Tentang Caraku Mengajari Anak Membaca yang Menyenangkan
Masih ingat dengan kata-kata Farisha ini?
“Tapi pica ga suka membaca. Pica bisa kok mengerti sama buku cerita ini hanya dengan memperhatikan gambarnya.”
Ya, kurang lebih begitu. Kata-kata Farisha sekitar 3 bulan yang lalu. Saat itu, aku mulai berusaha mengajarinya membaca. Masih perlahan, namun aku dapat melihat bahwa ia tidak antusias saat aku ajari membaca. Yah, tidak sesemangat saat ia aku ajari mewarna.
Farisha memang hoby sekali dengan aktivitas mewarnai dan menggambar. Aku toh membiarkannya mencintai hoby ini, bahkan mendukungnya. Ia selalu aku ikutkan dalam berbagai kompetisi lomba mewarna. Saat ini, sudah 6 piala yang telah ia dapatkan. Empat piala diantaranya adalah Juara 1.
Menurutku, untuk anak seumur Farisha (5 tahun) sungguh tidak pantas diajari membaca dan menulis dengan menyesuaikan standar keharusan. Aku terbiasa mengajarinya hanya dengan metode santai atau menyelipkan permainan dengan berbau huruf dan angka. Mungkin, mak mak zaman now mengenal metode ini dengan sebutan montessori.
Lalu, Apakah Anakku Berhasil Membaca dengan Metode Montessori?
Well, sebagai seorang anak dari Guru TK. Aku cukup sering disuruh mama untuk menyediakan bahan ajar untuk murid-murid di TK mama. Sebut saja itu kartu huruf beserta gambar, kartu angka beserta gambar dll untuk bahan bermain anak di sekolah. Pengalaman ini membuatku sedikit banyak tahu bahwa anak TK akan cepat mengerti dunia kognitif dengan bermain, bukan menulis plek ketiplek di meja belajar sambil mengeja.
Hal ini pula yang aku terapkan pada Farisha. Aku mengajarinya Huruf dan Angka dengan meniru gambar dari berbagai binatang yang mirip dengan huruf dan angka tersebut. Aku mengajarinya sambil bermain dimulai dari dia belum sekolah (masih 3,5 tahun). And its work. Saking semangatnya, aku bahkan mendownload aplikasi permainan marbel belajar huruf, belajar angka, dan belajar membaca di smartphoneku. Dalam waktu beberapa bulan, Farisha sudah hafal huruf dan angka beserta konsep gabungan huruf mati dan huruf hidup. Seperti Ba-bi-bu-be-bo.. Ca-ci-cu-ce-co.. Dll..
Dan, ketika Farisha bersekolah di TK nol kecil. Semua memorinya tentang gabungan huruf mati dan hidup itu hilang. Hahahaha.
Aku akui ini salahku memang. Aku rajin membacakan Farisha buku cerita. Namun, aku hanya mengajaknya berimajinasi lewat gambar tanpa menyuruhnya untuk belajar membaca judul di sampulnya. Aku tidak rajin mengulang-ngulang. Bahkan, aku terbawa dengan pembelajaran di TK Farisha yang di mulai dari 0. Termasuk menyanyikan, “Satu seperti lidi.. Dua seperti bebek.. Kwek.. Kwek.. Dst..”
Farisha akhirnya tumbuh menjadi anak yang sangat mencintai dunia kreativitas, gambar dan pewarna selama di TK nol kecil. Aku mendukungnya mengikuti berbagai perlombaan mewarna. Ia juga mulai lihai dalam kemampuan sosial. Dan karena saking sibuknya dengan aktivitas yang mengasah otak kanannya, aku sampai lupa untuk menyeimbangkannya dengan kemampuan kognitifnya. Termasuk itu menghafal dan membaca.
Hmm.. Bagaimana ya.. Soalnya aku juga termasuk tipe emak yang bersemangat dalam mengajari menggambar atau mewarnai. Mungkin, ini adalah bakat masa kecilku dulu.
Sampai suatu ketika, Farisha sudah nol besar dan mulai belajar membaca. Bahkan, guru di sekolahnya selalu saja memberi tebakan membaca sebelum pulang sekolah. Dan, betapa shocknya aku melihat ketika anakku yang biasanya begitu aktif, jarang sekali mengangkat tangannya. Atau, ketika ia mengangkat tangan.. Jawabannya selalu salah.
Aku merasa menjadi Ibu yang gagal pemirsa.. Hahaha..
Lalu, aku mulai mengencangkan ikat kepalaku dan semangat untuk mengajari Farisha membaca. Nah, berikut ini adalah metode-metode unik yang pernah aku terapkan kepada Farisha.. Sampai akhirnya aku menemukan metode yang berhasil untuknya.
1. Metode Jari
Sampai sekarang aku meyakini bahwa anakku adalah tipe visual yang suka berimajinasi. Karena itu aku mempermudah pola pikirnya dengan mengenalkan huruf hidup melalui perwakilan dari jari-jari kecilnya.
source: highlight igs @aswindautari
Metode ini dapat teori dari mana?
Aku mengarang lebih tepatnya. Hahaha.
Aku hanya berkaca sebenarnya. Dulu, aku sangat mudah belajar dengan menggunakan jari. Termasuk mengenal pola Pencatatan Akuntansi yaitu Harta (H), Utang (U), Modal (M), Pendapatan (P) dan Beban (B). Aku selalu mewakili kelimanya dengan jari. Karena terkesan mudah untuk metode pencatatannya. So, kenapa tidak mencobanya dengan mewakili huruf A, I, U, E, O kepada jari-jari?
Lalu, aku bilang kepada Farisha, “Farisha, setiap ibu bertanya, bayangkan bahwa jempol farisha mewakili A, telunjuk mewakili I, jari tengah mewakili U dst.. Nanti Farisha bisa loh membaca tanpa mengeja..”
Kurang lebih selama satu minggu aku mengajari Farisha dengan metode ini. Tangannya bahkan tak pernah absen dengan coretan. Termasuk juga tanganku. Bagaimana hasilnya?
Well, meski aku akui.. Metode ini merupakan pengenalan mind mapping gabungan huruf mati dan hiduo yang sederhana. Namun, bagi Farisha metode ini agak sulit. Karena ia tidak bisa mengingat perwakilan-perwakilan jari-jarinya. Farisha lemah dalam hal menghafal.
Kelebihan metode ini sih.. Hemat kertas beb. Haha.
Lalu, setelah seminggu berlalu. Aku mulai beranjak ke metode kedua..
2. Metode Bercerita
Anak mana yang tidak suka bercerita? Semua anak pasti suka, tidak terkecuali Farisha. Ia selalu protes setiap kali aku mengelak untuk membacakannya buku cerita sebelum tidur. Baginya, membaca buku adalah rutinitas wajib.
So, kenapa tidak untuk mengajari anak membaca melalui cerita?
Aku lalu mulai mengajari berbagai pola huruf dengan bercerita. ‘BA, BI, BU, BE, BO’.. Babi-Bibi-Bubur-Bebek-Bola.
source: highlight igs @aswindautari
Aku memulai dengan cerita yang sederhana. Sambil rebahan dengan Farisha, aku bercerita tentang Babi yang kabur, Bibi yang ingin makan Bubur, dan Bebek yang dikejar-kejar oleh Bibi. Tiba-tiba datang Bola kearah Bibi dan melesat lalu mengenai Babi.
Bagaimana hasilnya?
Anakku senang dong. Senang banget. Haha.
Tapi, walau aku suka berusaha keras menekankan Obyek Babi, Bibi, Bubur, Bebek dan Bola.. Dan secara final menyimpulkan bahwa mereka adalah huruf mati yang bertemu huruf hidup dengan bunyi berbeda.. Tapi Farisha tak bisa fokus dengan penyampaianku. Dia hanya fokus dengan cerita. Yah, hal ini juga terjadi sampai 1 minggu lamanya.
Well, saatnya aku mengubah metode lagi..
3. Metode Pola
Anakku senang bermain Puzzle. Puzzle pula yang telah mengajarkannya urutan abjad huruf dan angka. Ketika melihat anakku senang dengan rangkaian puzzle, ide itu tiba-tiba terlintas dibenakku.
Mungkin, Farisha akan lebih mengerti dengan melihat pola beruntun pada tulisan. Bagaimana kalau aku menyusun tulisan BA, BI, BU, BE, BO dengan kata perwakilan… Lalu ia meniru hasil tulisan itu dengan merangkai huruf-huruf dari puzzlenya?
Babi-Bibi-Bubur-Bebek-Bola.
Aku lalu melingkari huruf mati dan hidup yang aku tekankan bunyinya. Sementara itu, Farisha aku suruh untuk menyusun huruf berdasarkan tulisanku.
“Mama, Huruf U-nya gak ada lagi”
“Balik aja Huruf ‘C’ nya sayang..”
“Mama, Huruf ‘I’ nya gak ada..”
“Cari Huruf ‘L’ kecil..”
“Mama, huruf ‘A’ nya habis..”
“Tulis huruf ‘A’ sendiri.. Lalu gunting..”
Yah, itulah percakapan yang sering terjadi dalam proses belajar kami. Seiring berjalan waktu, Farisha sudah hafal bunyi dari gabungan huruf mati dan huruf hidup sampai dengan Za, Zi, Zu, Ze, Zo. Kadang, aku menyuruhnya untuk membolak balik puzzle untuk menyerupai huruf yang dimaksud. Maklum saja, aku tipe emak yang berprinsip ‘Manfaatkan apa yang ada’ dibanding ‘serba beli’. Yes, tim mak ngirit garis keras. Haha
Positifnya prinsip mak ngirit ini adalah Farisha akhirnya mahir sekali menulis dan menggunting huruf. Akhirnya, aku mulai menyimpan puzzle-puzzle itu lagi di lemari dan kini.. Farisha sudah bisa menulis apa yang aku sebutkan.
Berapa lama proses pembelajaran melalui Teknik Pola ini?
Satu Bulan. Dan penuh suka duka. Haha.
Intinya, memakai metode apapun kita harus KONSISTEN dalam mengajari anak. Konsisten yang bagaimana? Konsisten yang aku maksud adalah…
1. Konsisten dengan Metode
Sudah tau anak lebih menyukai metode belajar seperti apa? Konsistenlah dengan menuruti cara berpikirnya.
Jangan mengajaknya untuk menjadi seperti kita. Tiap anak punya pola pikir unik tersendiri. Jika ia lebih suka dengan metode mengeja.. Kenapa tidak?
Ada memang beberapa anak yang Auditori. Dia lebih nyaman dalam menggunakan pendengarannya dibanding penglihatannya. Sehingga, ketika ia melihat huruf.. Otomatis dia menyuarakan huruf tersebut terlebih dahulu kemudian menyebut gabungannya. Yah, ada yang bilang bahwa metode Mengeja itu Kuno. Tapi, dalam beberapa kasus memang banyak anak yang lebih nyaman membaca dengan mengejanya terlebih dahulu.
Tugas kita hanya mengenali bagaimana sih anak kita ini? Dia lebih nyaman seperti apa? Lalu.. Ikutilah cara berpikirnya.
2. Lakukan Pengulangan dan Disiplin
Sudah mendapatkan metode yang menyenangkan? Lakukan saja pengulangan. Jangan malas untuk merangsang anak berpikir dengan dalih “Ah.. Anak jangan dipaksa-paksa belajar.. Nanti dia juga bisa sendiri..”
Itu racun bu..
Siapa bilang anak tidak butuh pengulangan ketika ia sudah bisa? Pengetahuan itu harus rajin diulang-ulang. Termasuk itu membaca.
Cara sederhanaku dalam melakukan pengulangan adalah dengan disiplin membacakan Farisha buku cerita. Prinsipku, sebelum ia ingin minta bacakan buku cerita.. Maka ia harus tau dulu dengan Judulnya. Jika ia malas membaca judulnya, maka aku tidak akan membacakannya buku cerita.
3. Selalu Rangsang Rasa Ingin Tahu Anak dengan Membaca Hal-hal kecil yang berada di dekatnya
“Farisha mau kesini? Mau beli apa?”
“Mau beli Coklat..”
“Buka gak ya warungnya..”
“Enggak tau ma”
“Hmm.. Ada kok tulisannya.. Coba baca tulisan warna merah itu..”
“BU.. KA.. Buka katanya ma.. Ayo kita masuk..”
Percakapan diatas adalah contoh yang mengingatkan anak untuk terus mengasah kemampuan membacanya. Hal lainnya adalah..
“Mama beli Keju..” kata Farisha sambil memasukkan keju kekeranjang belanjaku.
“Yakin itu Keju?” kataku memancing curiga
“Iya, ini Keju.. Masa bukan sih..”
“Baca dulu..”
“KE.. JU.. CHEDDAR.. Cheddar tu apa ma?”
“Bahasa Inggris itu.. Artinya keju..”
“Ooo…”
Dan, jika rasa ingin tahu anak mulai tumbuh melalui segala tulisan. Ia akan mulai selalu bertanya lagi lagi dan lagi. Sampai ke papan iklan, sampai ke mana saja ia akan membaca segalanya.. Seperti..
“Mama yakin ini kipas angin?”
“Iya dong.. Ini kipas angin..”
“Nah, coba baca.. ‘MI-YA-KO’, Ini Miyako ma.. Bukan kipas angin..”
😂😂
Fun Fact Tentang Pola Pikir Farisha dalam Meraba Ejaan
Nah, aku punya fakta konyol sebenarnya tentang keberhasilan Farisha dalam belajar membaca. Fakta itu adalah ia tidak bisa menerima gabungan antara bunyi dua huruf hidup. Ya.. Seperti…
Ia – buang – duit – buaya – kasian – dsb..
Dalam ejaan farisha.. Kata-kata diatas seharusnya dituliskan begini..
Iya bukan ia
Buwang bukan buang
Duwit bukan duit
Buwaya bukan buaya
Kasiyan bukan kasian
Menurutnya, seharusnya kalau kata tersebut berbunyi seperti W dan Y maka penulisannya pun seperti itu. Hahaha.
Entah sudah berapa kali aku mengulang hal ini. Dan sepertinya masih belum berhasil hingga sekarang.
Haruskah EYD disempurnakan kembali karena dirimu Farisha? 😂
***
Well, sebagai penutup.. Sebenarnya aku bukan tipe emak yang rajin membaca teori dan buku untuk mengajari anak. Ada beberapa buku cuci gudang yang aku beli tentang parenting termasuk mengajari anak membaca. Namun, Aku hanya membaca intinya saja dan menerapkan yang aku bisa. Mungkin, aku pernah curhat di blog ini bahwa aku bukan tipe Mommy yang suka Teori Parenting walau senang menulis parenting.
Karena menurutku, teori hanyalah teori. Jika kita terlalu menurut pada teori hasilnya akan kaku. Tapi, jika kita benar-benar memahami cara belajar anak kita maka hasilnya memuaskan.
Bagiku, anakku dan masa laluku adalah sumber pembelajaran utamaku. Sementara teori parenting adalah sebuah metode yang harus aku ambil yang mana yang paling aplikable saja.
Ini adalah caraku mengajari anak membaca. Bagaimana dengan kalian?
😉