Browsed by
Category: Parenting

Berdamai dengan GTM? Bisa Kok!

Berdamai dengan GTM? Bisa Kok!

“Humaira.. Sedikit lagi sayang…hayuk yuk… Aaaaaa”

Kurang lebih, beginilah kegiatanku selama satu bulan ini. Dalam waktu 3 kali sehari berputar-putar di rumah sambil mengejar Humaira yang merangkak dan menyuapinya. Jangan tanya berapa jam waktuku terbuang untuk ini. Satu kali makan.. Aku harus mengorbankan satu jam lebih waktuku yang berharga. Belum lagi kalau Humaira memuntahkannya..

Belum lagi.. Setumpuk pekerjaan rumah tangga..

Belum lagi.. Harus menjemput Farisha..

Jangan lupa makan siang.. Kepasar dsb dsb…

Disitulah kewarasanku diuji…

Aaaagrrrrh!

Curhatan Mamak Stress Menghadapi Anak GTM

Sesungguhnya, memiliki anak kedua ini aku cenderung lebih santai. Easy Going aja gitu… Apalah apalah.. Gak perlu deh terlalu perfeksionis. Aku sudah banyak belajar dari pengalaman anak pertama dulu. Iya, dulu aku sempat terkena babyblues..dan PPD

Bahkan, aku pernah menulis tentang baby blues secara rinci. Tak lupa juga tentang cara mengatasi babyblues. Aku dan suami sudah aware banget. Janganlah ini terulang kembali.

Dan tips mengatasi babyblues hingga PPD tersebut berhasil. Sampai Humaira berumur 8 bulan dan mulai tumbuh gigi 4 biji sekaligus.. Disanalah drama GTM (Gerakan tutup mulut) dimulai.

Humaira yang biasanya lahap makan, kini mulutnya selalu menutup. Bahkan saat tidak sedang makan sekalipun. Kalau dibuka.. Maka air liurnya berjatuhan. Kalau melihatku memegang mangkuk dan sendok dia langsung menangis di kursi makannya dan meronta ingin keluar. Saat dikeluarkan.. Ia langsung merangkak laju menghindariku.

Lalu aku menggendongnya.. Menyanyi dan menenangkannya.. Sesekali mengalihkan perhatiannya pada teethernya. Dan saat ia membuka mulut..tangan kananku langsung sigap memasukkan sesendok MPASI kemulutnya.

Jika kalian kira hanya begitu saja cerita dan solusinya.. Tentu kalian salah. MPASI itu diemut saja dimulutnya.. Tidak dikunyah.. Tidak diteguk.. Dan saat aku menyuapi air putih ia langsung sigap membuka mulutnya.. Dan keluarlah semua MPASI yang aku buat itu… huhuhu..

Jangan! Jangan dulu menyarankanku untuk ini dan itu.. Aku sedang membaca tau.. Aku googling kesana kemari. Rambutku mulai kusut dibuatnya. Huh, artikel-artikel itu sama sekali tidak membantu.. 

Santai katanya? Susui saja katanya?

Lihatlah.. Humaira tanpa makan.. Artinya dia selalu menyusu..

Jika Humaira selalu menyusu.. Maka aku yang jadinya terancam selalu lapar..

Jika Humaira selalu menyusu.. Maka aku tidak bisa bergerak bebas. Apa jadinya rumahku? Hei!

Dan jangan lupa.. Jika aku terlambat makan.. Jika aku kelaparan.. Jika pekerjaan rumah tak kunjung selesai.. Sementara isi kulkas zonk.. Maka tandukku bisa keluar kapan saja. Grrrrr..

Apah? Go Food? Ah.. tidak semudah itu ferguso.. Memangnya uang bulananku cukup jika memesan go food setiap hari?

Ah itulah.. Ekonomi dan kewarasan berumah tangga.. Dalam sekali kaitannya. Halah, jadi curcol kan emak. Hahahaha…

Drama GTM dan Demam yang berulang-ulang kayak zaman Missed Call lagi ABG

Yaelah.. Outlinemu gitu amat win.. Hahaha..

Yah, beginilah caraku menyenangkan diri sendiri. Ditengah bayi yang selalu bangun setiap malam. Kayak aku waktu zaman abege labil juga.. dimissed call cowok..kegeeran..enggak bisa bobo karena kegeeran.. Yaelah.. Malu-maluin kalau diingat.. Apalagi kalau kenyataan sekarang berbicara tuh cowok enggak ganteng kok aku geer ya? 

Oke, skip.. Aku memang agak labil orangnya. Padahal anak udah dua biji. Ckck

Jadi, Humaira itu hampir setiap jam bangun kalau lagi GTM begini. Badannya panas, giginya bengkak dan pipinya tembem (ini apaan? Sisi positifnya euy..). Hampir tiap malam aku begadang dan jangan ditanya nasib kantung mataku. Jangan ditanya ya.. Karena concealer aku cukup ampuh menutupinya… (tersenyum licik). *blog post ini sungguh ngalur ngidul..karena ditulis terjeda-jeda disela-sela sakitnya si kecil..

Demam Humaira ini cukup labil. Bentar-bentar turun..nanti naik lagi. Paling parah itu pas malam tiba sih. Sampai-sampai aku mengira mungkin saja Humaira terkena DBD. Karena cuaca juga cukup labi, bentar panas..bentar hujan pas banget timingnya buat si nyamuk khas ini.

Ketika Humaira demam parah selama 3 hari berturut-turut maka aku pun memeriksakannya ke Puskesmas. Aku langsung meminta untuk di cek darahnya. Karena hanya itu cara satu-satunya untuk mengetahui apakah ia terkena DBD atau tidak. Untungnya, hasil lab mengatakan tidak. Tapi, bukan aku dong namanya kalau langsung pulang ketika sudah mengetahui hasil lab.

Setelah berhasil bertemu dokter anak di puskesmas.. Aku langsung curhat seeeeepanjang-panjangnya.. Sebombay-bombaynya.. Tapi sungguh.. Tidak sekonyol blogpost ini.. Hahaha..

Anak GTM akut.. Mamak harus Apaaa?

Sejujurnya.. Solusi yang dikemukakan oleh Dokternya ya kurang lebih sama saja dengan artikel-artikel di google itu. Tapi, entah kenapa rasanya lebih plong saja kalau mendengar solusi tersebut secara langsung. Apalagi nih.. Apalagi sang dokter bilang begini, “Anak saya dulu juga begini.. Ya Allah mba.. Seminggu enggak mau makan.. Menyusu aja kerjaannya..”

Disitulah saya merasa senang.. Hahaha..

Mau berpelukan sambil bilang, “Senasib kita maak..!”

Lalu menari di padang ilalang.. (imajinasi yang ter-innerchild oleh film india).

Jadi, setelah sepulang dari puskesmas.. Aku mulai melakukan hal-hal yang disarankan oleh Dokter tersebut. Hal-hal itu diantaranya adalah:


Mamak tidak boleh Stress

Tekankan pada diri sendiri.. Ini adalah hal yang sangat wajar terjadi dan aku tidak sendirian. Setiap Ibu pasti melalui fase GTM. Hanya saja.. Support systemnya yang berbeda. Jangan dong ya membandingkan diri sendiri dengan Nia Ramadhani. Enggak salak to salak banget.. Hahaha..

Bahagialah menyambut proses ini. Bawalah si kecil keluar rumah jika sudah jenuh di rumah. Lakukan apa yang membuat mamak tertawa. Lakukan apa yang membuat si kecil tertawa. Kalau aku? Aku sudah mengetahui bahwa Humaira senang sekali melihatku berjoget ria. Jadi, aku selalu memutar musik anak-anak sambil (membawa sendok). Jadi kalau anak tertawaaaa… langsung seraaang!!!

Bersahabatlah dengan Teknologi

Siapa bilang anak tidak boleh terpapar gadget? Tidak boleh menonton TV? Siapa? Siapa?

Nia ramadhani? Enggak kan? (kok kesini?)

Lupakan sejenak mak.. Nasehat-nasehat pakar parenting yang seklek banget itu. Stress kalau dimasukin keotak semua. Beneran ini.

Nyatanya, para Emak tanpa ART itu butuh banget support system yang bisa menghemat budget. Dan itu adalah gadget. The Best Nanny for a Low Budget Mommy.. Hahaha..

Boleh banget kok melakukan jurus genjutsu dengan gadget. Asal jangan kelamaan. Coba tanya Uchiha Itachi apa efeknya kalau genjutsu kelamaan. Iya.. mata sharingannya berdarah. Gak mau kan begitu? Udah stress.. Mata berkantung.. Berdarah lagi.. Untung masih cakep yak! 

Aku sendiri mulai bersahabat dengan TV dan Youtube loh. Humaira suka sekali dengan nyanyian. Jadi, kalau dia senang kesenangan aku bisa banget sukses menyuapinya beberapa suapan. Dan itu bikin aku bahagiaaa banget.

Jangan bikin MPASI yang ribet-ribet

Musim anak GTM begini.. Kalau saran aku.. Janganlah bikin MPASI yang ribet-ribet. 

Udahlah itu bikinnya lama banget. Makaninnya lama banget juga lagi. Kapan euy tugas domestik emak-emak kelarrr? Kapaan? (sambil ngambil pisau dapur)

Sudahlah.. Sejak anak kedua ini aku enggak mau lagi deh jadi mommy perfeksionis kayak anak pertama dulu. Mau jadi mommy yang balance aja kehidupannya. Kadang kalau rajin ya home made. Kalau enggak rajin dan enggak ada waktu ya pakai aja MPASI instan. Toh, itu tidak apa-apa loh

Iya,berdasarkan hasil curcol dengan Dokter Anak di puskesmas kemarin aku mengetahui kalau dokter tersebut juga tim MPASI instan. Katanya, its okayyy..

Justru MPASI instan sudah tertakar nutrisinya. SDan itu lebih komplit. Tapi, kalau bisa membuat sendiri MPASI dengan nutrisi yang lengkap kenapa tidak? Intinya.. Sesuaikan dengan kondisi masing-masing. 

Memang, MPASI instan itu tidak kaya rasa. Rasanya ya begitu-begitu saja.

Tapi, bisa kok diakali. Aku sendiri sering mencampur MPASI instan dengan berbagai bahan untuk cita rasanya.

Kadang, aku campur bubuk MPASI instan dengan kaldu haruan. Tergantung MPASInya juga ya. Kalau beras merah biasanya dicampur apa saja cocok. Kadang aku juga menambahkan parutan wortel dan kocokan telur yang direbus. Hasilnya jadi lebih enak.

Coba Metode BLW yang aman sesuai dengan umurnya

Sebenarnya, aku bukan penganut BLW atau Baby led Weaning yang mempercayakan makanan kepada tangan bayi sepenuhnya. Ada beberapa faktor yang membuatku tidak menganutnya. 

Yang pertama adalah BLW tidak direkomendasikan oleh IDAI maupun WHO. Sebenarnya responsive feeding lebih direkomendasikan.

Yang kedua, aku tidak sanggup melihat makanan berantakan dan terbuang. Aku sangat sanggup melihat rumah berantakan. Tapi tidak untuk makanan. Itu membuatku stress luar biasa saat melihatnya. Apa? Pakai kursi makan? Tetap saja berantakan. Pasti masih banyak yang berceceran dilantai dan tidak selamanya lantaiku bersih.

Tapi, aku kadang BLW juga sih.. Tapi BLW yang diawasi. Bagaimana itu?

Ya.. Humaira memang lebih suka memakan makanannya sendiri. Tapi dia masih sangat rentan tersedak. Karena itu aku masih memilah milih makanan yang cocok untuk tangannya. 

Untuk buah-buahan, Humaira bisa memakan pisang sendiri. Dan untuk yang lainnya aku mempercayakan pada MPASI instan lagi.

Gigi Humaira yang ingin tumbuh tidak bersahabat dengan MPASI hangat dan kental. Maka, dokter menyarankanku untuk mendinginkan MPASInya di kulkas. Aku berinisiatif untuk mengurangi kadar air MPASInya dan menaruhnya di freezer selama beberapa menit. Hasilnya? MPASI itu bisa dibentuk menjadi bulatan chewy layaknya marsmallow  yang kenyal. Alhamdulillah..Humaira suka memakannya dengan tangannya sendiri.

Jangan terlalu memaksakan porsi MPASI sesuai standar

Kadang, kalau sedang menyediakan MPASI.. Aku cuma menyajikan seperlunya saja.. Sebisanya saja.. 

Karena kalau harus sesuai standar maka status kewarasanku bisa tidak terkendali. Hahaha.. FYI, anak pertamaku si Pica dulu adalah korban kekerasan sendok MPASI. Karena aku sempat kesal dia tidak mau makan. Aku memaksanya untuk makan dan membuka mulutnya. Akhirnya.. Dia trauma.. Dan tau gak kaleyanss.. Si Pica dulu ASI ekslusif selama satu tahun. Huft.. 


Pengalaman itu terulang. Biasanya kalau sudah tidak mood makan Humaira bisa menangis kejer. Dan suaranya benar-benar menguji kewarasan. Sampai-sampai tetangga mendengar suaranya loh (Disitu kadang wajah jutek milikku dipertanyakan..). Untungnya, aku sudah bisa mengontrol emosiku. Ya sudahlah.. Suapin sebisanya saja.. 

Kadang aku memulai mempersiapkan MPASI dengan ⅓ porsinya saja. Kalau sudah habis dan dilihat mood humaira masih stabil maka aku akan menambahkannya lagi sedikit. 

Karena aku adalah tipe mamak yang anti mubazir. Jadi, kalau bubur tidak habis.. Maka pastilah ia berakhir di perutku. Jadi akan lebih baik jika mengolah MPASI seperlunya saja. 

Banyak Menyusui dan Sediakan Banyak Cemilan di rumah

Ya sudahlah.. Kalau anak GTM itu memang gentong emaknya harus selalu kenceng. Karena itu stok makanan di rumah harus tetap stabil. 

Untuk yang perekonomiannya masih labil sepertiku.. Maka membuat masakan dan cemilan homemade mungkin akan lebih baik. Karena selain hasilnya lebih banyak, juga lebih sehat, hemat dan menyenangkan suami. 

Iya, aku tim instan buat MPASI anak tapi tim homemade buat keluarga. Karena memang jauh sekali selisihnya kalau makanan serba beli. Huhu.. 

Tapi kembali lagi disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Kalau punya budget berlebih untuk membeli kenapa tidak? Perekonomian jadi lebih stabil kan jika membantu orang? 

Yang penting.. ASI selalu ada dan ibu bahagia..

Jangan Peduli Omongan Orang..

“Anaknya kok kurus.. Bukannya umurnya seumur ya sama anakku?”

“Iya nih.. Anaknya emang badannya proporsional sekali. Nurun dari emaknya mungkin.. ” *kibas alis..

Ah, inget banget sama berita yang berseliweran beberapa minggu lalu. Tentang bayi yang meninggal gara-gara digelonggong ibunya pakai air. Konon katanya, si ayah protes anaknya gak gemuk kayak kembarannya yang diasuh sama mamanya. 

Ya eya lah si Ibu emosi. Emangnya mudah bikin bayi gemuk? Apalagi genetiknya ya udah kurus.. Apalagi uang bulanan pas-pasan.. Masih ngontrak pula. Kalau kondisi ibunya sedang tidak waras.. Memperdulikan omongan orang itu bahaya loh. 

Jadi, cuek aja lah.. Menumbuhkan pikiran positif itu dimulai dengan menghindari orang-orang yang bermulut pedas. Kita punya sisi bahagia yang lain. Iyakan? Coba berkaca.. Pasti ada deh! 

Ya.. Begitulah.. GTM memang sangat menyita kesabaran. Kadang juga menguji kewarasan. Satu hal yang pasti bahwa tiap bayi punya fase GTM.. Itu pasti dan yakinlah kita tidak sendirian.

Bayi-bayi gemuk diluar sana pun pasti memiliki satu-dua masalah. Hanya saja kita tidak tau. 

GTM adalah fase dimana bonding Ibu dan Anak diuji. Peluklah ia.. Bicaralah padanya.. Abaikan sedikit pekerjaan domestik.. Bicaralah pada pasangan.. Serta tidak lupa berdoa.. 

Semoga lelah ini menjadi lillah.. Amiiin.. 

Nah.. Kalian punya pengalaman sama tentang anak GTM? Sharing yuk! 

I

Toilet Training Sejak Usia 6 Bulan? Bisa Kok!

Toilet Training Sejak Usia 6 Bulan? Bisa Kok!

“Anak zaman sekarang sih enak pakai diapers. Coba anak zaman dulu. Duh.. Repot ngurusin pipis n pupnya..”

“Iya ya,, sekarang segalanya memang dipermudah.. Alhamdulillah jadi tenang soalnya gak perlu gonta ganti baju terus karena najis.. Hehe.. “

“Eits.. Tapi hati-hati loh.. Anak sekarang ada yang masih pakai diapers sampai umur 5 tahun.. Keenakan kali ya sampai lupa latih anak.. Anakku dulu loh… Bla bla bla..”

Dan aku langsung memasang wajah 😅😅😅

Perkenalkan, aku Mamak Tim Diapers

Bukan, aku bukan ngajak mom war loh ya.. Haha..Silahkan saja bagi yang tim clodi garis keras. Kita tetap bersahabat kok. Disini, aku hanya mengemukakan pendapat dan pengalamanku dalam mengasuh anak. Dan kali ini aku ingin mengemukakan alasan mengapa aku lebih merasa nyaman dalam memakai diapers dibanding dengan clodi.

Sebenarnya, dulu aku juga tim clodi. Anak pertamaku Farisha sangat alergi dengan diapers. Memakai diapers semalaman saja sudah bisa membuat kulitnya kemerahan dan bintik-bintik. Makanya dulu aku tim clodi garis keras. Tim nyuci tiap hari dan no tumpuk-tumpuk. Itu ada alasannya. Dan positifnya.. Memang sih, pakai clodi itu lebih go green dan hemat duit. Hihi

Ketika melahirkan anak kedua. Aku masih memakai metode dahulu. Bulan pertama dia hanya memakai popok tali dan lampin. Dan diganti setiap kali ia pipis dan pup. Bulan kedua aku memakaikan lapisan handuk kecil di popok talinya. Aku masih belum sreg untuk memakaikan clodi karena dengan metode sederhana anakku terlihat lebih nyaman. Nah, ketika Humaira berumur 3 bulan dan durasi pup nya tidak terlalu sering lagi aku jadi merasa nyaman deh bersahabat dengan diapers. Hal positifnya sih karena Humaira senang digendong, jadi rasanya lebih nyaman kalau sang penggendong tidak terkena najis. Hihi..

Diapers itu.. Boros duit yak?

Iya, boros sih.. Dan gak go green juga. Makanya aku mengusahakan untuk hanya memakai 2 diapers dalam satu hari. Ketika durasi pup humaira masih lumayan sering aku memakai cara agak unik sih untuk menghemat diapersnya. Yah.. Kalian pasti bakal tertawa kalau aku ceritakan bagaimana caranya.

Apa? Ceritakan saja?

Janji jangan bully aku ya please.. Hahaha..

Jadi, aku memakaikan jenis celana kain yang ‘ngepas’ dulu sama humaira. Baru deh aku Pakaikan diapers. Jadi, walau dia pup si diapers masih bagus n gak kena pup. Yaaa… Memang terkesan ribet sih. Tapi bagi mamak irit dan sok go green.. Skill receh gini mah cukup menyenangkan ya. Kalau dihitung selisih dengan membeli diapers tanpa trik begini ya lumayan deh ya selisihnya bisa buat beli lipstik. Ckck.. 🤣

Lambat laun, aku gak bisa konsisten juga sih dengan caraku yang terkesan ribet begini. Lumayan juga soalnya liat cuciannya. Walau perkara najis tetap aman sih ya. Akhirnya ketika Humaira sudah bisa duduk sendiri aku memakai cara baru untuk menghemat diapers yaituuuu… Dengan memanfaatkan pispot bayi.

Toilet training dengan Pispot bayi, cara efektif untuk menghemat diapers

Jreng jreng.. Ini dia alat penghemat diapers terbaruku.. Si kecil biru nan imut dan agak bau.. *eh

Ya gimana gak bau kan tiap hari dia kena ‘granat’ 🤣Ada yang mau tau beli dimana? Cari aja lah ya di toko bayi atau ditempat penjualan plastik. Biasanya ada kok. Gak ada linknya ya jeng karena ini bukan sponsored post. Blog aku mah misqueen sponsor post. Tapi kalo ada yang mau endorse email aku ya. Jangan ngirimin pispot begini lagi tapinya ya.. Aku udah punya.. *apaan sih.. 😅

Oya, ini pispot umurnya udah lama sih.. Dari zaman pica kecil dulu. Alhamdulillah masih bisa diwariskan ke Humaira dan sumpah INI TUH BERGUNA BANGET GILA.

Sejak si Humaira bisa duduk sendiri dan bisa pup di pispot bayi ini akhirnya diapers yang aku pakai dalam sehari bisa super hemat. Paling banyak sehari cuma 2 diapers. Dan diapersnya bersih dong karena gak ada granat. Cuma penuh sama pipisnya doang. Tapi.. Ya.. Ada tapinya sih.. Yaitu.. Emaknya harus peka dan rajin.. Ini sih yang peer banget biasa. Iya gak? 🤣

Tips toilet Training Part 1: Emak harus merasa berdosa

Di mana-mana yang namanya tekad itu harus diawali dengan niat yang teguh. Karena itu aku gak mau deh terbawa sama opini anak punya naluri sendiri dsb dsb.. Karena apa? Karena itu bikin aku mikir nyantai melulu.. Wkwkwk… Aku agak plegmatis sih jadi ya harus punya tekad besar dulu kalau mau mengerjakan sesuatu.

Dan aku mengawalinya dengan merasa berdosa jika memakai diapers terlalu banyak setiap hari. Ini harus kuat di pikiran. Versi aku loh ya soalnya ini tuh ‘work banget’. Kalau kalian punya versi lain mah monggo. Every mom is special.. Right?

Jadi, aku merasa berdosa aja kalau pengeluaran rumah tangga lumayan banyak untuk diapers. Efeknya ya males banget kan kalau minta budget tambahan. Proposal lagi.. Komunikasi lagi.. Kelon-kelonan lagi.. Lah iya kalau mempan.. Kalau enggak? Nangis dipojokan keun.. 😆

Dosa kedua ya merasa berdosa sama bumi dong tentu. Bayangin aja 2 bijik diapers tiap hari itu juga nyumbang sampah lumayan banyak loh. Kalikan aja tuh sampai 2 tahun misalnya. Ada kali ya 2 gunungan sampah dari bayi.. Heu.. Sedih gak? Sedih kan.. Mengingat kondisi bumi sekarang..Nah, kalau niat kita sudah kuat.. Hayuk lah ke level berikutnya..

Tips Toilet Training 2: Rajin memantau Siklus Pup anak

Pertama kali aku toilet training sama Humaira itu adalah ketika aku liat dia ‘ngejan-ngejan’ pas makan. Saat itu, Humaira baru saja selesai mandi dan ganti diapers. Ya.. Naluri mamak irit lah ya.. “Duh, diapers baru.. Masa langsung kena pup.. ” Wkwkwkw.. 😂

Bergegaslah aku mengambil pispotnya. Dan menyuruhnya untuk mengejan disitu saja. Pertanyaannya, apakah anak mengerti?

Jawabannya? Ngerti kok. Anak itu ngerti sama gaya bahasa kita. Apalagi kita kan ibunya ya. Sudah ada bonding tersendiri dong tentunya. Nah, kalau aku sendiri sih biasanya suka menatap matanya kalau sedang toilet training. Lalu aku bikin ekspresi ‘mengejan’ dan bersuara ‘eeeeggh eeeeeggh’. Biasanya anak meniru loh. Dan berhasil.. Asal.. Rajin nongkrongin dia pas pup..hahaha..

Nah, siklus pup anak juga ini sebenarnya teratur loh mak. Kayak kita juga tuh.. Tiap pagi habis minum air putih pasti deh ya keun.. *eh

Kalau Humaira sendiri suka sekali pup ketika makan pagi. Jadi yaaa.. Begitulah.. Pas sudah separo MPASI habis dia pasti mulai ngejan-ngejan. Langsung aja tuh lari.. Lariiiii mak.. Cepetan ambil pispotnya.. Semangat mak! Hahahaha..

Tapi kalau aku sih udah hapal ya.. Makanya pispotnya gak jauh-jauh dari kursi makannya.. 🤣

Yah.. kalau udah jadi emak-emak itu kita mah gak kenal istilah jorok bla bla lagi.. Yang penting sih waktu kita efisien dan irit selalu. Betul gak? Kek aku nih yang biasanya makan pagi sambil nyuapin bayi. Yah.. Gak kenal lagi tuh istilah ‘Tengah-tengah makan kok bersihin pan*at bayi’

Eh, jadi curcol..Jadi, ketika bayi mengejan itu. Langsung saja lepas celananya dan suruh dia pup di pispot. Kalau jarak ntara pispot n bayi lumayan jauh maka coba deh sounding ke bayinya.. “Tunggu mamak dulu ya ambil pispot..”Its work loh.. Coba deh..

Tapi kalau aku sih soundingnya bukan versi lemah lembut gitu ya.. Tapi langsung lari sambil teriak.. “Bentar humairaaa bentarrrrr… “

Work gak? Berhasil kok.. Hahahaha.. Tiap ibu kan punya sounding yang uniq.. *sebuah pembenaran..🤣

Nah, untuk jadwal toilet training sendiri pun aku punya jadwal khususnya.. Yaitu..

Sesudah bangun pagi
Ketika anak mengejan
Sesudah bangun sore

Tiga waktu itu aja sih. Sesimpel itu. Cuma ya memang kita harus peka dengan siklusnya.

Tips Toilet Training 3: Konsisten

Nah, kalau sudah tau dan hapal dengan siklus pup dan pee anak.. Tahapan selanjutnya adalah konsisten.

Buatku, ini yang paling susah luar biasaaah…

Kenapa? Karena please lah.. Biar IRT tulen tapi aku juga banyak kerjaan.

Contoh nih ya.. Ketika pagi hari si kecil sudah bangun.. Seharusnya sih dia langsung didudukkan di pispot ya supaya dia pipis disitu. Tapi realitanya..

Kadang aku sibuk memasak sarapan saat dia bangun. Kadang aku juga di toilet pas dia bangun. Kadang aku sholat pas dia bangun. Karena jam bangun tidurnya enggak sama walaupun memang sih.. Biasanya habis bangun tidur anak itu pasti pipis. Tapi melatih toilet training di pagi hari itu susah. Huhu..

Untuk moment pas mengejan dan bangun tidur siang sih biasanya aku enggak kebobolan ya. Kecuali kalau tetiba emaknya rebutan list blog walking atau sosmed walking.. Yah.. Kebobolan deh.. Hahaha..

Yah, soal konsisten ini memang peer sih. Tapi aku patut mengapresiasi diri juga dengan menuliskan blog post ini. Siapa tau ada yang sedang melatih anaknya untuk toilet training. Atau ada yang mau menghemat diapers dikala anak masih bayi.. Bisa kok..

Toilet training bisa dilakukan sejak anak bisa duduk sendiri. Humaira sendiri aku latih sejak umur 6,5 bulan. Dan sekarang Alhamdulillah di usia yang hampir menginjak 9 bulan dia sudah mulai pup di pispot saja. Entah kenapa kalau tidak didudukkan di pispot pup-nya jadi tidak maksimal. Nah, terbuktikan? Ini the power of kebiasaan. Padahal aku enggak konsisten banget loh orangnya. Cuma kalau Humaira ngejan.. Aku pasti ‘sounding’ dan dia ngerti kalau pup itu lebih enak di pispot dibanding di diapers.

Jadi, toilet training sejak anak masih bayi? Bisa kok! Semangat moms!

Mewujudkan Kebahagiaan Anak From The Inside Out yang berawal dari Kebahagiaan Ibu

Mewujudkan Kebahagiaan Anak From The Inside Out yang berawal dari Kebahagiaan Ibu

“Tahukah kamu bahwa anak kecil itu dapat meniru apapun?”

“Yah, aku sudah tau itu.. “

“Ia akan tersenyum jika melihat Ibunya tersenyum, pun sebaliknya.. Ia akan menangis jika melihatmu menangis pula..”

Bukan salah seorang sahabat yang mengatakan hal itu. Aku melihatnya pada cuplikan sebuah drama yang sungguh aku sendiri sudah sangat lupa drama apakah itu. Mungkin drama korea, mungkin juga Jepang. Ah, entahlah itu apa judulnya.

Mungkin, sudah berpuluh kali aku menuliskan di blog ini bahwa aku pernah mengalami baby blues hingga berlanjut ke PPD. Keadaan itu merupakan titik balik terendah dalam hidupku. Jangankan untuk membahagiakan anakku, tersenyum saja sulit rasanya. Dan bagaimana aku bisa tersenyum jika toh aku tidak bahagia.

Tapi sekarang berbeda, baby blues tak lagi singgah. Memiliki anak kedua ini, hatiku jauh lebih bahagia. Meskipun tentunya sibuk juga namun ada sesuatu yang berbeda. Senyumku selalu ada untuk anakku.

Dan kali ini, aku ingin bercerita tentang rumus penutup kebahagiaan dalam keluarga. Sebuah catatan pamungkas dari pengalamanku menghadapi baby blues, inner child, dan mengembalikan cinta. Cerita kali ini adalah Tentang bagaimana langkah-langkah membahagiakan diri lalu cara menyalurkan kebahagiaan itu kepada anak. Karena anak yang bahagia berasal dari keluarga yang bahagia.

Jadi, Bagaimana membuatnya Happy from the Inside Out?

Hal terpenting, Bahagiakan diri Ibu terlebih dahulu karena itu kunci dari kebahagiaan anak

Jatuh bangun pengalaman sebagai ‘Ibu Muda’ hingga memiliki 2 anak seperti sekarang, mengajarkanku betapa pentingnya arti sebuah kewarasan. Bahwa waras merupakan segalanya. Maka, membahagiakan diri terlebih dahulu adalah sebuah prioritas untukku.

Dan pada tanggal 21 Agustus lalu, aku telah mendapatkan ilmu baru untuk kewarasan ini.

Ya, pada Tanggal 21 Agustus 2019, Aku menghadiri workshop Nestle Lactogrow dengan tema “Grow Happy Parenting”. Sumpah, acara ini sungguh bermanfaat untuk emak sepertiku. Tentunya, kalian juga ingin tau apa gerangan manfaatnya bukan?

Nah, Salah satu pakar yang diundang dalam workshop tersebut adalah Elizabeth Santosa, M.PSi,Psi, SFP, ACC yang akrab disapa mbak Lizzie.

Mbak Lizzie menyampaikan materi berjudul “Maximizing Parental Role In Nurturing Children Happiness”

Dan, kalian tau apa yang dikatakan Mbak Lizzie pertama kali?

“Sudahkah Anda Bahagia? Mengapa Anda bahagia? Apa ciri-ciri dari orang yang bahagia?”

Dan kami para peserta pun langsung tersenyum.

“Ya, tersenyum adalah salah satu bentuk prilaku emosi positif. Coba kita urutkan apa yang dapat membuat kita tersenyum setiap hari? Coba sebutkan dengan detail tentang apa-apa yang disyukuri hari ini?”

Secara spontan aku terdiam. Ini adalah resep tersimple untuk mencari kebahagiaan. Bersyukur. Aku toh tidak pernah menuliskannya dalam tips menjaga kewarasan pada artikel baby blues yang pernah kutulis. Karena bagiku saat itu, bersyukur itu terlalu klise.. Haha

Akupun mengurutkan nya didalam hati. Tentang apa-apa saja yang membuatku bersyukur hingga saat ini. Semuanya membuatku tersenyum dan melupakan energi negatifku sejenak. Senyuman secara otomatis muncul di raut wajahku. Hei, ternyata bersyukur itu tidak klise kok. Asalkan dilakukan dengan cara yang benar. Bukan ketika kita mendapatkan judge dari seseorang seperti, “Harusnya kamu tuh bersyukur bla bla.. ”

Dan syukur tersimple dariku adalah senyum dari kedua anakku dan tak lupa rasa Terima kasih dari pasangan. Sungguh, itu membuat meleleh.

Jadi, apa hal positif yang terjadi hari ini? Ingatlah hal itu untuk mengisi tangki cinta dalam diri sendiri.

Lalu, Bagaimana menyalurkan kebahagiaan itu?

Sudah bahagia mom? Sudahkah terisi tangki cintanya dengan praktik bersyukur? Dengan mengurutkan hal positif apa yang sudah terjadi hingga saat ini? Mari tularkan kebahagiaan itu pada anak kita.

“Seorang anak yang dicintai dan memiliki pola asuh yang baik sejak dini, akan memiliki hippocampus 10% lebih besar, yaitu bagian otak yang penting untuk proses belajar, memori, respon terhadap stress. Secara umum, dapat diasumsikan bahwa masa kecil yang dipenuhi cinta ibu adalah masa kecil yang bahagia.” -Joan L.Luby (2012),Professor Child Psychiatry

Sesungguhnya, sangat simple untuk memenuhi kebutuhan anak secara psikis maupun biologis agar anak bahagia luar dalam. Diantaranya adalah:

1. Yakinkan Anak memiliki waktu bermain dan eksplorasi bersama

Semakin sering anak bereksplorasi maka pengalamannya akan semakin kaya. Jiwa keingintahuannya akan mendapatkan jawabannya. Oleh karena itu, sebagai orang tua tugas kita adalah mendampinginya serta mendukung segala eksplorasi yang ia lakukan.

Untuk ibu yang memiliki anak generasi Alfa sepertiku maka tantangan eksplorasi ini juga semakin besar. Generasi Alfa berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka hidup berdampingan dengan gadget. Menjauhi gadget secara total merupakan kesalahan. Tapi membiarkannya bereksplorasi dengan gadget sendirian juga merupakan kesalahan besar. Solusinya? Dampingi.. Dampingi dan terus dampingi. Maka anak akan bahagia dengan keberadaan kita disampingnya.

Untukku sendiri pekerjaan eksplorasi ini biasanya selalu berawal dari youtube. Hanya bermodalkan kuota, maka aku dan anakku dapat menonton berbagai video DIY berbagai toy dan eksperimen. Lalu bagaimana? Kerjaan bersamanya. Maka ia akan bahagia.

2. Yakinkan kita berekspresi dengan Emosi Positif

Apa yang kita tanyakan pada anak saat ia pulang sekolah?

Dapat nilai berapa? Ujiannya bagaimana? Apakah uang jajannya habis?

Yaa.. Kadang sebagai orang tua kita selalu menuntut hasil dan hasil. Padahal, yang perlu kita ketahui setiap hari itu simple loh..

“Apakah hari ini anakku bahagia ya?”

Maka, ubah pertanyaan itu dengan, “Ada kabar baik apa hari ini?”

Mungkin, jika pertama kali melakukannya dengan anak akan sangat terasa awkward. Tapi jika dipraktikkan ini sangat luar biasa hasilnya.

Mau bukti? Aku mempraktikkan kata-kata Mbak Lizzie ini dalam satu minggu loh. Pica, anak pertamaku selalu aku suruh bercerita tentang hal baik di sekolahnya. Dan perkembangan ceritanya luar biasa.

Berawal dari ia yang punya guru pendamping yang terlihat galak. Sampai suatu hari pica bertanya dengan polos kenapa wajah gurunya jarang tersenyum. Lalu, aku berkata pada Pica, “Mungkin Pica perlu membuatnya tersenyum.. ”

Kalian tau apa yang terjadi besoknya? Pica menempel stiker dipipi guru pendampingnya saat jam istirahat. Sambil tertawa dan berlari. Benar-benar perilaku yang berisiko tinggi. Tapi? Tapi sang guru malah ikut tersenyum sambil berlari. Astaga, ternyata sang Guru tidak galak. Haha

Yaa.. Sesederhana itu. Buatlah anak selalu bercerita.

3. Anak perlu tidur yang cukup

Siapa yang anaknya suka bobo hingga larut malam sekali? Ehm, itu tidak baik ternyata.

Anak-anak perlu waktu tidur yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Maka, sebisa mungkin suruhlah mereka untuk tidur siang.

Ya.. Ya.. Aku tau sekali itu sangat sulit. Karena itu kadang aku sering sekali menemani anak untuk tidur siang. Walaupun ujung-ujungnya aku sendiri juga ikut tertidur.. Huft..

(Tapi tidak apa-apa, setidaknya aku punya waktu dimalam hari untuk begadang.. 😂)

4. Ibu.. Jadilah Pendengar yang Baik

Ada tidak sih ibu yang saat anaknya bercerita dia juga asik untuk mempertahankan komunikasinya dengan topik yang berbeda?

Sering loh terjadi seperti ini. Contohnya saat makan malam bersama. Anak biasanya sangat suka bercerita tentang hari-harinya di sekolah. Tapi, Ibu malah asik berbicara hal yang lain dengan Ayah tanpa mendengarkan anaknya. Atau, Ibu asik bercerita sendiri tentang kegiatannya tanpa mendengarkan pendapat anaknya.

Padahal, anak itu butuh sekali pendengar loh. Mereka perlu seseorang untuk mendengarkan cerita suka dan dukanya.

5. Berikan Anak Cinta tanpa Syarat

“Aduh, kenapa nilai matematika kamu jelek sih? ”

“Tapi nilai Bahasa Indonesiaku bagus loh ma, aku disuruh Ibu Guru ikut Lomba Menulis Cerpen nanti.. ”

“Tapi Nilai matematika kamu seharusnya tinggi juga donk.. ”

Dst dst

Itu adalah salah satu contoh percakapan yang aku ambil dari kasus yang umum terjadi. Benarkan? Ada yang merasa hidupnya juga demikian?

“Kadang kita selalu butuh alasan untuk mencintai anak kita.. Padahal mereka mencintai kita dengan tulus.. “

Menuntut anak bisa ini dan itu, sebuah ambisi dari seorang Ibu yang terkadang lupa bahwa ‘EveryChild is Special’. Sebuah tamparan untuk diriku sendiri yang terkadang juga khilaf dalam mendidik anakku. Karena itu, kadang aku salut sekali dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus namun tetap dapat mencintai mereka dengan tulus. Bahagia dengan perkembangan anaknya yang toh anakku sendiri sudah bisa melakukannya saat kecil. Sungguh, salut sekali. Dan terkadang malu rasanya.

Seperti orang tua.. Anak juga perlu dipahami dan dicintai apa adanya..

6. Cukupi Nutrisi Anak

Apa hubungannya Nutrisi dengan kebahagiaan? Oh ternyata hubungannya erat sekali..

Dokter Spesialis Anak Dr. Ariani Dewi Widodo, Sp. A(K) mengatakan bahwa Probiotik berperan penting dalam mengubah suasana hati anak. Dari proses sumbu microbiota usus hingga ke otak, probiotik secara paralel, menurunkan pelepasan kortisol karena stress, kecemasan dan prilaku depresi.

Wah, siapa sangka ya? Probiotik berperan sebegitunya untuk kebahagiaan. Jadi, sebagai orang tua sudah tugasnya untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi bergizi seimbang dan mengandung probiotik. Nah, Lactobacillus Reuteri merupakan salah satu jenis yang telah teruji secara klinis aman dan bermanfaat bagi tubuh. Pemberian probiotik ini dapat dilakukan melalui susu atau makanan yang difermentasi seperti tempe dan yogurt.

Jadi, apakah semudah itu memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi anak bergizi seimbang dan mengandung probiotik?

Jawabannya, tidak semudah itu.. Ferguso…

Karena itu, pada workshop Grow Happy Parenting kemarin kami para orang tua belajar skill baru dari game yang diadakan para pakar ini.

Gamenya apa? Game membuat Bento. Tau Bento kan ya? Bekal yang biasa dibuat oleh para mommy di Jepang untuk anaknya yang dibuat dengan bentuk yang lucu-lucu. Tujuannya apa? Agar anaknya senang memakan bekal buatan Ibunya yang penuh cinta dan juga nutrisi mereka terpenuhi, karena mereka bernafsu memakan makanan yang lucu-lucu itu tadi.

Ah, semangat sekali dong kami para emak-emak ketika tau game ini. Lalu, disediakanlah di meja kami masing-masing satu paket….. Ehm.. Playdough… 🤣

Oke, sumpah idenya kreatif sekali. Selain belajar membuat bentuk yang lucu-lucu, kami juga mengenang kembali masa kecil kami dulu.. Membuat es krim dari tanah liat. Dan sumpah ini tuh bikin fun banget.

Dalam waktu yang hanya 5 menit, kami disuruh membuat bekal pagi dan siang untuk anak. Tentu saja kami hanya memikirkan menu sederhana dalam waktu sesingkat itu. Yaah, something like Telur, nasi tersenyum, sayur, buah dan.. Aduh, apa pula ini yang aku buat? Ikan haruan? Hahahaha.. Khilaf karena terlalu sering membuat Ikan Haruan Panggang di rumah. 🤣

Dan Alhamdulillah ternyata barisan kelompok Female Blogger Banjarmasin mendapatkan juara 2…Yeay..

Acara pun berakhir, dan aku mendapatkan banyak pelajaran berharga pada workshop Lactogrow kali ini..

Bahwa Nutrisi yang diolah dengan Cinta akan membuat Stimulasi Anak optimal.. Dan mereka pun tumbuh dengan Bahagia..

Semoga Anak Kita Tumbuh menjadi Anak yang Bahagia di masa depan ya moms..

Happy Parenting!

Perlukah Tes Kecerdasan Anak Sejak Dini?

Perlukah Tes Kecerdasan Anak Sejak Dini?

“Farisha sih enak, udah nemu bakatnya. Pasti emaknya gak bingung mengarahkan kemana nanti..”

Itulah celoteh salah seorang orang tua murid di sekolah Farisha kala itu. Mendengarnya aku hanya nyengir lebar. Yah, karena bingung juga mau berkata apa. Karena yang ia katakan sesungguhnya toh tidak sepenuhnya benar.

Ya, jika kalian sering membaca cerita tentang Farisha di blog ini maka tentu kalian tau bahwa anakku Farisha berbakat dalam skill mewarnai. Ia telah memenangkan berbagai piala dalam bakat mewarnainya ini. Bakat ini telah ia asah sejak berumur 3 tahun. Dan bakatnya mulai berkembang sejak mengikuti berbagai kompetisi mewarna mulai dari TK Nol Kecil.

Banyak yang bilang padaku,

“Wah, kalau sudah besar Farisha jadi pelukis aja..”

“Jangan, bikin komik aja Farisha..”

“Bikin Kartun Farisha..”

Sungguh, meski sudah banyak yang mengusulkan padaku tentang profesi apa yang cocok untuk Farisha di masa depan nyatanya sebagai Ibunya aku masih sedikit bingung untuk mengarahkan bakatnya. Banyak pertimbangan yang harus aku lakukan. Lagi pula, dunia tidak sesimple itu. Punya satu bakat lantas bisa dikembangkan dengan menjuruskannya pada satu profesi saja sementara mengabaikan skill lainnya. Hmm.. Itu bukanlah goals parenting-ku.

Anak Visual.. Apakah Bakatnya Hanya Mewarnai dan Menggambar?

Sejauh ini, aku meyakini bahwa Farisha adalah tipe anak visual. Anak yang mudah mengerti ketika belajar jika dia melihat gambaran nyata disertai dengan penjelasan. Farisha memiliki kemampuan auditori yang rendah, karena itu ia sangat sulit menghafal. Karena itu, jika sedang belajar dengan Farisha aku berusaha memvisualisasi segala penjelasan dari mulutku. Ya, anak visual selalu butuh kertas dan pulpen.

Karena itu dunia belajar Farisha sejauh ini selalu dipenuhi dengan gambar dan warna. Sampai suatu hari aku berpikir, “Hmm.. Apakah bakat anak visual itu memang hanya dibidang mewarna dan menggambar?”

Dan pemikiranku berkembang pesimis ketika suatu hari aku berkunjung ke TK Farisha. Aku melihat Guru TKnya bertanya kepada semua anak tentang Ejaan yang dilontarkannya. Aku shock ketika melihat anakku pulang paling terakhir karena tidak bisa menjawab pertanyaan Gurunya. Ya.. Aku sudah bilang kan.. Farisha lemah dalam auditori. Jika ia mendapatkan pertanyaan tidak tertulis maka ia bingung memecahkan jawabannya. Sejak itu aku bertekad bahwa anakku harus bisa menyamai standar kemampuan auditori pada umumnya. Ia harus mulai melatih hal ini. Bukan membiarkannya.

Karena Tidak Dipungkiri, Kecerdasan Multitalenta itu diperlukan

Banyak orang berkata bahwa setiap anak itu spesial. Mereka memiliki bakatnya masing-masing yang kita perlukan hanyalah mengarahkan bakat spesialnya itu.

Sesungguhnya, aku tidak terlalu setuju dengan pemikiran ini. Misalnya ketika kita tau anak hobi mewarnai, maka kita hanya memfokuskannya pada skill itu saja dan membiarkan kemampuan yang lainnya dibawah standar. Mungkin maksud hal ini adalah agar anak menyenangi dunianya tapi jika dibiarkan terus menerus maka ia sebenarnya tidak dapat mengembangkan bakatnya.

Kenapa? Karena untuk terjun ke level berikutnya dari hobi mewarnai maka anak harus dapat memiliki skill penunjang lainnya. Seperti kemampuan bercerita, membaca, menulis dan mendengarkan dengan baik. Kemampuan lainnya ini penting untuk dipelajari dan memenuhi standar kompetensi.

Jika anak dapat mempelajari skill penunjang dengan baik maka skill penunjang itu akan memperluas dunia hobinya. Tentunya ini akan berpengaruh terhadap pemilihan cita-cita dan profesinya kelak di masa depan.

Ketika Aku Mengalami Kesulitan Untuk Mengembangkan Skill Penunjang Anak

Sebelum ini, aku pernah bercerita tentang jatuh bangunku dalam melatih Farisha belajar membaca. Memang menurut psikolog anak, seumur Farisha toh jangan terlalu serius banget diajarin membaca. Tapi yang namanya orang tua, kadang kita tuh ingin selalu merangsang anak untuk bisa belajar dengan cara yang menyenangkan. Memakai metode inilah.. Itulah..

Inginnya sih menyenangkan ya.. Tapi, realitasnya kadang mengajari anak itu terbawa emosi juga. Kadang seorang ibu yang tergolong newbie sepertiku suka marah kalau anakku melupakan pelajaran yang selalu ku ulang-ulang. Sering aku bertanya pada diriku sendiri.. “Duh, aku kok begini banget ya sama anak ngajarinnya. Kalo dia bete n tertekan sama gaya ajarku bagaimana?”

Baca juga: Suka Duka Mengajari Anak Membaca

Walau akhirnya anakku berhasil juga menguasai skill membaca tanpa mengeja dan menulis kata-kata yang kusebutkan.. Rasanya masih ada sesuatu yang janggal. Ada pertanyaan-pertanyaan kecil dalam hatiku seperti..

“Metode belajarku sudah sesuai belum ya sama kemampuan Farisha?”
“Jangan-jangan aku terlalu memaksakan diri..”
“Aduh, di-point ini dan ini tuh kadang aku suka terbawa emosi..”

Hmm.. Sepertinya aku perlu mengenal kecerdasan anakku dulu agar aku dapat mengetahui metode belajar mana yang lebih bagus untuknya.

Anakku Butuh Tes Kecerdasan Sejak Dini Agar aku tau Bagaimana Cara Mengembangkan Bakatnya dengan Baik

Beberapa bulan yang lalu, ada tamu asing datang kesekolahan Farisha dan menawarkan untuk melihat tipe kecerdasan anak melalui sidik jari anak. Dengan biaya yang menurutku tidak murah itu, entah kenapa aku tidak terlalu percaya. Karena aku tidak pernah ya membaca jurnal atau apapun yang menjelaskan bahwa sidik jari dapat melihat tipe kecerdasan anak. Ah, entahlah terlihat tidak masuk akal saja bagiku.

Sampai suatu hari aku mengetahui tentang AJT CogTest. AJT CogTest merupakan Tes Kognitif pertama yang dikembangkan berdasarkan norma Indonesia dengan proses pengembangan yang sistematis melibatkan lebih dari 250 psikolog Indonesia dan hampir 5.000 anak Indonesia sehingga menghasilkan produk tes yang berkelas dunia.

Landasan teori psikologi yang dipakai merupakan teori paling mutakhir dan komprehensif di dunia saat ini. AJT CogTest mengukur delapan bidang kemampuan kognitif anak usia 5 sampai dengan 18 tahun sehingga kekuatan serta kelemahan kemampuan berpikir anak dalam belajar dapat teridentifikasi secara lengkap dan jelas. Inovasi tes kecerdasan terbaru ini dikembangkan oleh PT Melintas Cakrawala.

“Anak-anak memiliki keterampilan, minat, dan kekuatan serta kebutuhan belajar yang berbeda. Hasil laporan AJT CogTest yang pasti dan mudah dipahami, memungkinkan orang tua dan guru untuk mengarahkan anak dengan informasi yang komprehensif tentang kemampuan kognitif setiap anak, serta membantu memahami pembelajaran anak mereka.” Kata Chief Executive Officer PT MCI, Ari Kunwidodo.

Yah, kuakui aku sangat setuju dengan kalimat awal dari Ari Kunwidodo ini. Kebutuhan belajar anak memang berbeda karena itu sebagai orang tua kita perlu sekali mengenal seperti apa kecerdasan anak kita. Agar kita tidak terlalu over emosi dalam mengajari anak karena kesalahan metode juga tidak terlalu lengah karena terlena pada satu kelebihan saja.

Kenapa sih aku begitu percaya dengan #AJTCogTest ini? Karena Kebanyakan alat tes IQ yang banyak dipakai di Indonesia disadur dari luar negeri sehingga belum sesuai norma yang ada di Indonesia. AJT CogTest ini beda, ia adalah alat tes kognitif yang dirancang oleh psikolog dan ahli psikometri Indonesia maupun internasional untuk anak Indonesia.

Nah, Jenis paket Tes Kognitif AJT ini ada dua diantaranya adalah:

1. AJT CogTest Full Scale

AJT ini dapat Mengidentifikasi 8 kemampuan kognitif lengkap yang menampilkan profil lengkap kekuatan dan kebutuhan belajar anak. Biayanya sebesar 760.000

2. AJT CogTest Comprehensive

Nah, kalau yang ini khusus diperuntukkan ketika seorang anak memerlukan data lebih terperinci untuk dianalisis, psikolog akan merekomendasikan tambahan tes. Biayanya sebesar 1.200.000

Untuk hasil dari tes ini juga cukup cepat loh. Hasil AJT CogTest akan dikirimkan berupa softcopy melalui surat elektronik (email) dalam waktu 7 sampai dengan 14 hari kerja setelah tes dilakukan.

Bagaimana? Aku sih tertarik banget untuk mencoba AJT CogTest ini. Kalau kalian juga tertarik bisa kunjungi situs melintascakrawala.id atau hubungi melalui aplikasi WhatsApp di nomor 087883258354.

“Karena potensi anak sejak dini penting untuk diketahui agar kita dapat mengembangkan bakat mereka untuk kesuksesan di masa mendatang..”

#YukKenaliAnakKita

Janji kepada Diri Sendiri: Aku Akan Menjadi Orang Tua yang menghormati Opini Anak Gadisku Kelak

Janji kepada Diri Sendiri: Aku Akan Menjadi Orang Tua yang menghormati Opini Anak Gadisku Kelak

Wah, judulnya.. Apakah Anda sedang baper duhai penulis shezahome?

Ya, dibilang baper sih tidak juga. Hanya saja aku menulis ini untuk menjadi pengingat kepada diriku beberapa tahun mendatang. Pengingat bagi diriku sendiri yang mungkin saja beberapa tahun mendatang otaknya tidak sewaras sekarang karena berbagai faktor. Pengingat kepada diri sendiri bahwa ketika anakku beranjak dewasa kelak.. Pasti akan banyak sekali perbedaan pendapat yang akan menimbulkan konflik diantara kami.

Tentang Menghadapi Anak yang Beranjak Dewasa

Jadi, tulisan kali ini tentang apa?

Yup, its all about the future.

Tentang khayalanku menghadapi anak yang beranjak dewasa kelak. Memang, anakku sekarang masih tergolong dalam umur anak-anak. Namun, kurasa pengalamanku dengan Mama telah mengajari segalanya.

Sebagai anak yang paling sering bertengkar dengan mama diantara 3 saudara yang lain, tentu pahit manis pertengkaran sudah sering aku lewati. Dimulai dari saling menangis, mogok makan, hingga tidak mau berteguran dengan Mama. Ya, aku mengalami semua itu pada masa remajaku. Aku pernah menjadi anak pembangkang, bahkan pernah hampir dibilang durhaka oleh Mama.

Baca juga: Surat untuk Mama, Maaf Aku hanya bisa menjadi Ibu Rumah Tangga Saja

Pengalaman mengajari segalanya. Walau aku adalah anak yang paling sering berkonflik dengan Mama, namun aku juga merupakan anak yang memiliki ikatan batin terkuat dengan Mama. Ketika Mama sedih, gelisah, bingung.. Mama akan lari mengadu padaku. Seakan aku adalah solusi yang dibutuhkan. Mungkin juga sih, karena aku adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarga. Jadi, feeling kami lebih terasa nyaman dan nyambung.

Berikut adalah beberapa catatan untuk diriku sendiri dimasa depan ketika menghadapi anak remaja. Maka wahai diriku.. Ingatlah bahwa pernah menulis ini..

Ingatlah Bahwa Kita Pernah Muda

Belakangan, aku sangat sering dihadapkan pada konflik orang tua vs anak remaja. Ada yang mencaci dan mengutuk kelakuan anak remajanya. Ada pula yang membiarkan kelakuan anak remaja mereka begitu saja, menuruti segala kehendak mereka dengan alasan.. “Yah, aku dulu gak bisa begitu paling enggak anak bisa merasakan manisnya masa remaja.”

Ada pula yang tidak mau mendengarkan pendapat anak remajanya. Tidak memberikannya kesempatan untuk mengemukakan pendapat dengan alasan, “Mama dulu gak pernah nyahut sama orang tua kayak kamu ini loh! Kalo nyahut pasti langsung dilempar sambel mulutnya! Kamu kok berani sekali?”

Memang, ada hadis Nabi yang berkata bahwa sebagai anak kita tidak boleh sekalipun berkata ‘Ah’ pada orang tua maupun mengeluh. Sebagai seorang anak, kita diharuskan untuk selalu menaati perintah orang tua. Tapi, ingatlah kita akan pola asuh yang dianjurkan oleh Ali.

Jadikan Anakmu Raja hingga berumur 7 tahun..
Jadikan Anakmu Tawanan dari umur 8 sampai 14 tahun..
Jadikan Anakmu TEMAN dari umur 15 sampai 21 tahun..

Artinya sebagai orang tua yang baik, saat terjadi perbedaan pendapat dengan anak kita yang sudah beranjak remaja maka kita tidak boleh melakukan pembenaran kekanak-kanakan dengan alasan, “Gak boleh menyahut pada orang tua..” apalagi mengatakan bahwa mereka adalah Anak Durhaka, Bodoh, dsb. Ingatlah, setiap perkataan orang tua itu adalah Doa.

Kita harus mengingat dan reframing dengan keadaan mereka. Ingatlah, kita pun pernah muda. Banyak hal yang tidak kita ketahui tentang dunia ini, adalah wajar ketika remaja merasa penasaran akan dunianya.

Adalah wajar saat remaja mengemukakan pendapat realistisnya dari ilmu yang didapatkannya.

Adalah wajar saat remaja menentang hal yang tentu saja ia rasa benar. Apalagi jika pendapat tersebut dilandasi ilmu yang benar.

Yang harus kita lakukan sebagai orang tua kekinian adalah tidak menutup diri pada perubahan lingkungan, ilmu pengetahuan, dan selalu update pada era teknologi terkini namun tidak melupakan ajaran terbaik dari yang terdahulu.

Jadilah orang tua yang berkembang sesuai dengan perubahan zaman.

Kenapa? Agar kita benar-benar bisa menjadi teman yang baik baginya. Tidak sekedar menyalahkan segala opini yang keluar dari mulut lugunya.

Jika Kita Ingin Memiliki Anak yang Berempati, maka Kita Harus Memiliki Empati yang Lebih Besar.

Masih segar rasanya cerita tentang tantrum yang dialami Farisha dahulu. Tantrumnya memang amat sangat singkat sehingga hampir tidak ada yang tau bahwa Farisha pernah mengalami tantrum. Bahkan, banyak yang bertanya padaku, “Bagaimana bisa mengatasi tantrum pada anak dalam waktu sesingkat itu?”

Baca juga: Empati, solusi untuk tantrum anakku

Jujur saja, aku bukan penganut menjadikan anak Raja pada fase Farisha kecil. Aku penganut mengajarkan Farisha Rasa Kasihan. Mungkin, ini terjadi karena aku sempat terkena Post Partum Depression. Sehingga aku selalu menyuruhnya memahamiku. Aku membiarkannya melihatku dalam keadaan sedih saat berdua dengannya, tak jarang menangis sendiri. Untuk hal seperti ini, tentu saja tak boleh kalian tiru.

Baca juga: Mengeluh pada Anak, Yay or Nay?

Tapi karena hal ini pula, Empati Farisha secara prematur tumbuh. Ia mulai menyukai hal-hal yang berbau kesedihan dan memahami penyebabnya. Karena itulah ia tidak mengalami tantrum seperti anak-anak pada umumnya. Hingga kini, hal yang paling disenanginya adalah Mewarnai Obyek Kesedihan dan Menggambar Air mata. Ya, aku serius.

Aku tidak menganggap hal ini sebagai kelainan. Apalagi setelah aku berusaha bangkit melawan PPD. Empatiku pada Farisha perlahan-lahan tumbuh makin dalam. Dan saat ia mengalami berbagai konflik di sekolahnya, termasuk saat ia mulai ingin menjadi seperti teman-temannya, dibully, hingga keras hati yang mendadak muncul. Aku melakukan reframing yang mendalam padanya. Aku memeluk dan membacakan buku cerita yang serupa dengan kisahnya. Memberinya sebuah pembelajaran hingga akhirnya ia paham akan jalan pikiranku.

Begitulah hal yang seharusnya kita lakukan saat perbedaan pendapat dan konflik muncul. Empati kita pada anak harus lebih besar. Agar ia menghormati dan menyenangi kita, bukan membuatnya TAKUT dengan kita.

Karena akan ada masanya si kecil tidak semanis ini lagi dan kita harus mempersiapkan mental dimulai dari sekarang..

“Nikmatilah masa-masa berdua saja dengan anakmu yang masih kecil, karena kelak suatu saat nanti ia tidak akan semanis ini lagi.”

Aku sangat menyadari masa-masa itu PASTI akan datang. Apalagi dalam pergaulan sekarang, anak-anak terasa cepat sekali berubah. Mereka cepat sekali menemukan role mode yang baru. Karena lingkungan telah berubah. Perkembangan teknologi dan komunikasi menuntutnya untuk mencari jati diri dengan cara yang lain.

Dan setiap zaman ke zaman. Mode pencarian jati diri ini mengalami perubahan. Itulah yang harus kita sadari.

Zamanku dulu saja misalnya, aku sangat tergila-gila dengan Kpop dan Boyband. Memasang poster berbagai boyband di kamar. Bernyanyi tidak karuan dikamar mandi. Malas memakai Jilbab kesana kemari. Menghabiskan uang jajan untuk warnet dan majalah. Benar-benar masa remaja yang tidak produktif. Terlalu banyak mengkhayal dan lupa dengan dunia nyata. Ada yang sama? Haha..

Tapi itu semua ada penyebabnya. Pada zamanku misalnya, aku melakukan itu semua karena ruang pergaulanku dibatasi oleh mama. Tidak boleh berteman dengan ‘si anu’, tidak boleh keluar rumah kalau bukan karena ‘ini’, tidak boleh bla bla bla. Dan percaya atau tidak dari SMA hingga kuliah aku stuk berteman dengan jenis makhluk laki-laki di dunia nyata. Aku mengalami krisis percaya diri sehingga malas sekali ikut berbagai kegiatan di dunia nyata. Jadi, aku mencari pencarian kesenangan di dunia lain dengan alasan pencarian jati diri. Dan hingga saat ini dunia maya adalah candu. Thats Why Blog dan Sosial Media adalah bentuk ekspresi yang sudah menjadi candu untukku. Kadang aku berpikir bahwa Introvert itu dibentuk bukan natural ‘dari sononya’

Lantas Apa aku harus memperlakukan Farisha dengan sama?

“Tapi efeknya baik kan win? Kamu jadi anak baik-baik hingga dewasa dan menikah karena batasan-batasan yang diberikan oleh Orang Tuamu”

Ya efeknya memang baik. Tapi baiknya kebablasan. Hihi

I mean.. Kebablasan hingga aku tidak bisa berekspresi seperti apa yang aku mau. Merasa ketinggalan dengan perkembangan teman-teman yang lain. Tidak dapat menonjolkan bakat seperti apa yang aku inginkan. Karena setiap keinginan itu muncul, pertengkaran dengan Mama adalah hal yang pasti terjadi. Dan aku sangat membenci itu.

Aku tidak ingin Farisha tumbuh seperti itu. Sebagai anak yang terlalu penurut padaku karena ‘takut’. Aku ingin ia memiliki keinginan sendiri untuk langkah kedepannya dan aku ingin menjadi teman setia yang mengiringinya. Bukan menjadikannya boneka yang pasrah dengan dalangnya. Bukan pula menjadikannya untuk penakut padaku.

Maka hei diri sendiri, tolong ingatlah janji ini. Janji di masa depan nanti.

IBX598B146B8E64A