Jadi Cewek kok Berbulu? Tenang Anda Tidak Sendirian
“Kenapa kaos kaki kamu dipanjangin sampe lutut gitu? Mau main bola ya?”
“Ih, bulu tangan kamu banyak banget. Liat dong kaki kamu gimana?”
“Waduh, kamu cewek kok kumisan?”
“Dia cewek tapi badannya kek cowok.. “
***
Hampir semua orang suka memuji badanku yang tak kunjung gemuk walau sudah memiliki 2 anak. Tapi, apakah mereka tau kalau dulu aku adalah orang yang paling merasa minder dengan badanku sendiri?
Apakah mereka tau kalau aku sempat tidak mau sekolah karena dulu pernah dibilang ‘monyet’?
Yup, ini ceritaku. Tentang aku si anak cewek yang ‘berbulu’. Mungkin, cerita ini bisa berguna untuk kalian yang memiliki nasib sama sepertiku.
I just wanna to tell u.. U are not alone.
Mama, Kenapa Aku Memiliki Banyak Bulu
Ya tidak masalah kalau laki-laki. Masalahnya, aku adalah perempuan. Yang mana selalu disuguhi statement bahwa perempuan itu biasanya memiliki kulit halus dan putih. Seperti iklan di TV itu.
Aku? Putih enggak. Halus enggak. Sawo matang iya. Berbulu pula.
Sebanyak apa sih?
Oh, apakah aku harus memperlihatkan fotonya? Kurasa tidak ya. Karena sejak kuliah aku sudah memutuskan untuk menutup aurat. Walau masih tidak sempurna tapi memperlihatkan fotonya kurasa tidak bijak untuk orang yang sudah bersuami sepertiku. Hihi.
Pokoknya. Buanyak_Banget. Haha.
Sejak aku SD, bulu ditangan dan kakiku sudah sangat lebat. Sehingga aku pernah ditegur oleh seorang guru.
“Win, kamu makai shampo kebalik ya? Kok bulu kakinya panjang buanget..”
Sejak ditegur seorang guru laki-lakiku itu. Aku menjadi insecure. Huhu
Jujur guru ini tamvan kek oppa. Mungkin ya maksudnya bercanda. Tapi bagiku itu hurt banget. Sejak itu aku selalu memakai kaos kaki panjang jika sekolah. Saat itu, masih tahun 1999. Aku masih berumur 9 tahun. Belum ada yang memakai kerudung dan pakaian muslim di tempatku. Aku masih mengenakan rok selutut saja.
Aku pulang dengan sedikit menangis kala itu lalu bertanya pada Mama, “Ma, kenapa aku berbulu lebat begini?”
Tapi Mama tidak pernah menjelaskan secara detail. Mama hanya bilang aku mirip abah (ayahku). Dan itu kehendak Allah. Tapi bukankah tidak lazim jika anak perempuan berbulu selebat ini? Bahkan lebih lebat dari kakakku yang laki-laki?
Katanya, Anak Perempuan yang Berbulu itu Beruntung
Sejujurnya, aku sering sekali mendapat semangat dari Mama dan Abah tentang kondisi fisikku. Mereka bilang bahwa anak perempuan yang berbulu itu ‘peuntungan hidup’.
“Kada usah minder. Anak binian bebulu tuh bauntung”
“Disayangi laki kena tahulah.”
“Lakian ketuju lawan binian bebulu”
Itulah yang menjadi penyemangatku. Mama dan Abah selalu menyayangiku dan memujiku. Aku tidak pernah mencukur bulu tangan dan kakiku. Sekalipun. Walau teman lelaki dan perempuanku sering bertanya bahkan usil menarik-narik bulu kakiku. Menyebalkan.
Tapi, sungguh perkataan guru itu menggangguku.
Jangan mencukur bulu, nanti tambah panjang.
“Kenapa kamu pakai kaos kaki panjang mulu sih? Mau main sepak bola?”
Siapa yang mengucapkan itu? Hmm.. Pernah kan kalian punya perasaan suka untuk pertama kali? Yang mengucapkan itu adalah orang yang aku sukai pertama kali. Maklum, saat itu adalah fase pubertas.
Seakan ingin membuktikan diri bahwa ‘aku normal’ maka aku mencukur bulu untuk pertama kalinya. Menggunakan silet. Daaan.. Luka dong.
Tapi sungguh senang sekali melihat hasilnya. Ya ampun, ternyata kakiku ini putih sekali. Mungkin saking lebatnya si bulu ini. Jadi kulitnya terlindungi dari sinar matahari.
Dan untuk pertama kalinya, aku pergi ke sekolah dengan kaos kaki pendek dan kaki putih nan mulus. Hanya untuk sebuah pembuktian kepada teman lelaki yang menegurku. Sungguh kekanakan kalau diingat-ingat. 😅
Aku lewat dengan pede sekali di depan teman lelakiku itu. Sampai matanya oleng karena kaki putihku saat itu.
Tapi, itu tak bertahan lama.
Sehari sesudah mencukur bulu, kakiku sungguh amat gatal. Aku pun jadi sering menggaruknya. Sampai merah-merah. Mama yang memergokiku sering menggaruk kakipun iseng bertanya.
“Kenapa kaki ikam?”
“Digigit nyamuk ma..”
Iya. Mama masih tidak tau. Maklum, aku biasa memakai celana panjang kalau di rumah. Dan masih memakai kaos kaki panjang jika berangkat sekolah. Baru menggantinya diparkiran sepeda saja hari kemarin itu.
Tapi bukan mama namanya kalau tidak jeli. Mama tau bahwa ‘saking panjangnya buluku’ maka pasti ada yang keluar dibalik celana panjangku kala berwudhu.
“Kenapa bulu batis kam win? Kam larap kah?”
Doeeenk. Akupun mendapatkan ceramah panjang lebar kala itu. Maklum. Mama selalu menasehatiku untuk tidak mencukur bulu.
“Nanti tambah lebat” Kata mama.
Dan akupun membenarkan kata-kata mama. Lihatlah kakiku sekarang, bibit-bibit bulu itu tumbuh makin hitam dan tebal.. Dan tentu saja gatal sekali. Hiks.
Esok harinya, aku datang kesekolah dengan kaos kaki panjang lagi. Tidak ada lagi kaki putih dan mulus itu. Sudah expired. Expired dalam sehari.
Cewek Berbulu itu Mirip Monyet
Kutukan yang muncul gara-gara aku mencukur bulu itu ternyata mengerikan.
Pertumbuhan bulu kaki itu sampai menembus kaos kakiku. Iya, memang separah itu. Sehingga kaos kakiku seperti kaktus. Berduri.
Dan sialnya, ketika aku di sekolah.. Ada saja yang memperhatikan itu. Awalnya hanya gara-gara teman-temanku berbicara tentang kumis. Lalu beberapa dari mereka melirik kearahku. Melihat wajahku dengan lama lalu kearah tangan.. Daan.. Kakiku. 😣
“Dikelas kita ini kayaknya si Aswinda ini yang paling banyak bulunya..”
“Bukan, kumisnya tebelan si Anu”
“Tapi si Anu tangannya gak berbulu. Cuma kumisan sama bulu kaki aja. Lagian dia kan cowok. Ya wajar.”
“Iya ya, tapi Aswinda kakinya enggak berbulu tuh. Kemarin pas pake kaos kaki pendek kakinya putih.”
Aku masih ingat perasaanku kala itu ketika menuliskan cerita ini. Bagaimana merahnya mukaku, bagaimana rasanya keinginanku untuk memotong kakiku saja. Malu sekali. Huhu.
Mereka melihat kearah kaos kakiku dan tertawa dengan ‘mode kaktusnya’.
“Eeeh.. Gak boleh ngetawain temen gitu” Kata salah seorang temanku..
“Iya, cewek yang berbulu itu perejekian. Aku pernah denger begitu” Bela temanku yang satunya.
Dan kagetnya aku. Lelaki yang aku sukai pada masa puber pertamaku berkata, “Kata siapa? Cewek kalau berbulu itu ya mirip monyet.. “
Sejak itu, aku mencoret nama laki-laki itu. Berharap tidak lagi satu kelas denganku. Satu SMA denganku hingga kuliah. Jangan pernah bertemu dengan wajah menyebalkan itu lagi.
Penjelasan Ilmiah tentang Perempuan yang Berbulu
Seiring berjalan waktu, trend sekolah dengan jilbab pun mulai muncul. Saat SMA aku berkerudung. Tapi, diluar sekolah aku tidak berkerudung. Maklum, masih labil dan masih merasa jauh lebih cantik tidak berkerudung.
Satu hal yang pasti saat itu, tidak ada teman yang tau bahwa aku memiliki banyak bulu. Karena bajuku selalu lengan panjang dan celana panjang. Didalam maupun diluar sekolah, aku tidak pernah menggulungnya. Aku trauma kalau-kalau dibilang monyet lagi.
Akupun akhirnya tau bahwa aku memiliki kelebihan hormon androgen. Umumnya, hormon ini dimiliki oleh lelaki, tapi hormon ini juga sedikit dimiliki oleh perempuan. Namun untuk kasusku, aku mengalami hirsutisme.
Hirsutisme adalah suatu kondisi tumbuhnya rambut secara berlebihan pada tubuh dan wajah yang biasanya dimiliki oleh laki-laki tapi terjadi pada perempuan. Hal ini kemungkinan timbul akibat kelebihan hormon yang disebut androgen dan hormon utamanya adalah testosteron. Selain itu faktor keturunan atau etnis kemungkinan juga memainkan peran, karena jumlah rambut yang tumbuh ditentukan oleh faktor genetik.
Wikipedia
Aku beruntung loh, kasusku tidak terlalu parah. Aku membaca bahwa banyak sekali perempuan yang mengalami hirsutisme parah diluar sana. Bahkan sampai berkumis dan berjenggot panjang. Untuk kondisiku ini ternyata masih sangat ringan.
Apakah bulu yang kumiliki adalah faktor genetik?
Aku akan menjawab iya andaikan aku adalah seorang laki-laki. Mungkin saja aku mirip Ayahku. Tapi please aja, bulu milikiku bahkan lebih parah lebatnya dibanding Ayahku. Padahal, Ibuku mulus sekali. Heu. Jadi, aku ini Hirsutisme ringan namanya..
Hirsutisme parah bisa bergejala seperti suara yang berat, jerawat, botak, pigmen rambut yang kasar, penurunan ukuran payudara, pembesaran klitoris dan peningkatan massa otot.
Well, aku tidak memiliki gejala parah diatas. Suaraku tidak berat tapi punya 4 mode. Temanku dulu pernah bilang bahwa aku seharusnya menjadi dubber. Haha.
Urusan pigmen rambut sedikit benar. Rambutku hitam lurus dan bilah rambutnya seperti bilah sapu. Lucunya teman-temanku selalu iri pada rambutku. Sejak SD sampai SMP mereka selalu bilang bahwa rambutku hitam dan lebat. Tidak ada cela layaknya iklan shampo. Padahal kalau diperhatikan rambutku ini tidak lembut melainkan kasar. Meski begitu, pujian teman itu benar-benar meningkatkan rasa percaya diriku sehingga aku masih malas memakai jilbab kala SMA dulu. Rambut hitam lebat itu adalah berkah dari hirsutisme ringan ini.
Alisku sangat tebal. Layaknya sinchan. Aku juga berkumis. Tapi tidak parah. Tidak nampak sekali layaknya Iis Dahlia. Mungkin seperti Intan Nuraini. Bukan, bukan kepedean mirip artis ini. Aku cuma ingin kalian membayangkan tingkat lebatnya seperti apa. Kalau wajahnya sih jelas kalah jauh. Wkwk.
Tapi, ada satu yang aku duga ‘mungkin’ ikut menjadi faktor penyebab aku memiliki banyak bulu.
Aku berada dalam perut Mama hampir satu tahun. Kalau orang dulu bilang, mamaku hamil kebo. Air ketubannya bahkan hampir kering. Maklum saja, orang zaman dulu tidak sepeka kita akan HPL. Aku menduga-duga.. Ini turut mempengaruhi faktor kulit berbulu ini. Walaupun masih belum ada bukti ilmiahnya.
Kamu Wanita Berbulu Juga? Jangan Minder!
Aku menulis cerita ini di blog bukan tanpa alasan. Pada suatu grup aku melihat ada cewek curhat panjang lebar tentang kondisi kulitnya yang berbulu. Dia juga memoto bagian kumis dan alisnya. Ya ampun, dia mirip aku pikirku.
Anak ini dalam masa pubertas juga. Kuduga dia non muslim. Aku tau sekali bagaimana perasaannya. Pasti dia minder.
Mungkin juga ada saatnya anak itu akan mengalami rasa tidak pede sepertiku. Bahkan saking tidak pedenya sampai bertanya-tanya, “Bisakah jenis werewolf sepertiku mendapatkan jodoh?”
Well, didunia ini.. Akan selalu ada orang yang melihat sisi buruk kita. Kita tidak bisa menyuruh mereka untuk diam. Tapi, kita selalu bisa mengontrol diri kita sendiri. Apakah memilih denial pada kekurangan itu, atau menerimanya?
Pada akhirnya, aku menerima seluruh kekurangan yang ada pada diriku. Aku berbulu, aku berkumis, alisku lebat tidak karuan bahkan dibilang perias tidak bisa diatur saat aku bersikeras untuk jangan mencukur, aku bahkan memiliki tahi lalat besar dibawah hidung. But I try accepted it.
Sebelum menikah, aku bilang pada calon pasanganku akan kekuranganku. Semuanya. Aku bercerita padanya bahwa aku werewolf, bahwa bulu kakiku lebih lebat dan panjang dari pada bulu kakinya. Dia kaget? Oh tentu saja. Hahaha.
Tapi diatas semua kekuranganku, aku jauh mensyukuri semua kelebihan yang Allah beri padaku. Alisku tebal dan tak perlu pensil alis untuk berdandan, rambutku tidak pernah rontok bahkan walau sudah menyusui 2 anak, kumisku bisa ditutupi dengan concealer, tahi lalatku.. Ah sudahlah.
Untuk kalian yang mungkin memiliki nasib yang mirip denganku. Cobalah melihat kaca lagi. Mungkin apa yang orang dulu bilang tentang cewek berbulu itu betul.
“Perejekian.. Disayang suami..” Mama selalu mengatakan itu padaku seolah itu adalah sebuah doa.
Dan itu terjadi. Benar-benar terjadi.
PS: Jika suatu hari aku bertemu dengan lelaki yang menyebutku monyet lagi. Aku berharap saat itu aku sedang dalam keadaan cantik paripurna dan menggandeng suamiku. Sungguh aku ingin pamer.