Browsed by
Category: Motherhood

Tentang Belajar Memaafkan Tragedi Mom Shaming

Tentang Belajar Memaafkan Tragedi Mom Shaming

“Bukan emak-emak namanya kalau belum pernah berhadapan dengan tragedi mom shaming.. “

Kalimat itu sontak langsung aku tertawakan sendiri. Lucu. Dan memang benar sih sesungguhnya. Obrolan renyah dengan teman masa kecilku itu membuka sudut pandang baru tentang tragedi mom shaming yang selama ini tentu saja sering terjadi di kalangan ’emak-emak’

Yaaa… Aku sendiri sebenarnya sudah sering mengalaminya. Bahkan aku juga pernah menulis solusi menghadapi mom shaming. Disisi lain, aku juga pernah menulis tentang mengapa ada ibu-ibu yang gampang sekali baper?

Dan hari ini, aku ingin fokus menulis tentang hal yang lebih sulit. Yaitu.. Memaafkan.

Memaafkan itu Sungguh Sulit

Sulit banget. Memaafkan itu sulit banget genks.

Bahkan ada yang bilang begini, “Aku mungkin memaafkan, tapi aku tidak akan pernah melupakannya.. “

Duh, kalau sudah nemu kalimat begini itu artinya lukanya dalem banget. Bahkan besar kemungkinan kalau ini hanya fase ‘pura-pura memaafkan’. Sesungguhnya, akupun pernah berada dalam fase itu. Berpikir, “Ih kok jahat banget sih ya bilang begitu? Kok memojokkan aku ya? Padahal kita kan sama-sama Ibu?”

Penyebabnya sepele sih sebenarnya. Biasalah, basa basi curhat kehidupan emak-emak malah ujung-ujungnya jadi mom war. Yang satu curhat di sosial medianya, yang satu malah merasa curhatan temannya receh dan menyerang begitu saja. Something like mak emak yang ngeluh kerjaan di rumah gak ada apresiasi.. Lalu di judge sama emak pekerja, “Kamu harusnya bersyukur.. Di rumah aja..bla bla.. Coba aku nih, cape tau seharian bla bla.. “

Ini cuma contoh ya. Banyak sih penyebab mom war dan mom shaming itu. Tapi penyebab paling utama ya karena Emak-emak ini merasa paling benar dan emak yang satunya.. Merasa tidak dihargai ketika berbicara keluhan.

Dan banyak hal lain penyebabnya sebenarnya. Berhadapan dengan mom shaming berkali-kali membuatku belajar untuk selalu bisa berempati dengan kehidupan ibu lainnya. Tapi untuk hal memaafkan mom shaming.. Sungguh itu sangat sulit. Haha..

Memaafkan orang yang melakukan mom shaming pada diri kita, bahkan dia merasa tidak bersalah dan malah melabeli kita ‘mamak baperan’ itu sangat sulit. Apalagi, doi mah.. menyesal pun tidak. Tapi, bukan aku namanya kalau membiarkan perasaan hitam bersemi dalam diri. Aku harus belajar memaafkan, sekalipun orang tersebut tidak menyesal dan tidak pernah meminta maaf bahkan terus saja mengulangi hal yang sama.

Karena aku yakin, hal ini tuh receh. Dan ini akan terus terjadi. Akan selalu ada orang-orang yang ‘judge’ sama kehidupan kita. Maka, sebelum orang tersebut menyesal dan minta maaf. Maafkan saja terlebih dahulu.

Lingkaran Setan Terus Berlanjut Jika Aku Tidak Memaafkan

Hal yang membuatku bertekad untuk memaafkan segala tragedi mom shaming adalah karena mom shaming itu menular. Ini serius.

Hati yang gelap itu, membuatku terus berpikir negatif.

Aku bukan tipikal penyerang balik jika direndahkan oleh orang lain. Aku adalah tipikal yang ‘pura-pura baik-baik saja’. Tapi dibelakang orang tersebut aku meredakan rasa kesal dengan melampiaskannya kepada yang lain.

Aku pernah melampiaskan rasa kesal tersebut pada anakku. Aku juga pernah melampiaskan rasa kesal tersebut dengan memecahkan piring. Puncaknya, aku juga pernah melampiaskan rasa kesal tersebut dengan ‘menghargai dan meninggikan’ diriku sendiri di status sosial media. Semua itu aku lakukan demi menutup lubang menganga yang pernah diserang oleh sosok yang bernama ibu sempurna.

Ini tidak benar. Lingkaran setan ini harus berakhir. Jika tidak…

Yaa.. Aku Merasakan Menjadi Pelaku Mom Shaming

Akhirnya aku merasakan berada diposisi ini juga. Tanpa disadari, aku menjadi pelaku mom shaming.

Ketika aku meninggikan diriku sendiri untuk terlihat ‘sempurna juga’, tanpa aku sadari.. Mulutku mulai melakukan hal yang sama..

.. Aku tidak sengaja telah merendahkan Ibu yang lain.

Dan Ibu tersebut sontak memarahiku. Melabeliku dengan berkata bahwa aku selalu merasa diriku yang paling baik.

Ah, beruntunglah aku karena berhadapan dengan tipe penyerang balik yang kemudian mencaci segala kekuranganku. Akupun otomatis segera meminta maaf, berusaha menjelaskan bahwa ‘bukan itu maksudku’ dan berusaha menjelaskan penyesalanku. Tapi apa daya, nasi sudah menjadi bubur. Ternyata, aku berhadapan dengan Ibu yang keras sekali hatinya. Bahkan sudah meminta maaf berkali-kali pun dia malah mengorek-ngorek seluruh keburukanku.

Tapi tidak apa-apa. Semua salahku. Aku yang awalnya sulit memaafkan orang lain. Aku yang kemudian melepaskannya dengan membuat diriku terlihat sempurna. Aku yang kemudian merasa bahwa kesempurnaanku telah menyakiti orang lain.

Its okay. Thats life.

Semua orang pernah berbuat salah bukan?

Memaafkan, Karena Apa yang Mereka Lakukan Adalah Bentuk Pertahanan Diri

Karena pernah tidak sengaja menjadi pelaku mom shaming.. Kini aku sedikit mengerti dengan para pelaku mom shaming. Dan bergumam dalam hati, “Oh beginikah rasanya?”

Beginikah rasanya ingin menunjukkan kesempurnaan karena merasa ‘diserang’?

Beginikah rasanya ‘geregetan’ ketika melihat orang yang bersedih karena hal sepele?

Beginikah rasanya mempertahankan diri dengan melakukan hal yang salah?

Dan aku kemudian belajar berdamai dengannya, kemudian berkata.. “I feel u now.. “

Yah, ada hikmahnya pernah menjadi pelaku mom shaming ternyata. Aku jadi dapat reframing perasaan mereka yang suka merendahkan Ibu lainnya. Mereka itu ternyata lebih menderita. Mereka ingin berekspresi tapi tidak keluar dengan baik. Mereka punya banyak sampah tapi membuang sampah tersebut di tempat yang tidak benar.

Maka, sebenarnya pelaku mom shaming pun perlu pelukan. Mereka terkurung dalam perfeksionis sindrom dan lingkungan yang memaksa mereka untuk sempurna. Mereka tertular oleh para pelaku mom shaming lainnya. Mereka ini.. Sangat kasihan sebenarnya.

Jadilah Orang Baik yang Selalu Menjaga Mulut dan Jarinya

Ah, sungguh rasa bersalah ini membuatku banyak belajar.

“Hei diriku sendiri.. Jadilah orang baik yang selalu bisa menjaga mulut dan jari.. “

Jika merasa diri lebih baik, hanya buktikan dengan tindakan. Jangan merendahkan orang yang masih tidak baik. Tidak ada gunanya.

Jika merasa ingin mengeluh, mengeluhlah di tempat yang benar. Jangan terlihat oleh orang yang keadaannya bertolak belakang denganmu. Bukan empati yang akan kau dapatkan nanti. Jaga hati orang lain dari rasa ingin merendahkan.

Jika ingin menasehati orang lain, pergunakanlah kata-kata yang sesuai dengan karakter orang tersebut. Jika tidak mengenal orang tersebut secara dekat, lebih baik diam saja.

Jika ingin menulis di sosial media, tetaplah menjadi dirimu sendiri. Menulis itu terapi. Dan toh masih banyak yang bilang tulisanmu bagus. Jika ada yang sepertinya tidak suka dengan gaya tulisanmu.. Maka, blok saja mereka. Demi menjaga hati.

Hidup itu simple.

Jangan gengsi meminta tolong.

Jangan gengsi bilang terima kasih.

Jangan gengsi meminta maaf.

Jangan memberi makan ego dengan sesuatu yang tidak benar.

Dan.. Berusahalah reframing dan memaafkan.

Berdamai dan memaafkan adalah kunci dari penerimaan. Agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik esok harinya.

Bukankah begitu?

Mengobati Hati Sensitif Plus Gampang Baperan Ala Emak-Emak

Mengobati Hati Sensitif Plus Gampang Baperan Ala Emak-Emak

Ah, entah kenapa akhir-akhir ini aku merasakan hal itu lagi. Ketika telingaku kadang-kadang mendengarkan hal yang tidak aku inginkan. Ketika mataku kadang-kadang membaca hal yang menyinggung perasaan. Lalu aku merasa tersudut sendiri. Merasa bukanlah seorang Ibu yang baik. Merasa bukanlah pribadi yang baik. Dan sangat tidak pantas untuk berdampingan hidup dengan suamiku, anakku bahkan lingkungan sosialku.

I feel so deppresed..

Lalu, ketika efek ‘stun‘ ini berlangsung cukup lama.. Aku melihat pencapaian orang-orang disekitarku. Aku melihat sosial media tiada habisnya. You know what happened?

Hanya bisa berkata dalam hati, “Oh Tuhan.. Inikah namanya iri hati?”

Tidak mau berlarut terlalu lama.. Akhirnya aku mencoba meyakinkan diri sendiri. “Oke win.. Kamu sedang dalam tahap tidak waras..”

Dan hal yang harus dilakukan sekarang adalah.. Mencari tahu kenapa ini terjadi kemudian mengobatinya.

Penyebab Hati Gampang Baper

1. PMS

Ya.. Ini mungkin salah satunya. Sudah 5 bulan aku berhenti mengkonsumsi pil KB diane yang merupakan pil KB andalanku. Hal ini aku lakukan karena pil itu sekarang harganya mahal sekali. Sungguh jiwa ngirit ku meronta-ronta. Heu.. *kok malah curcol.

Efeknya apa? Efeknya ada siklus yang hilang dalam tubuhku. Yaaa.. Yang seharusnya cewek itu menstruasi paling enggak sebulan  sekali.. Malah jadi enggak menstruasi. Tamu bulanan itu lenyap seketika.

Bukan, bukan hamil. Hahaha.

Memang konon katanya.. Kalau sedang menyusui itu.. Siklus menstruasi bisa terganggu. Dan yaa.. Sudah 5 bulan loh aku tidak menstruasi. Jadi aku merasa kalau tubuhku ini agak kurang sehat dan perlu mengembalikan siklus haid seperti dulu lagi.

Bukan hanya merasa kurang sehat secara jasmani, ternyata efeknya juga ke rohani. Ya, siklus PMS yang harusnya terjadi rutin sebulan sekali itu malah selalu tertunda. Jadinya, efek PMS pun menumpuk. Just feel like its a mood swing.. Ya.. Seperti mood swing yang aku rasakan saat hamil. Ini terjadi lagi sekarang.. Saat siklus PMS tertunda. Hiks

2. Tanki Cinta Sekarat

Permasalahan kedua adalah tangki cinta.

Tangki cinta dalam kehidupan dapat diperoleh dari 4 time yang berharga, yaitu Me time, couple time, family time dan social time.

Syukurlah untuk family time dan couple time aku sudah mendapatkannya. Yaa.. Walau memang sih pertengkaran sering terjadi. Tapi itu hal yang wajar lah ya.. Namanya juga berumah tangga. Hihi..

Tapi untuk me time dan social time.. Aku mulai mencapai tingkat krisis. Mood swing yang tidak bisa mengeluarkan hoby menulisku.. Social time yang tidak terlalu bisa aku lakukan semenjak ada bayi. Ada 2  buah tangki kosong yang menuntut sebuah keseimbangan. Dan aku harus bisa mengisinya.

3. Kelelahan
Ah.. Gak tau deh. Entah kenapa sejak Humaira bisa merangkak dan merambat.. Aku lumayan kewalahan sama tingkah lakunya. Rumahku berantakan.. Genks! Hahahha

Sementara, aku punya innerchild yang membiasakan diri ‘harus’ memiliki standar rapi seperti Ibuku. Dan kalau melihat rumah berantakan.. Aku stress. Inspirasi pun gak bisa nyantol setiap kali melihat berantakan.

4. Terlalu membandingkan kehidupan dengan orang lain yang diatas

Inilah yang membuatku ‘stun’ bersosial media. Aku merasa seperti timbunan debu diatas langit yang indah. Sama sekali tidak pantas mengeluarkan ekspresi dibanding dengan teman-temanku. Tidak ada pencapaian seru, pun tidak ada hal menantang yang harus dilakukan. Dan yaah.. Kayaknya aku perlu piknik.. Hihi

Padahal bukan sosial media yang salah loh. Sosial media memang diciptakan untuk menuangkan ekspresi baik dan pencapaian. Hanya saja, kalau hati kita sedang tidak baik maka efeknya juga tidak baik. Bukan hanya bersosial media, bertemu dengan teman-teman yang status sosialnya diatas kita pun pasti akan menimbulkan perasaan rendah diri hingga iri hati.

Cara Mengobati Hati Sensitif Plus Gampang Baper

Genks, ini gak baik. Ada yang salah dari diri kita. Ada yang salah kenapa kita tuh selalu baper di tengah-tengah kehidupan. Eh, kita? Aku aja kali.. Haha..

Mari coba temukan solusinya sendiri. Dan mungkin, solusi dibawah ini dapat membantu:

1. Rutin ‘Membuang Sampah’ dengan cara yang benar

Setiap manusia memiliki energi negatif dalam dirinya, aku percaya hal itu. Hanya saja, sebagian dari manusia dapat menyalurkan energi negatifnya dengan benar.. Sebagian lagi tidak benar.

Mereka yang dapat melakukannya dengan benar adalah mereka yang bisa berolah raga untuk mengeluarkan aura negatifnya, mereka yang bisa mengolahnya menjadi suatu karya.. Lukisan mungkin.. Puisi mungkin.. Dan pada puncaknya, mereka yang merasa sudah puas ketika energi itu hanya tertuang dalam sujud dan doa.

Tapi, jika tidak bisa membuang energi negatif dengan cara yang benar bagaimana?

Jawabannya, lakukan saja sesuka hatimu. Selama itu adalah hal baik, kenapa tidak?

Aku sendiri memiliki ruang khusus untuk blackhole di hatiku. Aku memutuskan untuk memiliki privasi tulisan receh dalam kehidupanku. Yaa.. Karena hobiku kan menulis.. Jadi, aku perlu ruang khusus untuk mengobati tulisanku.

Aku punya keluhan. Banyak bahkan. Namun, aku menuangkannya hanya pada status privasi di WA story. Hanya sedikit teman yang bisa melihatnya. Entah kenapa, itu sedikit melegakan. Recehan keluhan itu kadang bisa mengobati hati yang sedang kalut dan bingung.

2. Menjalin hubungan romantis dengan pasangan

Hubungan romantis atau sebuah kerja sama yang baik dari suami istri dapat memenuhi tangki cinta loh. Bahkan memenuhi tangki cinta untuk me time dan social time. Hmm.. Kok bisa?

Karena dalam rumah tangga, hubungan suami istri yang romantis adalah awal dari semuanya. Kerja sama yang benar-benar pas adalah awal dari terbarunya keseimbangan waktu, baik itu me time, family time, couple time dan sosial time.

Gak percaya? Misalnya saja nih, anak sedang super rewel dan mau sama emaknya melulu. Apa jadinya kalau suami tidak mau membantu? Pekerjaan terbengkalai dan tentu saja kita tidak bisa memanjakan diri sendiri. Karena itu, penting banget berkomunikasi dengan baik dan benar.

Karena itu punya suami baik dalam rumah tangga itu adalah ‘koentji’. Bagaimana jika suami susah sekali membantu? Jawabannya, hanya kita yang tahu persis bagaimana caranya. Karena setiap orang punya karakter berbeda. Suamiku yang introvert dan punya daya peka yang agak lambat misalnya.. Maka, aku harus punya skill komunikasi yang berbeda.. Dan ini lama sekali membentuknya Tuhaaan.. Haha..

Baca juga: Ketika Introvert menikahi Introvert

Ketika tahapan ini sudah dilalui dengan benar, maka perlahan-lahan tangki cinta kita akan penuh dengan sendirinya. Tau kan ya kalau hati perempuan sudah merasa dicintai dan berbunga-bunga.. Apalagi secara finansial suami mengerti ya otomatis istri bisa menjalani hidup dengan nyaman tanpa ada baper dan iri hati..ckck..

Ops, tapi jangan salah dulu..jangan dikira semua akan teratasi instan kalau finansial menunjang ya. Semua ada prosesnya, ujian pernikahan itu banyak. Dan ujian ekonomi adalah krisis yang harus aku lalui dalam 5 tahun pernikahan.

3. Belajar Mencintai Diri Sendiri

Ini adalah hal yang harus kita temukan jika kita tidak ingin virus baper berkepanjangan melintas dalam kehidupan. Kita tidak boleh mendengarkan apa kata orang. Kita harus menggali potensi diri sendiri semaksimal mungkin.

Dan ini akan sangat mudah dilakukan kalau tangki cinta sudah terisi. Hihi..

Biarkan saja orang dengan pencapaiannya..
Biarkan saja orang dengan pendapatnya..
Itu mereka. Dirimu adalah dirimu..
Diriku adalah diriku.

Setiap orang punya lintasan yang berbeda dan kita tidak boleh keluar dari lintasan kita dan tetiba ingin menjalani lintasan orang lain. Woy, semua juga tau kalau itu curang namanya.

Fokus saja dengan tujuanmu sendiri. Buat dinding sendiri dalam lintasanmu. Dinding itu adalah orang yang mendukung dan menyemangatimu. Tidak perlu fokus dengan rumput tetangga. Yaaah.. Rumput tetangga memang hijau sih. Tapi masih lebih bagus rumput dengan warna pink kok.. *eh, emang ada?

4. Melihat keadaan orang yang dibawah plus membantunya

Ini adalah solusi termanjur yang pernah aku lakukan.

Ketika sedang merasa down dan tidak bisa apa-apa.. Maka lihat saja orang yang kehidupannya dibawah. Baik mereka yang dibawah secara ekonomi, sosial maupun hal lainnya. Itu akan membuat diri sendiri berkaca lebih dalam. “Ah, memangnya siapa aku yang baru dikasih ujian baper level satu saja sudah meringis.. “

Karena itu, tidak salah memang ketika para ulama bilang bahwa sedekah akan melapangkan hati kita yang terasa sempit dan tidak nyaman. Memang pada prinsipnya, manusia harus menemukan social time yang benar penyalurannya.

Social time yang bukan hanya berkumpul dengan teman-teman satu passion kemudian menggali potensi diri. Social time yang benar kadang hanyalah memberikan sedekah kepada mereka yang posisinya di bawah kita. Dengan begitu, kita akan merasakan syukur dengan cara yang benar. Bukankah begitu?

Nah, itu dia solusi anti baper ala aku. Memang masih belum sempurna terwujud. Tapi aku yakin, semuanya perlu proses. 🙂

Kita para emak-emak kudu terus bahagia bukan?

#FBB Collaboration: Surat Untuk Mama, Maafkan Aku yang Terlambat Reframing

#FBB Collaboration: Surat Untuk Mama, Maafkan Aku yang Terlambat Reframing

“Nanti kalau kamu sudah jadi Ibu.. Baru tau rasanya.. “

Itulah kalimat yang sering mama ucapkan setiap kali kami bertengkar. Berulang-ulang layaknya kaset rusak. Sudah diputar kebelakang.. Tapi malah masuk lagi di gendang telinga. Sampai-sampai.. Lelah mendengarnya. 

Lalu aku mendengus di dalam hati, “Nanti kalau aku jadi emak-emak.. Aku harus jadi emak yang bijak.. Yang enggak ngomong kalimat itu-itu saja setiap kali marah.. Aku bakal menjadikan anak sebagai teman lalu aku bla bla bla.. “

Begitu kiranya keluhanku di dalam hati. 

Perkenalkan, Aku adalah Anak yang Paling Sering Bertengkar dengan Mama

Aku adalah anak kedua dalam empat bersaudara. Kakakku yang pertama adalah laki-laki, berjarak 3 tahun dariku. Sementara adikku kembar.. Laki-laki juga, berjarak 8 tahun dariku. Yaa.. Aku adalah anak perempuan satu-satunya.. 

Seharusnya.. Akulah yang paling disayangi. Itulah ego yang sering muncul di kepalaku. 

Nyatanya, diantara 4 bersaudara tersebut.. Akulah yang paling sering mencari masalah dengan mama. 

Sewaktu kecil dulu.. Aku sering menangis karena selalu mendapat baju lungsuran dari kakak. Aku iri dengan teman-teman perempuanku. Aku ingin memakai baju cantik seperti mereka. Aku tidak suka terlihat seperti laki-laki. Aku bilang  pada mama, “Ma, Winda mau seperti xxxx juga. Winda mau cantik juga.. “

Aku.. Tidak tau bagaimana perasaan mama saat itu.. 

Kami hanya bertengkar. Dan berakhir saling memeluk di malam hari. 

Aku masih ingat ketika aku beranjak remaja dulu. Aku yang mengamuk saat tidak diperbolehkan ikut berkemah. Aku yang protes dengan lantang saat tidak diperbolehkan ikut acara ‘masak-masak’ di malam hari. Aku yang berdebat karena dibilang boros dan langsung membandingkan uang sakuku dengan temanku. 

Tak terhitung rasanya pembenaran demi pembenaran aku ucapkan dengan lantang dihadapan mama. Aku selalu merasa bahwa akulah yang paling menderita di dalam circle pergaulanku. Dalam circle keluargaku. 

Itu terjadi begitu saja. Perasaan insecure. 

Ketika kakakku lulus kedokteran. Ketika adikku terlihat kepintarannya. Sementara aku si anak tengah? Aku terlihat biasa saja. Tidak memiliki kelebihan. 

Ketika itu.. Setiap kali aku ingin mengembangkan diri dengan caraku.. Mama selalu mengatakan ‘jangan’ dan ‘jangan’ yang lain. Mama seakan menjadi pagar dalam kehidupanku. Membuat duniaku yang seharusnya bulat menjadi kotak. 

Saat itu.. Sungguh.. Aku tidak tahu perasaan mama.. 

Aku hanya berteriak dan membangkang… 

‘Kebebasan!’ teriakku.. 

Antara Mama dan Anak Perempuan

Perasaan paling menyenangkan yang aku rasakan hingga sekarang salah satunya adalah ketika mama bercerita.. Bahwa ia sangat menginginkan anak perempuan. 

Ya, katanya.. Saat ia hamil anak kedua ia menginginkanku. Sang anak perempuan. Bukan hanya itu.. Ayah dan kakakku juga. 

Mereka menantikan kehadiranku! 

Katanya, aku sangat lama keluar. Hampir 11 bulan. Aku yang seharusnya lahir bulan Juli malah lahir di bulan September. Mama mengeluarkanku kedunia ini penuh dengan perjuangan. Mama harus diinduksi. Konon itu rasanya sakittt sekali. Aku? Sampai sekarang aku yakin tak ada rasa sakit yang aku lalui dan bisa menyamai rasa sakit itu. 

Saat itu, kondisi ekonomi keluarga kami sangat pas-pasan. Mama dan Abah berjuang mulai nol. Aku masih ingat ketika kami memiliki rumah yang baru dulu. Kami bahkan tidak punya toilet. Jangan tanyakan bagaimana. Itu hal yang tidak nyaman diceritakan. 

Aku berlarian kesana kemari dengan memakai baju lungsuran kakakku yang laki-laki. Tidak ada perasaan kecewa saat itu. Yang aku rasakan hanya cinta dan penuh Terima kasih. 

Aku masih ingat, baju perempuan pertama yang paling berkesan. Baju Sailor Moon yang mama belikan sebagai oleh-oleh saat pergi penataran dulu. 

Aku masih ingat, boneka susan pertama di desaku dulu. Akulah yang pertama kali memilikinya. Saat itu.. Aku begitu merasa disayangi. 

Entah apa yang membuatku berkata kalimat pembandingan itu. Entah setan apa yang menggodaku untuk merasakan perasaan kurang dan kurang. Hingga aku sakiti perasaan mama… Yang saat itu sedang jatuh bangun menyejahterakan ekonomi keluargaku. 

Aku menyakiti mama sejak sekecil itu. Dengan kalimatku yang polos.. Dengan wajahku yang lugu. 

Tidak cukup sampai disitu, Aku pernah bertengkar paling mengerikan dengan mama saat hamil anak pertama dahulu. Aku yang merasa down saat fase ekonomi sedang tidak stabil. Aku yang berkata pada mama, “Memangnya siapa yang menyuruhku untuk menikah semuda ini? Siapa yang menyuruhku menunda cita-citaku? Kenapa Mama begitu egois. Aku sudah menuruti semua permintaan Mama…”

“Ma.. Aku sudah berusaha menjadi Winda versi terbaik bagi Mama..”

Aku mengeluarkan semua emosiku. Tapi, aku terlambat untuk Reframing. Aku tidak tau.. Bahwa segala keputusan mama memang selalu dilandasi oleh Kasih Sayang. 

Hei, ternyata begini rasanya menjadi Seorang Mama.. Mama dari Anak Perempuan.. 

Kini, aku mengerti segala keputusanmu Ma. Setelah melahirkan Farisha. Membesarkannya dan menyelami segala kelakuannya. Kini aku mengerti bagaimana perasaan seorang Ibu. 

Bahwa seorang Ibu hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. 

Untuk segala pikiran kerasmu dalam mendidikku.. 

Untuk semua pagar demi pagar yang engkau berikan.. 

Aku mengerti..

Untukmu yang menghalangi mimpiku dahulu.. 

Aku memaafkanmu atas segala perlindungan kerasmu untukku.. 

Aku kini mengerti, kau lakukan itu semua karena aku adalah si Anak Spesial. Satu-satunya perempuan yang harus dilindungi.

Segala perlakuanmu padaku.. Aku sudah mengerti segala manfaatnya. 

Lihatlah anakmu yang memiliki dua anak perempuan. Masih sekecil ini saja sudah berapa aturan yang aku terapkan untuk melindunginya. Ternyata, memiliki anak perempuan tidak semudah yang dibayangkan. 

Perempuan cenderung berbicara dengan perasaan. Terkadang emosinya turut ikut andil. Jika kita sangat sering bertengkar karena itu.. Maka kini aku mengerti kenapa anakku sering menangis saat aku nasehati. Ya, dia masih kecil saja begini. Bagaimana jika sudah besar nanti? Konflik macam apa yang akan terjadi? Pagar macam apa yang harus aku berikan? Dan bisakah aku sesukses mama dalam mendidiknya nanti? 

Ah, entahlah. 

Mama, kini aku bisa memahamimu. 

Izinkan aku berterima kasih, meminta tolong dan meminta maaf padamu. 

Ya, kau kan yang mengajariku 3 kata ajaib itu? 

Terima kasih Mama

Aku memang hidup dalam lingkungan yang patriarki sekarang. Namun aku bersyukur memiliki seorang mama feminis yang selalu menjunjung tinggi tugas domestik di rumah. Atas segala pembelajaran berharga mu untukku.. Sungguh aku merasakan sekali manfaatnya sekarang. 

Lihatlah, karenamu aku bisa melakukan segalanya di rumah. Aku tidak terkejut dengan tugas domestik di rumah. Aku sudah terbiasa. Karenamu aku bisa memasak, melipat baju dengan rapi dan merawat anak-anakku dengan baik. 

Please.. Mom.. 

Tolong ma.. 

Tolong percayalah sepenuhnya pada langkah hidupku. Hanya doamu yang aku harapkan. Dan aku ingin kau bangga padaku. Walau aku satu-satunya yang bukan seorang dokter dari semua anak-anakmu.

Menjadi Ibu rumah tangga itu tidak berat ma. Lelah hanya begitu-begitu saja. Yang paling membuatku lelah adalah tidak ada apresiasi. Tidak ada kata-kata Terima Kasih atas usaha yang aku berikan di rumah. Tolong berilah aku perasaan bangga itu. Aku sungguh sangat membutuhkannya. 

Tolong lindungi aku dari orang-orang yang memandang rendah diriku. Orang-orang yang berkata bahwa aku tidak bisa apa-apa. Mereka yang sering berkata Susah-susah dikuliahkan tapi malah tidak bekerja, apa yang dikerjakan di rumah? Dan pertanyaan memojokkan lainnya. Aku tau kau sudah menerimaku dan please.. Banggakan aku di mata orang-orang tersebut. 

Maaf Ma..

Maaf karena aku hanya bisa menjadi Ibu Rumah Tangga. Jauh dari cita-cita mandiri secara finansial yang engkau harapkan. 

Maaf karena tidak bisa menemanimu di rumah. Maaf karena aku harus menjauh mengikuti suamiku. 

Terakhir.. Maaf karena aku terlambat reframing perasaanmu. Sungguh, aku menyesali pertengkaran demi pertengkaran dahulu. Andai saja aku bisa berkomunikasi dengan lebih baik dahulu. Mungkin aku bisa membuatmu mengerti tentangku. Andai saja emosiku tidak menggebu-gebu.. Mungkin aku bisa menjadi Winda yang lebih baik. 

Ah, menyesal memang selalu terlambat bukan? Tapi semoga tidak ada kata terlambat untuk menyayangimu lagi.

Dariku, sang anak yang sudah berubah menjadi Ibu. 

NB: Tulisan ini diikutsertakan dalam FBB Collaboration dengan tema Hari Ibu

Berdamai dengan GTM? Bisa Kok!

Berdamai dengan GTM? Bisa Kok!

“Humaira.. Sedikit lagi sayang…hayuk yuk… Aaaaaa”

Kurang lebih, beginilah kegiatanku selama satu bulan ini. Dalam waktu 3 kali sehari berputar-putar di rumah sambil mengejar Humaira yang merangkak dan menyuapinya. Jangan tanya berapa jam waktuku terbuang untuk ini. Satu kali makan.. Aku harus mengorbankan satu jam lebih waktuku yang berharga. Belum lagi kalau Humaira memuntahkannya..

Belum lagi.. Setumpuk pekerjaan rumah tangga..

Belum lagi.. Harus menjemput Farisha..

Jangan lupa makan siang.. Kepasar dsb dsb…

Disitulah kewarasanku diuji…

Aaaagrrrrh!

Curhatan Mamak Stress Menghadapi Anak GTM

Sesungguhnya, memiliki anak kedua ini aku cenderung lebih santai. Easy Going aja gitu… Apalah apalah.. Gak perlu deh terlalu perfeksionis. Aku sudah banyak belajar dari pengalaman anak pertama dulu. Iya, dulu aku sempat terkena babyblues..dan PPD

Bahkan, aku pernah menulis tentang baby blues secara rinci. Tak lupa juga tentang cara mengatasi babyblues. Aku dan suami sudah aware banget. Janganlah ini terulang kembali.

Dan tips mengatasi babyblues hingga PPD tersebut berhasil. Sampai Humaira berumur 8 bulan dan mulai tumbuh gigi 4 biji sekaligus.. Disanalah drama GTM (Gerakan tutup mulut) dimulai.

Humaira yang biasanya lahap makan, kini mulutnya selalu menutup. Bahkan saat tidak sedang makan sekalipun. Kalau dibuka.. Maka air liurnya berjatuhan. Kalau melihatku memegang mangkuk dan sendok dia langsung menangis di kursi makannya dan meronta ingin keluar. Saat dikeluarkan.. Ia langsung merangkak laju menghindariku.

Lalu aku menggendongnya.. Menyanyi dan menenangkannya.. Sesekali mengalihkan perhatiannya pada teethernya. Dan saat ia membuka mulut..tangan kananku langsung sigap memasukkan sesendok MPASI kemulutnya.

Jika kalian kira hanya begitu saja cerita dan solusinya.. Tentu kalian salah. MPASI itu diemut saja dimulutnya.. Tidak dikunyah.. Tidak diteguk.. Dan saat aku menyuapi air putih ia langsung sigap membuka mulutnya.. Dan keluarlah semua MPASI yang aku buat itu… huhuhu..

Jangan! Jangan dulu menyarankanku untuk ini dan itu.. Aku sedang membaca tau.. Aku googling kesana kemari. Rambutku mulai kusut dibuatnya. Huh, artikel-artikel itu sama sekali tidak membantu.. 

Santai katanya? Susui saja katanya?

Lihatlah.. Humaira tanpa makan.. Artinya dia selalu menyusu..

Jika Humaira selalu menyusu.. Maka aku yang jadinya terancam selalu lapar..

Jika Humaira selalu menyusu.. Maka aku tidak bisa bergerak bebas. Apa jadinya rumahku? Hei!

Dan jangan lupa.. Jika aku terlambat makan.. Jika aku kelaparan.. Jika pekerjaan rumah tak kunjung selesai.. Sementara isi kulkas zonk.. Maka tandukku bisa keluar kapan saja. Grrrrr..

Apah? Go Food? Ah.. tidak semudah itu ferguso.. Memangnya uang bulananku cukup jika memesan go food setiap hari?

Ah itulah.. Ekonomi dan kewarasan berumah tangga.. Dalam sekali kaitannya. Halah, jadi curcol kan emak. Hahahaha…

Drama GTM dan Demam yang berulang-ulang kayak zaman Missed Call lagi ABG

Yaelah.. Outlinemu gitu amat win.. Hahaha..

Yah, beginilah caraku menyenangkan diri sendiri. Ditengah bayi yang selalu bangun setiap malam. Kayak aku waktu zaman abege labil juga.. dimissed call cowok..kegeeran..enggak bisa bobo karena kegeeran.. Yaelah.. Malu-maluin kalau diingat.. Apalagi kalau kenyataan sekarang berbicara tuh cowok enggak ganteng kok aku geer ya? 

Oke, skip.. Aku memang agak labil orangnya. Padahal anak udah dua biji. Ckck

Jadi, Humaira itu hampir setiap jam bangun kalau lagi GTM begini. Badannya panas, giginya bengkak dan pipinya tembem (ini apaan? Sisi positifnya euy..). Hampir tiap malam aku begadang dan jangan ditanya nasib kantung mataku. Jangan ditanya ya.. Karena concealer aku cukup ampuh menutupinya… (tersenyum licik). *blog post ini sungguh ngalur ngidul..karena ditulis terjeda-jeda disela-sela sakitnya si kecil..

Demam Humaira ini cukup labil. Bentar-bentar turun..nanti naik lagi. Paling parah itu pas malam tiba sih. Sampai-sampai aku mengira mungkin saja Humaira terkena DBD. Karena cuaca juga cukup labi, bentar panas..bentar hujan pas banget timingnya buat si nyamuk khas ini.

Ketika Humaira demam parah selama 3 hari berturut-turut maka aku pun memeriksakannya ke Puskesmas. Aku langsung meminta untuk di cek darahnya. Karena hanya itu cara satu-satunya untuk mengetahui apakah ia terkena DBD atau tidak. Untungnya, hasil lab mengatakan tidak. Tapi, bukan aku dong namanya kalau langsung pulang ketika sudah mengetahui hasil lab.

Setelah berhasil bertemu dokter anak di puskesmas.. Aku langsung curhat seeeeepanjang-panjangnya.. Sebombay-bombaynya.. Tapi sungguh.. Tidak sekonyol blogpost ini.. Hahaha..

Anak GTM akut.. Mamak harus Apaaa?

Sejujurnya.. Solusi yang dikemukakan oleh Dokternya ya kurang lebih sama saja dengan artikel-artikel di google itu. Tapi, entah kenapa rasanya lebih plong saja kalau mendengar solusi tersebut secara langsung. Apalagi nih.. Apalagi sang dokter bilang begini, “Anak saya dulu juga begini.. Ya Allah mba.. Seminggu enggak mau makan.. Menyusu aja kerjaannya..”

Disitulah saya merasa senang.. Hahaha..

Mau berpelukan sambil bilang, “Senasib kita maak..!”

Lalu menari di padang ilalang.. (imajinasi yang ter-innerchild oleh film india).

Jadi, setelah sepulang dari puskesmas.. Aku mulai melakukan hal-hal yang disarankan oleh Dokter tersebut. Hal-hal itu diantaranya adalah:


Mamak tidak boleh Stress

Tekankan pada diri sendiri.. Ini adalah hal yang sangat wajar terjadi dan aku tidak sendirian. Setiap Ibu pasti melalui fase GTM. Hanya saja.. Support systemnya yang berbeda. Jangan dong ya membandingkan diri sendiri dengan Nia Ramadhani. Enggak salak to salak banget.. Hahaha..

Bahagialah menyambut proses ini. Bawalah si kecil keluar rumah jika sudah jenuh di rumah. Lakukan apa yang membuat mamak tertawa. Lakukan apa yang membuat si kecil tertawa. Kalau aku? Aku sudah mengetahui bahwa Humaira senang sekali melihatku berjoget ria. Jadi, aku selalu memutar musik anak-anak sambil (membawa sendok). Jadi kalau anak tertawaaaa… langsung seraaang!!!

Bersahabatlah dengan Teknologi

Siapa bilang anak tidak boleh terpapar gadget? Tidak boleh menonton TV? Siapa? Siapa?

Nia ramadhani? Enggak kan? (kok kesini?)

Lupakan sejenak mak.. Nasehat-nasehat pakar parenting yang seklek banget itu. Stress kalau dimasukin keotak semua. Beneran ini.

Nyatanya, para Emak tanpa ART itu butuh banget support system yang bisa menghemat budget. Dan itu adalah gadget. The Best Nanny for a Low Budget Mommy.. Hahaha..

Boleh banget kok melakukan jurus genjutsu dengan gadget. Asal jangan kelamaan. Coba tanya Uchiha Itachi apa efeknya kalau genjutsu kelamaan. Iya.. mata sharingannya berdarah. Gak mau kan begitu? Udah stress.. Mata berkantung.. Berdarah lagi.. Untung masih cakep yak! 

Aku sendiri mulai bersahabat dengan TV dan Youtube loh. Humaira suka sekali dengan nyanyian. Jadi, kalau dia senang kesenangan aku bisa banget sukses menyuapinya beberapa suapan. Dan itu bikin aku bahagiaaa banget.

Jangan bikin MPASI yang ribet-ribet

Musim anak GTM begini.. Kalau saran aku.. Janganlah bikin MPASI yang ribet-ribet. 

Udahlah itu bikinnya lama banget. Makaninnya lama banget juga lagi. Kapan euy tugas domestik emak-emak kelarrr? Kapaan? (sambil ngambil pisau dapur)

Sudahlah.. Sejak anak kedua ini aku enggak mau lagi deh jadi mommy perfeksionis kayak anak pertama dulu. Mau jadi mommy yang balance aja kehidupannya. Kadang kalau rajin ya home made. Kalau enggak rajin dan enggak ada waktu ya pakai aja MPASI instan. Toh, itu tidak apa-apa loh

Iya,berdasarkan hasil curcol dengan Dokter Anak di puskesmas kemarin aku mengetahui kalau dokter tersebut juga tim MPASI instan. Katanya, its okayyy..

Justru MPASI instan sudah tertakar nutrisinya. SDan itu lebih komplit. Tapi, kalau bisa membuat sendiri MPASI dengan nutrisi yang lengkap kenapa tidak? Intinya.. Sesuaikan dengan kondisi masing-masing. 

Memang, MPASI instan itu tidak kaya rasa. Rasanya ya begitu-begitu saja.

Tapi, bisa kok diakali. Aku sendiri sering mencampur MPASI instan dengan berbagai bahan untuk cita rasanya.

Kadang, aku campur bubuk MPASI instan dengan kaldu haruan. Tergantung MPASInya juga ya. Kalau beras merah biasanya dicampur apa saja cocok. Kadang aku juga menambahkan parutan wortel dan kocokan telur yang direbus. Hasilnya jadi lebih enak.

Coba Metode BLW yang aman sesuai dengan umurnya

Sebenarnya, aku bukan penganut BLW atau Baby led Weaning yang mempercayakan makanan kepada tangan bayi sepenuhnya. Ada beberapa faktor yang membuatku tidak menganutnya. 

Yang pertama adalah BLW tidak direkomendasikan oleh IDAI maupun WHO. Sebenarnya responsive feeding lebih direkomendasikan.

Yang kedua, aku tidak sanggup melihat makanan berantakan dan terbuang. Aku sangat sanggup melihat rumah berantakan. Tapi tidak untuk makanan. Itu membuatku stress luar biasa saat melihatnya. Apa? Pakai kursi makan? Tetap saja berantakan. Pasti masih banyak yang berceceran dilantai dan tidak selamanya lantaiku bersih.

Tapi, aku kadang BLW juga sih.. Tapi BLW yang diawasi. Bagaimana itu?

Ya.. Humaira memang lebih suka memakan makanannya sendiri. Tapi dia masih sangat rentan tersedak. Karena itu aku masih memilah milih makanan yang cocok untuk tangannya. 

Untuk buah-buahan, Humaira bisa memakan pisang sendiri. Dan untuk yang lainnya aku mempercayakan pada MPASI instan lagi.

Gigi Humaira yang ingin tumbuh tidak bersahabat dengan MPASI hangat dan kental. Maka, dokter menyarankanku untuk mendinginkan MPASInya di kulkas. Aku berinisiatif untuk mengurangi kadar air MPASInya dan menaruhnya di freezer selama beberapa menit. Hasilnya? MPASI itu bisa dibentuk menjadi bulatan chewy layaknya marsmallow  yang kenyal. Alhamdulillah..Humaira suka memakannya dengan tangannya sendiri.

Jangan terlalu memaksakan porsi MPASI sesuai standar

Kadang, kalau sedang menyediakan MPASI.. Aku cuma menyajikan seperlunya saja.. Sebisanya saja.. 

Karena kalau harus sesuai standar maka status kewarasanku bisa tidak terkendali. Hahaha.. FYI, anak pertamaku si Pica dulu adalah korban kekerasan sendok MPASI. Karena aku sempat kesal dia tidak mau makan. Aku memaksanya untuk makan dan membuka mulutnya. Akhirnya.. Dia trauma.. Dan tau gak kaleyanss.. Si Pica dulu ASI ekslusif selama satu tahun. Huft.. 


Pengalaman itu terulang. Biasanya kalau sudah tidak mood makan Humaira bisa menangis kejer. Dan suaranya benar-benar menguji kewarasan. Sampai-sampai tetangga mendengar suaranya loh (Disitu kadang wajah jutek milikku dipertanyakan..). Untungnya, aku sudah bisa mengontrol emosiku. Ya sudahlah.. Suapin sebisanya saja.. 

Kadang aku memulai mempersiapkan MPASI dengan ⅓ porsinya saja. Kalau sudah habis dan dilihat mood humaira masih stabil maka aku akan menambahkannya lagi sedikit. 

Karena aku adalah tipe mamak yang anti mubazir. Jadi, kalau bubur tidak habis.. Maka pastilah ia berakhir di perutku. Jadi akan lebih baik jika mengolah MPASI seperlunya saja. 

Banyak Menyusui dan Sediakan Banyak Cemilan di rumah

Ya sudahlah.. Kalau anak GTM itu memang gentong emaknya harus selalu kenceng. Karena itu stok makanan di rumah harus tetap stabil. 

Untuk yang perekonomiannya masih labil sepertiku.. Maka membuat masakan dan cemilan homemade mungkin akan lebih baik. Karena selain hasilnya lebih banyak, juga lebih sehat, hemat dan menyenangkan suami. 

Iya, aku tim instan buat MPASI anak tapi tim homemade buat keluarga. Karena memang jauh sekali selisihnya kalau makanan serba beli. Huhu.. 

Tapi kembali lagi disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Kalau punya budget berlebih untuk membeli kenapa tidak? Perekonomian jadi lebih stabil kan jika membantu orang? 

Yang penting.. ASI selalu ada dan ibu bahagia..

Jangan Peduli Omongan Orang..

“Anaknya kok kurus.. Bukannya umurnya seumur ya sama anakku?”

“Iya nih.. Anaknya emang badannya proporsional sekali. Nurun dari emaknya mungkin.. ” *kibas alis..

Ah, inget banget sama berita yang berseliweran beberapa minggu lalu. Tentang bayi yang meninggal gara-gara digelonggong ibunya pakai air. Konon katanya, si ayah protes anaknya gak gemuk kayak kembarannya yang diasuh sama mamanya. 

Ya eya lah si Ibu emosi. Emangnya mudah bikin bayi gemuk? Apalagi genetiknya ya udah kurus.. Apalagi uang bulanan pas-pasan.. Masih ngontrak pula. Kalau kondisi ibunya sedang tidak waras.. Memperdulikan omongan orang itu bahaya loh. 

Jadi, cuek aja lah.. Menumbuhkan pikiran positif itu dimulai dengan menghindari orang-orang yang bermulut pedas. Kita punya sisi bahagia yang lain. Iyakan? Coba berkaca.. Pasti ada deh! 

Ya.. Begitulah.. GTM memang sangat menyita kesabaran. Kadang juga menguji kewarasan. Satu hal yang pasti bahwa tiap bayi punya fase GTM.. Itu pasti dan yakinlah kita tidak sendirian.

Bayi-bayi gemuk diluar sana pun pasti memiliki satu-dua masalah. Hanya saja kita tidak tau. 

GTM adalah fase dimana bonding Ibu dan Anak diuji. Peluklah ia.. Bicaralah padanya.. Abaikan sedikit pekerjaan domestik.. Bicaralah pada pasangan.. Serta tidak lupa berdoa.. 

Semoga lelah ini menjadi lillah.. Amiiin.. 

Nah.. Kalian punya pengalaman sama tentang anak GTM? Sharing yuk! 

I

#FBB Kolaborasi Sejak Jadi Emak-emak, Aku mulai Sensi dengan Makhluk Bernama Kucing

#FBB Kolaborasi Sejak Jadi Emak-emak, Aku mulai Sensi dengan Makhluk Bernama Kucing

“Mama tuh gak mau di rumah ada binatang peliharaan. Bulunya itu loh win.. Belum lagi bla bla bla.. “

Itulah ceramah yang sering aku dengar dahulu saat aku diam-diam memelihara kucing jalanan. Yaa.. Sejak kecil aku suka sekali dengan kucing. Sejak SD aku sering diam-diam memberi makan kucing jalanan, memeliharanya hingga membawanya kerumah. Namun mamaku selalu melarangku. Hingga suatu hari, malah mama sendiri yang meminta seekor kucing dari keluargaku. Katanya, kucing yang dipelihara lebih bersih dibanding kucing yang aku pungut dari jalanan.

Sejak itu, aku tergila-gila dengan makhluk yang bernama kucing. Aku sering membawanya ke kamarku untuk diajak tidur bersama. Setiap sore aku selalu ‘ngobrol’ dengannya. Belum lagi kalau rasa gemes ku menjadi-jadi. Aku bisa saja mencium kucingku. Serius ini.

Jadi, kali ini aku ingin bercerita tentang perkenalanku dengan kucing. Rasa cinta yang kemudian berubah menjadi benci, gemes dan jengkel. Cerita kali ini aku tulis dalam rangka ikut FBB kolaborasi dengan tema Hari Kucing Internasional yang jatuh pada Tanggal 8 Agustus kemarin.

Kalian tau? Aku punya Rhinitis Alergi

Sejak kecil aku memiliki riwayat alergi yang menurun dari ayahku. Bukan, bukan alergi gatal-gatal kulit begitu. Bukan juga alergi makanan. Aku alergi dengan debu, cuaca yang dingin dan yah… Bulu kucing.

Jika aku menyapu di pagi hari aku selalu membawa tisue di tanganku. Hidung dan mataku tidak bersahabat dengan debu plus udara di pagi hari yang dingin. Jujur, aku lebih suka mengepel lantai di hari yang panas. Walau berkeringat setidaknya hidungku aman dari mimisan yang tidak keren. Yah.. U know lah.. Sejak dulu aku menganggap cairan bening yang keluar dari hidung ini agak mirip dengan karakter ‘Bo’ di kartun crayon shinchan. Duh, tidak keren sama sekali.

Jauh lebih bagus mimisan darah yang kemudian di gendong sang pangeran.. *eyaa.. Khayalanku mulai menjadi-jadi.. 🤣

Dan Rhinitis alergi ku mencapai puncaknya jika aku sudah berhadapan dengan kucing. Jika sudah lama bermain dengan kucing mataku akan merah dan gatal, hidungku mengeluarkan cairan yang tidak keren dan rasanya luar biasa gatal.Anehnya, aku tidak jera bermain dengan kucing. Jika alergi ku kambuh aku hanya berhenti sejenak bermain dengan kucing. Kemudian membasuh muka dengan air bersih berkali-kali. Jika keadaanku sudah normal maka aku akan mengulangi kebiasaanku. Bagiku, bermain dengan kucing seperti kecanduan. Menyayangi kucing itu seperti sebuah therapi psikologis untukku. Jadi, biarpun aku alergi.. Tetap saja aku mencintai kucing lebih dari apapun.

Lalu, sejak kapan aku mulai sensi dengan kucing?

Bukan, bukan sejak menikah. Asal kalian tau saja.. Suamiku penggila kucing tingkat akut. Dan itu salah satu hal yang kusukai darinya. Karena akupun pecinta kucing garis keras.

Sejak hamil pun aku punya kecanduan dengan kucing. Aku memelihara kucing sejak TM 1 sampai TM 3. Merawat kucing sakit, membersihkan pup nya. Hingga para tetua menceramahiku bahwa kucing tidak baik bagi Ibu hamil karena yaah.. Search sendiri di google yak. Tapi aku cuek, toh kucing binatang kesayangan nabi. Itu pembenaranku. Aku bahkan sempat menulis tentang TORCH dan kucing dahulu.

Dan semuanya berubah sejak Farisha lahir..

Kalian tau? Sejak Farisha lahir aku tidak punya kucing di rumah karena kucingku dahulu sudah meninggal. Tapi bukan itu masalahnya. Toh aku punya Farisha dan dia telah mengisi seluruh waktuku. Jadi, kecanduan ku pada kucing tertutupi dengan munculnya Farisha.

Masalahnya adalah Farisha ternyata juga Rhinitis Alergi sama sepertiku

Iya, penyakit itu menurun pada anakku. Setiap cuaca dingin Farisha selalu pilek. Jika terkena debu ia langsung bersin. Dan jika bersentuhan dengan kucing.. Yah.. Itu yang terparah.

Entah kenapa aku tidak bisa melihat anakku ‘menderita’ karena kucing. Secara otomatis aku langsung menjauhkan kucing dengan Farisha. Aku ingin melindunginya. Aku tidak ingin penyakit tidak keren Farisha kambuh karena kucing. Aku tidak tega melihat matanya merah dan berair. Aku BENCI setiap kali melihat kucing mendekati anakku.

HUSH HUSH..

Seruan itu sering aku serukan setiap kali melihat kucing mendekati Farisha kecil. Bagiku, anakku jauh lebih berarti dibandingkan dengan kucing. Entah selucu apapun kucing itu. Padahal, Farisha selalu menangis setiap kali melihatku memburu kucing. Aku tau, Farisha suka sekali pada kucing. Setiap kali melihat kucing, Farisha kecil selalu berseru dengan bahasa bayi. Dia memanggil kucing dengan sebutan “Biii..” waktu itu. Tapi bagiku, kucing tersebut terlihat seperti pembawa penyakit. Yah, itulah.. Sejak menjadi Emak-emak perasaanku pada kucing berubah 180 derajat.

Kini aku mengerti perasaan mama dahulu. Kenapa mama tidak memperbolehkanku memelihara kucing.

Menumbuhkan kembali rasa cinta pada Kucing selama menjadi Emak-emak

Tapi, rasa benci itu tidak boleh kekal. Aku harus belajar mencintai. Seperti mamaku dahulu yang belajar menerima dan mencintai apa yang disukai oleh anaknya..

Maka, tepat ketika Farisha berumur 3 tahun.. keluarga kami memutuskan untuk mengadopsi kucing dari Ibu Manik, teman dosen ayah Farisha di kampus. Kucing ini berjenis Tonkiness. Matanya biru dan belangnya putih keabu-abuan. Kami memeliharanya sejak berumur 2 bulan. Kalian tau? Farisha sangat amat senang ada kucing di rumahnya. Kucing itu bernama Dusty.

Selama 2 tahun Dusty di rumah, aku pernah berteriak memarahinya beberapa kali. Bahkan pernah menangis dan meminta suamiku membuangnya. Bagaimana tidak? Kucing ini beberapa kali pup dan muntah di rumah. Sementara pekerjaan rumahku banyak. Belum lagi kalau Farisha alergi.. Rasanya itu Grrrrrrr…..

Walau suami berjanji akan mengurus segala hal tentang kucing itu tetap saja aku yang 24 jam berada di rumah. Kadang, aku bisa saja iseng memangkunya sekedar untuk bernostalgia dengan masa kecilku yang begitu menyayangi kucing. Sayangnya aku lebih sering emosi dengan kucing ini. Tapi serius, mungkin ini namanya benci tapi cinta. Masa sih setiap hari aku yang rutin memberinya makan. Bahkan aku juga yang kepasar membelikan ikan pindang khusus untuknya. Membersihkan ikannya dan membumbuinya dengan garam dan asam lalu menggorengnya. Dih, aku ini benci atau suka sih dengan kucing ini?

Ah, entahlah..

Dan emosiku semakin menjadi-jadi kala menghadapi masa birahi nya sang kucing. Bayangkan! Gorden, dinding, lemari dan perkakas lain di rumahku selalu dipipisin si Dusty. Bahkan walau sudah aku teriaki pun sempat-sempatnya si kucing nyemprot. Mengesalkan sekali. Puncaknya, pernah loh aku mengambil sapu dan mengejar kucing ini dihalaman. Jangan khayalkan kekonyolannya.

Sungguh, ini memalukan. 😣

Akupun curhat dengan Suami. Meminta agar si Dusty di kebiri saja. Mengesalkan sekali dia. Dan kalian tau apa yang dilakukan suamiku?

Dia membawa kucing baru ke rumah. 😅

Namanya Finger. Warnanya jingga dan putih. Dia kami pelihara sejak berumur 3 bulan. Kucing yang satu ini jauh lebih menyenangkan. Mungkin juga karena ia mengingatkanku pada kucing jalanan yang aku pelihara pertama kali waktu kecil. Kucing ini manja sekali. Dia selalu ingin tidur di kaki majikannya. Aku sih oke ya.. Asal Farisha tidak tidur dengannya.

Finger adalah kucing terbaik yang pernah dimiliki keluarga shezahome. Untuk ukuran kucing domestik, kucing ini memiliki bulu yang bagus. Dan dia sangat manja dengan majikannya meskipun sudah memasuki umur birahi. Suamiku berkata, “Finger bagaikan istri kedua.. “

Yaah.. Eike dipoligami sama kucing.. Genks.. Kucing laki-laki pulaa.. Wkwk..

Sayangnya Finger menghilang saat Humaira lahir. Iya.. Hilang begitu saja genks.. Entahlah kenapa itu pokoknya aku ikut sedih dan merasa kehilangan banget.

Sejak Finger hilang, si Dusty mulai suka kerumahku lagi. Tapi, Dusty yang sekarang sangat berbeda. Ia hanya pulang untuk sekedar minta makan. Selebihnya, dia hanya meninggalkan pipis dan keluar lagi untuk berpacaran. Hmm.. Dasar playboy. Karena itu, kami keluarga shezahome memutuskan untuk memelihara kucing baru di rumah.

Namanya Hatori dan Shiro. Kucing ini didapatkan dari teman kampus suamiku. Umurnya masih 2 bulan saat kami adopsi. Ini adalah kali pertama aku memelihara 2 ekor anak kucing di rumahku sendiri. Apalagi keduanya masih kecil dan tidak bisa ditaroh diluar rumah. Alhasil, cobaan pup dan pee di pagi hari selalu menguras emosi.

Sensi kepada kucing datang lagi. Yah.. Sepertinya aku benar-benar mengerti kenapa para emak-emak kadang suka benci sama kucing. Haha..

Tapi aku menghadapinya. Kadang aku ikut membersihkan kotorannya. Kadang, aku mengajak Humaira ikut bermain dengannya. Ya, asal kalian tau juga.. Humaira juga memiliki Rhinitis alergi yang menurun dariku. Tapi aku memutuskan untuk menghadapi alergi itu.

Karena konon aku percaya pada sugesti konyol para tetua, yaitu..

“Penyembuh alergi adalah menghadapi alergi itu sendiri. Bukan menghindarinya.. “

Ah, semoga saja benar. Karena bagaimanapun juga.. Sulit rasanya membenci Makhluk lucu ini..

IBX598B146B8E64A