Petualangan Membangun Bisnis IT, dari Recehan Rengginang, Bertikai, hingga Mirip Alur Drakor Start Up
“Bisnis itu bukan tentang bagaimana menjadi kaya. Tapi petualangan untuk membangun circle produktif.” -Shezahome
Apakah aku pernah bercerita tentang bisnis yang dibangun oleh keluarga kami? Hmm, sepertinya iya. Walau termasuk sangat jarang diceritakan di blog. Karena sesungguhnya pemeran utama dalam bisnis ini adalah suami.
Aku? Hanyalah aktor bayangan yang mendukung di belakang.
Tapi, kali ini rasanya aku sangat gatal ingin bercerita bagaimana awal mula hingga proses bisnis ini dibangun. Karena, kalau diputar ulang sepertinya ceritanya sedikit menarik.
Iseng dan Ingin Berdaya adalah Awal Mimpi
Aku menikah pada tahun 2012. Sebuah tahun yang merupakan saksi dalam perjuangan ekonomi keluarga shezahome. Awal kehidupan pernikahan, aku dan suami bukanlah anak yang memiliki privilege untuk sukses. Aku masih kuliah sedangkan suami baru saja lulus PNS setahun yang lalu. Untuk awal hidup, kami memutuskan hidup menumpang di tempat mertua.
Keluargaku mungkin terbilang berada. Tetapi, bukanlah tipikal keluarga yang serba menolong. Apalagi, sudah tradisi kiranya bahwa jika anak perempuan menikah maka hilanglah sudah tanggung jawab orang tua. Sedangkan keluarga suami serba kekurangan. Ibunya janda dan adiknya terbilang banyak. Gajih PNS biasa tidaklah cukup untuk mengcover biaya kehidupan. Apalagi untuk membeli rumah. Untuk mengontrak saja kami harus berpikir puluhan kali. Keadaan menjadi mengejutkan kala aku hamil, padahal kala itu masih banyak impian hidup yang harus dibangun. Karena sungguh sebenarnya aku sangat ingin membantu ekonomi keluarga hingga benar-benar berdaya. Hingga suami memutuskan kuliah S2 di UGM, aku di seberang pulau malah terdampar antara rumah mama dan mama mertua. Demi apa? Demi menabung untuk bisa membeli rumah.
Setahun kemudian anakku lahir dan suami pulang. Kami memutuskan membangun CV. Awalnya, CV ini dibangun karena iseng saja. Suami punya kemampuan di bidang pembangunan program aplikasi. Dan kebetulan, kakak iparku bekerja di dinas provinsi. Yang mana saat itu memiliki sedikit proyek dari pemerintah, khususnya dalam pembangunan web dan berbagai aplikasi. Pekerjaan pertama pun datang.
Aku masih ingat kala itu, suami sering begadang untuk membuat aplikasi tersebut. Aku tidak begitu paham sebenarnya apa yang ia kerjakan saat itu.. 😂 Hal receh yang bisa aku lakukan hanyalah support receh. Menyemangati, membuatkan cemilan disertai dengan suara bayi Farisha yang menangis kencang. Saat itu, aku berdoa dalam hati. Setiap anak lahir dengan membawa rejekinya. Maka, semoga kelahiran Farisha (Pica) membuka rejeki keluarga kami.
Pekerjaan pertama itu sukses. Dan kami memutuskan untuk mencari rumah. Entah beruntung atau kami memang sedang sangat dirahmati Allah.. Tetiba kami menemukan rumah tua yang harganya murah. Simsalabim, rumah itu berubah dengan uang proyek pertama. Pekerjaan pun berlanjut. Sebenarnya, tak selalu pekerjaan suami berujung sukses. Kami sempat mencari tenaga kerja programming tambahan. Hingga memicu konflik antar anggota. Berakhir dengan suamilah yang membangun segalanya hingga selesai. Proyek pekerjaan kami memang tak selalu punya imbal balik yang besar. Kadang kala, 50% dari total pendapatan jatuh ke pos pos anggaran yang tidak seharusnya. Kami? Mungkin hanya dapat 30% dari anggaran. Dan itupun harus dibagi-bagi. Layaknya rengginang yang gurih tapi membuat ketagihan, kami berharap pekerjaan ini terus berkelanjutan. Walau nyatanya kadang masih jarang.
Tapi, kami tetap menekuni usaha tersebut.
Usaha itupun sempat mengalami kekosongan. Tidak ada proyek dan hanya menyisakan biaya bulanan. Kami sempat hidup hanya mengandalkan gajih saja (yang juga dibagi-bagi). Suami sempat menghilang dalam bisnis ini dan berfokus untuk mengurus sertifikasi dosen. Namun sepertinya, stuck di satu posisi bukanlah jalan ninja kami. Apalagi, aku terkadang juga sering ‘membatin’ kala uang bulanan dibagi-bagi. Wkwk. Ya aku juga sempat kok berjualan kue untuk bisa membantu ekonomi rumah tangga. Akan tetapi, sepertinya berjualan kue sambil mengurus anak tidak cocok untukku. Usaha itu hanya berjalan setahun dan mandeg. 😅
Kami juga sempat memutuskan untuk belajar berinvestasi. Bukan, bukan reksadana. Tapi saham. Saat itu sedang ramai dengan bitcoin. Kami juga tercebur sebentar. Lantas keluar kemudian. Tidak karena rugi sebenarnya, tapi ROI nya terbilang lamban. Apa memang kami yang tak cekatan? Wkwk
Then, start up pun menjamur di indonesia. Suami tergabung dalam salah satu komunitasnya. Kalian tau? Jika kita menjalani sebuah jalan yang buntu maka solusi terbaik adalah kembali dan mencari kawan senasib. Disitulah awal mula suami bertemu dengan salah satu founder start up di Jakarta dan mengobrol tentang bisnis IT.
Suami pun memutuskan untuk ‘create project’. Aku tidak tau tepatnya saat itu, apa sih yang dikerjakannya sendirian malam-malam. Oh ternyata, suami sedang mencoba membuat thema untuk jurnal.
Saat itu, aku sedang hamil anak kedua. Kehidupan kehamilan kedua dipenuhi baper-baper tidak jelas karena ya.. memang setiap hamil aku berubah jadi sensitif sekali entah kenapa. 😂 Sehingga saat melihat suami sibuk sendiri di komputernya tanpa ngelus-ngelus istrinya atau mengobrol renyah tuh kok gemes. Belum lagi kadang kok tidak ada surprise cemilan yang datang. Pekerjaan domestik hingga sekian nganu pun tidak mendapatkan pengertian. Otak suuzhon pun mulai kesana kemari. 😌
Tapi, biar sedemikian baper. Aku selalu berdoa semoga apapun yang suami lakukan diberikan keberkahan.
Usaha itu Mencapai Titik Kejayaan Saat Pandemi
Kelahiran Humaira adalah sejarah yang tak terlupakan dalam cerita shezahome. Layaknya, Pica yang sukses karena kelahirannya. Humaira pun tidak kalah.
Tak disangka usaha thema itu sukses. Laba dari penjualan kami modalkan untuk pembangunan ruangan kantor di rumah. Kami juga memutuskan untuk mempekerjakan 2 pegawai.
Setahun berlalu dan pandemi covid 19 pun tiba di indonesia. Sekeliling kami mengalami dampak krisis ekonomi. Kebijakan WFH pun diadakan. Suami tak lagi pergi ke kampus untuk mengajar. Tapi full time di rumah saja. Kami sempat mengalami kegalauan karena takut jika pandemi mempengaruhi tingkat penjualan. Sempat beberapa hari kosong orderan. Dan kami memutuskan untuk mengisinya dengan membuat artikel promosi hingga memberdayakan google ads. Belajar SEO untuk bersaing dengan page-page luar yang memiliki usaha sama dengan kami.
Eh, kami? Gak, aku pendukung di belakang layar. Haha. Lebih tepatnya mungkin ‘mereka’..🤣
Pandemi membuat 2 orang anggota keluarga kami tidak bekerja. Dan suami harus support. Tak hanya itu, salah seorang tetangga janda yang berjualan di SD pun terkena dampak. Mana beliau dirongrong oleh hutang. Keadaan yang demikian membuat empati diawal pandemi menjadi-jadi. Sehingga biaya juga terkuras kesana.
Namun keadaan berlangsung tidak lama. Usaha kami kembali laris. Klien berdatangan dari luar negeri. Pandemi tak membuat usaha kami merosot. Justru keadaan berbalik kemudian.
Tapi, dimana ada titik kesuksesan biasanya selalu diiringi dengan cobaan yang tak kalah menggoyangkan.
Dan cobaan pertama itu terjadi…
Bertikai dengan Perusahaan Pesaing di Luar Negeri
“Email dari nganu masih ada bah?”
“Buat apa?”
“Mamak mau bikin tulisan di blog..”
“Udah lama diapus..”
“Yaah.. ~”
Iya, tadinya mau melampirkan email ‘teror’ dari perusahaan sebelah di blog post ini. Tapi ternyata emailnya sudah dihapus. Wkwk.
Intinya, kami pernah mengalami fase horor dan terancam dipenjarakan hingga didenda. Dan jumlahnya.. Banyak banget.. Horor gak tuh?
Bukan, bukan oleh perusahaan di indonesia. Tapi perusahaan di amerika sonoh..
Kenapa bisa kejadian demikian?
Oke, aku akan menuliskan ceritanya supaya bisa jadi pembelajaran juga buat kalian yang membaca ya.
Awal mula membangun usaha open journal theme. Kami membangun rangking di google terlebih dahulu. Sehingga, salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memposting artikel. Baik itu tentang perkenalan, hingga cara mengaplikasikan dll dsb.
Nah, saat itu jujur aku saja tidak terlalu paham dengan usaha suami ini. Terus, aku juga rempong dengan urusan domestik di rumah. Humaira kan masih bayi banget juga. Sehingga untuk menulis artikel tentang ojt bukan masuk ranah aku meski aku suka nulis. Kan hobinya nulis curhat deng. Wkkw.
Suami saat itu menyuruh salah seorang pegawainya buat menulis about us plus lain-lainnya. Dan tentu pakai bahasa inggris. Kan pasar kami global, bukan cuma indonesia.
Ternyata, pegawai ini mencari artikel di google juga buat menulis. Daan, dia copas dong dari website yang lain.. Website yang usahanya sama dengan kami pula.. 😭
Seminggu, dua minggu sih tidak ada yang terjadi. Pas sudah sebulan, email teror itu datang. Dan suami baru ngeh kalo ternyata pegawainya copas salah satu konten perusahaan lain ini sama persis plek ketiplek. Bukan perusahaan sembarangan pula. Perusahaan maju di amerika yang mana bergerak dibidang sama dengan kami. Dan tuntutannya gak main-main. Horor banget gais. Auto gak tidur 2 hari 2 malam. 😭
Aku pun juga bertanya-tanya dengan para bloger yang pernah kena kasus plagiarisme. Juga aktif bertanya pada bloger senior. Jawabannya bermuara pada hal yang sama yaitu minta maaf dan hapus.
Of course ya itu sudah dilakukan. Bahkan sejak email dibaca pun suami langsung menghapus tulisan copas tersebut dan meminta maaf. Tapi sepertinya, bukan hal itu saja yang menjadi tujuan perusahaan sebelah.
Mereka mengganggap kami pesaing. Sehingga menyuruh kami mengganti web dan membangun bisnis dari 0 lagi dengan web yang berbeda. Kenapa?
Karena ranking web kami di google ada diurutan tepat dibawah mereka. Dan harga yang kami tawarkan untuk satu thema jauh dibawah harga mereka.
Kami bersikeras tidak mau mengganti nama web dan membangun ulang karena pelanggan kami sudah ‘lumayan’. Dan ternyata, mereka mulai mencari-cari masalah yang lain untuk menjatuhkan kami. Huhu..
Email demi email berdatangan dan kali ini bukan membahas artikel plagiarisme. Melainkan membahas bahwa salah satu coding thema suami juga mengcopas coding thema produk mereka. Mereka mengklaim bahwa kami telah melakukan peniruan produk. Dan sedang on process dituntut. Haduh, membaca emailnya saja sudah auto mual. Apalagi membaca dendanya. 😭
Lalu, aku balik bertanya pada suami, “Emang beneran sama ya? Beneran copas ya?”
“Gak ada tuh. Aku bikin capek banget euy designnya masa dibilang niru?”
Semalaman suami tak nyenyak tidur. Melihat bolak balik produk thema miliknya dan milik perusahaan tsb. Dan entah bagaimana ceritanya.. Esok paginya dia tersenyum sumringah.
“Kenapa bah? Kok kayak happy gitu?”
“Mereka ketauan curang.. Aku dapet bukti bahwa mereka yang copas coding thema kita. Ini buktinya.”
*dan terlampirlah kode-kode yang tidak mamak mengerti. Kiri kanan persis sama..
Disini tercantum tanggal create nya. Dan aku yang bikin pertama kali. Mereka ketahuan cari perkara sama aku.
“Oh ya.. Kenapa mereka gitu ya?”
“Ya namanya bisnis, ada aja masalahnya. Mungkin mereka merasa kita ancaman karena beberapa pelanggan mereka pindah ke kita. Dan kita agak keterlaluan juga sih. Naroh harga murah.”
Kalian tau apa yang terjadi selanjutnya?
Email masuk kembali dan itu dari lembaga hukum yang mempertengahi perkara antara kami. Email tersebut menjelaskan kepada suami bahwa kasus plagiarismenya serius. Dan jika suami tidak mau mengurus dengan hukum maka akan ada tindakan serius.
Suami pun kembali melakukan tuntutan hal yang sama. Yaitu, menuntut perusahaan tsb yang juga melakukan plagiarisme produk. Ia melampirkan bukti-buktinya. Dan kalian tau apa yang terjadi selanjutnya?
Perusahaan tersebut mengajak berdamai.. 😂
Case closed.
Sebagai endingnya, kami menaikan harga thema menjadi rata-rata. Kami sadar bahwa kami juga salah. Memiliki usaha dengan pasar global di mana standar harganya adalah standar lokal. Sehingga membuat usaha yang lain menjadi timpang. Pelajaran yang sangat berharga bagi kami.
Sekarang, Keadaan Kami bagaikan Nam Do San – SamsanTech
Bisa dibilang dari bulan kemarin perusahaan kami mengalami penurunan. Padahal, kami sudah semangat membangun bisnis ini dengan mendirikan kantor baru.
Masih on process sih. Tapi, semangat kami sedang menggebu-gebu untuk maju. Walau realitanya, dalam bulan ini saja tidak ada orderan masuk. 😂
Kami sadar bahwa untuk maju,tidak bisa mengharapkan penjualan thema saja. Setidaknya kami berharap ada proyek tambahan lagi. Seperti tahun sebelumnya.
Sampai suatu hari suami ‘curhat’ bahwa ingin memberdayakan uang yang ada untuk belajar saham (lagi) bahkan ingin mempekerjakan karyawan khusus untuk investasi. Dan kalian tau kabar lucunya? Karyawan yang dipercayai untuk menghandlenya adalah fresh graduate yang belum berpengalaman. Sontak bikin mamak jantungan. Kok bisa suami punya pikiran begitu. Layaknya Nam Do San lugu yang sedang mencari investor tapi gak jelas yang datang.. 🤣
Layaknya Drama Itaewon Class yang mempercayakan kemajuan produk masakan oleh chef yang bahkan so far memasaknya masih belajar. Suamiku ternyata karakternya sedemikian.. Unrealistis. 😅
Kemudian, email itu datang. Email dari perusahaan yang bertikai dengan kami dulu.
Tapi isi email kali ini.. Adalah penawaran kerja sama..
Posisi kami sekarang bagaikan Samsan Tech yang sudah berkembang brandingnya di Sand Box bersama Dal Mi. Akan tetapi karena stuck, maka kami ditawarkan kerja sama oleh ‘Alex’. Bukan, bukan akuisisi bakat sih. Tapi mirip. Kami seakan dibuatkan pilihan. Ingin stuck di perusahaan sekarang. Atau mengembangkan perusahaan mereka? Lalu melepaskan perkembangan usaha yang ada sekarang.
Aku gak tau kenapa alur cerita usaha ini jadi mirip-mirip drakor ujungnya.. 😭
Lalu aku bertanya pada suami, “Jadi kalian bakal disuruh kerja di amerika sono?”
Dan suami bilang, “Kerjaannya remote kok”
Lalu angan-angan dramanya jadi gedubrak.. 🤣
Gak, gak ada cerita ke Dal Mi ditinggal-tinggal Nam Do San. Syukurlah. *sudah mau baper2 dandan dan nangis kayak film.. 😌😂
Hanya saja ya begitulah. 7 tahun membangun bisnis IT, dimulai dari benar-benar 0 sampai bisa mempekerjakan 5 pegawai. Dan diantara pegawai ini juga ada yang bekerja dengan kami di garis ekonomi yang 0. Berangkat naik sepeda, yatim piatu gak punya apa-apa. Sampai sekarang bisa membeli handphone dan kendaraan baru. Bagi kami, ini pencapaian yang gak terkira harganya.
Dan kami ingin agar bisa membangun anak-anak begitu lebih banyak lagi. Membangun banua sendiri, membangun indonesia.
Karena bisnis bukan sekedar tentang uang. Bisnis adalah petualangan untuk berkembang. Membangun yang awalnya 0 menjadi luar biasa.
One thought on “Petualangan Membangun Bisnis IT, dari Recehan Rengginang, Bertikai, hingga Mirip Alur Drakor Start Up”
Seru bgt ceritanya. Kalo aku jadi mbaknya, gak tau deh harus gmn ngadepin tuntutan bgtu.
Mbak, aku jadi kepo nih sama perusahaan ITnya. Boleh tahu gak? Kebetulan aku dan suami jg ada rencana (angan2 lbh tepatnya, hehe) utk bkin perusahaan IT (semacam bkin aplikasi) sndiri. 😀