Dari Insecure Hingga Congkak, Begini Caraku Menemukan Arti Dari Self Love
“Kamu tuh kalo bikin status musti deh terkesan meninggikan diri sendiri.. Kita yang baca jadi terkesan rendah dimata kamu..”
Masih ingat aku salah satu japri dari teman satu komunitasku. Sejak itu, aku mulai banyak mengoreksi diri. Dimulai dari memfilter ulang orang-orang pilihan yang bisa membaca status privasiku. Hingga, memfilter perasaan diri sendiri.
Kenapa sekarang aku terkesan tinggi? Kenapa aku jadi congkak? Bukannya dulu aku pernah merasa insecure parah?
Niatku hanya ingin mencari selflove.
Selflove karena aku merasa direndahkan oleh lingkunganku.
Aku hanya ingin menghargai diriku. Tapi, kenapa jatuhnya jadi congkak?
Congkak, Sebuah Rasa yang Timbul karena Insecure yang Diobati Secara Berlebihan
Dalam episode kehidupanku, jujur saja bisa dibilang 60% kiranya dipenuhi oleh rasa insecure.
Kenapa?
Apakah aku insecure dari lahir?
Tentu tydack,
Perasaan insecure pertama yang muncul dalam hidupku adalah ketika aku menyadari bahwa tubuhku berbeda dari perempuan kebanyakan.
Ya, aku sudah pernah bercerita disini bukan? Bahwa tubuhku berbulu. Bukan bulu halus lazim seperti perempuan kebanyakan. Bulu tangan dan kakiku terbilang tumbuh melebihi kelebatan dan kepanjangan pada umumnya. Rasa insecure pertama aku peroleh dari TK. Teman-temanku bilang bahwa aku mirip laki-laki. Wajahku pun terbilang dominan mirip ayahku.
Ketika adik kembar laki-lakiku lahir lengkaplah sudah 4 anak mama. Aku adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga. Namun, karena keterbatasan ekonomi.. Mamaku sangat jarang membelikanku baju perempuan. Kebanyakan baju yang kupakai adalah baju laki-laki warisan kakakku. Rambutku pun pendek layaknya laki-laki. Aku sendiri tidak tau sebab kenapa mama jarang sekali mendandaniku layaknya anak perempuan sewaktu kecil. Dan itu mempengaruhi fase kecil hingga menjelang dewasa. Aku tumbuh tanpa mengerti arti perawatan dan fashion perempuan. Dan lingkunganku membullyku karena aku memang mirip dengan laki-laki. Padahal, aku sangat ingin dianggap anak perempuan yang cantik.
Apakah aku pernah bercerita tentang cinta pertamaku? Hmm, aku lupa. Haha
Dulu, sewaktu SD aku suka sekali melihat salah satu guru laki-lakiku. Bagiku, beliau keren. Aku rasa sih perasaan itu lebih ke arah kagum dan simpatik. Tapi, rasa itu terhempas ketika beliau iseng bercanda padaku.
“Wah, winda ini salah pake sabun kayaknya. Shampoo dipakai buat sabun ya? Jadi bulunya buanyak banget gini..”
Mungkin kalimatnya bercanda. But its really trully hurt me. 😭
Bayangkan, saat itu umurku masih 10 tahun. Dan aku nekat mengambil lakban di kantor ayahku lalu merekatkan lakban itu pada tangan dan kakiku. Melepasnya bersamaan dengan terangkatnya bulu-bulu kaki dan tanganku. Beberapa bagian berdarah. Tapi, bagiku itu kepuasan. Kepuasan untuk mengemis sebuah penerimaan esok harinya.
Berharap ada yang memuji kulitku putih dan mulus.
***
Kisah diatas hanyalah potongan kecil rasa insecure yang pernah aku dapatkan. Perasaan tidak cantik bagi seorang perempuan itu membekas. Membuat dirinya tidak berdaya hingga SMP dan SMA. Seberapapun banyak yang bilang kepadanya bahwa itu tidak apa-apa. Tapi, bagaimana ya? Kenapa aku selalu fokus pada orang yang mengejekku dibanding orang yang memujiku?
Sebagai contoh saja, ketika SMP dan SMA ada saja kok laki-laki yang terkesan mengejarku. Memujiku cantik, ingin jadi pacar dll dsb. Tapi, kenapa ya rasanya hambar sekali. Tidak puas rasanya kalau belum dapat penerimaan dari orang yang mengejekku. Padahal, sewaktu SMA aku pernah memiliki sedikit rasa dengan orang yang naksir denganku. Tapi kenapa ya kok ada saja perasaan tidak pantas di dalam hati? Seperti takut kalau-kalau dia bisa menyakiti? Kenapa ya?
Mama dan Ayahku sudah sering kali meninggikan hatiku. Bahwa aku tinggi dan cantik. Bahwa punya bulu itu adalah hal yang biasa. Mereka bahkan beberapa kali menyuruhku ikut kompetisi Nanang Galuh sewaktu SMA. Tapi aku tidak percaya diri.
Sampai kemudian, kakakku masuk kuliah kedokteran. Dan aku? Huh, lulus PMDK dan SPMB saja tidak. Aku terdampar di Poliban, sebuah universitas negeri di banjarmasin namun tidak populer. Dengan jurusan yang tidak populer pula. Pernah mendengar D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah? Oh belum pernah. Ya, disanalah aku kuliah.
Kedua adik kembarku yang manis memiliki pencapaian tak kalah dari kakakku. Keduanya sering mendapatkan piala dari berbagai lomba. Dan lulus di kedokteran pula. Keduanya.
Disitulah perasaan insecure mulai bersemi menjadi-jadi. Perasaan yang membuatku terasa kalah dan tak memiliki kelebihan untuk dibanggakan.
Aku mencoba move on dengan Insecure yang belum terobati.
***
Time flies..
Aku menikah karena telah bertemu dengan seseorang yang mengobati insecure yang kumiliki dari luar. Bersamanya, aku merasa cantik. Merasa bisa melakukan sesuatu. Dan ingin berkembang.
Ya, kalau kebanyakan orang memiliki tujuan punya anak saat sudah menikah.. Kalau aku? Tujuanku menikah hanya ingin membuat diriku yang kuncup menjadi berbunga. Aku hanya ingin mengembangkan diri. Tapi..
Tapi anak itu lahir. Farisha, anak ajaib yang lahir meski kami mencoba mencegahnya. Dan, sejak Farisha lahir.. Rasa insecure yang kumiliki dari awal hingga akhir.. Kembali tumbuh dengan rasa yang tak pernah kusangka sebelumnya..
Aku menjadi Ibu. Dan Aku Insecure. Insecure tersakit yang pernah aku alami.
“Kok gak kerja? Kan sudah capek-capek kuliah?”
“Kakaknya dokter, adeknya kuliah dokter. Dia cuma IRT..”
“Jaga anak sendirian aja di rumah stress.. Aku dong sambil kerja di luar jauh lebih capek”
“Anaknya kok gak mirip Ibu sama Bapaknya.”
“Kok anaknya sudah 2 tahun tapi Ibunya gak mau kerja?”
“Kok anaknya kurus?”
“Suaminya lucu sekali potongan rambutnya.. Apa istrinya gak perhatiin..”
“Baju istrinya bagus-bagus ya. Coba liat suaminya”
“Padahal mamanya kerja dan aktif organisasi. Kok anaknya (aku) begitu saja?”
Dst.. Dst..
Ketika aku menjadi Ibu. Aku bertemu pada perasaan insecure yang maha dahsyat. Sungguh lebih dahsyat dibanding insecure yang aku alami saat remaja.
Kenapa sih orang suka sekali berpendapat pada kehidupan orang lain?
Dan kenapa pula aku harus peduli? Kenapa ada perasaan ingin melawan dalam diriku. Perasaan ingin membuktikan diri.
Aku lawan segala rasa insecure tersebut dengan rasa-rasa congkak dan sombong.
Bagaimana? Bukannya aku hanya di rumah saja?
Aku punya sosial media. Status di BBM adalah media congkak pertama yang aku miliki.
Aku selalu memposting masakanku setiap hari. Segala-gala yang aku buat serba homemade. Juga selalu memposting kegiatan anakku. Jujur saja, tidak ada rasa sharing is caring saat itu. Yang aku inginkan hanyalah haus akan rasa pengakuan. Karena dalam kehidupan nyata.. Pencapaianku tidak diakui.
Tidak ada yang bilang aku ibu hebat. Tidak ada yang bilang aku bekerja. Sekelilingku hanya tau aku ibu yang tak berdaya karena tak bekerja. Kerjaannya hanya tidur siang mungkin.. Yah, begitulah.
Rasa insecure itu kadang sembuh dan kadang kumat lagi. Insecure yang parah pada kehadiran anak pertama pernah membuatku depresi dan perlahan berhasil diobati. Namun, pada kehamilan anak kedua. Perasaan insecure parah itu kembali lagi.
“Perutnya kok kecil sekali”
“Kalau hamil tuh jangan begini, nanti begitu”
“Sudah USG? Apa? Perempuan lagi? Ya, kamu sih gak banyak makan daging..”
“Nanti makan daging banyak-banyak. Siapa tau lahirnya laki-laki..”
“Apa? Operasi lagi? Kamu sih gak mau melahirkan di bidan sini aja..”
“Padahal di rumah aja. Tapi mau nyari pembantu.”
Dst dst..
Dan perasaan congkak hingga ingin diakui pun kembali bersemi lagi.
Aku selalu membuat pelampiasan melalui status-status WA yang aku atur secara privasi. Jika ada yang menyakitiku, aku akan menyakitinya kembali dengan menyumpahinya di status WA (yang tentunya tak terlihat olehnya, hanya aku dan tak sampai 10 orang yang tau). Lega rasanya. Disertai dengan sindiran-sindiran keras. Terutama sekali kalau ada yang menyakitiku dengan berkata aku tidak bisa mengatur uang. Aduh, 2,4 juta sebulan dalam keadaan hamil dan anak 1 dibilang boros. Ada saja yang bilang begitu. Saat itu, status-statusku dipenuhi oleh keinginan adanya pengakuan bahwa aku hemat. Diakui oleh siapa? Bukannya yang melihat privasi.
Diakui oleh diriku yang sedang jatuh. Aku ingin melawan diriku yang sakit. Tapi lupa bahwa kalimat toxic tidak mengobati. Tidak menyembuhkan. Justru membuat hatiku menghitam.
Aku suka posting foto masakan, nyinyir dengan para influencer yang suka belanja barang branded (ya kali, padahal mereka diendorse juga kan.. 🤣). Ya begitulah, namanya juga hatiku sedang tidak baik-baik saja. Sampai suatu ketika aku mencari gendongan untuk anakku kalau lahir. Lalu surprise dengan harganya yang mahal-mahal. Dan iya, dibikin status juga.. Benar-benar keadaan labil dan kurang iman.. 😂
Aku masih ingat menit-menit terakhir aku memutuskan hubungan dengan temanku tersebut. Yaitu, saat aku memutuskan bergabung dalam grup babywearing. Dan ingin kepo dengan harga gendongan yang reachable. Lucunya, menurutku yang saat itu masih newbie. Grup tersebut seperti bukan grup edukasi dan bagus untuk golongan ekonomi ke bawah. Karena isinya mostly dipenuhi oleh mamak-mamak pengoleksi gendongan mahal-mahal dan suka ganti-ganti motif. Hal yang tidak dipahami fungsinya oleh makhluk hemat sepertiku.
Dan, diupdate status lagi pula.. Tanpa sadar bahwa salah seorang temanku penggila gendongan.. 🤣
Yah begitulah, keadaan sedang down. Insecure, tidak berdaya.. Mungkin juga kurang iman karena sholat tidak benar-benar khusyuk saat itu. Hati galau, merasa tidak ada yang membelai. *halahh..
Jari-jari setan membisikkan macam-macam dengan dalih ingin menyembuhkan diri.
Dari winda yang insecure.. Menjadi winda yang congkak dan sombong. Pernah difase itu. Tak hanya sekali. Tapi berkali-kali.
Mengobati Insecure dengan Menemukan Arti Selflove dan Menghapus Racun Congkak
Selalu ada hikmah dalam setiap kejadian. Seperti kasus temanku diatas dan diriku. Dari kritik tersebut aku langsung meminta maaf dan sungguh.. aku sih ingin menjelaskan panjang kali lebar kenapa aku sampai begitu. Tapi entah kenapa jariku enggan mengutarakan. Kalian liat sendiri kan? Begitu panjang diriku kalau sudah bercerita. Dan iya kalau dibaca pakai hati dan dihayati. Kalau cuma fokus di kalimat jelek aja gimana? Wkwk.. Suuzhon emang anaknya..
Jujurly, aku tak pernah sih merasa sebersalah itu dalam hidup. Ya karena emang salah makanya bersalah banget. Sakitnya, ketika minta maaf teman tersebut malah mengorek-ngorek curhatanku. Membawa nama Tuhan untuk menyakiti. Membawa nama suami untuk menghakimi bahwa aku maha salah atas segalanya. Aku tak ambil langkah panjang saat itu. Aku kembali menuliskan kata maaf dan memblokir. Cukup untuk mengobati hati. Berdoa semoga dia tidak merasakan apa yang aku rasakan saat itu.
Aku pernah berada dititik curhat karena tak punya pendukung di dunia nyata. Dan jika dunia maya juga menghakimi.. Apalagi status itu privasi, ya bagaimana ya.. Mungkin kiranya aku sudah salah menganggapnya sebagai salah seorang closed friends. Aku saja yang kegeeran merasa dia baik. Karena sungguh, jika teman benar-benar baik. Ia tak akan membalas dengan senjata yang jauh lebih tajam. Ia sekedar menyadarkan. Jujur, tak juga aku minta dimaafkan. Setidaknya, jangan membalas dan menghakimi. Karena ketika orang balik menghakimi, aku kembali bertanya.. Lantas apa bedanya dia denganku yang sedang dalam kondisi down? ((Curhat kok segini lebar win)) 😂
Well, kejadian itu sih sudah 2 tahun berlalu. Dan sekian lama loh aku sering merenung dibuatnya. Tergoda ingin unblokir dan meminta maaf ulang. Tapi kok takut kalau saja dibalas dengan kata yang menyakitkan lagi. Ya, setidak enak itu rasanya dibenci orang.
Perlahan, aku mengumpulkan serpihan diriku yang masih putih. Merenung, melihat sebagian diriku yang menghitam karena rasa congkak. Lalu, aku memeluk rasa insecure itu. Aku akhirnya menemukan arti selflove yang pantas untukku.
Aku berbulu. Benar
Aku tidak terlalu pintar layaknya saudara-saudara kandungku. Benar
Aku tidak mandiri finansial. Benar
Punya anak perempuan melulu. Benar
Aku bukan ibu sempurna, makanya banyak yang bilang begini begitu.. Ya benar.
Alunan lagu colbie caillat mengiringi tulisanku..
So they like you, do you like you?
You don’t have to try so hard
You don’t have to give it all away
You just have to get up, get up, get up, get up
You don’t have to change a single thing
Ya aku memang penuh kekurangan. Tapi segala kekuranganku tidak merugikan orang lain bukan?
Apakah fisikku harus sempurna untuk menyenangkan semua orang? Kan tidak. Yang penting.. Ayah, Ibu dan Suamiku bilang aku punya tubuh tinggi dan cantik. Aku berbulu juga punya tahi lalat besar di wajah, tapi aku selalu punya alasan untuk mencintai fisikku yang beratnya tetap stabil hingga sekarang contohnya. Itu berharga. .
Apakah aku harus pintar dan menjadi dokter? Kan tidak. Yang penting, setidaknya aku punya ruang untuk mengoptimalkan diriku sendiri. Status sosial hanyalah sebuah topeng. Semua manusia bisa berkembang jika ia memiliki value.
Apakah aku harus mandiri finansial? Berusaha iya. Tapi.. Kan tidak harus. Setiap manusia punya jalannya sendiri. Apalagi jalan perempuan yang sungguh kompleks. Ingat perdebatan Imam Maliki vs Imam Syafii soal rejeki? Tidak ada yang paling benar dalam pendapat mereka. Kebenaran sesungguhnya adalah dunia perlu keseimbangan dan usaha menurut value yang diyakini.
Apakah salah jika aku punya anak perempuan melulu? Kan tidak. Masa sih mau menyalahkan Tuhan. “Hai Tuhan, kenapa Kau kasih Winda anak perempuan melulu.. Padahal dia sudah makan daging.” Kan lucu.
Apakah salah ketika sesekali rumah berantakan, sesekali rasa masakan aneh tak karuan, sesekali meringkuk dipojokan. Lelah dengan keadaan. Apa salah jadi Ibu yang tidak sempurna? Memangnya bagaimana definisi sempurna itu?
Tidak ada yang salah dari unperfect. Selama kita masih memiliki impian n value. Dan yang terpenting, tidak merugikan orang lain.
((Lagu itu kembali mendayu-dayu dengan liriknya))
You don’t have to try, try, try, try
You don’t have to try, try, try, try
You don’t have to try, try, try, try
You don’t have to try
Yooou don’t have to try..
Akhirnya, aku menemukan arti selflove dengan memeluk kekuranganku sendiri. Dan mensyukuri kelebihan yang ada.
Aku akhirnya mengerti, bahwa jenis kekurangan yang harus diperbaiki adalah sifat menyakiti dan rasa congkak. Karena sungguh, itulah awal mula dari segalanya.
Congkak adalah awal dari racun ingin menyakiti. Karena merasa bahwa diri sendiri lebih wah dibanding yang lain adalah sumber dari pembenaran tindakan menyakiti. Congkak adalah sifat yang ingin mencari pengakuan lalu menyingkirkan impian dan value. Aku pernah menulis disini bukan? Tentang pesan dari mertua? Bahwa ketika hidup kita dipenuhi dengan rasa ingin diakui dan ambisi tanpa rasa legowo. Maka, hilangkah sudah anak baik-baik yang pernah tumbuh dalam diri kita itu.
Ya disadari atau tidak, awal dari bencana selalu diawali dengan rasa congkak. Cerita sederhana saja misal. Masih ingat kan bahwa Iblis begitu congkak saat Tuhan menciptakan manusia? Merasa bahwa dirinya yang paling pantas. Dari merasa pantas, lalu menyakiti. Begitulah rumusnya.
Kita tidak perlu congkak demi pembuktian bahwa kita makhluk sempurna. Karena sebenarnya, bukankah tidak ada manusia yang sempurna?
Manusia, memang diciptakan penuh dengan kekurangan.
Kenapa? Karena manusia membutuhkan manusia yang lain. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Makanya, manusia itu memang tidak ada yang memiliki kemampuan sempurna.
Jika ada Ibu pekerja yang seharian diluar rumah. Ia pulang dengan membawa rasa lelah. Dan sekotak makanan hangat yang dibelinya diluar rumah. Tidak 24 jam bersama anak? Tidak memasak? Ya tidak apa-apa. Kan banyak rumah makan yang harus dibantu untuk dikembangkan. Ada rasa rindu yang membuat quality time lebih bermakna.
Jika ada Ibu Rumah Tangga yang seharian di rumah. Lalu ia keluar rumah dan dengan noraknya berfoto narsis kesana kemari. Mengabaikan anaknya bersama Ayahnya saja. Terkesan egois dan suami takut istri. Ya kenapa sih? Kan tidak apa-apa. Ada keseimbangan psikologis yang menuntut tangki waras dan bahagia.
Jika ada Ibu yang punya anak perempuan melulu. Ya apa sih masalahnya? Toh juga banyak yang punya anak laki-laki melulu bukan? Kan juga kalian tau sama poligami? Tau sama childfree? Pernah jenguk panti asuhan yang anaknya makin hari makin banyak. Salahnya dimana dengan dominansi jenis kelamin di dunia? Kiamat sudah dekat ketika perempuan yang banyak ini mulutnya sudah tidak beres lagi. Hatinya sudah kotor. Maka, aduh.. Jadilah anak baik-baik dari sekarang.
Temukanlah self love dalam diri.
Menerima kekurangan. Tidak mengubah kekurangan dengan berusaha mendapatkan pengakuan orang lain. Serta tak congkak dengan kelebihan. Karena kelebihan tercipta bukan untuk menyakiti yang lain.
Tapi untuk membantu yang lain. Bukankah begitu?
Wait a second,
Why should you care, what they think of you
When you’re all alone, by yourself
Do you like you? Do you like you?
You don’t have to try so hard
You don’t have to give it all away
You just have to get up, get up, get up, get up
You don’t have to change a single thing
Waw, lirik-lirik lagu Colbie benar-benar mewakili tulisanku kali ini. Kalian perlu mendengarnya. Judulnya.. “Try”