita-cita ‘spesial’..

Dulu, ketika mama bertanya padaku apa cita-citaku aku tak bisa menjawab secara pasti apa itu sebenarnya.

Ketika mama menginginkan Anaknya berstatus sosial diatasnya maka aku memimpikan diri menjadi hal itu. Apapun itu dengan seragam yang lebih keren dibanding Guru TK. Entah itu Polwan, Dokter, ataupun yah artis mungkin. Haha

Cita-citaku selalu berubah. Suatu hari aku memutuskan memasuki jurusan akuntansi karena alasan yang simple. Ingin kaya. Ingin membahagiakan mama dengan high status dan kekayaan. Simple.

Namun suatu ketika cita-cita itu berubah (lagi) ketika aku bertemu teladan yang baru. Ya, jatuh cinta dengan salah seorang pengajar di kampusku mengingatkan dan menyadarkanku akan keinginan sejak kecil dahulu yang terkubur oleh sisi materialisme. Sejatinya cita-citaku sejak kecil ingin menjadi panutan. Ingin menjadi role mode bagi siapapun. Ingin menjadi bintang kelas selama-lamanya. Ingin menjadi Guru.

Terlalu banyak cerita tentang hal ini. Kalian bisa membaca banyak cerita tentang perjalanan hidupku pada catatan cengeng dibawah ini:

“Mama, maafkan Anakmu hanya bisa Menjadi Ibu Rumah Tangga saja”

“Mengapa aku harus membenci mertuaku?”

“Sepenggal cerita tentang seorang Ibu yang mencari kebahagiaan”

Sudah dibaca? Belum?

Jika sudah, maka tentu kalian mengerti mengapa akhirnya aku memutuskan untuk ‘Hanya Menjadi Ibu Rumah Tangga’

Bagi perempuan pilihan itu sulit, pilihan berkembang sesuai dengan keinginan untuk membahagiakan orang yang ia cintai. Seorang Ibu tidak akan memilih pilihan yang hanya membahagiakan dirinya sendiri (saja).

“I dont have Any Passion, I’m Divergent”

Aku tidak punya passion khusus. Tapi aku punya tujuan. Tujuanku adalah Membahagiakan Keluargaku. Menjadi kebanggaan mereka dan mewariskan kebaikan. Karena semuanya akan hilang. Yang tetinggal hanyalah kebaikan.

Belajar Menjadi Air, Arti Penerimaan yang Benar

Akan tiba suatu hari kau belajar arti penerimaan tertinggi dalam kehidupan. Diam jika terbawa arus, mengalir, namun tetap tenang.

Sebagian akan meremehkan hal ini. Tapi kau tetap menerima. Dipakai, dicemari, tak dianggap. Namun kau tetap diam.

Membiarkan rasa panas itu. Menguapkan semuanya. Kemudian menurunkan rasa sakit itu dalam tetes-tetes hujan.

Saat itu, kau dalam level tertinggi sebuah kebijakan. Memilih menjadi Air.

source: redbuble.com

Tentu aku belum sampai kedalam tahap itu. Namun, tidak pernah ada salahnya terus belajar. Kau tidak akan percaya dengan betapa mengerikannya egoku dahulu. Namun beberapa dari hal itu telah terkikis. Kupikir pengorbanan dan cinta seorang ibu telah merubah beberapa sifat buruk itu.

Baca juga: “Hal yang telah berubah sejak aku menjadi Ibu”

Jangan Pernah Menggenggam Dunia Dihatimu, Cukup Ditanganmu saja

Bukan sekali-dua kali aku mendengar kata-kata ini. Sering, cukup sering. Bahkan setiap kali ke pengajian Guru Juhdi pada malam jum’at di Mesjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin_beliau berkali-kali mengingatkan hal ini.

Ganggam ditangan haja. Jangan di hati. Amun ikam sampai meandak ke hati segala urusan dunia ngini, lalu ngalih.

Tidak ada hal yang lebih tidak nyaman dibanding menjadi tawanan hasrat sendiri. Mungkin, antara rasa semangat, ambisi dan kerja keras itu merupakan hal yang baik tapi jika ketiganya telah melawan arti pengorbanan dan cinta.. Masihkah ketiga rasa itu bisa disebut dengan hal positif? Mungkin, penawanan oleh hasrat ini yang dimaksud Ibnu Taimiyah.

Orang yang benar-benar terpenjara adalah yang terpenjara hatinya oleh Tuhan. Orang yang tertawan adalah tertawan hawa nafsunya. (Ibnu Qayyim, al-Wabil) – Yasmin Mogahed “Reclaim Your Heart”

Ah, jika kalian pernah membaca buku Yasmin Mogahed yang satu ini kalian pasti paham apa maksud dari kata-kataku ini. Ini adalah kutipan yang aku ambil dari salah satu bab yang sangat aku sukai. Aku menyebutnya “Tentang Burung dalam Sangkar Emas” walau judul chapter aslinya berjudul “Lolos dari Penjara Terburuk”

Aku punya cita-cita kecil yang kuharap suatu saat bisa mewujudkannya.

Disuatu hari nanti, entah kapan pun itu. Aku ingin berjalan menyusuri dunia. Bukan sekedar berfoto dan mendokumentasi perjalanan. Tapi belajar. Tak berharap kuliah untuk gelar lebih tinggi. Hanya berharap bertemu banyak orang bijak. Berguru pada semuanya.

Siapapun.. Siapapun Guru yang mungkin bisa membuatku benar-benar lolos dari Penjara Terburuk.

7 hal yang patut disyukuri oleh Mahmud Abas

7 hal yang patut disyukuri oleh Mahmud Abas

Mahmud Abas apaan ya? Kamu ganti jenis kelamin? 😂

Hahaha..

Iya, aku juga bingung loh waktu pertama kali mendengar Istilah Mahmud Abas. Awalnya itu aku kira nama suami orang. Tapi kok emak-emak kekinian hampir semuanya kenal sama Mahmud Abas? Siapakah gerangan?

Eh, ternyata.. Mahmud Abas itu kepanjangan dari Mamah Muda Anak Satu..😅

Aku dong ya? Eh, masa? Aku muda? *ambil kaca

Iya yah masih imut.. *digetok gayung.. 😂

Anggap aja muda ya.. Walau umurku sudah lebih dari 25 tahun tapi karena belum sampai 30 tahun ya anggap saja muda banget.. Hah? Banget? 😂

Oke, abaikan kenarsisanku..

Berhubung anakku juga ‘baru satu’ maka julukan ini sepertinya masih pas ya buat aku. Inilah dia.. Mahmud Abas yang sedang belajar bersyukur.. Jreng jreng jreng.. 😅

Ya.. Kenapa sih harus belajar bersyukur? Hmm.. Awal January lalu aku pernah curhat kalau aku baru aja keguguran. Padahal lumayan pengen banget sih udah punya bayi lagi. Soalnya anak aku sudah lumayan gede. Umurnya sudah 5 tahun hari ini. Udah bisa nyanyi, udah bisa ditinggal kesana kemari, udah punya hoby sendiri, udah enggak suka nangis-nangis lagi. Pasti deh, emak-emak tau kan moment pengen bayi lagi itu bisa datang kalau emak merasa anak pertama tak lucu lagi.. Hihihi.. *kalau kedengeran anakku dia bilang apa coba?

Apa sih yang dikangenin dari moment bersama bayi?

1. Kangen denger tangisan bayi, saking kangennya anak pertama udah pinter dengan aktivitasnya sendiri malah di buat drama supaya nangis.. 😅

2. Kangen dengan wangi bayi. Pasti lah anak udah gede gini wanginya beda sama yang masih newborn. Udah dikasih-kasih minyak telon tetep aja masih kurang bau bayinya. Haha..

3. Kangen aktivitas sibuk bayi. Apa aja kerjaan bayi? Menyusui, pup, pipis dan nangis. Aktivitasnya sih memang bikin sesuatu ya kalau bagi aku yang pernah kena sindrom baby blues. Entah kenapa kangen aja.. Haha..

4. Kangen menyusui. Kok dikangenin? Kemarin bukannya menghentikannya penuh drama? Haha. Itulah anehnya, kangen ya memang dengan drama bangun-tidur-bangun-nyuci dan lain lain. Intinya sih.. Muka bayi itu ngangenin.. 😘

Tapi dibalik rasa kangen yang tertunda itu akan lebih baik kalau aku mensyukuri keadaan yang sekarang. Halo? Kemarin-kemarin kangen masa kebebasan pas udah bebas kok mau begini begitu lagi?

Bener juga sih, makanya hari ini aku mau bikin list hal-hal yang harus disyukuri dari mamah muda anak satu atau Mahmud Abas. Apa aja sih? Ini dia..

1. Emak bisa Me Time dengan mengembangkan hoby

Zaman punya newborn dulu yang namanya me time itu omong kosong. Me time mommy yang punya newborn itu cuma tiga yaitu makan, minum dan tidur. Setuju? Haha.. 😂

Emak yang dulunya hoby baca harus ganti hoby jadi nonton film demi bisa menyesuaikan waktu dengan jadwal menyusui dan pekerjaan rumahan. Emak yang dulunya suka jalan-jalan ringan waktu punya baby jalan-jalannya diganti dengan mondar mandir membersihkan rumah.

Nah, sekarang? Zaman anak satu udah gede? Emak bisa mengembangkan hoby. Emak mulai suka baca buku lagi, mulai gelisah kalau ada waktu nganggur enggak ngapa-ngapain. Akhirnya berujung pada hoby menulis yang terlahir kembali hingga berujung pada ngeblog.

source: brainchildmag.com

Punya anak satu dan udah gede itu pas banget kalau mau konsisten dengan hoby. Aku memutuskan untuk terus belajar menulis dengan ngeblog dan aktif di sosial media. Ya, memang tulisannya enggak bagus-bagus amat. Tapi lumayan buat terapi jiwa emak supaya tetap waras. 😂

2. Emak bisa membuat bonding romantis dengan anak

Sering bertanya sih, kenapa ya kemaren belum rejeki punya debay lagi?

Belakangan aku sadar kalau salah satu jawabannya adalah Tuhan itu mau supaya aku mencurahkan kasih sayang dengan anakku secara maksimal.

Yah, dulu aku sempat cerita kan kalau sempat terkena baby blues dan postpartum depression ? Tentu hal ini berdampak negatif juga pada psikologis anakku. Karena itu mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki bonding antara kami.

Umur segini anakku masih suka tidur denganku dan aku membiarkannya. Bukan memanjakan sih. Tapi ingin menghapus innerchild negatif yang mungkin pernah terjadi dimasa lalu. Mungkin belum terlambat untuk membangun bonding positif diantara kami. Jadi, nikmati saja masa-masa romantis ini.

3. Emak bisa Istirahat

Tidur cukup itu anugerah banget. Bangun di pagi hari dengan semangat baru karena istirahatnya sudah total. Zaman punya newborn? Pagi-pagi si emak pasti ngomel-ngomel. Hahaha..

Sekarang waktu istirahat emak sudah banyak. Bahkan emak kadang suka ikutan tidur siang habis bacain buku cerita. Bangun di sore hari tanpa perasaan lapar itu enak banget. Zaman menyusui sih bangun tidur perut udah keroncongan. Hihi..

Dulu emak ini coffee addict. Sekarang? Cukup segelas teh manis panas di pagi hari untuk minuman manis. Udah jadi sumber energi banget buat aktifitas yang menyenangkan.

4. Emak bisa dandan maksimal

Zaman punya newborn itu emak selalu dandan apa adanya. Karena selain budget perawatan terbatas, emak juga enggak punya banyak waktu buat dandan maksimal. Cukup pakai pelembab dan bedak bayi, emak sudah percaya diri untuk keluar rumah disertai dengan jilbab segi empat maupun jilbab instan. Tutorial hijup? Ah.. Boro-boro.. Videonya ditonton ajah.. Enggak dipraktekkin.. Haha..

Sekarang emak sudah mulai berkenalan dengan tetek bengek make up kekinian. Udah mulai enggak pede kalau keluar rumah enggak pakai BB cream. Bahkan emak sudah mulai colek colek eye shadow dan blush on. Lipstik? Jangan ditanya.. Entah sudah berapa batang lipstik yang dikoleksi dari hasil racun komunitas blogger.. Haha..

Terpakai semua?

Iya, terpakai semua.. Karena emak sekarang punya banyak waktu buat belajar dandan. Hihi..

Nikmati saja lah waktu bermain-main dengan skincare dan make up. Karena kalau punya bayi lagi bedak bayi pun mungkin dijatah buat dipakai berdua. 😂

5. Emak bisa jalan-jalan ketemu teman

Waduh, point ini ngingetin aku dengan masa awal punya bayi. Mau jalan kesana kemari enggak dibolehin itu menderita banget.

Eh, pas udah punya waktu mau jalan dengan bayi dan berbagai peralatan tempurnya ternyata temen yang mau didatengin sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Rasanya itu… Pengen nangis di ujung bumi. 😭

Sekarang sih enggak. Emak akhirnya punya komunitas keceh supaya bisa move on. Komunitas apalagi kalau bukan FBB atau Female Blogger of Banjarmasin. Sejak join FBB, akhirnya emak bisa menikmati lagi rasanya bergabung dan mengobrol dengan teman satu hoby. Rasanya? Senang banget lah. Pokoknya hal ini harus dinikmati selagi belum punya newborn lagi.

6. Emak bisa nabung

Punya newborn itu anggaran pengeluaran membengkak, setuju mak?

Iya, soalnya harus beli Pospak, beli makanan tambahan buat ASI booster, belum lagi kalau keracunan baju bayi yang unyu-unyu.. Aduh, kempes dompet emak.

Bagi emak anggaran perawatan newborn itu lebih mahal dibanding biaya perawatan emak. Iya, jujur aja biaya perawatan emak yang sudah maksimal itu sekitar 100ribu sebulan. Kalau punya bayi? 100ribu cuma buat pospak aja, belum lagi ini itu nganu.. Huft..

Nah, sejak si bayi udah mulai besar akhirnya emak bisa nabung sedikit demi sedikit. Seneng banget lah soalnya hasil tabungannya lumayan buat belanja diakhir tahun atau ketika lebaran.

source: trafficsalesandprofit.com

7. Emak bisa pacaran lagi

source: pairedlife.com

Terakhir nih.. Ciee… 😍

Emak curhat dulu ahh..

Emak itu dulu enggak pernah ada musim bulan madu. Jadi yang namanya jalan-jalan berdua itu jarang banget. Zaman emak hamil, kami LDR an. Zaman udah punya bayi kami enggak punya waktu jalan berdua, adanya sih bertiga dengan berbagai kerempongannya akhirnya tidak pernah ada scene romantis terjadi. 😅

Sekarang kami udah cukup sering jalan berdua aja. Si kecil kan sudah sekolah dan di hari sabtu ayahnya libur. Ah senangnya punya waktu berdua saja. Kapan lagi bisa begini coba? Hihi..

Nah, itu dia hal-hal yang patut disyukuri dari seorang Mahmud Abas. Apapun keadaannya emak harus terus bersyukur karena mungkin saja ini adalah titik paling menyenangkan dari hidup emak.

Happy Mommy.. Happy Kids.. 😘

9 Topik Obrolan Sensitif yang berpotensi menyebabkan Mommy War

9 Topik Obrolan Sensitif yang berpotensi menyebabkan Mommy War

Berekspresi memang merupakan salah satu kebutuhan batin seorang perempuan. Tanpa berekspresi, hidup perempuan tentu akan terasa hampa. Wujud dari ekspresi itu sangat bervariatif. Sebagian berekspresi melalui foto, sebagian dengan bernyanyi, sebagian melalui tulisan, sebagian lagi lebih menyukai berbicara.

Untuk menuangkan ekspresinya biasanya seorang perempuan lebih menyukai keberadaan pendapatnya di sebuah komunitas. Adapun sebagian lain juga lebih menyukai tuangan ekspresi melalui media sosial saja. Ruang obrolan merupakan kebutuhan yang hampir tak mungkin dihindari oleh seorang perempuan.

Topik Obrolan dari Perempuan Single, married, maupun seorang ‘Mommy‘ tentu berbeda. Sebagai seorang perempuan yang sudah menyandang gelar ‘Mommy’ beranak satu tentu aku lebih menyukai ruang obrolan dengan komunitas sesama mommy pula. Ya, segalanya berubah sejak menjadi seorang ibu. Status fb, galeri instaram, hingga curcolan kecil di ruang obrolan WA dan bbm sekarang dipenuhi dengan komunitas sesama ’emak-emak’.

Obrolan yang sehat adalah saat para anggota menghindari terjadinya konflik antar individu. Untuk menciptakan keakraban dan persahabatan antar komunitas maka sebaiknya kita menghindari topik ‘sensitif’ dalam obrolan.

Tidak sedikit lho, para emak-emak zaman now bertengkar diruang obrolan yang kemudian berlanjut dengan saling sindir menyindir di sosial media masing-masing. Efek selanjutnya yang terjadi adalah komunitas para emak menjadi tidak asik dan tidak nyaman lagi bagi anggotanya.

Nah, buat kamu yang berstatus emak-emak. Sebaiknya berhati-hati dengan 9 topik sensitif yang dapat memicu Mommy War seperti dibawah ini:

1. Topik ASI atau Sufor

“Anaknya kok dikasih sufor? kalo anakku sih kemaren ASI ekslusif loh sampai 6 tahun. Lanjut lagi deh minum ASI sampai 2 tahun”

“Anu Bund.. Ini anak adopsi, saya belum dapet Ibu Susuan buat ngasih dia ASI” 😅😅

“Ooooh…”

Eh, mending sih ya kalo ceritanya kayak diatas. Obrolan usai. Nah, gimana coba kalau ceritanya beda-beda?

Ada Ibu yang melahirkan secara caesar dan galau dengan ASI yang tak kunjung keluar, sementara Ibu tersebut terancam dengan gangguan psikologis babyblues. Trus kita nengok dia ceramah-ceramah ASI. Apa jadinya bun? Makin stress dia.

Ada Ibu yang memang sudah berusaha jungkir balik banting tulang rusuk sampai beli berbagai obat pelancar ASI tapi ASI tak kunjung keluar. Ada? Ada bunda..

Ada Ibu Pekerja yang dilanda dilema dengan pekerja rumah tangga ataupun ibu dan mertua yang tidak mau bekerja sama dengan program ASI ekslusif. Terus dia curhat. Eh, malah di ceramahin “berhenti kerja aja bun, perempuan itu harusnya bla bla bla” tanpa tahu cerita dibalik layar ibu tersebut.

Terus, salah ga komunitas pejuang ASI selama ini?

Enggak, ga salah. Komunitas itu bagus banget. Tapi perlu diingat bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Termasuk pemaksaan keadaan ideal terhadap kondisi seseorang. Akan lebih baik jika suatu komunitas membimbing para membernya dengan perkataan yang halus tanpa bully.

2. Topik Pekerjaan

“Ibu kerja dimana?”

“Anu, saya cuma Ibu Rumah Tangga”

Selanjutnya si Ibu melipir menjauh. Takut tersinggung kalau-kalau si ibu ditanya lagi tentang jenjang pendidikannya. Padahal yang nanya? Petugas kesehatan.. 😂

Ada ya begini. Baper aja kalo ditanya soal pekerjaan..😂

Sementara serangan bagi Ibu Pekerja lebih gencar disosial media. Maklum, emak rumahan sepertinya komunitasnya lebih besar kalau menyangkut komunitas sosmed.

Drama biasanya dimulai dengan cerita-cerita tragis tentang anak yang dititipkan pada pengasuhnya. Siapa yang paling banyak share? Emak rumahan tentunya. Sharing pertanda rasa syukur bahwa dia tidak bekerja dan dapat menjaga anaknya sendiri. Biasanya sebelum sharing, postingan dibumbui dengan kata-kata bijak perihal betapa mulianya emak rumahan yang mengabdikan hidupnya pada rumah tangga saja tanpa bekerja.

Bagus ga sih begini?

Ini sensitif loh bun.. 😅

Jika kita berada diposisi ibu pekerja tentu kita akan merasa galau sekali melihat postingan tersebut. Perasaan bersalah akan muncul bertubi-tubi. Padahal, setiap ibu itu punya pilihan masing-masing. Mau sebagai Full Time Mom maupun Working Mom. Mereka sama, tetaplah seorang ibu yang mencintai anaknya dan butuh dihargai bukan direndahkan pilihannya.

Maka, bersahabatlah kalian hei working mom dan full time mother. Kalian sama-sama luar biasa.

3. Topik Perkembangan Anak

“Anak saya umur 9 bulan kemaren udah bisa jalan loh bunda”

“Wah itu sih biasa, anak saya 9 bulan udah hapal pancasila”

“Anak saya bun, umur 9 bulan sudah bisa maen game edukasi marbel belajar huruf loh”

Dst.. Dst..

Anak saya apa kabar? Yang jalan belum bisa, pancasila ga hapal bahkan ga kenal huruf satu pun. Bisanya cuma berantakin rumah. Kok anak mereka pinter betul ya? Apa anak saya nurun saya semua ya jadi kayak gini? Apa mesti dibawa ke dokter anak?

😂

Familiar ya sama yang beginian. Kalau udah begini langsung deh si emak browsing tentang tumbuh kembang anak sesuai umurnya. Belum puas juga? Cari emak yang senasib atau bahkan dibawah standar perkembangan anak kita supaya hati lega.

Topik perkembangan anak ini juga termasuk topik sensitif loh. Banyak para bunda yang galau dengan pertumbuhan anaknya yang mungkin terlambat. Padahal, tiap anak itu spesial. Keterlambatan merupakan hal wajar dan merupakan keunikan tersendiri. Tidak perlu baper dan sensitif berlebihan dengan topik obrolan seperti ini.

4. Topik Homemade dan Instan

“Aku ga mau anakku jajan diluar, pokoknya semua makanannya aku yang bikinin. Soalnya jajan diluar itu bla bla bla”

“Aku juga, soalnya mereka suka over kalau nambahin vetsin. Itu kan ga baik. Mending pakai bla bla”

“Aku beli mie instan aja ga pernah. Beli ini itu di super market ga pernah.. Ssst.. Katanya itu bikin kanker loh”

Trus apa kabar emak yang dipojokan ngederin ini?

Yang ga punya waktu buat masak ini itu karena banyak kegiatan, yang malam-malam suka makan mie instan trus dipalakin anaknya, yang ga bisa denger bakso lewat bawaannya laper ajah. 😂

Apakah dia termasuk emak pemalas?

Apa jadinya kalau emak yang terlihat pemalas itu ternyata punya banyak kegiatan mulia? Yang karena padatnya jadwal kegiatannya maka ia terpaksa membeli bahan makanan instan. Yang karena rasa capeknya ia memanfaatkan jasa antar makanan saja.

Dilihat dari sisi kesehatan hal ini memang tidak baik. Tapi, jika saja kita dapat melihat ke sisi yang lebih luas..

Emak yang instan mungkin saja telah memutar roda perekonomian lebih baik. Karena ‘ketidakberdayaannya’ ia membeli makanan dari jualan makanan para emak yang membutuhkan uang, ia membeli makanan pada jasa antar yang membutuhkan uang. Apakah kadar usahanya sama dengan emak homemade? Sama saja..

Jadi, please jangan berlebihan saling merendahkan satu sama lain ya homemade mom and instan mom.. Kalian sama luar biasanya.. 😊

5. Topik Finansial

Ada tidak sih emak kepo yang suka nanya berapa pengeluaran sebulan? 😅

Ini kepo udah kebangetan ya menurutku.. Kalau mama atau mertua yang bertanya sih mungkin wajar. Tapi kalau yang nanya sesama emak-emak? Kenapa?

Alasan kuatnya adalah dia ingin tahu seberapa hemat sebenarnya dirinya dibanding orang lain. Sebenarnya jika pertanyaan tak berbuntut panjang, tentu ini adalah hal biasa. Tapi, yang namanya emak-emak pasti pertanyaannya beranak pinak. 😂

Pertanyaan ini sangat memicu mommy war jika sang penanya dan penjawab adalah working mom dan full time mom, pertanyaan ini juga sangat memicu mommy war jika tingkat ekonomi ibu berbeda. Sebisa mungkin batasi pertanyaan berbau finansial, kecuali para ibu memang berada pada seminar ekonomi maupun kegiatan lain yang berhubungan.

6. Topik Cara Melahirkan

“Kamu kemarin melahirkan normal atau caesar sih?

“Caesar Bun, anu…”

“Wah enak ya ga sakit, aku kemarin loh bla bla bla”

😅

Sering denger begini?

Padahal setiap ibu yang sudah melahirkan itu sama saja. Sama-sama ga utuh lagi. Yang satu perutnya punya bekas jahitan, yang satunya punya juga di letak yang berbeda. Sakitnya? Ya sama aja lah. Yang satu ketika proses melahirkan tidak merasa sakit tapi tahap selanjutnya sakitnya jangka panjang. Yang satu ketika proses melahirkan sangat sakit tapi tahap selanjutnya penyembuhan rasa sakit tergolong mudah. Ya sama aja lah.. 😂

Tapi topik ini termasuk topik sensitif juga loh kalau dibahas berkepanjangan. Bisa kelahi juga? Bisaa.. Makanya hati-hati.. 😅

7. Topik Kecantikan

Tau kenapa produk kecantikan itu tidak ada matinya?

Karena sejak single sampai menikah topik kecantikan memang topik hangat dikalangan wanita. 😂

Nah, jika saat remaja para cewek bersaing untuk mendapatkan kulit mulus dan wajah cantik. Maka saat menjadi emak-emak, percayalah persaingan selanjutnya adalah lomba kelangsingan tubuh pasca melahirkan. 😅

Emak-emak yang sudah dari sononya sulit untuk langsing pastinya ngiri tingkat langit dong kalau emak awet kurus bilang, “Aku udah punya anak 3 tapi berat badanku ya segini-gini aja”

Terus si emak gendut bilang, “kamu makan emang dikit kali”

Keselnya nih emak kurus malah bilang, “Aku banyak makan tapi ga gendut-gendut, kenapa ya?” *ditambah muka sok polos.. 😂

Jangan ya.. Jangan sekali-sekali singgung tentang fisik seorang emak-emak yang berubah drastis. Itu menyakitkan. Percayalah.. 😂

8. Topik Pilihan Pendidikan Anak

Belakangan ini mulai tercipta kalangan emak generasi baru. Namanya emak homeschooler. Itu tuh, emak yang milih anaknya buat homeschooling aja dan say no untuk sekolah diluar. Katanya sekolah diluar itu ga terlalu penting dan efeknya bla bla bla (bisa cari sendiri ya)

Aku sih tidak mengalami konflik ini didunia nyata karena disini metode homeschooling masih sedikit digunakan. Tapi, aku cukup baper melihat metode homeschooling yang dilancarkan para emak-emak penggiat homeschooling didunia maya. Kesannya, salah banget nyekolahin anak disini. 😂

Ya apa boleh buat. Homeschooling itu berat bagi emak-emak yang punya banyak pertimbangan khususnya pertimbangan ekonomi. Tapi tiap emak punya pilihan. Bagi emak sepertiku sekolah tetap hal yang penting, ijazah? Penting, terlepas itu kertas nanti berguna atau tidak. Masa-masa sekolah bagi emak sepertiku adalah masa yang penting.

9. Topik Vaksin

The Last.. Is… Yes.. Vaksin.. 😂

Mommy vaksin vs mommy antivaksin. Peperangan yang tiada ujungnya hingga sekarang. Masing-masing kuat dengan argumennya sendiri. Para antivaksin bersikeras bahwa vaksin itu haram dan mommy vaksin bersikeras bahwa vaksin itu wajib. Dan jika mereka bertemu diruang obrolan vaksin disosial media… Jreng jreng..

Walau termasuk sebagai mommy vaksin tapi aku sangat menjauhi jenis obrolan yang satu ini. Karena apa? Karena penjelasan apapun akan berputar putar tak berguna. 😅

Ah.. Sudahlah.. Emak lelah.. 😂

Ada yang lelah juga baca artikel ini? 😅

Ada yang punya pendapat “Ah, ini sih kalau dari sononya emaknya udah sensitif ya semuanya bikin tersinggung apapun jenis obrolannya”

Ya, memang tiap orang punya sisi sensitifnya masing-masing. Karena itu, sebagai makhluk sosial kita harus saling menghargai, menghormati dan tidak merendahkan pilihan yang lain. Artikel ini dibuat agar setiap ibu lebih berhati-hati saat berada dalam pembicaraan 9 topik sensitif diatas. 😊

IBX598B146B8E64A