Browsed by
Tag: Dampak Negatif Postpartum depression

Cerita Tentang Dampak Post Partum Depression pada Si kecil dan Cara Memperbaikinya

Cerita Tentang Dampak Post Partum Depression pada Si kecil dan Cara Memperbaikinya

Maafkan telah nembuat luka pada hati putihmu. Aku tau itu tidak akan benar-benar sembuh…

Sejatinya.. Aku sudah tau itu..

***

Aku Pernah Menjadi Ibu yang Sangat Buruk

Saat itu, usia Farisha masih 6 bulan. Dia sangat lucu. Ya, aku masih memiliki beberapa video ocehannya yang tidak karuan beserta senyum manis dan kebiasaannya untuk mengemut jempol kaki. Hanya seorang iblis mungkin yang dengan tega memarahi dan membentak mahkluk kecil itu. Dan Iblis itu ternyata adalah Ibunya sendiri.

Saat itu, aku hanyalah seorang Ibu yang terus mengaku tidak siap memiliki anak. Cita-citaku masih panjang, namun anak ini menghambat semuanya. Awalnya, kupikir semua akan baik-baik saja. Kupikir lambat laun aku akan dengan mudah melepas cita-cita dan menerima statusku yang baru sebagai Ibu Rumah Tangga saja. Semua menjadi salah ketika Farisha mengalami GTM parah disertasi dengan omongan-omongan sekitar yang membuat aku menbenci diriku sendiri dan membenci Farisha. Ya, salah dia kan? Dia awal dari semua ini?

source: babygaga.com

Tidak ada yang tau saat itu, betapa sering aku membentaknya yang menangis karena kelaparan. Betapa sering aku menyuapkan makanan secara paksa dan menumpahkan MPASI homemade di hadapannya dan berteriak marah-marah seperti orang gila. Tidak ada yang tau bahwa ASIku mulai sedikit, tangan dan badanku gemetar sementara hidangan makan siang tidak ada karena kesibukan yang tidak jelas. Hanya Farisha, ia yang selalu kumarahi untuk melepas energi itu.

Jangan tanya berapa bulan hal ini berlangsung. Ini cukup lama. Salahku, ya aku tau semua salahku. Salahku yang tidak pernah percaya lagi pada sosial media karena pernah di bully saat curhat. Salahku yang bersikeras memberikan ASI Ekslusif padahal aku tak mampu. Salahku yang tidak mengerti cara pemakaian KB. Salahku yang hamil dini. Salahku yang menikah muda. Salahku yang saat itu tidak bisa move on.

Baca juga: Penyebab Stay At Home Mom Gagal Move On

Namun setelah itu, setelah amarah itu pudar..

Aku selalu memeluknya..

Menangis saat dia tidur..

Tapi kembali mengulangnya lagi di esok harinya..

Ya, Aku sang Mantan terpidana Post Partum Depression.

Jangan kira hal ini tidak berefek negatif pada anakku. Penyakit psikologis ini menyebarkan aura negatif bukan hanya pada penderitanya tapi juga pada suami dan Anaknya sendiri.

Hari ini, aku ingin mengingatkan pada Ibu diluar sana yang mengalami gejala sama sepertiku dulu. Bahwa apa yang telah kau lakukan pada si Kecil sangat berefek negatif padanya dan masa pulihnya tidak pernah diketahui atau mungkin.. Tidak akan pulih.

Berikut adalah efek negatif PPD pada si kecil yang pernah aku hadapi:

1. GTM yang tak Kunjung Reda

Percaya tidak, anakku ASI Ekslusif selama 2 tahun. Ia tidak mau makan. Karena ia trauma pada makanan.

Ia tau bahwa setiap kali mangkuk itu datang, wajah ibunya seketika berubah menjadi kelabu. Ia tau bahwa Ibunya akan memaksanya. Ia tau adegan selanjutnya bahwa mangkuk makanan itulah yang membuatnya dan Ibunya menangis. Ia tau bahwa mangkuk makanan itu.. Sendok itu.. Membuat banyak tragedi tidak menyenangkan dalam hidupnya. Ia tau dan ia tidak akan pernah bersahabat dengan makanan lumat yang di isi pada mangkuk lagi.

Tahukah? Hingga sekarang Farisha tidak suka melihat mangkuk kecil dengan bubur didalamnya. Ia tidak suka makan bubur karena mungkin bubur selalu mengingatkannya pada adegan tidak menyenangkan.

Apa? Kenapa tidak coba BLW?

Ya, aku tau seharusnya saat itu aku melek informasi. Tapi saat itu, sejak aku tidak menyukai sosial media karena pernah di bully saat bertanya di salah satu grup parenting. Saat itu juga aku memutuskan untuk menjauhi dunia maya beserta informasi parenting sok tau dan memutuskan untuk sibuk dengan urusan domestik rumah tangga saja. Alhamdulillah, sekarang grup parenting tidak sekacau dulu. Dulu, para member sibuk membanggakan dirinya sendiri saja sehingga rentan memicu mommy war.

Baca juga: 10 Topik Obrolan Sensitif yang dapat memicu Mommy War

Kapan Farisha bisa makan? Saat aku menerapkan WWL dengan melibatkan peran suami. Akhirnya, Farisha tau dengan rasa lapar dan mulai bersahabat dengan berbagai cemilan. Sebenarnya, petualangan tentang cerita makan Farisha masih panjang. Ia sempat menjadi anak bule yang tidak mau makan nasi.

Mungkin aku akan bercerita lagi nanti..

2. Terganggunya Kelancaran Berbicara (Gagap)

Jika kalian membaca cerita-cerita parenting di blogku mungkin kalian tau bahwa Farisha bukanlah anak gagap. Sebaliknya ia lancar berbicara dan kritis terhadap permasalahan di sekitarnya. Tapi, tahukah kalian bahwa ia pernah gagap hingga beberapa bulan?

Jangan tanya bagaimana perasaanku. Aku sangat khawatir. Awalnya dia lancar berbicara. Tapi (lagi-lagi) karena hari itu dia mogok makan, aku membentaknya lagi dengan kalimat yang jauh lebih nyaring, mata melotot dan ingin rasanya aku mengeluarkannya dari rumah.

Saat itulah.. Dia gagap begitu saja..

“Mmma mmma mma.. Mamma… U.. Uu..uuu…ulun.. Ka.. Ka.. Ka.. Kada.. Bi.. Bi.. Bi.. Tsaaaa..”

Ya, seperti itu. Aku menangis dan tak berhenti menyalahkan diriku sendiri.

Apakah ia masih gagap sekarang?

Alhamdulillah itu sudah berakhir. Ya, pada kasusku untung saja ini berakhir. Bukankah kita sering melihat anak gagap hingga usia dewasa? Pernahkan kita berpikir apa penyebab sebenarnya?

Lobang dihatinya.. Luka itu.. Tidak semua anak punya obat yang sama..

3. Si Kecil Lebih Sering berekspresi dengan Menangis

source: desycomments.com

Saat Farisha kecil, aku sering memarahinya hingga ia menangis. Jangan tanya berapa lama. Aku sering membiarkannya menangis begitu saja di kamar sementara aku sibuk memasak di dapur. Perutku lapar. ASI ku kering. Ekonomi merintis dari bawah.

Sementara di luar sana berhamburan informasi bahwa… Anak kecil tidak boleh terpapar gadget terlalu lama. Ah, bodohnya aku yang tidak bisa membaca situasi saat itu. Bukankah gadget sebenarnya penolong yang baik? Dalam kondisi itu, siapa yang bisa menolongku kecuali TV dan handphone?

Sungguh teori parenting diluar sana kadang terlalu kejam untuk diterapkan pada semua Ibu, apalagi Ibu Muda dengan emosi yang terbilang labil. Pada siang hari aku tidak waras karena menelan prinsip perfeksionis. Pada malam hari, aku menangis memeluknya.

Hingga ia besar, ia hanya dapat menangis untuk mengungkapkan kesedihan. Anakku, tumbuh menjadi anak yang cengeng karena meniru segala kesedihanku. Apakah ini berlangsung lama?

Alhamdulillah tidak. Tangisan itu kini dapat ia ubah menjadi gaya curhat yang ekspresif padaku. Butuh waktu lama membuatnya menyadari bahwa tidak setiap kesedihan dapat diluapkan dengan menangis.

4. Innerchild Negatif

Jika suatu saat anak melakukan hal negatif yang persis sama dengan hal yang kita lakukan dulu percayalah bahwa itu adalah hal yang tidak sadar ia lakukan karena alam bawah sadarnya mengingatkan akan itu.

Baca juga: Berdamai dengan Innerchild? Mungkinkah?

Farisha sempat melakukan hal-hal tidak menyenangkan itu. Ia pernah membentak dan berteriak pada ayahnya. Ya hal terparah selain 3 hal diatas. Ia juga pernah secara tidak langsung meniru bagaimana gaya ‘ngambek’ ala mamanya. Persis sama. Entahlah hal negatif apalagi yang tidak aku ketahui yang mungkin saja timbul gara-gara sifatku dahulu.

5. Tidak Percaya Diri

“Sering membentak anak akan menyebabkan ia tidak percaya diri..”

Ya, ya.. Aku tau. Aku sering membaca teori itu. Tapi aku mengabaikannya karena aku pernah kurang waras. Ah, jangan kemukakan lagi tentang teori hindari berkata ‘Jangan’ pada anak kecil. Aku adalah Mama nomor satu yang sering melanggarnya.

Akhirnya, dia pernah menjadi pribadi yang pemalu dan penakut. Tidak lama untungnya. Aku sangat bersyukur dengan hal ini. Kurasa ia memiliki hati baja yang kebal dengan bentakanku.

***

Luka dan dampak negatif pada anak yang timbul dari PPD diatas mungkin tidak dapat secara total disembuhkan.

Tapi, kita dapat BERUSAHA menyembuhkannya.

Dari potongan cerita diatas, kalian sudah tau bahwa lambat laun luka itu mulai membaik. Farisha bisa makan, Farisha tidak gagap, Farisha suka bercerita, dan siapa sangka ia termasuk pribadi yang percaya diri dan berani ketika sudah besar?

Beruntung, PPD dapat aku sembuhkan perlahan seiring berjalan waktu. Sehingga, tidaklah terlambat untuk mulai memperbaiki semuanya.

Baca juga: Gejala Baby Blues-PPD, Penyebab dan Cara Menyembuhkannya

Ada 5 cara efektif yang telah aku bangun untuk memperbaiki kesalahan yang telah aku buat kepada si kecil, antara lain:

1. Membangun Komunikasi Positif

Aku memang sering memarahinya untuk melampiaskan ketidakwarasanku. Tapi, aku tidak pernah melewati malam hari tanpa bercerita untuknya. Membacakannya buku cerita sebelum tidur serta memeluknya adalah caraku untuk membangun kembali bonding romantis diantara kami seberapapun berat hari yang kami lewati saat itu. Hal itu terus berusaha aku lakukan untuk terus membuatnya percaya padaku. Bahwa sebenarnya, aku adalah Mama yang baik.

source: talktoyourbaby.org

Dari bercerita aku sering menjadi pribadi yang berbeda untuknya. Meniru suara boneka yang sangat menyayanginya. Aku bisa membuat 4 suara berbeda untuk karakter antagonis dan protagonis. Farisha menyukai hal itu. Hal itu membuatnya suka bercerita pada boneka-boneka, juga padaku. Lambat laun, dia menjadikanku sebagai teman komunikasi terbaiknya.

Ya.. Ia pernah takut padaku. Ia pernah diam melihatku. Ia pernah menatapku penuh tanya seakan berkata, “Kapan Mama tersenyum dan mengajakku berbicara lagi?”

Sejatinya, kita adalah teman pertama baginya di dunia. Tersenyum dan berbicara padanya adalah semangat cinta untuknya. Tidak pernah ada yang salah dari terapi komunikasi. Bicaralah padanya, itu adalah solusi nomor satu yang tidak bisa di-skip.

2. Selalu Meminta Maaf

Ah, entahlah sudah seberapa banyak kesalahan yang aku lakukan pada Farisha. Jujur, sebelum menjadi Mama hal tersulit bagiku adalah meminta maaf. Aku gengsi sekali melakukannya sekalipun tau aku salah. Tapi, semenjak ada Farisha.. Semua gengsi itu luntur seketika.

Aku selalu mengingat bahwa semasa aku kecil dulu, mama sering meminta maaf padaku dan memelukku sewaktu tidur. Hal itulah yang membuatku terus mencintai mama, seberapapun sering mama marah padaku.

Mama tidak pernah bercerita tentang kesulitan hidupnya padaku sewaktu kecil. Mama selalu sukses berpura-pura tidak kesulitan tapi tidak sukses dalam menyembunyikan kemarahan. Meminta Maaf adalah cara Mama dalam mengungkapkan rasa sayangnya.

Mama selalu berkata, “Percayalah. Mama yang baik bukanlah Mama yang tidak pernah marah. Mama yang baik akan marah jika anaknya melakukan kesalahan. Karena ia takut terjadi hal yang tidak menyenangkan. Tapi selalu ada pelukan setelah itu. Selalu ada kata maaf. Lantas, Bagaimana bisa Mama tidak menyayangimu?”

3. Ciptakan Kenangan yang Baik

Kenangan buruk memang tidak akan pernah hilang begitupun juga dengan kenangan baik. Lalu, apa salahnya jika kita perbanyak kenangan baik dalam memorinya?

Keluarlah sesekali berdua saja dengan si kecil. Bersuka-rialah. Beli sesuatu yang ia senangi sesekali, ice cream mungkin. Makan berdua saja lalu berfoto bersama. Ini adalah terapi yang menyenangkan untuk Ibu maupun untuk anak yang dapay menciptakan kenangan positif.

Dulu, aku jarang sekali melakukan hal itu. Aku lebih sering mengajak Farisha kedapur untuk membuat dough kue maupun membuat cookies. Dia senang melakukannya. Hingga sekarangpun dia masih senang melakukan itu. Itu adalah salah satu kenangan indah yang dominan dalam ingatannya.

4. Jadilah Pahlawan Pendukung

Dulu, Farisha termasuk pribadi yang cengeng. Aku tau sebenarnya dia tidak cengeng, dia hanya meniruku bagaimana berekspresi tentang kesedihan. Karena ia tau bahwa kesedihan dapat diluapkan dengan menangis, bukan berbicara.

Saat anak menangis, hal yang sebenarnya ia butuhkan adalah figur pendukung yang dapat ia percayai untuk mengadu. Maka, jadilah figur tersebut. Jadilah pahlawan untuk setiap tangisannya.

Dulu pahlawan tangisan Farisha bukanlah aku, tapi ayahnya. Aku adalah figur yang bersifat bunglon dimatanya. Jika ia melihatku dengan warna hijau maka ia berani mendekatiku. Sebaliknya, jika ia melihatku dengan warna merah maka ia lari mendekati ayahnya. Ia takut.

Sebisanya, jangan ciptakan lagi aura negatif padanya. Ketika kita sudah berhasil menghilangkan aura itu, anak akan menjadikan kita sebagai pahlawannya. Ya, orang yang akan menjaga air matanya dan membuatnya berani menghadapi dunia.

5. Sering memberikan Pujian

Sempat khawatir dengan anak yang sangat tidak percaya diri? Mungkin salah satu penyebabnya adalah Innerchild negatif karena bentakan kita yang menjatuhkan mentalnya. Hal kecik yang dapat kita berikan untuk menyembuhkannya adalah pujian.

Anak kecil sangat suka pujian. Beri ia pujian dan apresiasi setiap kali berhasil melakukan sesuatu. Jika ia sedang tidak mood dan uring-uringan karena bersedih maka carilah sesuatu yang membuatnya bersemangat lagi. Setiap anak sejak kecil sejatinya punya hoby spesial. Anakku, sangat mencintai dunia warna. Maka, mengajaknya mewarnai dan memuji segala karyanya merupakan hal kecil yang bisa aku lakukan untuk membuatnya percaya diri lagi.

Baca juga: Cara sederhana untuk mendukung bakat pada anak

***

Setiap Ibu mungkin pernah merasa bersalah dengan masa lalu si kecil sehingga membentuk karakter negatif dan lubang luka yang mungkin tidak akan sembuh.

Tapi sesungguhnya apapun yang terjadi.. Kita tetaplah Ibu Baginya. Orang pertama yang ia percayai. Maka bangunlah harapannya lagi.

Hanya kita yang dapat membantu menyembuhkan luka itu..

15 Kasus Pembunuhan Anak oleh Ibu Kandungnya yang disebabkan Post Partum Depression 

15 Kasus Pembunuhan Anak oleh Ibu Kandungnya yang disebabkan Post Partum Depression 

Anak adalah anugerah terbesar yang diterima. Anak adalah titipan yang dipercayakan kepada seorang ibu dan ayah agar dapat dijaga, dipelihara dan diwariskan kebaikan. Anak adalah sumber kebahagiaan dan arti hidup. Menikah tanpa dikaruniai anak merupakan kebahagiaan yang belum lengkap.

Ya, begitulah sewajarnya kita mendefinisikan pengertian anak dimata orang tua_terlebih dimata Ibu. Tetapi apakah semua Ibu merasakan demikian?

Sayangnya tidak..

Beberapa Ibu sempat mengalami Baby Blues dan Postpartum Depression pasca melahirkan anaknya. Kondisi psikologis yang terganggu ini menyebabkan seorang ibu tidak dapat mencintai anak dan memelihara dengan maksimal. Terkadang, Ibu yang mengalami postpartum depression sering menyalahkan diri sendiri hingga merasa tak pantas menjadi Ibu.

Baca juga: Apa itu Babyblues Syndrome dan Post Partum Depression? Bagaimana gejala serta cara mengatasinya?

Cheryl Meyer, seorang profesor psikologi di Wright State University di Ohio telah menulis dua buku tentang pembunuhan anak yang dilakukan oleh Ibu kandungnya sendiri. Ia menganalisis bahwa ada sekitar 1.000 kasus pembunuhan oleh Ibu kepada anaknya sendiri selama tahun 1990an. Itu berarti satu kematian setiap tiga hari.

Itu masih tahun 1990an. Sekarang? Sayangnya kasus pembunuhan oleh ibu kandung kian bertambah. Bukan hanya diindonesia, beberapa kasus fenomenal juga terjadi dibeberapa negara lainnya.

Bagaimana bisa?

Ya, itulah yang terjadi ketika postpartum depression terlambat ditangani. Postpartum depression adalah gangguan jiwa yang secara perlahan dapat membentuk karakter Ibu menjadi monster bahkan setan sekalipun.

Berikut beberapa nama Ibu dalam kasus pembunuhan terhadap anaknya karena Postpartum Depression.

1. Andrea Yates

Andrea, Rusty dan keempat anaknya

Andrea Pia Kennedy Yates (lahir 2 Juli 1964) adalah mantan penduduk Houston, Texas. Ia mengaku menenggelamkan kelima anaknya di bak mandi mereka pada tanggal 20 Juni 2001.

Setelah ditelusuri, ternyata Andrea telah menderita Post Partum Depression (depresi pascamelahirkan) yang sangat parah. Selain itu, andrea juga diduga mengidap skizofrenia.

Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dengan kemungkinan pembebasan bersyarat setelah 40 tahun. Putusan tersebut dibatalkan karena naik banding.

2. Lisa Gibson

Lisa Gibson (32 tahun) ditemukan tenggelam di Winnipeg, Kanada. Tubuhnya ditemukan beberapa hari setelah kematian kedua anaknya, yaitu Nicholas yang berusia tiga bulan dan Anna yang berusia dua tahun di bak mandi mereka.

Sebelum itu, Polisi datang kerumah Lisa setelah sebuah panggilan 911 dibuat dan kemudian ditinggalkan. Polisi menemukan kedua anaknya meninggal di bak mandi. Setelah diperiksa, kedua anak tersebut diketahui telah dibunuh.

Setelah ditelusuri, ternyata Lisa Gibson sendiri didiagnosis telah lama menderita Postpartum Depression sebelum membunuh anaknya tersebut.

3. Charlene Ventanilla 

Suatu pagi, Ken Ventanilla kembali kerumah dengan pemandangan mengerikan. Ditempat tidurnya tergeletak Istri dan bayi berusia 8 minggu, keduanya bermandikan darah.

Ken langsung menghubungi 911. Anaknya, Shane diketahui meninggal karena banyak tusukan ditubuhnya. Yang lebih mengejutkan adalah kenyataan bahwa Charline yang merupakan Ibu dari anaknya sendirilah yang membunuhnya. Charline juga yang menusukkan pisau tersebut pada dirinya sendiri.

Setelah ditelusuri, ternyata perubahan mendadak Charlene dalam kesehatan mental dimulai saat dia mulai mengambil kontrol kelahiran segera setelah kelahiran anaknya. Ken berkata, “Malam terakhir itu, Charlene meyakinkan saya dan ibunya dan semua orang bahwa dia baik-baik saja”

4. Erin Sutherland

Erin Sutherland didiagnosis menderita postpartum depression setelah kelahiran anak pertamanya pada tahun 2006.

Depresi Sutherland menjadi sangat parah saat anaknya berusia delapan bulan. Erin mulai percaya bahwa bayinya lebih baik mati daripada memilikinya sebagai seorang ibu. Untungnya, Sutherland dirawat di rumah sakit dan sembuh setelah perawatan.

Pada tahun 2015 Sutherland menahan dan membunuh anak keduanya, Cloe yang berusia sepuluh bulan.

Erin melakukannya setelah tidak dapat mengakses layanan kesehatan mental yang sesuai di Skotlandia. Ibu berusia 37 tahun itu telah mengunjungi dokter keluarganya, namun dia tidak dapat merujuknya ke layanan kesehatan mental perinatal karena departemen tersebut tidak akan menerima ibu dengan anak di bawah umur enam bulan.

Tidak seorang pun di departemen kesehatan medis menyampaikan informasi bahwa Sutherland mengalami postpartum depression parah yang berputar lepas kendali pada delapan bulan berikutnya.  Penyelidikan berikutnya mengatakan bahwa sistem tersebut bertanggung jawab atas kematian yang sebenarnya bisa dihindari.

5. Deasia Warkins

Deasia Watkins didiagnosis menderita postpartum depression dan kemudian menjadi lebih parah.

Gejala postpartum depression memang bervariasi dan bisa berubah dengan cepat. Kebanyakan penderita mengalami bentuk mania dengan mood labil, pikiran tidak tenang  dan ketidakmampuan untuk beristirahat. Ada gejala lain yang bisa mencakup perubahan suasana hati yang tiba-tiba menjadi depresi, kebingungan berat, hilangnya hambatan, halusinasi dan delusi yang biasa terjadi.

Suami Watkins mengatakan bahwa dia telah “berbicara tentang setan” dan karena keadaan mentalnya yang tidak menentu, bayi mereka dirawat oleh Bibi Deasia. Saat berkunjung ke putrinya, Watkins menunggu sampai bibinya tertidur dan menikam anaknya beberapa kali dengan pisau koki besar. Bayi itu kemudian dipenggal dan ditata di atas meja dapur. Watkins meletakkan pisau di tangan anak itu sehingga “polisi akan mengira dia telah melakukannya sendiri.”

6. Lisette Bemenga

Pada tahun 2014, mantan guru sekolah Lisette Bemenga menghadapi hukuman penjara seumur hidup karena pembunuhan kedua anaknya pada tahun 2012. Dalam persidangannya, dia merasa terlalu terganggu secara emosional karena postpartum depression yang dideritanya. Ia  dijatuhi hukuman karena pembunuhan.

Trevor Noel berusia empat tahun dan adiknya Violet Lily Noel berusia empat bulan diracuni dengan koktail cairan pembersih kaca dan jus anggur. Setelah meracuni mereka, dia membawa mereka ke kamar mandi dan menahan mereka di bawah air di bak mandi untuk memastikan mereka telah meninggal.

Bemenga telah didiagnosis menderita depresi pascamelahirkan dua bulan sebelumnya dan mengklaim bahwa kondisinya diperparah oleh suaminya yang merupakan seorang mantan petugas polisi NYPD yang lari ke Spanyol bersama wanita lain dan membiarkannya memelihara kedua anaknya sendirian.

7. Debra Lynn Gindorf

Debra Lynn Gindorf menghaluskan pil tidur dan mencampuradukkannya dengan makanan anak-anaknya.  Setelah itu, anaknya Christina yang berusia 23 bulan dan Jason yang berusia tiga bulan meninggal tak lama setelah menelan overdosis pil tidur tersebut. Setelah itu, Gindorf berusaha untuk bunuh diri.

Debra sempat dipenjara lebih dari 24 tahun sebelum kemudian hukumannya diringankan.

Ya, Gubernur Illinois Patrick Quinn membebaskannya karena pengakuan bahwa dia sakit jiwa saat itu.

8. Felicia Boots

Perancang perhiasan, Felicia Boots mencekik putrinya yang berusia 14 bulan bernama Lily dan anak laki-lakinya yang baru berumur sepuluh minggu bernama Mason beberapa hari setelah keluarga tersebut pindah rumah.

Pada malam tragedi tersebut, suami Felicia pulang dari tempat kerja dan mendapati Felicia sedang duduk di tangga dalam kegelapan, memeluk dirinya sendiri dan meratap ‘Anakku yang cantik, anak perempuanku yang cantik. Mereka telah pergi. Bantu aku, tolong aku, tolong aku.’

Felicia telah didiagnosa menderita postpartum depression, sebelumnya dia yakin bahwa anak-anaknya akan dibawa jauh darinya oleh petugas perlindungan anak. Hakim di Inggris mengatakan: ‘Meskipun hasil tindakan Nyonya Boots sangat tragis mengingat hilangnya dua nyawa muda, kejadian yang terjadi bukanlah tindakan kriminal. Apa yang dia lakukan adalah hasil dari faktor fisik dan biologis yang tidak terkendali. Dia melakukannya karena cinta”

9. Shwe Hitoo

Shwe Hitoo mencoba bunuh diri setelah membunuh bayi laki-lakinya yang berusia dua minggu diapartemennya. Ia memberi makan bayinya dengan satu botol susu yang dicampur dengan gula, pil tidur dan racun serangga.

Hitoo kemudian meminum campuran yang tersisa agar dapat mati dengan anaknya. Ternyata, racun itu tidak bekerja kepadanya maupun anaknya.  Maka Hitoo mencekik anaknya dengan memegangi tangannya di atas mulut anaknya. Setelah yakin anaknya sudah mati, ia memasukkan mayatnya kedalam mobil suaminya.

Setelah berkeliling dengan mayat anaknya, ia mencari tempat untuk kecelakaan. Dia menabrak tiang lampu agar dapat membunuh dirinya sendiri. Sayangnya ia tidak mati karena kecelakaan tersebut, polisi menahan Hitoo setelahnya.

10. Janet Thies-Keogh

Kejadian berawal ketika suami Janet Thies-Keogh meninggalkannya sendirian dengan bayi mereka Colin selama satu jam. Dia pergi bermain tenis dengan seorang teman lalu menelpon istrinya untuk mengetahui bagaimana keadaannya.

“Tidak baik. Sebaiknya kau pulang saja,” katanya.

Suaminya yang panik langsung menelepon 911 dan mengatakan kepada staf bahwa dia takut istrinya mungkin telah melakukan sesuatu pada bayinya. Dalam panggilan kedua 911, saat melaju ke rumah mereka, dia memberi tahu petugas operator “Istri saya mencekik bayi saya.”

Janet sudah menunjukkan perilaku ingin bunuh diri karena mengalami postpartum depression, ia sempat dirawat karenanya. Tapi saat dia ditinggalkan sendirian dengan anaknya, penyakit psikologisnya menimpa dirinya lagi dan dia dengan tega mencekik anaknya. Suaminya menemukan Thies-Keogh duduk di ruang depan sambil menatap ke luar angkasa, dan dia sama sekali tidak menanggapi saat suaminya menemukan anaknya meninggal di kaki ranjangnya di kamar tidur utama.

***

Diindonesia sendiri sudah banyak kasus pembunuhan anak oleh Ibunya sendiri. Beberapa diantaranya juga disebabkan oleh postpartum depression. Berikut adalah beberapa kasus pembunuhan oleh Ibu yang terjadi di indonesia.

1. Mutmainah

Seorang ibu bernama Mutmainah, 28 tahun, warga Cengkareng, Jakarta Barat, membunuh dan memutilasi anak kandungnya berinisial AJ, yang baru berusia 1 tahun.

“Menurut keterangan, ibu itu menderita depresi,” kata Kepala Divisi Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono pada Senin, 3 Oktober 2016.

Awi mengatakan pembunuhan tersebut terjadi hari ini sekitar pukul 01.00. Mutmainah membunuh anaknya di rumahnya di Jalan Jaya Nomor 24, RT 04 RW 10, Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Setelah anaknya tewas, perempuan itu memutilasi tubuh bocah malang tersebut.

Meskipun Mutmainah belum tentu mengalami postpartum depression, karena ia belum pernah memeriksanya secara langsung, tapi tetap ada kemungkinan bahwa ia mengalami gangguan ini.

2. Nurlela

Nurlela, tega menganiaya anak kandungnya Nur Qoidatul Zakiyah sampai tewas. Ketika ditetapkan menjadi tersangka, polisi belum mengetahui motif Nurlela menganiaya anaknya karena masih depresi berat.

Nur Qoidatul Zakiyah, bocah berumur 1,5 tahun meninggal setelah menjalani perawatan di RS Waled Cirebon. Pada bagian wajah dan kepalanya ditemukan luka lebam yang diduga akibat dianiaya ibu kandungnya Nurlela.

Penganiayaan terhadap korban yang merupakan anak kandungnya diduga sudah lama dilakukan tersangka. Hal ini karena proses persalinan melalui operasi caesar dinilai terlalu menguras biaya yang mengakibatkan sang Ibu stress dan mengalami postpartum depression.

3. Anik Qoriah Sriwijaya

Anik mengontrak rumah bersama suami, Iman Abdullah, dan 3 anak, Abdullah Faras Elmaky alias Faras (6), Nazhif Aulia Rahmatullah alias Najib (3), dan Muhammad Umar Nasrullah (9 bulan) di Jalan Margahayu Barat Margacinta Kota Bandung. Keluarga ini terlihat hidup damai, tak pernah ada masalah berarti. Anik merupakan ibu rumah tangga, sedangkan sang suami bekerja di sebuah yayasan.

Minggu pertama bulan Juni, kejadian menggemparkan terjadi. Beralasan ingin menenangkan diri, Anik meminta suaminya menginap di kantor. Malam itu, ia membekap satu per satu anaknya hingga kehabisan nafas dan tewas.

Pengacara Anik saat itu, Iwan, menyebut Anik terlalu takut tidak bisa membahagiakan anak-anaknya di masa depan. Ia merasa menjadi ibu yang gagal. “Ia (Anik) merasa bersalah dan menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan apa-apa (menghidupi anak-anak),” kata Iwan.

Anik mengatakan, “Tidak punya harapan lagi. Ya sudah putus asa saja dengan kehidupan nanti.” Pada 15 Januari 2007, majelis hakim membebaskan Anik dari segala tuntutan dan memasukkan ke rumah sakit jiwa untuk mendapat perawatan. Ia diduga mengalami postpartum depression.

4. Dedeh Uum Fatimah

Dedeh Uum Fatimah (38) membunuh anaknya sendiri Aisyah Vani (2) dengan cara menenggelamkannya di dalam tangki air, Selasa subuh (11/3/2014). Dedeh membunuh Aisyah di rumahnya di RT 05 RW 22 Kampung Cijeungjing, Desa Kertamulya, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Dedeh menyatakan menyesal karena tidak sekalian membunuh dua kakak Aisyah yang juga anak kandungnya.
Penyebab pembunuhan ini diyakini karena Dedeh punya gangguan kejiwaan atau postpartum depression. Alasan kedua, Dedeh diduga mengikuti aliran sesat.

5. Pretty Hasibuan

MA, balita usia 2 tahun 6 bulan meninggal dunia secara tragis. Dia tewas di tangan ibunya sendiri, Pretty Hasibuan (32). Pelaku diduga tega mengakhiri hidup darah dagingnya tersebut karena depresi.

Peristiwa tragis tersebut terjadi di kontrakan pelaku, Jalan Dahlia Ujung, Lingkungan V, Desa Suka Makmur, Deli Tua, Minggu (15/1). Pelaku melukai perut korban menggunakan pisau. Bocah itu meninggal dunia dalam pelukan pelaku.

Pelaku juga sempat mengejar dua anak saudaranya sambil menghunus pisau. Beruntung keduanya selamat

Tetangga dan kerabat pelaku menyatakan janda beranak satu itu suka menutup diri, dan tidak nyambung saat berkomunikasi sejak berpisah dengan suaminya. Dia pun tinggal di salah satu kamar bersama saudaranya.

***

Demikian beberapa kasus pembunuhan oleh Ibu kepada anaknya yang disebabkan oleh Postpartum Depression. Tentu masih banyak beberapa kasus yang lain. Kenapa tidak ditulis disini? Karena kurasa ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa jangan pernah menganggap remeh postpartum depression. Ya, anak anda taruhannya!!!

Mengertilah, menjadi ibu itu sulit. Beberapa Ibu diatas adalah daftar nama tak beruntung yang telah memberikan kita sebuah pembelajaran bahwa manajemen stress pada Ibu adalah awal pondasi dari terciptanya rumah tangga yang sehat.

Ibu yang berbahagia akan membuat sekelilingnya merasakan bahagia. Ibu yang tidak bahagia_akan membuat sekelilingnya menjadi bencana.

Postpartum depression tentu dapat ditanggulangi dan dicegah. Pada artikel sebelumnya saya sudah menjelaskan secara detail tentang penanggulangan awal babyblues dan postpartum depression.

Namun, ada beberapa orang yang memiliki kondisi psikologis yang ‘berat’. Mungkin karena inner child yang buruk, skizofrenia, bipolar, dan berbagai gangguan psikologis lainnya. Maka, pengobatan dengan psikiater lebih dianjurkan.

“Belajarlah Bahagia Ibu”  

Sumber tulisan:

babygagadotcom

detiknewsdotcom

IBX598B146B8E64A