Cerita Tentang Dampak Post Partum Depression pada Si kecil dan Cara Memperbaikinya
Maafkan telah nembuat luka pada hati putihmu. Aku tau itu tidak akan benar-benar sembuh…
Sejatinya.. Aku sudah tau itu..
***
Aku Pernah Menjadi Ibu yang Sangat Buruk
Saat itu, usia Farisha masih 6 bulan. Dia sangat lucu. Ya, aku masih memiliki beberapa video ocehannya yang tidak karuan beserta senyum manis dan kebiasaannya untuk mengemut jempol kaki. Hanya seorang iblis mungkin yang dengan tega memarahi dan membentak mahkluk kecil itu. Dan Iblis itu ternyata adalah Ibunya sendiri.
Saat itu, aku hanyalah seorang Ibu yang terus mengaku tidak siap memiliki anak. Cita-citaku masih panjang, namun anak ini menghambat semuanya. Awalnya, kupikir semua akan baik-baik saja. Kupikir lambat laun aku akan dengan mudah melepas cita-cita dan menerima statusku yang baru sebagai Ibu Rumah Tangga saja. Semua menjadi salah ketika Farisha mengalami GTM parah disertasi dengan omongan-omongan sekitar yang membuat aku menbenci diriku sendiri dan membenci Farisha. Ya, salah dia kan? Dia awal dari semua ini?
Tidak ada yang tau saat itu, betapa sering aku membentaknya yang menangis karena kelaparan. Betapa sering aku menyuapkan makanan secara paksa dan menumpahkan MPASI homemade di hadapannya dan berteriak marah-marah seperti orang gila. Tidak ada yang tau bahwa ASIku mulai sedikit, tangan dan badanku gemetar sementara hidangan makan siang tidak ada karena kesibukan yang tidak jelas. Hanya Farisha, ia yang selalu kumarahi untuk melepas energi itu.
Jangan tanya berapa bulan hal ini berlangsung. Ini cukup lama. Salahku, ya aku tau semua salahku. Salahku yang tidak pernah percaya lagi pada sosial media karena pernah di bully saat curhat. Salahku yang bersikeras memberikan ASI Ekslusif padahal aku tak mampu. Salahku yang tidak mengerti cara pemakaian KB. Salahku yang hamil dini. Salahku yang menikah muda. Salahku yang saat itu tidak bisa move on.
Baca juga: Penyebab Stay At Home Mom Gagal Move On
Namun setelah itu, setelah amarah itu pudar..
Aku selalu memeluknya..
Menangis saat dia tidur..
Tapi kembali mengulangnya lagi di esok harinya..
Ya, Aku sang Mantan terpidana Post Partum Depression.
Jangan kira hal ini tidak berefek negatif pada anakku. Penyakit psikologis ini menyebarkan aura negatif bukan hanya pada penderitanya tapi juga pada suami dan Anaknya sendiri.
Hari ini, aku ingin mengingatkan pada Ibu diluar sana yang mengalami gejala sama sepertiku dulu. Bahwa apa yang telah kau lakukan pada si Kecil sangat berefek negatif padanya dan masa pulihnya tidak pernah diketahui atau mungkin.. Tidak akan pulih.
Berikut adalah efek negatif PPD pada si kecil yang pernah aku hadapi:
1. GTM yang tak Kunjung Reda
Percaya tidak, anakku ASI Ekslusif selama 2 tahun. Ia tidak mau makan. Karena ia trauma pada makanan.
Ia tau bahwa setiap kali mangkuk itu datang, wajah ibunya seketika berubah menjadi kelabu. Ia tau bahwa Ibunya akan memaksanya. Ia tau adegan selanjutnya bahwa mangkuk makanan itulah yang membuatnya dan Ibunya menangis. Ia tau bahwa mangkuk makanan itu.. Sendok itu.. Membuat banyak tragedi tidak menyenangkan dalam hidupnya. Ia tau dan ia tidak akan pernah bersahabat dengan makanan lumat yang di isi pada mangkuk lagi.
Tahukah? Hingga sekarang Farisha tidak suka melihat mangkuk kecil dengan bubur didalamnya. Ia tidak suka makan bubur karena mungkin bubur selalu mengingatkannya pada adegan tidak menyenangkan.
Apa? Kenapa tidak coba BLW?
Ya, aku tau seharusnya saat itu aku melek informasi. Tapi saat itu, sejak aku tidak menyukai sosial media karena pernah di bully saat bertanya di salah satu grup parenting. Saat itu juga aku memutuskan untuk menjauhi dunia maya beserta informasi parenting sok tau dan memutuskan untuk sibuk dengan urusan domestik rumah tangga saja. Alhamdulillah, sekarang grup parenting tidak sekacau dulu. Dulu, para member sibuk membanggakan dirinya sendiri saja sehingga rentan memicu mommy war.
Baca juga: 10 Topik Obrolan Sensitif yang dapat memicu Mommy War
Kapan Farisha bisa makan? Saat aku menerapkan WWL dengan melibatkan peran suami. Akhirnya, Farisha tau dengan rasa lapar dan mulai bersahabat dengan berbagai cemilan. Sebenarnya, petualangan tentang cerita makan Farisha masih panjang. Ia sempat menjadi anak bule yang tidak mau makan nasi.
Mungkin aku akan bercerita lagi nanti..
2. Terganggunya Kelancaran Berbicara (Gagap)
Jika kalian membaca cerita-cerita parenting di blogku mungkin kalian tau bahwa Farisha bukanlah anak gagap. Sebaliknya ia lancar berbicara dan kritis terhadap permasalahan di sekitarnya. Tapi, tahukah kalian bahwa ia pernah gagap hingga beberapa bulan?
Jangan tanya bagaimana perasaanku. Aku sangat khawatir. Awalnya dia lancar berbicara. Tapi (lagi-lagi) karena hari itu dia mogok makan, aku membentaknya lagi dengan kalimat yang jauh lebih nyaring, mata melotot dan ingin rasanya aku mengeluarkannya dari rumah.
Saat itulah.. Dia gagap begitu saja..
“Mmma mmma mma.. Mamma… U.. Uu..uuu…ulun.. Ka.. Ka.. Ka.. Kada.. Bi.. Bi.. Bi.. Tsaaaa..”
Ya, seperti itu. Aku menangis dan tak berhenti menyalahkan diriku sendiri.
Apakah ia masih gagap sekarang?
Alhamdulillah itu sudah berakhir. Ya, pada kasusku untung saja ini berakhir. Bukankah kita sering melihat anak gagap hingga usia dewasa? Pernahkan kita berpikir apa penyebab sebenarnya?
Lobang dihatinya.. Luka itu.. Tidak semua anak punya obat yang sama..
3. Si Kecil Lebih Sering berekspresi dengan Menangis
Saat Farisha kecil, aku sering memarahinya hingga ia menangis. Jangan tanya berapa lama. Aku sering membiarkannya menangis begitu saja di kamar sementara aku sibuk memasak di dapur. Perutku lapar. ASI ku kering. Ekonomi merintis dari bawah.
Sementara di luar sana berhamburan informasi bahwa… Anak kecil tidak boleh terpapar gadget terlalu lama. Ah, bodohnya aku yang tidak bisa membaca situasi saat itu. Bukankah gadget sebenarnya penolong yang baik? Dalam kondisi itu, siapa yang bisa menolongku kecuali TV dan handphone?
Sungguh teori parenting diluar sana kadang terlalu kejam untuk diterapkan pada semua Ibu, apalagi Ibu Muda dengan emosi yang terbilang labil. Pada siang hari aku tidak waras karena menelan prinsip perfeksionis. Pada malam hari, aku menangis memeluknya.
Hingga ia besar, ia hanya dapat menangis untuk mengungkapkan kesedihan. Anakku, tumbuh menjadi anak yang cengeng karena meniru segala kesedihanku. Apakah ini berlangsung lama?
Alhamdulillah tidak. Tangisan itu kini dapat ia ubah menjadi gaya curhat yang ekspresif padaku. Butuh waktu lama membuatnya menyadari bahwa tidak setiap kesedihan dapat diluapkan dengan menangis.
4. Innerchild Negatif
Jika suatu saat anak melakukan hal negatif yang persis sama dengan hal yang kita lakukan dulu percayalah bahwa itu adalah hal yang tidak sadar ia lakukan karena alam bawah sadarnya mengingatkan akan itu.
Baca juga: Berdamai dengan Innerchild? Mungkinkah?
Farisha sempat melakukan hal-hal tidak menyenangkan itu. Ia pernah membentak dan berteriak pada ayahnya. Ya hal terparah selain 3 hal diatas. Ia juga pernah secara tidak langsung meniru bagaimana gaya ‘ngambek’ ala mamanya. Persis sama. Entahlah hal negatif apalagi yang tidak aku ketahui yang mungkin saja timbul gara-gara sifatku dahulu.
5. Tidak Percaya Diri
“Sering membentak anak akan menyebabkan ia tidak percaya diri..”
Ya, ya.. Aku tau. Aku sering membaca teori itu. Tapi aku mengabaikannya karena aku pernah kurang waras. Ah, jangan kemukakan lagi tentang teori hindari berkata ‘Jangan’ pada anak kecil. Aku adalah Mama nomor satu yang sering melanggarnya.
Akhirnya, dia pernah menjadi pribadi yang pemalu dan penakut. Tidak lama untungnya. Aku sangat bersyukur dengan hal ini. Kurasa ia memiliki hati baja yang kebal dengan bentakanku.
***
Luka dan dampak negatif pada anak yang timbul dari PPD diatas mungkin tidak dapat secara total disembuhkan.
Tapi, kita dapat BERUSAHA menyembuhkannya.
Dari potongan cerita diatas, kalian sudah tau bahwa lambat laun luka itu mulai membaik. Farisha bisa makan, Farisha tidak gagap, Farisha suka bercerita, dan siapa sangka ia termasuk pribadi yang percaya diri dan berani ketika sudah besar?
Beruntung, PPD dapat aku sembuhkan perlahan seiring berjalan waktu. Sehingga, tidaklah terlambat untuk mulai memperbaiki semuanya.
Baca juga: Gejala Baby Blues-PPD, Penyebab dan Cara Menyembuhkannya
Ada 5 cara efektif yang telah aku bangun untuk memperbaiki kesalahan yang telah aku buat kepada si kecil, antara lain:
1. Membangun Komunikasi Positif
Aku memang sering memarahinya untuk melampiaskan ketidakwarasanku. Tapi, aku tidak pernah melewati malam hari tanpa bercerita untuknya. Membacakannya buku cerita sebelum tidur serta memeluknya adalah caraku untuk membangun kembali bonding romantis diantara kami seberapapun berat hari yang kami lewati saat itu. Hal itu terus berusaha aku lakukan untuk terus membuatnya percaya padaku. Bahwa sebenarnya, aku adalah Mama yang baik.
Dari bercerita aku sering menjadi pribadi yang berbeda untuknya. Meniru suara boneka yang sangat menyayanginya. Aku bisa membuat 4 suara berbeda untuk karakter antagonis dan protagonis. Farisha menyukai hal itu. Hal itu membuatnya suka bercerita pada boneka-boneka, juga padaku. Lambat laun, dia menjadikanku sebagai teman komunikasi terbaiknya.
Ya.. Ia pernah takut padaku. Ia pernah diam melihatku. Ia pernah menatapku penuh tanya seakan berkata, “Kapan Mama tersenyum dan mengajakku berbicara lagi?”
Sejatinya, kita adalah teman pertama baginya di dunia. Tersenyum dan berbicara padanya adalah semangat cinta untuknya. Tidak pernah ada yang salah dari terapi komunikasi. Bicaralah padanya, itu adalah solusi nomor satu yang tidak bisa di-skip.
2. Selalu Meminta Maaf
Ah, entahlah sudah seberapa banyak kesalahan yang aku lakukan pada Farisha. Jujur, sebelum menjadi Mama hal tersulit bagiku adalah meminta maaf. Aku gengsi sekali melakukannya sekalipun tau aku salah. Tapi, semenjak ada Farisha.. Semua gengsi itu luntur seketika.
Aku selalu mengingat bahwa semasa aku kecil dulu, mama sering meminta maaf padaku dan memelukku sewaktu tidur. Hal itulah yang membuatku terus mencintai mama, seberapapun sering mama marah padaku.
Mama tidak pernah bercerita tentang kesulitan hidupnya padaku sewaktu kecil. Mama selalu sukses berpura-pura tidak kesulitan tapi tidak sukses dalam menyembunyikan kemarahan. Meminta Maaf adalah cara Mama dalam mengungkapkan rasa sayangnya.
Mama selalu berkata, “Percayalah. Mama yang baik bukanlah Mama yang tidak pernah marah. Mama yang baik akan marah jika anaknya melakukan kesalahan. Karena ia takut terjadi hal yang tidak menyenangkan. Tapi selalu ada pelukan setelah itu. Selalu ada kata maaf. Lantas, Bagaimana bisa Mama tidak menyayangimu?”
3. Ciptakan Kenangan yang Baik
Kenangan buruk memang tidak akan pernah hilang begitupun juga dengan kenangan baik. Lalu, apa salahnya jika kita perbanyak kenangan baik dalam memorinya?
Keluarlah sesekali berdua saja dengan si kecil. Bersuka-rialah. Beli sesuatu yang ia senangi sesekali, ice cream mungkin. Makan berdua saja lalu berfoto bersama. Ini adalah terapi yang menyenangkan untuk Ibu maupun untuk anak yang dapay menciptakan kenangan positif.
Dulu, aku jarang sekali melakukan hal itu. Aku lebih sering mengajak Farisha kedapur untuk membuat dough kue maupun membuat cookies. Dia senang melakukannya. Hingga sekarangpun dia masih senang melakukan itu. Itu adalah salah satu kenangan indah yang dominan dalam ingatannya.
4. Jadilah Pahlawan Pendukung
Dulu, Farisha termasuk pribadi yang cengeng. Aku tau sebenarnya dia tidak cengeng, dia hanya meniruku bagaimana berekspresi tentang kesedihan. Karena ia tau bahwa kesedihan dapat diluapkan dengan menangis, bukan berbicara.
Saat anak menangis, hal yang sebenarnya ia butuhkan adalah figur pendukung yang dapat ia percayai untuk mengadu. Maka, jadilah figur tersebut. Jadilah pahlawan untuk setiap tangisannya.
Dulu pahlawan tangisan Farisha bukanlah aku, tapi ayahnya. Aku adalah figur yang bersifat bunglon dimatanya. Jika ia melihatku dengan warna hijau maka ia berani mendekatiku. Sebaliknya, jika ia melihatku dengan warna merah maka ia lari mendekati ayahnya. Ia takut.
Sebisanya, jangan ciptakan lagi aura negatif padanya. Ketika kita sudah berhasil menghilangkan aura itu, anak akan menjadikan kita sebagai pahlawannya. Ya, orang yang akan menjaga air matanya dan membuatnya berani menghadapi dunia.
5. Sering memberikan Pujian
Sempat khawatir dengan anak yang sangat tidak percaya diri? Mungkin salah satu penyebabnya adalah Innerchild negatif karena bentakan kita yang menjatuhkan mentalnya. Hal kecik yang dapat kita berikan untuk menyembuhkannya adalah pujian.
Anak kecil sangat suka pujian. Beri ia pujian dan apresiasi setiap kali berhasil melakukan sesuatu. Jika ia sedang tidak mood dan uring-uringan karena bersedih maka carilah sesuatu yang membuatnya bersemangat lagi. Setiap anak sejak kecil sejatinya punya hoby spesial. Anakku, sangat mencintai dunia warna. Maka, mengajaknya mewarnai dan memuji segala karyanya merupakan hal kecil yang bisa aku lakukan untuk membuatnya percaya diri lagi.
Baca juga: Cara sederhana untuk mendukung bakat pada anak
***
Setiap Ibu mungkin pernah merasa bersalah dengan masa lalu si kecil sehingga membentuk karakter negatif dan lubang luka yang mungkin tidak akan sembuh.
Tapi sesungguhnya apapun yang terjadi.. Kita tetaplah Ibu Baginya. Orang pertama yang ia percayai. Maka bangunlah harapannya lagi.
Hanya kita yang dapat membantu menyembuhkan luka itu..